BAB II
KAJIAN PUSTAKA
dikembangkan dari studi-studi yang berpusat pada wanita. Teori feminisme pada
abad kedua puluh tidak dapat dipisahkan dari pemahaman feminisme sebagai
gerakan sosial. Feminisme berawal dari suatu gerakan sosial yang membela
yaitu:
a. Feminisme kultural
b. Feminisme Liberal
akibat dari pola pembagian kerja yang seksis dan patriakal dan bahwa
9
kerja melalui pemolaan ulang institusi- intitusi kunci hukum, kerja, keluarga,
c. Feminisme Radikal
radikal melihat bahwa dalam setiap institusi keluarga dan di dalam struktur
yang paling mendasar adalah sistem patriarki dimana penindasan yang paling
mendasar adalah sistem patriarki dimana penindasan ini terjadi pada laki-laki
dengan orangtua terutama ibu membawa dampak yang besar pada masa
e. Feminisme Sosialis
atas penindasan berbeda namun saling terkait yang dilakukan oleh patriarki
sosial dari pemahaman yang luas tentang materialism historis. (3) memasukkan
Femnisme sosialis telah menetapkan proyek formal yaitu mencapai sintesis dan
kemasyarakatan.
b. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
laki dan perempuan perbedaan antara gender antara laki-laki dan perempuan,
terjadi melalui proses yang sangat panjang. Melalui proses sosialisasi, penguatan,
melalui proses yang panjang itulah, maka lama kelamaan perbedaan gender seolah
- olah ketentuan tuhan atau kodrat yang tidak dapat di ubah lagi. Demikian pula
kelamin. Sepertinya gender laki- laki harus kuat dan agresif, sehingga dengan
mempertahankan sifat tersebut. dan akhirnya laki-laki menjadi lebih kuat dan
besar. Akan tetapi dengan berpedoman bahwa setiap sifat biasanya melihat pada
ienis kelamin tertentu dan sepanjang sifat tersebut dapat dipertukarkan. maka sifat
tersebut hasil kontruksi masyarakat, dan sama sekali bukan kodrat (Mansoer,
1997).
memelihara, rajin dan tidak cocok jadi kepala keluarga. Akibatnya semua
lain-lain dilakukan perempuan. Sehingga beban kerja perempuan jauh lebih besar
ketimbang laki-laki.
2.3 Perkawinan
Esa”.
memuat tidak hanya segi hukum formal tapi sampai pada maksud yang bersifat
keTuhanan Yang Maha Esa, perkawinan juga tidak hanya merupakan ikatan lahir
perkawinan adalah ikatan akibat hukum antara seorang pria dengan seorang
wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri dan ikatan lahir suami istri
merupakan hubungan formal yang sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan
dirinya maupun orang lain atau masyarakat. Sedang yang dimaksud dengan rumah
tangga harmonis yakni bersyukur jika mendapat pasangan hidup yang mengerti
dan memahami akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, bersyukur jika
mendapat pasangan hidup yang mampu menemani dalam suka dan duka.
dalam pasal 2 ayat 1 UU No. 1 tentang “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
besar masing-masing.
adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt. Sebagai jalan bagi makhluk-
al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan
dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan (wath’u al-
zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang hampir sama dengan di atas
juga dikemukakan oleh Ghazali (2000), bahwa kata nikah berasal dari bahasa
Arab “nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi’il
bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering juga dipergunakan sebab
generatife secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada
manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan
14
terutama menurut agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam
perempuan) dan kabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki). Selain itu,
Adapun menurut syarak: nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk
membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang
sejahtera. Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara
pria calon mempelai akan tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-
laki-laki dengan perempuan yang membawa hubungan lebih luas yaitu antara
15
kelompok kerabat laki-laki dan perempuan, bahkan antara masyarakat yang satu
Perkawinan biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan
wanita suami, istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal
berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, dari pasangan demi pasangan terlahir bayi-
bayi yang akan melanjutkan keturunan mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat
jawa khususnya perkawinan sangatlah menjadi makna yang sangat penting bagi
tangga yang baru tetapi juga membentuk ikatan dua keluarga besar yang bisa jadi
garis kebapakan oleh karena itu sistim keturunan dan kekerabatan antar suku
berbeda-beda. Maka dari itu tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat juga
berbeda (Hadikusuma, 1983). Oleh karena itu juga sesuai kekeluargaan yang
keluarganya bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal
Bobot artinya kedua calon pengantin adalah orang yang berkualitas, bermental
16
baik dan berpendidikan cukup dan yang biasa berlaku pada adat perkawinan
kedua belah pihak setelah orang tua atau keluarga menyetujui perkawinan maka
kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah
pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang
baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai
karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk
kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal akan mengusung jiwa mereka
tentang alam dan budaya sekitarnya. Kearifan lokal adalah dinamis dengan fungsi
dalam lingkungan fisik maupun budaya. Pengetahuan lokal merupakan hasil dari
17
proses dialektika antara individu dan lingkungan serta respon individu dengan
kondisi lingkungan. Pada tingkat individu, kearifan lokal muncul sebagai akibat
dari proses kerja kognitif individu dalam upaya untuk mengatur nilai-nilai yang
dianggap sebagai pilihan paling tepat bagi mereka. Pada tingkat kelompok,
hasil dari hubungan pola atau pengaturan yang telah ditetapkan dalam suatu
lingkungan tertentu.
Suku Tolaki adalah sekelompok orang yang sejak lama mendiami Jazirah
Tenggara Pulau Sulawesi yang terdiri dari beberapa wilayah antara lain: Kota
masyarakat Tolaki ini masih memegang apa yang menjadi warisan dari para
leluhurnya secara turun temurun dan masih menunjukan eksistensinya hingga saat
ini.
Sumber nilai dalam etnik Tolaki disebut kalosara yang selanjutnya disebut kalo.
perkotaan sebagai pegawai negeri atau pengusaha sampai saat ini masih
Tenggara. Kalo sebagai pusat kultural ethnic group Tolaki berarti sebagaimana
1. Cultural value system (sistem nilai budaya), adalah wujud ideal kebudayaan
yang berupa kompleks ide gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya.
Wujud itu tegasnya disebut adat (jamaknya: adat istiadat). Wujud kalo pada
tataran ideal atau adat-istiadat yang berupa sistem nilai dan norma, baik
dalam entitas adat kebiasaan semata (folkways) maupun mores suku bangsa
Tolaki. Wujud budaya kalo pada tataran itu bernama kalosara dan menjadi
dan “tata susila atau moral” Nilai-nilai dan norma-norma budaya kalosara
Budaya kalo selaku social system adalah kalosara sebagai bentuk sistem
3. Cultural artifact (artefak budaya), adalah hasil seluruh karya dan aktivitas
benda dan aktivitas kultural yang menjadi karya manusia Tolaki. Budaya
kalo dalam hal ini adalah seluruh benda atau barang yang berwujud
pesertanya membentuk lingkaran. Hal itu sesuai dengan arti harfiah kalo
yaitu lingkaran, atau ikatan. Pada awalnya, budaya artefak Kalo terbuat
dari batang oue (rotan). Seiring dengan perkembangan zaman, artefak kalo
terbuat pula dari berbagai materi lain, seperti emas, perak, benang, kain
(putih), akar, dan kulit kayu sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Sungguh
demikian, karakteristik budaya kalo sebagai sesuatu yang pola bundar atau
lingkaran tidak pernah beralih sama sekali. (P3KD Prop. Sultra, 1977:
wujud ideal dari suatu kebudayaan adalah salah satu dari tiga wujud kebudayaan.
