Anda di halaman 1dari 12

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Demokrasi bisa memiliki makna yang berbeda untuk orang atau kelompok yang
berbeda. Tidak saja karena kata demokrasi memiliki makna majemuk, tetapi ketertarikan
individu atau kelompok juga akan ikut mempengaruhi penafsiran sehingga menjadikan
makna demokrasi semakin kompleks. Salah satu makna demokrasi yang muncul pada
abad ke-20 adalah system politik yang bukan sistem politik komunisme atau sosialisme.
Salah satu pemikiran dibidang demokrasi (Goldman, 2009) menyatakan bahwa
demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang menekankan pada prosedur yang
memungkinkan warga bangsa mengendalikan bagaimana keputusan dalam pemerintahan
dilakukan. Pemikiran kedua melihat demokrasi sebagai sesuatu yang ada dalam kebijakan
pemerintah, dalam kebebasan beragama, dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dan
apa yang pemerintah lakukan.
Maka dari itu, dalam pembahasan di makalah ini, kami selaku pemateri akan
membahas tentang demokrasi dan hal-hal yang menyangkut tentang demokrasi agar
pemahaman kita sebagai rakyat yang berdemokrasi lebih mengerti tentang demokrasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah yang kami susun, adapun rumusan masalah
yang akan kami bahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan demokrasi sebagai pandangan hidup?
2. Apa sajakah contoh unsur-unsur penegak demokrasi?
3. Bagaimanakah prinsip dan parameter berdemokrasi?
4. Bagaimanakah perbandingan konsep demokrasi Barat dan Islam?
5. Bagaimanakah cara berpartisipasi dalam penegakan demokrasi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah kami susun, adapun
tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa mengetahui maksud dari demokrasi sebagai pandangan hidup
2. Agar mahasiswa mengetahui contoh unsur-unsur penegak demokrasi
3. Agar mahasiswa mengetahui prinsip dan parameter berdemokrasi
4. Agar mahasiswa mengetahui perbandingan konsep demokrasi Barat dan Islam
5. Agar mahasiswa mengetahui cara berpartisipasi dalam penegakan demokrasi di
Indonesia.

1
BAB II
Pembahasan

A. Demokrasi sebagai Pandangan Hidup

Secara etimologis, kata demokrasi (dari bahasa yunani) adalah bentukan dari dua kata
demos (rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan). Perpaduan kata demos
dan cratein atau cratos membentuk kata demokrasi yang memiliki pengertian umum sebagai
sebuah bentuk pemerintah rakyat (goverment of the people) di mana kekuasaan tertinggi
terletak di tangan rakyat dan dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui para wakil
mereka melalui mekanisme pemilihan yang berlangsungan secara bebas. Secara substansial,
demokrasi adalah seperti yang pernah dikatakan oleh Abraham Linclon suatu pemerintahan
dari,oleh, dan untuk rakyat.1

Demokrasi menjadi sebuah kata yang paling diminati oleh siapa pun di dunia kekuasaan.
Bahkan kata ini sering di salah artikan dan disalahgunakan oleh para pemimpin pemerintahan
paling otoriter sekalipun. Dalam sejarahnya, demokrasi sering bersanding dengan kebebasan
(freedom). Namun demikian, demokrasi dan kebebasan tidaklah identik: demokrasi
merupakan sebuah kumpalan ide dan prinsip tentang kebebasan, bahkan juga mengandung
sejumlah praktik dan prosedur menggapai kebebasan yang terbentuk melalui perjalanan
sejarah yang panjang dan berliku. Secara singkat, demokrasi merupakan bentuk
institusionalisasi dari kebebasan (institutionalization of freedom).

