Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................1
BAB I PENDAHULUNAN.............................................................................2
A. Latar Belakang.................................................................................2
B. Tujuan..............................................................................................2
C. Rumusan Masalah............................................................................2
D. Metode Penulisan.............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian Konflik...........................................................................3
B. Jenis-Jenis Konflik...........................................................................5
C. Penyebab Konflik.............................................................................6
D. Akibat-Akibat dari Konflik..............................................................8
E. Cara-Cara Mengatasi Konflik..........................................................8
BAB III INTEGRASI NASIONAL...............................................................9
A. Pengertian Integrasi Nasional..........................................................9
B. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi..................................................11
C. Faktor-Faktor Penghambat Integrasi Nasional.................................11
D. Contoh Integrasi...............................................................................11

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyusunan makalah ini berlatar belakangi oleh penulis untuk
memberikan informasi tentang konflik  dalam masyarakat indonesia dan integrasi
nasional, khususnya masyarakat luas agar mengerti permasalahan – permasalahan
yang ada di Indonesia.
Dalam konteks konflik dalam masyarakat Indonesia dan integrasi
nasional sangat berepengaruh terhadap kehidupan nasional, konflik yang sekeecil
apapun jangan dianggap enteng karena konflik itu bias membesar dan merugikan
Negara dan akan timbul integrasi nasional.
Penulis berharap pembaca memiliki pengetahuan yang luas tentang konflik
dalam masyarakat Indonesia dan integrasi nasional agar kita bisa menjaga Negara
kita tetap utuh dan mempertahankan kemerdekaan.

B. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan wawasan terhadap konflik 
dalam masyarakat indonesia dan integrasi nasional memahami konflik dalam
masyarakat Indonesia dan integrasi nasional yang ada di Negara kita.
C. Rumusan masalah
Secara garis besar makalah ini akan membahas mengenai
konflik-konfilk dalam masyarakat indonesai dan integrasi nasional yang
menyebabkan konflik dan integrasi nasional, bagaimana penyeleseannya?
D. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kajian pustaka
dengan media pustaka dan berbagai sumber media elektronik ini yang
berkembang pesatnya.

BAB II

2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam


suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik


merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai


sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Konflik Menurut Para Ahli mengemukakan pendapat tentang konflik sebagai


berikut :

a. Konflik Menurut Robbin


Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut
sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik
dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain
kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

3
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu
yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik
disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan
irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai
suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi
pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai
suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan
kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau
perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau
organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu
organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik
perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok
tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
b. Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua
bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern
(Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap
bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik
dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian
tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik
biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam
merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan
kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi,
perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya.
Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam
berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai

4
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga
tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan
bersama. 
c. Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman,
konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan
kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai
sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini
sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai
faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi.
Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun
dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti
akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok
atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik
yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada
anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan
bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana
menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak
hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi.
Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam
organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang
destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif
untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya
bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
B.  Jenis-Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

 Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara


peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
 Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga,
antar gank).
 Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi
melawan massa).
 Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
 Konflik antar atau tidak antar agama
 Konflik antar politik.
 Konflik Ideologi
 Konflik Budaya
 Konflik Pertahanan

5
 Konflik Politik
 Konflik Agama
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik
terbagi atas :
1. Konflik intrapersonal.
 Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik interpersonal.
 Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena
memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
 Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, Hal ini
sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-
tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada
kelompok kerja mereka . Sebagai contoh seorang individu dapat
dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang
ada.Konflik interorganisasi.
3. Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa
terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan
integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan.
Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan
agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional.

C. Penyebab Konflik
Perbedaan individu yang didasari oleh perbedaan pendirian dan perbedaan
perasaan. Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda,
sehingga dalam menilai sesuatu tentu memiliki penilaian yang berbeda-beda.
Misalnya masyarakat menilai kebijakan pemerintah mengenai menaikkan harga
BBM karena harga bahan mentah naik. Tentu setiap masyarakat akan menilai
dengan pemikirannya masing-masing yang mungkin secara umum terbagi
menjadi kelompok yang pro dan kontra.
 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan

6
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan


pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar


belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai
kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus
dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang.
Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi
pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di
masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara
kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di
antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan
pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan
memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam


masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan
itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan

7
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat
berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat
dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena
dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

D. Akibat-Akibat dari Konflik


Konflik dapat baik dan tidak baik. Konflik berakibat tidak baik seperti :
1. Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik
cenderung tidak berkomunikasi.
2. Menghambat keeratan hubungan.
3. Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam
hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
4. Mengganggu kerja sama.
5. Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi
kerjasama yang baik.
6. Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
7. Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
8. Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
9. Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap
pekerjaan.
10. Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan,
mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik
diri, frustasi dan apatisme.
Konflik berakibat baik seperti:
1. Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik
memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
2. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu
akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang
akan terjadi dikemudian hari.
3. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan
dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan
organisasi.
4. Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
5. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

