Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan

intensitas feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi

lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Apabila diare berlangsung kurang dari 2

minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau

lebih, digolongkan pada diare kronik, feses dapat dengan atau tanpa lendir.

(Amin, 2015)

Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoadapat menyebabkan

diare. Eschericia coli enterotoksigenic, Shigella sp, Campylobacterjejuni,

dan Cryptosporidium spmerupakan mikroorganisme tersering penyebab diare

pada balita. (Utami, dkk. 2016)

Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap berbagai

penyakit. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh balita yang masih lemah.

Selain itu kehidupan balita juga masih sangat bergantung kepada orang tua

terutama pada ibu, sehingga masalah kesehatan pada balita pun menjadi

tanggung jawab orang tua yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satu

masalah kesehatan balita di Indonesia yang masih sering terjadi adalah diare.

(Christy, 2014)

2.1.2 Etiologi

Timbulnya penyakit diare dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor

risiko yang paling banyak terkait dengan diare yaitu faktor lingkungan,

6
7

meliputi ketersediaan sarana sanitasi dasar seperti air bersih, air minum,

pemanfaatan jamban. Berikut adalah mikroorganisme yang mengakibatkan

terjadinya diare :

1. Virus

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).

Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus

serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus,

Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus,

Cytomegalovirus.

2. Bakteri

E. coli, Shigella spp., Stafilococcus aureus, Bacillus cereus,

Campylobacter jejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan

V. choleare 0139, dan Salmonella (non-thypoid).

3. Protozoa

Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,

Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.

4. Helminths

Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria philippinensis,

Trichuris trichuria (Amin, 2015)

2.1.3 Faktor Risiko

1. Faktor lingkungan yang terdiri dari sumber air minum dan

pembuangan limbah.

2. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari pendidikan orang tua, serta

umur anak.
8

3. Faktor perilaku yang terdiri dari pemberian air susu ibu (ASI)

eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan. (Utami, dkk. 2016)

2.1.4 Epidemiologi

Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

perlu mendapat perhatian karena angka morbiditas dan mortilitasnya masih

tinggi. Data dari Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa penyakit diare dari

tahun ke tahun masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di

Indonesia. Di dunia sekitar lima juta anak meninggal dunia karena diare akut,

dimana sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.

Beberapa survei menunjukkan bahwa diare masih menjadi penyebab utama

kematian balita. Sedangkan menurut SKRT 2001 menyebutkan angka

mortilitas balita mencapai 13%; Studi Mortalitas Dunia 2005 menyebutkan

angka mortilitas anak karena diare sebanyak 17%; WHO (Asia) sebesar 15%;

dan Riskesdas 2007 menyebutkan angka mortilitas karena diare balita (1–4

tahun) sebesar 25,2%. (Christy, 2014)

Prevalensi diare untuk Provinsi Jawa Timur sendiri mencapai 7,9% .

Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-10 dari 33 prevalensi menurut

provinsi di Indonesia. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur tertinggi

terdapat pada kelompok umur balita (1-4 tahun) yaitu sebesar 16,7%.

Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur tertinggi terdapat pada

kelompok umur balita (1-4 tahun) yaitu sebesar 16,7% yang digambarkan pada

table 2.1 berikut :


9

Tabel 2.1 Angka Kejadian Diare Berdasarkan Usia.

(Christy, 2014)

2.1.5 Klasifikasi Diare

Organisme penyebab diare biasanya berbentuk renik dan mampu

menimbulkan diare yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala

klinisnya. Jenis yang pertama adalah:

2.1.5.1 Diare Cair Akut

Dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar

sehingga mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat.

2.1.5.2 Disentri

Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang disebabkan

akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare berdarah akan

menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan status

gizi.

2.1.5.3 Diare Persisten

Dimana kejadian diare dapat berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini

sering terjadi pada anak dengan status gizi rendah, AIDS, dan anak dalam

kondisi infeksi, (Iskandar 2011).


10

2.1.6 Patofisiologi

Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan

minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus

dan akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut.