Menjadi demokrasi juga membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoretis dari
masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut cendikiawan muslim Nur Cholish
Madjid, pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan bahan yang telh
berkembang, baik secara teoretis maupun pengalaman praktis di negara-negara yang
demokrasinya sudah mapan. Setidaknya ada enam norma atau unsur pokok yang di butuhkan
oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Tiga diantaranya yaitu :

Pertama, kesadaran pluralisme yaitu kesadaran akan kemajemukan tidak sekadar


pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Pengakuan akan kenyataan
perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi
beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban
warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui
keberadaannya. Jika norma ini dijalankan secara sadar dan konsekuen diharapkan dapat
mencegah munculnya sikap dan pandangan hegemoni mayoritas dan tirani minoritas. Dalam
konteks indonesia, kenyataan alamiah kemajemukan indonesia bisa dijadikan sebagai modal
potensial bagi masa depan demokrasi pancasila.

Kedua, musyawarah. Makna dan semangat musyawarah ialah mengharuskan adanya


keinsafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk

1
A. Ubaedillah, Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm 66-72

2
melakukan negoisasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas
dalam setiap keputusan bersama.
Ketiga, cara haruslah sejalan dengan tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup
demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan.
Dengan ungkapan lain, demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan
prosedur-prosedur demokrasi (pemilu,suksesi kepemimpinan, da aturan mainnya), tetapi
harus dilaksanakan secara santun dan beradab, yakni melalui proses demokrasi yang
dilakukan tanpa paksaan, tekanan, dan ancaman dari, dan, oleh siapapun, tetapi dilakukan
secara sukarela, dialogis, dan saling menguntungkan. Unsur unsur inilah yang melahirkan
demokrasi dan substansial.

Dalam pelaksanaan norma dan pilar demokrasi tersebut peran negara dan partisipasi
masyarakat mutlak dibutuhkan. Sebagai negara yang masih tergolongbaru dalam pengalaman
berdemokrasi. Indonesia masih membutuhkan pembiasaan-pembiasaan berdemokrasi.
Demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan paling baik dari sejumlah sistem yang
pernah ada di dunia ini, merupakan agenda strategis yang diusung oleh gerakan reformasi
yang banyak menjanjikan hal-hal positif bagi Indonesia yang majemuk.

Namun demikian, pelaksanaan kehidupan bermasyarakat yang demokratis juga


membutuhkan peran serta pemerintahdan warga negara dan para wakilnya di parlemen.
Negara atau pemerintah tidak boleh berpangku tangan dalam hal menjaga berlangsungnya
prinsip dan pilar demokrasi agar tetap berjalan. Demikian juga warga negara dan organisasi
masyarakat sipil lainnya dituntut untuk berperan aktif menjaga kebebasan sipil, sehingga
demokrasi tidak disalahgunakan oleh keberadaan lembaga parlemen sekalipun lembaga
perwakilanrakyat ini dibentuk melalui cara demokratis. Peran oraganisasi masyarakat begitu
penting tidak hanya dalam hal menjaga demokrasi dari manipulasi lembaga negara, tetapi
juga ketika demokrasi disalhgunakan danm disalahartikan oleh kelompok masyarakat
lainnya. Dengan alasan mayoritas, misalnya dan umumnya terjadi, suatu kelompok
masyarakat memaksakan penerapanaturan maupun hukum yang diyakninya terhadap
kelompok lain yang minoritas. Pemahaman demokrasi yang menyimpang ini harus
diluruskan oleh negara dan juga masyarakat sipil demi tegaknya jaminan mayoritas hasil
pemilu atas hak-hak minoritas yang dijamin oleh konstitusi. Hal ini tidak semata demi
tegaknya prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga demi tetap terpeliharanya wibawa negara di
matawarga negara.2

Demi tegaknya prinsip demokrasi, keterlibatan warga negara sangatlah penting, lebih-
lebih ketika negara tidak tegas atau cenderung membiarkan pelanggaran-pelanggaran atas
hak konstitusi warga negara lainnya baik dilakukan oleh pemerintah maupun kelompok
warga negara atas kelompok yang lain. Namun demikian, dalam upaya menjaga prinsip dan
pilar demokrasi harus dilakukan dengan cara-cara tidak anarkis. Dalam menjaga tertib
umum, misalnya, sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, penjaga ketertiban umum
hanyaboleh dilakukan oleh aparat keamanan negara (polisi) dan lembaga keamanan bentukan
pemerintah daerah yang sah secara undang-undang.

