Anda di halaman 1dari 7

RESUME

ILMU KOMUNIKASI

KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL

Oleh :

Ahmad Ali Murshofi


KPI I B
2108302041

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi
oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat
alami.
Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk
lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan
berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih (super sophisticated system of communication),
sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu
menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada di sekitarnya,
sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi dan bau secara terbatas.
Di dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita tidak dapat membedakan pengertian antara simbol
dan kode. Bahkan banyak orang menyamakan kedua konsep itu. Simbol adalah lambang yang
memiliki suatu objek, sementara kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara
sistematis dan teratur sehingga memiliki arti. Sebuah simbol yang tidak memiliki arti bukanlah
kode. Kara David K. Berlo (1960).
Lampu pengatur lalu lintas (traffic light) yang dipasang di pinggir jalan misalnya adalah simbol
polisi lalu lintas, sedangkan simbol warna yang telah disusun secara teratur menjadi kode bagi
pemakai jalan.
Simbol-simbol yang digunakan selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional,
seperti simbol-simbol lalu lintas, alfabet latin, simbol matematika, juga terdapat simbol-simbol
lokal yang hanya bisa dimengerti oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Banyak kesalahan komunikasi (miscommunication) terjadi dalam masyarakat karena tidak
memahami simbol-simbol lokal. Di beberapa daerah pedalaman yang masih tradisional, banyak
pendatang kesasar dan menjadi korban penduduk asli karena tidak mengenal simbol atau kode
yang digunakan oleh penduduk setempat.
Pemberian arti pada simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial
budaya yang berkembang pada suatu masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. semua kode memiliki unsur nyata;
b. semua kode memiliki arti;
c. semua kode tergantung pada persetujuan para pemakainya;
d. semua kode memiliki fungsi;
e. semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau saluran-saluran komunikasi
lainnya.
Kode pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni kode verbal (bahasa) dan kode
nonverbal (isyarat)
1. Kode Verbal
Kode verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan
seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat
yang mengandung arti.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat
hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu, ialah: a. untuk
mempelajari tentang dunia sekeliling kita; b. untuk membina hubungan yang baik di antara
sesama manusia c. untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
bahasa menjadi peralatan yang sangat penting dalam memahami lingkungan. Melalui bahasa,
kita dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa, meski kita belum pernah
berkunjung ke negaranya. Pendek kata bahasa memegang peranan penting bukan saja dalam
hubungan antarmanusia, tetapi juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pewarisan
nilai-nilai budaya dari generasi pendahulu kepada generasi pelanjut.
Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dari luar dan juga
berusaha untuk menggambarkan ide-ide kita kepada orang lain. Begitu pentingnya peranan
bahasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sebuah pengadilan di Inggris pada 1970
menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang ibu karena lalai mengajar anaknya untuk bisa
berbahasa (Abraham, 1977). Rasanya sulit dibayangkan berapa banyak ilmu pengetahuan yang
hilang bagi orang yang tidak bisa menggunakan bahasa verbal.
Menurut para ahli, ada tiga teori yang membicarakan sehingga orang bisa memiliki
kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli psikologi
behavioristik yang bernama BF. Skinner (1957). Teori ini menekankan unsur rangsangan
(stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S-R. Teori operant
conditioning menyatakan bahwa, jika suatu organisme dirangsang oleh stimuli dari luar, orang
cenderung akan memberi reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh
orangtuanya atau meniru apa yang diucapkan oleh orang lain.
Teori kedua ialah teori kognitif (cognitive theory) yang dikembangkan oleh ahli psikologi
kognitif Noam Chomsky. Teori ini menekankan kompetensi bahasa pada manusia lebih dari
apa yang dia tampilkan. Bahasa memiliki korelasi dengan pikiran. Oleh karena itu, Chomsky
menyatakan bahwa kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis
yang dibawa dari lahir. Pendapat ini didukung oleh Eric Lenneberg (1964) bahwa seorang anak
manusia bagaimanapun ia diisolasi, ia tetap memiliki potensi untuk bisa berbahasa.
2. Kode Non Verbal
Manusia dalam berkomunikasi selain memakai kode verbal (bahasa) juga memakai kode non
verbal. Kode nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language).
Kode nonverbal yang digunakan dalam berkomunikasi, sudah lama menarik perhatian para
ahli terutama dari kalangan antropologi, bahasa, bahkan dari bidang kedokteran. Perhatian para
ahli untuk mempelajari bahasa nonverbal diperkirakan dimulai sejak 1873, terutama dengan
munculnya tulisan Charles Darwin tentang bahasa ekspresi wajah manusia.
Hal menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan
bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen berasal dari bahasa verbal,
38 persen dari vokal suara, dan 55 persen dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa
jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain
cenderung memercayai hal-hal yang bersifat nonverbal.
Oleh sebab itu, Mark Knapp (1978) menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal dalam
berkomunikasi memiliki fungsi untuk:
1. meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition);
2. menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata
(substitution);
3. menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity);
4. menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.
Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya
masyarakat yang menggunakannya. Misalnya meludah di depan orang dipandang oleh
beberapa kelompok masyarakat di Asia sebagai perbuatan yang kurang terpuji. Tetapi pada
beberapa suku Indian di Amerika diartikan sebagai penghormatan, di Afrika sebagai
penghinaan dan pada beberapa suku, di Eropa Timur dianggap sebagai lambang kesialan.
Demikian juga halnya dengan kebiasaan mengeluarkan lidah, bagi orang Eropa dan Amerika
diartikan sebagai lelucon atau ejekan, tetapi di beberapa suku tradisional di Papua Nugini
dilambangkan sebagai ucapan selamat datang.
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, kode nonverbal dapat dikelompokkan
dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Kinesics
lalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakangerakan badan. Gerakan-gerakan badan
bisa dibedakan atas lima macam berikut.
1) Emblems
Emblems ialah isyarat yang berarti langsung pada simbol yang dibuat oleh gerakan badan.
Misalnya mengangkat jari V yang artinya Victory atau menang, mengangkat jempol berarti
yang terbaik untuk orang Indonesia, tetapi terjelek bagi orang India.
2) ilustrators
Illustrators ialah isyarat yang dibuat dengan gerakangerakan badan untuk menjelaskan sesuatu,
misalnya besarnya barang atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan.
3) Affect Displays
Affect displays ialah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional sehingga
berpengaruh pada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, tersenyum, sinis, dan
sebagainya. Hampir semua bangsa di dunia melihat perilaku tertawa dan senyum sebagai
lambang kebahagiaan, sedangkan menangis dilambangkan sebagai tanda kesedihan.
4) Regulators
Regulators ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada daerah kepala, misalnya
mengangguk tanda setuju atau menggeleng tanda menolak.
5) Adaptory
Adaptory ialah gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan. Misalnya
menggerutu, mengepalkan tinju ke atas meja, dan sebagainya.
Selain gerakan-gerakan badan yang dilakukan oleh kepala dan tangan, juga gerakan-gerakan
kaki bisa memberi isyarat seperti halnya posisi duduk. Bagi masyarakat Amerika dan Eropa
posisi duduk dengan kaki menyilang di atas kaki lainnya atau berdiri sambil bertolak pinggang
adalah hal biasa, tetapi bagi orang Indonesia hal ini dinilai sebagai perbuatan yang kurang
sopan. Begitu juga halnya dengan memberi atau menerima sesuatu selamanya dilakukan
dengan tangan kanan, tetapi bagi orang Eropa dan Amerika menerima dengan tangan kiri
dianggap biasa saja.