Sel–sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang

sehingga fungsi sel–sel ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus

halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak terserapnya cairan dan

makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan terkumpul

di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan

banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang tidak

diserap tadi akan terdorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.(Utami,

dkk. 2016)

2.1.7 Tanda dan Gejala

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus,hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.Diare yang berlangsung

beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan

kematian karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan renjatan

hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik

lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata

cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara

serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.(Amin,

2015)

Sedangkan pendapat lain menyebutkan gejalanya yaitu feses yang

konsistensinya lembek sampai cair dengan frekuensi pengeluaran feses


11

sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari serta dapat mengakibatkan demam,

sakit perut, penurunan nafsu makan, rasa lelah dan penurunan berat badan dan

dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,

sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan

hipovolemik, kerusakan organ bahkan sampai koma. (Utami, 2016)

2.1.8 Penegakan Diagnosis

2.1.8.1Anamnesis

Anamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan mengenai onset, lama

gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses.2,10,21 Feses

dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan

diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif

seperti Salmonella, Shigella, dan Campylobacter, berbagai virus enterik,

atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica. Adanya

feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen

invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat

leukosit pada feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan

enterotoksin.2,10 Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh

infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus, dan tenesmus

merupakan penanda dari diare inflamasi. (Eppy, 2009)

2.1.9 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

2.1.9.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran,

berat badan, temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah,

turgor kulit, kelopak mata, serta mukosa lidah.2 Selain itu, perlu dicari
12

tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume ekstraseluler, seperti denyut

nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi postural/ortostatik, lidah kering,

kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan lembab.(Eppy, 2009)

2.1.9.2 Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat

atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap

(hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit

serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked

immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi

amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus,

biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau

limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasif

ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda.

Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin

diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan

mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit

dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing

dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik

dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit

sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin clostridium difficile.

Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien

yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut

persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat


13

sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami

diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab

infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya

dilakukan juga jika mukosa terlihat inflamasi berat. (Wawan, 2013)

2.1.10 Penatalaksanaan

2.1.10.1 Penggantian cairan dan elektrolit

Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan

rehidrasi oral, yang harus dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak

dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa yang memerlukan

hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram

natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida,

dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara

komersial dalam paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika

sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat

dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking

soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir

jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan

tersebut sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi

intravena diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan

salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan sesuai panduan

kimia darah.
14

2.1.10.2 Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare

akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari

tanpa pemberian antibiotik. 2 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan

gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada

feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau

penyelamatan jiwa.

2.1.10.3 Obat anti-diare

1. Kelompok anti-sekresi selektif

Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara

luas racecadotril yang bermanfaat sebagai penghambat enzim

enkephalinase, sehingga enkephalin dapat bekerja normal kembali.

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi elektrolit, sehingga

keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi

pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih

aman pada anak.

2. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid hcl,

serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein

adalah 15-60 mg 3x sehari, loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek

kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,

peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki

konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan

dengan benar cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi


15

sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut dengan gejala

demam dan sindrom disentri.

3. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin,

atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat

menyerap bahan infeksius atau toksin. Melalui efek tersebut, sel

mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat

merangsang sekresi elektrolit. (Amin, 2015)

2.2 Banjir

2.2.1 Definisi

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya

air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan

menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi.(Harkunti, dkk, 2014).

2.2.2 Penyebab Banjir

1. Curah hujan tinggi, baik di suatu kawasan maupun di hulu sungai.

2. Luapan air sungai akibat tingginya curah hujan di hulu sungai.

3. Runtuhnya bendungan.

4. Naiknya air laut (pasang/rob).

5. Tsunami.(Harkunti, dkk, 2014).

Selain itu, faktor kerentanan di suatu daerah juga akan

mempengaruhiterjadinya banjir. Faktor kerentanan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Prediksi yang kurang akurat mengenai volume banjir.

2. Rendahnya kemampuan sistem pembuangan air.


16

3. Turunnya kapasitas sistem pembuangan air akibat rendahnya

kemampuan pemeliharaan dan operasional.

4. Deforestasi.

5. Turunnya permukaan tanah akibat turunnya muka air tanah.

6. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global.(Harkunti,

dkk, 2014).