Dua wujud lainnya adalah wujud kelakuan dan wujud fisik. Wujud ideal dari
suatu kebudayaan adalah adat, atau lebih lengkapnya disebut adat tata kelakuan,
karena adat berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi dalam empat
tingkatan antara lain. tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum,
dan tingkat aturan khusus. Maka kalo dalam tinjauan sebagai adat memiliki empat
mepoko’aso (persatuan dan kesatuan), ate pute penao moroha (kesucian dan
kesejahteraan).
antara kerabat luas dengan kerabat luas dalam hal mendirikan rumah,
Kesejahteraan)
21
padi), tepohiu o’epe (bertebaran bidang kebun sagu). Sejalan dengan itu,
(suasana ketenangan batin yang diliputi dengan alunan bunyi gong yang
diliputi dengan suara hura-hura, tawa dan tepuk tangan yang meriah)
(Tarimana, 1993:285).
2. Tingkat Norma-Norma
Kalo berfungsi sebagai pedoman bagi tingkah laku masyarakat Tolaki dalam
Pada lingkungan keluarga peranan yang dimkasud ialah peran sebagai ayah,
ibu, paman, bibi, mertua, menantu, anak, kemenakan, dan sepupu. Dalam
22
berperan sebagai dukun atau juru bicara yang memimpin upacara, peserta
Pada tingkat sistem hukum merupakan hukum adat orang Tolaki yang
sebagai hukum adat tampak pada gejala dimana kalo berfungsi sebagai alat
komunikasi antar keluarga, antar golongan, bahkan sebagai alat yang dipakai
raja, selain itu digunakan dalam upacara tolak bala dan meminta berkah.
terhadap segala aturan adat akan mendapatkan sanksi baik berupa sanksi batin
dalam apa yang disebut merou (aturan khusus dalam berbahasa yang
wua (aturan khusus dalam bercocok tanam pada umumnya), o lawi (aturan
khusus dalam bercocok tanam padi khususnya), o sapa (aturan khusus dalam
23
berburu, beternak, dan menangkap ikan), dan mepori (aturan khusus dalam
Tolaki
tanaman dan pusat ladang padi, dan melalui makna simbolik kalo sebagai asas
teknologi melalui bentuknya sebagai model dari teknik mengikat dan bentuk alat-
unsur upacara terintegrasi didalam makna simbolik dari kalo. Ide medulu
lingkaran rotan, demikian juga ide-ide ate pute penao moroha (keikhlasan dan
kesucian) tercermin didalam makna simbolik dari kain putih, dan ide-ide
hungannya dengan beberapa sub unsur dari tiap unsur kebudayaan Tolaki maupun
fungsinya sebagai unsur utama dalam upacara, maka kalo sangat erat kaitannya
24
kebutuhan dasar.
moral, orang Tolaki, menggunakan ajaran-ajaran kalo sebagai pedoman hidup, hal
tersebut tampak dalam usaha memulihkan suasana kelaparan karena panen tidak
jadi, suasana kecelakaan karena bencana alam, suasana kematian yang disebabkan
baik disebabkan oleh manusia yang telah melanggar adat dan norma-norma
yang disebut mosehe wonua (upacara besar dan diikuti oleh sebagian besar
berbagai masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan orang Tolaki antara lain.
kain lainnya dalam upacara pernikahan dan kematian. Selain itu perempuan
pernikahan.
3. Penilitian dilakukan Nanda Putri Rizma (2019) dengan judul “Peran Gender
dikembangkan dari studi-studi yang berpusat pada wanita. Teori feminisme pada
abad kedua puluh tidak dapat dipisahkan dari pemahaman feminisme sebagai
gerakan sosial. Feminisme berawal dari suatu gerakan sosial yang membela
masyarakat lainnya. Kebudayaan itu sendiri adalah seluruh cara kehidupan dari
26
masyarakat yang manapun tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup yaitu
bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih diinginkan. Karena itu bagi seorang
ahli ilmu sosial tidak ada masyarakat atau perorangan yang tidak berkebudayaan.
2006:18).
Segala aktivitas masyarakat tidak terlepas dari peran dan fungsi antar
laki- laki dan perempuan. Peran dan fungsi laki-laki dan perempuan tercipta dari
tradisi- tradisi yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu tradisi yang ada
memuat tentang relasi gender mengenai peran dan fungsi antara laki-laki dan
Teori Peran
Pernikahan