Anda di halaman 1dari 6

I.

Macam-Macam Anak Dalam Hukum Islam


Dalam islam, anak memiliki posisi yang amat penting dalam mewujudkan keluarga
sakinah mawadah warohmah karena anak sholehah dapat mengantarkan orang tuanya
masuk surga. Sebaliknya anak yang durhaka maka akan mendapatkam laknatullah dari
Allah SWT. Maka dari itu, hubungan anak dan orang tua bukan hanya sebatas hubungan
darah saja, namun juga berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan. Hadist nabi SAW :
“Apabila manusia mati, maka putuslah semua amalnya kecuali 3 perkara : sedekah
jariyah, ilmu yg bermanfaat, dan anak yg sholeh yg mendoakan orang tuanya” (HR.
Bukhori Muslim).
Pentingnya kedudukan anak menurut islam, Maka Berikut akan digolongkan
mengenai kedudukan anak dalam hukum islam :
1. Anak Kandung
Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak
yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum
positif dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah. Dalam hukum islam terdapat 4 syarat agar anak memiliki
arti nasab yang sah :
 Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar
untuk hamil. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun
suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari seorang
isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.
 Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam
bulan sejak perkawinan dilaksanakan.
 Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya
kehamilan.
 Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an.
Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua
berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara
kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari
nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus
menjadi penerus keturunanya
Pembagian warisan secara Islam didasarkan pada ilmu Faraidh tentang
pembagian harta warisan. Pembagian warisannya dilakukan secara berhati-hati dan adil
berdasarkan petunjuk Alquran. Ahli waris dalam pembagian harta secara Islam
umumnya tidak hanya satu pihak. Berikut adalah cara pembagian harta warisan dalam
Islam, khususnya yang ditujukan kepada anak dan ayah dari orang yang meninggalkan
warisan.
a. Pembagian ke anak Perempuan
Baik anak laki-laki maupun perempuan mendapat porsi dalam pembagian
warisan dalam hukum Islam. Apabila dalam keluarga tersebut pewaris hanya
meninggalkan satu anak perempuan, cara pembagian warisannya menjadi berbeda.
Ahli waris yang merupakan anak perempuan tunggal tersebut berhak memperoleh
setengah dari total harta yang ditinggalkan oleh pewaris, yang notabene dalam hal
ini lebih ditekankan kepada sosok ayahnya. Apabila terdapat dua atau lebih anak
perempuan yang merupakan ahli waris, sebanyak dua pertiga warisan wajib
diserahkan kepada mereka. Dari nilai dua pertiga total warisan tersebut, nantinya
dibagi rata antara setiap anak perempuan.

b. Pembagian waris ke anak laki-laki


Pembagian porsi nilai warisan akan berbeda jika orang yang meninggal
memiliki anak laki-laki. Dalam hukumnya, anak laki-laki tersebut memiliki hak
lebih besar dibandingkan total warisan yang diperoleh oleh saudara-saudara
perempuannya. Porsi nilai warisan anak laki-laki yang diatur dalam hukum Islam
besarnya mencapai dua kali lipat dibandingkan total nilai warisan yang diterima
anak-anak perempuan. Akan tetapi apabila seseorang yang meninggal tersebut
hanya memiliki anak tunggal laki-laki, anak tersebut berhak atas setengah dari total
nilai warisan ayahnya. Baru sisanya dibagi-bagi ke pihak lain yang berhak sesuai
hukum Islam yang berlaku.

2. Anak Angkat
Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah
SWT dalam surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :
“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak
angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.
Dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-
hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal
kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Sehingga status anak
angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi
memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak
menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
3. Anak Tiri
Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat
salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing
membawa anak kedalam perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab
orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak
yang di bawah umur (belum dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam
masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya sampai ia dewasa, maka keputusan itu
tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan pria lain.
Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat,
Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu
mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak
waris anak tiri dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak
kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.