2.2.3 Daerah berpotensi banjir.

Hampir semua wilayah Indonesia berpotensi terjadi banjir. Pulau yang

sering terkena banjir adalah Pulau Jawa. Kepadatan penduduk menjadi

pemicu sering terjadinya bencana banjir tersebut. Jawa Timur merupakan

salah satu provinsi di Pulau Jawa yang sering dilanda bencana banjir

(Ristika, 2013).

Faktor kondisi alam tersebut diperparah oleh meningkatnya jumlah

penduduk yang menjadi faktor pemicu terjadinya banjir secara tidak

langsung. Tingkah laku manusia yang tidak menjaga kelestarian hutan

dengan melakukan penebangan hutan yang tidak terkontrol juga dapat

menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak

terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan

wilayah sungai. (Ristika, 2013)

Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, kriteria kawasan rawan banjir adalah kawasan yang

diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana

alam banjir.
17

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik

2010-2030 ditetapkan kawasan rawan bencana banjir. DAS Kali Lamong

merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan sumber daya air dalam

wilayah Sungai Bengawan Solo. Pada kasus DAS Kali Lamong yang

mempunyai tingkat risiko banjir lebih tinggi daripada Kali Pucang yang

merupakan anak sungai dari Sungai Brantas. Hal ini menjadikan titik

fokus pihak-pihak yang terlibat dalam penurunan risiko agar

pengendalian bencana banjir dapat dilakukan secaraefektif. ( Santoso,

2015 )

2.2.4 Dampak banjir

Terjadinya banjir dapat menimbulkan bahaya lainnya yaitu bahaya

sekunder berupa gangguan-gangguan pada:

1. Kesehatan masyarakat: Diare, ISPA, Penyakit kulit, demam berdarah,

malaria, influenza, dsb merupakanpenyakit yang umum terjadi pada

saat banjir. Hal ini dikarenakan air bersih untuk berbagai keperluan

(minum,memasak, mandi dan mencuci) sudah tercemar akibat banjir.

Selain itu, genangan air banjir juga menjaditempat berkembang

biaknya nyamuk yang menjadi penyebab timbulnya penyakit demam

berdarah dan malaria.

2. Penyediaan air bersih : Berbagai bahan dan zat yang membawa

berbagai jenis bakteri, virus, parasit dan bahan penyakit lainya saat

terjadi banjir, dapat mencemari sumur warga dan cadangan air tanah

lainnya. Oleh karenanya sumur warga dancadangan air tanah yang

terkena banjir untuk sementara waktu tidak dapat digunakan.


18

3. Cadangan pangan: Di daerah pertanian, banjir dapat menyebabkan

gagalnya panen, rusaknya cadangan pangan di gudang, dan

kemungkinan juga rusaknya persediaan benih. Tergenangnya kolam

akibat banjir juga dapat mengakibatkan hilangnya ikan. Selain itu

banjir juga mengakibatkan rusaknya lahan pengembangan dan

ketersediaan pakan ternak.(Harkunti, dkk, 2014).

4. Kualitas air tanah: Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur

dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini

telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di Jakarta. Banyak

penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.

(Warlina, 2012).

Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Air dibutuhkan

oleh manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain:

diminum, masak, mandi, dan mencuci. Menurut perhitungan WHO, di

negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 titer per

hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap

orang memerlukan air 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan

air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh

karena itu, untuk keperluan minum air harus mempunyai persyaratan

khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.

(Evierni, 2012)

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung


19

diminum. Semua air yang bersifat alami maupun yang telah mengalami

proses tertentu misalnya desalinasi pada air laut yang memenuhi standar

air minum yang telah ditetapkan ada beberapa jenis air minum dan

standar air minum yang dapat dijadikan acuan dalam menetapkan mutu

air minum. (Wandrifel, 2012)

Cara pengolahan yang paling mudah dan sering dilakukan adalah

memasak hingga mendidih untuk memastikan matinya semua

kontaminasi mikrobiologi pada air tersebut. Hanya saja masih terdapat

beberapa jenis bakteri yang masih di awal pertumbuhannya dalam bentuk

spora dapat melapis dirinya dengan perlindungan sehingga hanya mati

pada suhu seratus enam puluh derajat celsius. (Amrih, 2011)