2. Gerakan Mata (Eye Gaze)


Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Ungkapan
“pandangan mata mengundang” atau lirikan matanya memiliki arti adalah isyarat yang
ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mata. Bahkan ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah
pencerminan isi hati seseorang.
Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yakni sebagai
berikut.
1) Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya dengan
mengucapkan bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?
2) Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara.
3) Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, di mana kontak mata akan meningkatkan
frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya orang yang merasa malu akan
berusaha untuk menghindari terjadinya kontak mata. Misalnya, orang yang merasa bersalah
atau berutang akan menghindari orang yang bisa menagihnya.

3. Sentuhan (Touching)
Touching ſalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Menurut bentuknya
sentuhan badan dibagi atas tiga macam berikut.
1) Kinesthetic
Kinesthetic ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain,
sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2) Sociofugal
Sociofugal ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul.
Umumnya orang Amerika dan Asia Timur dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan
jabat tangan, sedangkan orang Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat
sentuhan pundak dengan pundak atau berpelukan.
3) Thermal
Thermal ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai
tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak
bertemu.

4. Paralanguage
Paralanguage ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima
dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Misalnya “datanglah” bisa diartikan
betul-betul mengundang kehadiran kita atau sekadar basa-basi.
Suatu kesalahpahaman sering kali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang
berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa disalahartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan
kasar, meski menurut kata hatinya tidak demikian, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi
etnik tersebut.

5. Diam
Berbeda dengan tekanan suara, sikap diam juga merupakan kode nonverbal yang mempunyai
arti. Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif,
tetapi bisa juga melambangkan sikap positif.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiarn diri sangat sulit diterka, apakah orang itu
malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan
sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya menyatakan "tidak". Namun dengan bersikap
diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Oleh karena itu, diam tidak selamanya
berarti menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam karena
ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Frank
M. Garafola, bahwa a smart man knows what to say, but a wise man knows whether or not to
say it.
Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau kebiasaan-kebiasaan
seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak senang menyatakan "tidak" tetapi juga
tidak berarti “ya”. Diam adalah perilaku komunikasi sekarang ini makin banyak dilakukan oleh
orang-orang yang bersikap netral dan mau aman.
Daftar Pustaka
1. Abraham, Kathleen S. Communication Every Day Use. San Francisco:Rinehart Press.
1977.
2. Cangara, Hafield. Ilmu Komunikasi Dalam Lintasan Sejarah dan Filsafat. Surabaya:
Karya Anda. 1996.
3. Cangara, Hafield. Pengantar Ilmu Komunikasi. Depok. Raja Grafindo Persada. 2019.

Anda mungkin juga menyukai