E. Cara-Cara mengatasi Konflik   

8
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai tergantung pada
kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu
juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya konflik. Berikut
adalah cara-cara untuk mengatasi konflik yang telah terjadi :
1. Rujuk
 merupakan usaha pendekatan demi terjalinnya hubungan kerjasama
yang lebih baik demi kepentingan bersama pula.
2. Persuasi
 mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukan kerugian yang
mungkin timbul, dan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa
usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar
keadilan yang berlaku.
3. Tawar-menawar
 Suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
dengan mempertukarkan kesepakatan yang dapat diterima.
4. Pemecahan masalah terpadu
 Usaha pemecahan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua
belah pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan
kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa
saling percaya dengan merumuskan alternative pemecahan secara
bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5. Penarikan diri
 Cara menyelesaikan masalah dengan cara salah satu pihak yang
bertikai menarik diri dari hubungan dengan pihak lawan konflik.
Penyelesaian ini sangat efisien bila pihak-pihak yang bertikai tidak
ada hubungan. Bila pihak-pihak yang bertikai saling berhubungan
dan melengkapi satu sama lain, tentu cara ini tidak dapat dilakukan
untuk menyelesaikan konflik.
6. Pemaksaan dan penekanan
 Cara menyelesaikan konflik dengan cara memaksa pihak lain untuk
menyerah. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak yang berkonflik
memiliki wewenang  yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Tetapi bila
tidak begitu cara-cara seperti intimidasi, ancaman, dsb yang akan
dilakukan dan tentu pihak yang lain akan mengalah secara terpaksa.

BAB III
INTEGRASI NASIONAL
A. Pengertian Integrasi Nasional
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional.Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang

9
melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.Kita ketahui
dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau
manusia-manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa
Indonesia.
Integrasi suatu bangsa terjadi karena adanya perpaduan dari berbagai unsur,
seperti suku bangsa, tradisi, kepercayaan atau agama, sosial budaya, dan budaya
ekonomi sehingga terwujud satu kesatuan wilayah, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya yang membentuk jati diri suatu bangsa. Menurut Liddle, suatu integrasi
nasional yang tangguh hanya bisa berkembang apabila :
1. Sebagian besar anggota suatu masyarakat bersepakat tentang batas-
batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik di mana
mereka menjadi warganya.
2. Apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat
mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-
proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat diatas wilayah
negara tersebut.
Suatu konsensus nasional mengenai bagaimana  suatu kehidupan bersama
sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan, melalui suatu konsensus
nasional mengenai “sistem nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial
di antara anggota suatu masyarakat negara. Adapun langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah:
1. Melakukan pengorbanan sebagai langkah penyesuaian antara banyak
perbedaan, perasaan, keinginan dan ukuran penilaian.
2. Mengembangkan sikap toleransi di dalam kelompok sosial.
3. Terciptanya kesadaran dan kesediaan untuk mencapai suatu  konsensus.
4. Mengidentifikasi akar persamaan di antara kultur-kultur etnis yang ada.
5. Kemampuan segenap kelompok yang ada untuk berperan secara
bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.
6. Mengakomodasi timbulnya etnis.
7. Upaya yang kuat dalam melawan prasangka dan diskriminasi.
8. Menghilangkan pengkotak-pengkotakan kebudayaan.
Dalam konteks Indonesia, maka proses integrasi nasional haruslah berjalan
alamiah, sesuai dengan keanekaragaman budayanya dan harus lepas dari
hegemoni dan dominasi peran politik etnik tertentu. Suatu integrasi nasional yang
tangguh hanya akan berkembang di atas konsensus nasional mengenai batas-batas
suatu masyarakat politik dan sistem politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat
tersebut. Adapun batas-batas konsensus nasional adalah sebagai berikut:
Bagan di atas sedikit banyak menjelaskan bahwa masalah-masalah yang
mungkin timbul dalam proses integrasi dipengaruhi oleh 2 dimensi, yang pertama
adalah dimensi horizontal primordial, berupa masalah yang disebabkan karena
adanya perbedaan ras, suku, dan agama. Dalam konteks ini jelas masalah SARA
merupakan penyulut utama konflik jika masing-masing golongan tidak memiliki
toleransi yang tinggi terhadap golongan yang lain. Dan dimensi vertikal berupa
masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang
pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan

10
mayoritas terbesar rakyat biasa (massa). Tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah
sebagai pemangku kebijakkan seringkali membuat suatu kebijakan yang tidak
berpihak kepada masyarakat, dan hanya mementingkan kepentingan golongan
tertentu. Hal ini tentunya akan menimbulkan pergolakan pada masyarakat yang
merasa terintimidasi dan terugikan oleh kebijakan yang dibuat tersebut.
Berdasarkan dua dimensi tersebut, maka perlu kiranya memandang suatu bentuk
integrasi nasioal dengan upaya meminimalisir masalah-masalah dari dimensi
vertikal dan horizontal dalam suatu negara.
B. Faktor-faktor pendorong integrasi nasional
Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaiman adi
nyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi
kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara,
sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di
medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia
C. Faktor-faktor Penghambat Integrasi Nasional
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-
faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang
dikelilingi oleh lautan luas.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-
golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan
unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah
budaya suku bangsa lain.
D. Contoh Integrasi
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1) Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan
menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi
itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.

11
2) Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan
teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3) Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain,
bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa
atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat
Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek
Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari
agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam),
gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan
wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama
resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
Contoh-contoh pendorong integrasi nasional :
1) Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju
dan tangguh di masa yang akan datang.
2) Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia.
3) Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari
kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
4) Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi
pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan
bangsa.
5) Adanya rasa senasib dan sepenanggungan.
6) Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara
demi terciptanya kedamaian.

12

Anda mungkin juga menyukai