4. Anak Piara / Asuh


Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai
piara/asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan
hidupnya baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal
anak piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan
hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari
pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun
untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya mendapatkan dari orang tua asuh.
Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali
tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui
hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak Luar Nikah


Anak di luar nikah merupakan anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan di
luar nikah. Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun
hukum Islam bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di
luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga
ibunya. Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah
kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah. Didalam hukum Islam dewasa
dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik bagi laki-laki maupun
perempuan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) ketentuan bagian warisan yang berhak
diperoleh dan diterima oleh anak luar nikah dari harta peninggalan ibunya, apabila ia
anak perempuan tunggal bagiannya ½ dan bila lebih dari satu adalah 2/3. Bila ada anak
laki-laki, anak laki-laki menjadi 'asabah yaitu ahli waris yang bagiannya tidak
ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada
ahli waris dzawil furudh.

II Bagaimana menyikapi perbedaan di Indonesia?


1. Menyikapi perbedaan berlandaskan Al-Qur'an, surah Al-Hujrat ayat 13.
Dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahwa Allah menciptakan
manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan manusia
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Pada kenyataannya kutipan ayat diatas memang
sangat sesuai dengan realita yang ada, seluruh manusia berada dalam lingkaran
sunnatullah ini. Allah menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan, meskipun masih ada manusia yang menyalahi kodrat yang telah diberikan
Tuhan kepadanya. Setiap manusia berbentuk sama, dengan dua tangan, dua kaki, dua
mata, dua telinga, satu mulut, satu hidung, dan seterusnya. Dengan berbagai kesamaan
yang diberikan Allah untuk setiap manusia pada umumnya, Allah juga menjadikan
perbedaan diantara manusia, manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Kutipan ayat diatas mengindikasikan bahwa Allah menghendaki adanya
perbedaan yang terjadi diantara manusia, akan tetapi perbedaan yang ada bukanlah
sebuah alasan yang dapat digunakan untuk memerangi setiap sesuatu yang berbeda
dengan apa yang diyakini. Sebagaimana adanya perbedaan di Indonesia dari segi
multikulturalisme sangat penting bagi setiap warga negara untuk menghadapi dan
menerima perbedaan- perbedaan tersebut, termasuk perbedaan yang terjadi dalam
konteks teologis. Perbedaan tersebut dapat disikapi dengan sikap saling menerima
perbedaan yang terjadi dengan penuh toleransi.

2. Menyikapi perbedaan di Indonesia berlandaskan Al-Qur'an, surah Ar-Ruum ayat


17-26
Allah SWT Maha sempurna, menciptakan segala makhluk-Nya yang berbeda-
beda, sebagai mana yang tertuang dalam Surat Ar Rum

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”

Dari sini dapat dipahami bahwa Allah menunjukkan kekuasaan-Nya melalui


berbagai macam ciptaan-Nya, mulai penciptaan langit dan bumi serta perbedaan dalam
bahasa dan warna kulit bertujuan agar manusia bertambah keimanan, serta lebih
mengenal penciptanya sehingga menjadi manusia yang bertakwa, karena dengan
ketakwaan, manusia menjadi makhluk yang paling mulia di hadapan-Nya, dengan tak
merasa paling baik disebabkan perbedaan warna kulit atau bahasa.
Dari Ayat di atas mengandung makna bahwa setiap perbedaan yang ada adalah
kehendak Allah SWT sehingga kita sebagi manusia harus senantiasa menyadari dan
menerima perbedaan yang ada dan tidak mendiskriminasi terhadap orang lain yang
berbeda, misalnya orang kulit putih dilarang mengucilkan atau meremehkan orang
yang berkulit hitam.