Bakteri yang dapat bertahan pada proses dengan suhu 93-98°C selama

15-30 menit adalah bakteri yang tahan terhadap panas dan bakteri

pembentuk spora. Pada proses ini Staphylococcus dan Bacillus masih

dapat bertahan karena Staphylococcus memiliki beberapa galur yang

tahan terhadap panas terutama pada pangan dengan aktivitas air yang

tinggi. Bacillus cereus akan membentuk spora untuk melindungi dirinya,

dan spora ini akan bergerminasi membentuk sel vegetative. (Mailia, dkk.

2015)

Hal tersebut tentunya tidak memungkinkan, karena air pada suhu

tersebut telah menjadi uap kecuali memasaknya pada tekanan diatas satu

atmosfer. Sehingga yang perlu diperhatikan disini adalah walaupun air

telah dimasak sampai mendidih, lalu di simpan dalam wadah yang kedap
20

dan tidak ada interaksi dengan udara luar lebih dari dua hari dimana spora

telah tumbuh kembali menjadi bakteri. (Amrih, 2011)

Air juga merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah

udara. Tiga per empat bagian tubuh manusia terdiri dari air. Manusia

tidak dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air juga

merupakan zat yang paling parah akibat pencemaran. Penyakit-penyakit

yang menyerang manusia dapat ditularkan dan disebarkan melalui air.

Penyakitpenyakit tersebut merupakan akibat semakin tingginya kadar

pencemar yang memasuki air (Wandrifel, 2012)

2.2.5. Dampak pencemaran air minum

Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan

pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

yakni bahaya langsung dan bahaya taklangsung. Bahaya langsung

terhadap kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat

mengkonsumsi air yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk,

baik secara langsung diminum atau melalui makanan, dan akibat

penggunaan air yang tercemar untuk berbagai kegiatan sehari-hari

untuk misalnya mencuci peralatan makan dll, atau akibat penggunaan

air untuk rekreasi. Bahaya terhadap kesehatan masyarakat dapat juga

diakibatkan oleh berbagai dampak kegiatan industri dan pertanian.

Sedangkan bahaya tak langsung dapat terjadi misalnya akibat

mengkonsumsi hasil perikanan dimana produk-produk tersebut dapat

mengakumulasi zat-zat pulutan berbahaya. (Said, 2013)


21

Pengadaan air bersih untuk keperluan air minum, harus

memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Air

minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan secara

fisika, mikrobiologi, kimia, dan radioaktif. Parameter wajib

penentuan kualitas air minum secara mikrobiologi adalah total bakteri

Coliform dan Escherichia coli. Salah satu penyakit yang disebabkan

oleh air minum yang kualitas mikrobiologisnya buruk adalah diare.

(Wandriefel, 2012)

Faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap

terjangkitnya diare pada rumah tangga yang memiliki balita salah

satunya adalah sumber air minum. Adapun faktor sumber air minum

yang memberikan pengaruh adalah sumber air minum yang berasal

dari air kemasan/ isi ulang, air ledeng,dan air dari

sumur.(Ayuningrum, 2015)
22

Tabel 2.2.4 Penyakit akibat pencemaran air dan tanah.

Virus

Adenovirus Diare pada anak

Virus Hepatitis A Hepatitis A

Virus Poliomyelitis Polio (myelitis anterior acuta)

Bakteri

Vibrio cholera Cholera

Escherichia Coli Diare/Dysenterie

Streptoccocus Pioderma dan Impetigo

Salmonella typhi Typhus abdominalis

Salmonella paratyphi Paratyphus

Shigella dysenteriae Dysenterie

Protozoa

Entamuba histolytica Dysentrie amoeba

Balantidia coli Balantidiasis

Giarda lamblia Giardiasis

Metazoa

Ascaris lumbricoides Ascariasis

Clonorchis sinensis Clonorchiasis

Diphyllobothrium latum Diphylobothriasis

Schistosoma Schistosomiasis

(Warlina, 2012 ).

Anda mungkin juga menyukai