Pengantar
Ada tiga tataran nilai dalam ideologi Pancasila yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praksis (Agus, 2016) . Ketiga nilai tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
A. Nilai dasar, suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh
perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat abstrak dan
umum, tidak terikat waktu dan tempat. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari
sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah yang sudah
menyengsarakan rakyat Indonesia, disamping cita-cita bangsa yang ditindas
penjajah.
B. Nilai instrumental, nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental
merupakan penjabaran dari nilai Pancasila, yang merupakan arah kinerja untuk
kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu. Nilai instrumental dapat disesuaikan
dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumen harus mengacu pada nilai dasar
yang dijabarkan. Dari kandungan nilainya, nilai isntrumental merupakan
kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-
proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang
berwenang menyusun nilai instrumental adalah MPR, Presiden, dan DPR.
C. Nilai praksis, nilai yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Berupa cara
bagaimana rakyat Indonesia mengamalkan nilai Pancasila. Nilai praksis banyak
wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik tertulis maupun tidak tertulis; baik dari
cabang eksekutif, legislatif, yudikatif; oleh organisasi kemasyarakatan, badan
ekonomi, pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara perseorangan.
2. Orientasi Pancasila dan Iptek
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, maka Pancasila mempunyai
fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan
bernegara. Fungsi dan peranan itu terus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman,
itulah sebabnya Pancasila memiliki berbagai predikat sebagai sebutan nama yang
menggambarkan fungsi dan peranannya. Fungsi dan peranan Pancasila oleh BP7 Pusat
(1993) diuraikan mulai dari yang abstrak sampai yang konkret menjadi sepuluh yakni:
Pancasila sebagai jiwa bangsa, Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, Pancasila sebagai perjanjian luhur, Pancasila
sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia, Pancasila sebagai
cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, Pancasila sebagai moral
pembangunan dan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila (Wahono,
dkk, 2017:175).
Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara
dari Negara Kesatuan Republik Indnesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan
UUD 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang
berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan
melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh
penyelenggara negara, bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan
yang pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang luar biasa.
Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi melingkupinya, artinya iptek tidak
dapat terlepsa dari situasi yang melingkupinya. Artinya iptek selalu berkembang dalam
suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-
nilai budaya dan agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di
pihak lain iptek perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam
pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia.
Relasi antara ilptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan beberapa
kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut dengan nilai budaya dan
agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas sikap human-
religius. Kedua, iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya dan agama sehingga
terjadi sekulerisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai
nilai human religius. Hal ini terjadi karena sekelompok ilmuwan yang menyakini
bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepas dan tidak perlu diintervensi
nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang menempatkan nilai-nilai agama dan budaya
sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian ilmuwan yang
beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum sendiri (faktor internal) tetapi di
pihak lain diperlukan faktor eksternal (budaya, ideologi, dan agama) untuk bertukar
pikiran, meskipun tidak dalam arti saling bergantung secara ketat (DIKTI, 2016:195-
196).
Pengertian yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari
budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan ilmu,
tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. untuk itu,
diperlukan penjabaran yang lebih terperinci dan pembicaraan di kalangan intelektual
Indonesia, sejauh mana nilai-nilai Pancasila selalu menjadi bahan pertimbangan bagi
keputusan-keputusan ilmiah yang diambil (DIKTI, 2016).
Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa
ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara pandang
manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang
mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup
berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntutan moral bagi para ilmuwan dalam
pengembangan iptek di Indonesia.
Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila menjadi panduan etik pengembangan ilmu
karena aksiologi berbiacara tentang nilai atau moral. Pancasila menjadi kaidah moral
perihal untuk apa dan bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan itu. Konfigurasi
nilai-nilai Pancasila sebagai aksiologi ilmu tersebut sebagai berikut: Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai fundamental moral Pancasila menempatkan realitas spiritual religius
sebagai nilai tertinggi, termasuk dalam konteks kegiatan ilmiah. Manusia dan
masyarakat sebagai subjek dan objek penelahan ilmu sosial tidak dapat mengabaikan
realitas spiritual ini.
DAFTAR PUSTAKA