3. Menyikapi Perbedaan Menurut UUD 1945


Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah hukum dasar tertinggi yang berlaku
di Indonesia yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Pembukaan
UUD 1945 mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang
berada di seluruh dunia. Salah satu pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945: Negara persatuan, negara mengatasi segala paham golongan dan
perorangan, negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dilandasi oleh
UUD 1945 dimana menyepakati mengenai bentuk negara, yaitu negara kesatuan
Republik Indonesia dan masyarakatnya berada dalam satu bangsa. Terdiri atas berbagai
suku, ras, etnis, budaya, agama dan norma-norma kehidupan yang mencerminkan
Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila dan UUD 1945 merupakan konsensus nasional
menjadi panduan penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
dalam perjalanan sejarah sampai saat ini.
Maka jika dilandaskan pada UUD 45 untuk menyikapi perbedaan yang ada di
Indonesia maka setiap warga negara harus dapat mewujudkan nilai-nilai kebangsaan
sesuai UUD 1945 khususnya dari segi keseimbangan antara lain: Menjalankan hak dan
kewajiban sebagai warga negara yang proporsional, tidak memaksakan kehendak,
saling toleransi, tolong-menolong, rukun, damai, menghormati, perbedaan agama dan
kepercayaan, persahabatan, serta membela dan melindungi yang lemah.

4. Menyikapi Perbedaan Menurut Pancasila 


Bangsa Indonesia dengan beraneka ragam suku, agama, dan ras memerlukan
tali pengikat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan agar tercipta kehidupan yang
harmonis di antara warga masyarakat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan
hidup yang dianggap ideal, dan sesuai dengan falsafah yakni pancasila sebagai dasar
negara Indonesia pancasila berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang
akan diwujudkan oleh bangsa ini. Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas
berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan
kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat
pengikat yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa terdapat dalam sila ketiga Pancasila, yakni
Sila Persatuan Indonesia. Artinya,bahwa Pancasila sangat menekankan dan menjunjung
tinggi persatuan bangsa.  Pada Sila ketiga (Persatuan Indonesia)Mengandung nilai-
nilai, yakni yang pertama Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Selain itu masyarakat harus menyadari bahwa perbedaan bukanlah
suatu hal yang buruk melainkan suatu kelebihan, dan indonesia memiliki banyak sekali
keberagaman, ras, suku, budaya dan segalanya. Hal itulah yang membuat indonesia
menjadi negara yang kaya akan keanekaragamannya.

5. Menyikapi Perbedaan Menurut Bhinneka Tunggal Ika


Prinsip "Bhineka Tunggal Ika" yang memiliki arti berbeda --beda tetapi tetap
satu jiwa merupakan alat pemersatu bangsa seperti prinsipnya indonesia memiliki
banyak keanegaragaman tetapi dari banyaknya semua perbedaan mereka akan tetap
satu yakni indonesia. Makna luhur Bhinneka Tunggal Ika: Bangsa Indonesia menyadari
bahwa keragaman, baik suku bangsa, agama, ras, antargolongan, bukan merupakan
unsur pemecah. Melainkan faktor potensi atau modal terbentuknya persatuan dan
kesatuan Indonesia.
Implementasi terhadap Bhinneka Tunggal Ika bisa dalam menyikapi perbedaan
dapat tercapai bila rakyat dan seluruh komponen bangsa mematuhi prinsip yang
terkandung di dalamnya. Beberapa contoh implementasi Bhinneka Tunggal Ika adalah
dengan menumbuhkan perilaku inklusif, dimana seseorang harus menganggap bahwa
dirinya sedang berada di dalam suatu populasi yang luas. Sehingga tidak melihat
dirinya melebihi dari yang lain, begitu juga dengan kelompok.
Selain itu juga menumbuhkan sikap saling toleran, saling menghormati, saling
mencintai, dan saling menyayangi menjadi hal mutlak yang dibutuhkan oleh segenap
rakyat Indonesia. Supaya tercipta masyarakat yang tenteram dan damai. Tidak mencari
menang sendiri Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah terjadi pada zaman
sekarang. Apalagi dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang menuntut segenap
rakyat bebas mengungkapkan pendapat masing-masing. Oleh sebab itu, untuk
mencapai prinsip keBhinnekaan maka seseorang harus saling menghormati antara satu
pendapat dengan pendapat yang lain.

Anda mungkin juga menyukai