Anda di halaman 1dari 31

PNEUMOTORAKS

(CASE REPORT)

Oleh :
Celine Grace Sita
Danang Hafizfadilah
Dila Aulia
Melati Indah Jelita
Natasya Aurum Alifia Zaini

Preceptor :
dr. Tantri Dwi Kaniya, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H . ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. AR
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Dusun VI Tanjung Harapan kec. Margatiga Kab/Kota Lampung
Timur
Masuk RS : 9 Januari 2020
Tgl periksa : 13 Januari 2020

Keluhan utama:
Sesak Nafas sejak 2 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Dua bulan yang lalu pasien mengalami sesak nafas yang muncul tiba-tiba.
Sesak nafas bertambah saat pasien bergerak dan menarik nafas yang dalam.
Pasien hanya berobat ke klinik terdekat dan keluhan berkurang. Pasien
sebelumnya mempunyai riwayat jatuh dengan posisi dada belakang membentur
beton. Dua minggu kemudian pasien merasakan sesak yang muncul tiba-tiba.
Satu hari SMRS pasien mengeluhkan sesak yang semakin memberat dari
sebelumnya. Sesak bertambah saat pasien bergerak, tidak berkurang dengan
perubahan posisi, pasien juga mengeluhkan nyeri pada dada kiri, nyeri bertambah
saat pasien menarik nafas dalam. Pasien kemudian berobat ke praktek dokter
umum dan disarankan untuk ke RSAY Metro.
Pada saat di RSAY pasien mengatakan dadanya ditusuk menggunakan
jarum dan terdengar suara udara keluar, cairan (-). Pasien juga mengeluhkan
batuk yang hilang timbul sejak kurang lebih satu tahun terakhir. Batuk berdahak
berwarna putih dan tidak disetai darah. Berkeringat pada malam hari (-), berat
badan turun (-), demam (-). Pasien di rawat di RSAY selama 6 hari dan
kemuadian di rujuk ke RSAM.

Riwayat Penyakit Dahulu,


Riwayat minum obat TB (+) pada 20 tahun yang lalu dan pengobatan tuntas.
Tidak ada riwayat Hipertensi, DM, dan Asma.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, dan Sosial Ekonomi


- Pasien bekerja sebagai Supir
- Ekonomi Menengah

PEMERIKSAAN UMUM
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Tanda – tanda Vital :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 87x/menit
Nafas : 28x /menit
Suhu : 36,8 °C

PEMERIKSAAN FISIK :
Kepala dan Leher :
Mata : konjunctiva anemis (-/-)
Sclera tidak ikterik
Pupil isokor, 2 mm/2mm
Reflex cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
THORAX :
Paru :
 Inspeksi : Bentuk dada asimetris, retraksi iga (+), gerakan nafas dada
kiri teringgal, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan
dibantu oleh otot-otot bantu pernafasan. Terpasang WSD
pada thorax sinistra.
 Palpasi : Massa (-), Vocal Fremitus melemah pada lapangan paru
kiri
dibandingkan kanan
 Perkusi : Lapangan paru kanan sonor. Lapangan paru kiri
hipersonor
 Auskultasi : Lapangan paru kanan vesikuler, ronkhi (-), Wheezing (-).
Lapangan paru kiri menghilang, rhonki (-), Wheezing (-).

Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, mur-mur (-), gallop (-)

Abdomen :
 Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), inflamasi (-), scar (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan epigastrium (-)

Ekstremitas :
 Akral hangat
 CRT < 2 detik
 Edema ekstremitas (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Laboratorium 10/01/2020
Hemoglobin 13,6 g/dL GDS 134 mg/dL
Leukosit 7.300 /µL Ureum 21 mg/dL
Eritrosit 4,0 juta/µL Creatinine 0,66 mg/dL
Hematokrit 41%
Trombosit 304.000/µL
MCV 103 fL
MCH 34 pg
MCHC 33 g/dL
Hitung Jenis:
Basofil 0%
Eosinofil 3%
Batang 0%
Segmen 60%
Limfosit 25%
Monosit 12%
LED 8 mm/jam

b. Rontgen Thorax AP

4 Januari 2019( (07:55)(RSAY Metro)


4 Januari 2020 (10:02) (RSAY Metro)

11 Januari 2019 (RSAM)


Kesan:
- Pneumothoraks kiri berkurang
- Kolaps paru kiri berkurang
- Ujung WSD setinggi costa 7 kiri
- Besar cor normal
- Gambar lain-lain: menetap
RESUME
Pasien Tn. AR, usia 49 tahun mengeluhkan sesak nafas sejak 2 bulan SMRS. Satu
hari SMRS pasien mengeluhkan sesak yang semakin memberat dari sebelumnya.
Sesak bertambah pada saat pasien bergerak, tidak berkurang dengan perubahan
posisi, pasien juga mengeluhkan nyeri pada dada kiri, nyeri bertambah pada saat
menarik nafas dalam. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak hilang
timbul sejak kurang lebih satu tahun terakhir berdahak berwarna putih tanpa
disertai darah. Pasien pernah minum obat paket TB selama 6 bulan pada 20 tahun
yang lalu.

Hasil Pemeriksaan fisik:


Paru :
 Inspeksi : Bentuk dada asimetris, retraksi iga (+), gerakan nafas dada
kiri teringgal, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan
dibantu oleh otot-otot bantu pernafasan. Terpasang WSD
pada thorax sinistra.
 Palpasi : Massa (-), Vocal Fremitus melemah pada lapangan paru
kiri dibandingkan kanan
 Perkusi : Lapangan paru kanan sonor. Lapangan paru kiri
hipersonor
 Auskultasi : Lapangan paru kanan vesikuler, ronkhi (-), Wheezing (-).
Lapangan paru kiri menghilang, rhonki (-), Wheezing (-).

Pada pemeriksaan rontgen didapatkan Pneumothoraks kiri berkurang, kolaps paru


kiri berkurang, ujung WSD setinggi costa 7 kiri, besar cor normal, gambar lain-
lain: menetap

Diagnosis Kerja :
Pneumothoraks Sinistra
Rencana Penatalaksanaan :
Non Medikamentosa :
- Tirah baring
- O2 3-4 l/m via nasal kanul jika sesak

Medikamentosa :
- Terapi cairan KaEn 3B 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Metilprednisolon 31,25 mg/12 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam


cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru- paru tidak mengembang dengan maksimal Adanya udara bebas dalam rongga

antar pleura dapat menyebabkan kolapsnya paru. (1,2)

Epidemiologi

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang


tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa
yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan
perbandingan 5 : 1. 2

Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki


adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita
insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens
pneumotoraks spontan sekunder pada laki- laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang
dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi

daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat 2.

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan


puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder
lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun.

Etiologi
pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 2,4:

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks


tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara


tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Keadaan ini terjadi karena robeknya
kantong udara dekat pleura viseralis. Sering pada usia 20-40, pria >
wanita, kadang ditemukan blep atau bulla dilobus superior. Umumnya
terjadi pada dewasa muda, tidak ada riwayat menderita penyakit paru
sebelumnya, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik tetapi justru terjadi
pada saat istirahat dan penyebabnya tidak diketahui, hal ini terjadi
karena robeknya kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara
patologi membuktikan pada reseksi jaringan paru tampak satu atau dua
ruang yang berisi udara dalam bentuk bleb atau bulla. Sampai sekarang
mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan primer masih belum jelas.
Penjelasan yang dapat diterima adalah pneumothoraks itu sendiri oleh
karena rupturnya bleb kecil didaerah apeks paru walaupun kemungkinan
besar bleb tersebut merupakan variabel yang tidak dapat ditemukan. Bleb
kemungkinan mempunyai hubungan dengan dasar dari emphysema.
Mekanisme lainnya adalah terjadi degradasinya jaringan elastis paru
yang diinduksi oleh rokok. Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan
antara protease – anti protese dan sistem oksidan – antioksidan. Setelah
terbentuknya bulla yang diikuti oleh inflamasi yang menginduksi
terjadinya obstruksi pada pada saluran nafas kecil dan terjadinya
kenaikan tekanan alveolar yang menyebabkan masuknya udara ke
jaringan interstisial paru. Udara selanjutnya masuk ke hilus, naiknya
tekanan dalam ruang mediastinum yang diikuti oleh rupturnya pleura
parietalis mediastinalis menyebabkan terjadinya pneumothoraks.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi


dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru. Pneumothoraks
spontan sekunder merupakan bagian dari pneumothoraks yang terjadi
karena adanya penyakit parenkim paru atau saluran pernafasan yang
mendasari terjadinya pneumothoraks. Pneumothoraks ini terjadi karena
pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura yang sering berhubungan
dengan penyakit paru yang mendasarinya dan yang paling sering adalah
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit lainnya adalah kistik
fibrosis dimana terjadi ruptur dari kistik subpleura di apeks paru. Asma
bronchial dapat menyebabkan Pneumotoraks spontan sekunder karena
adanya udara yang terperangkap sehingga tekanan intra alveolar
meningkat kemudian terjadi robekan alveoli yang diikuti dengan
mengalirnya udara menyusuri jaringan interstisial sampai ke pleura
viseralis dan mediastinum. Pneumothoraks spontan sekunder terjadi
karena adanya kelemahan pada stuktur parenkim paru.
2. Pneumotoraks traumatik

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik


trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang


terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi


akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

- Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis


karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.

- Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara


mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan
paru.

Klasifikasi
 Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga jenis, yaitu : 2,4

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re- ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura


dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah

sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) .

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)


pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin
lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat

keluar 3. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin


tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada


sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian


besar paru (> 50% volume paru).

Patogenesis
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di
antara pleura parietalis danvisceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura
normal berisi sedikit cairan serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa
tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses
respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi.
Padafase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase
ekspirasi tekananintrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah adanya
udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan
tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu
pada proses respirasi.

Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar


patofisiologi yang hampir sama.

Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak,


tension pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi
karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding
alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang
menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.

Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai


pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi
yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.Proses

yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. 4,5

Pneumothorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan

sempurna. 4

Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock


atau shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada
cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal
dengan closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan
balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja
sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat
katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock
atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan

tension pneumotorak1,5

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan


lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavumpleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru
yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena
luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena
cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
dapat timbulah

gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini

dikenal dengan tension pneumotorak. 1,4

Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah 4,5

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak


dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,


biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut :

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih


berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang


lain serta ada tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan 2,6

1. Inspeksi :

- Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi


dinding dada)

- Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

- Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

- Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

- Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

- Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

- Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar

- Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan


intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

- Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

- Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.

Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Thoraks

Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat

ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut : 6

- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang


mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan
gambaran radiopak. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami
pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru

kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang
biasa dikenal sebagai pleural white line.

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang


dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.
Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura
menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan
lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut
kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Selain deep
sulcus sign terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung
yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi
supine di mana udara berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya

daerah medial.7
Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).

Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong
jantung yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat
ditangani akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks

tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar.8

Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).


Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat
masuk ke dalam rongga pleura.Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat

terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus
di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru
komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated
pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena
udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda
terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di
daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam


posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh

Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri) dan
dalam keadaan ekspirasi (kanan).
Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif
menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan
sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya
yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi
pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran

sebenarnya.9
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto
lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi
pada hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat
dibandingkan pada posisi tegak.

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini: 4

- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung


mulai dari basis sampai ke apeks.
- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah
kulit.
- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan
cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada
kasus Hidropneumotoraks.

2) Analisis gas darah arteri


dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien
sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3) CT-scan thorax, CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan
intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder.
Penatalaksaan

Primary 3,6
Airway
Assessment :
 Perhatikan patensi airway
 Dengar suara napas
 Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan
gerakan dinding dada Management :
 Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan
jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
 Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah


menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan

O2 (2). Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk

pneumotoraks tertutup dan terbuka (8).


 re-posisi kepala, pasang collar-neck

 lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi.

Breathing
Assesment:
 Periksa frekwensi napas
 Perhatikan gerakan respirasi
 Palpasi toraks
 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas

Management:
 Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks,
open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
 Periksa tekanan darah
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

Management
 Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
 Torakotomi emergency bila diperlukan
 Operasi Eksplorasi vaskular emergency

Tindakan Bedah Emergency

1. Krikotiroidotomi
2. Trakheostomi
3. Tube Torakostomi
4. Torakotomi
5. Eksplorasi vascular

1) Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik)


a) Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan
intra toraks yang progresif.
Ciri:
 Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
 Tidak ada mediastinal shift
 PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓

Penatalaksanaan: WSD

b) Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra
toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada
pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk
dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
 Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi :
kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke
kontralateral), deviasi trakhea , venous return ↓ → hipotensi &
respiratory distress berat.
 Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
 Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro

Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea
mid-klavikula)
2. WSD

c) Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga
udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah.
Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal
juga sebagai sucking-wound . Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme
ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
penatalaksanaan WSD

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang


menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura ( rongga pleura).
Tujuan:
 Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
 Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan
hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Indikasi Pemasangan WSD:


• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontra Indikasi Pemasangan :


• Infeksi pada tempat pemasangan

• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol (6,7,9)

Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar
dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut
(2,8).

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :


Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar

dari ujung infus set yang berada di dalam botol (8).

Alat dan bahan:


1. Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari

ujung infuse set yang berada di dalam botol (8).


2. Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar
dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuatdengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada lineamid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.
Selainitu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula. Setelah
troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udaradapat dengan mudah keluar melalui

perbedaan tekanan tersebut (5,8). Penghisapan dilakukan terus-menerus


apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru
cepat mengembang.

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura


sudah negative kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan ujicoba
terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bias
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan

ekspirasi maksimal (2).


Pengobatan Tambahan5

Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan


terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.

1. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .

2. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat


dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema.

Komplikasi

1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,


hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika.
3. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat
tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "
output ", sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.
4. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.

Prognosis

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan


mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah
pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang
penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien
pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya,
misalkan pada pasien PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi 9. Jakarta
: EGC..
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Prabowo, A.Y. 2010.Water Seal Drainage Pada Pneumothorax Post
Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam. RSUD
Panembahan Senopati Bantul.
4. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.
http://emedicine.medscape.com/article/827551.
5. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. 2007 Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :
Pustaka Cendekia Press.
7. Fahmi.2010. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax).Universitas Negeri
Malang :
http://forum.um.ac.id/...7ed4eed11a474&topic=9843.msg9932#msg9932
8. Malueka, Rusdy, Ghazali. 2007 Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :
Pustaka Cendekia

Anda mungkin juga menyukai