2
A. Ubaedillah, Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm 72

3
B. Unsur-Unsur Penegak Demokrasi
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan,
ekonomi, sosial, dan politik sangat bergantung kepada keberadaan dan peran yang dijalankan
oleh unsur-unsur penopang tegaknya demokrasi itu sendiri. Beberapa unsur-unsur penting
penopang tengaknya demokrasi, antara lain: negara hukum, masyarakat madani, dan aliansi
kelompok strategis3.
1. Negara Hukum (rechtsstaat atau the rule of law)

Konsepsi negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) mengandung pengertian
bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan
peradilan yang bebas dan tidak memihak, dan penjaminan hak asasi manusia. Istilah
rechtsstaat dan the rule of law pada hakikatnya memiliki makna yang berbeda. Istilah
rechtsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu pada
sistem civil law, sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara
Anglo-Saxon yang bertumpu pada common law. Civil law menitikberatkan pada
administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada judicial.

Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri:


a. Adanya perlindungan terhadap HAM.
b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin
perlindungan HAM.
c. Pemerintah berdasarkan peraturan.
d. Adanya peradilan administrasi.
Sedangkan the rule of law dicirikan oleh:
a. Adanya supremasi aturan-aturan hukum.
b. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum.
c. Adanya jaminan perlindungan HAM.

Istilah negara hukum dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang
berbunyi. “Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan
bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).” Dengan demikian, bahwa
negara hukum, baik dalam arti formal, yaitu penegakan hukum yang dihasilkan oleh
lembaga legislatif dalam penyelenggaraan negara, maupun negara hukum dalam arti
material, yaitu selain menegakkan hukum, aspek keadilan juga harus dipertahankan
menjadi prasyarat terwujudnya demokrasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Tanpa negara hukum tersebut yang merupakan elemen pokok suasana demokratis
sulit dibangun.

2. Masyarakat Sipil (Civil Society)

Masyarakat sipil atau masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat terbuka,


yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, yang kritis dan berpartisipasi

3
A. Ubaedillah, Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 92

4
aktif serta egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan dalam
membangun demokrasi, sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah
terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh negara atau pemerintahan.

Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement, yaitu keterlibatan


warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan
tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antarsatu dengan yang lain yang sangat
penting artinya bagi bangunan politik demokrasi. Masyarakat madani dan demokrasi
merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap
sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Tatanan nilai-
nilai masyarakat tersebut ada dalam masyarakat madani. Oleh karena itu, demokrasi
membutuhkan tatanan nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat madani.

3. Aliansi Kelompok Strategis

Aliansi kelompok strategis terdiri dari partai politik, kelompok gerakan, dan
kelompok penekan atau kelompok kepentingan termasuk di dalamnya pers yang bebas
dan bertanggung jawab.
Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya
memiliki tujuan yang sama, yaitu memperoleh kekuasaan dan kedududkan politik untuk
mewujudkan kebijakan-kebijakan politiknya.
Sebagai salah satu unsur yang menegakkan demokrasi maka, partai politik
memiliki beberapa funsi:
a. Sebagai sarana komunikasi politik.
b. Sebagai sarana sosialisasi politik.
c. Sebagai sarana rekrutmen kader dan anggota politik.
d. Sebagai sarana pengatur konflik.
Keempat funsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai
demokrasi, yaitu adanya partisipasi kontrol rakyat melalui partai politik terhadap
kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik
secara damai4.
Adapun kelompok gerakan yang diperankan oleh organisasi masyarakat yang
merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang
berorientasi pada pemberdayaan warganya, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama
(NU), Persatuan Islam (Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),
Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis
Indonesia (GMNI), dan organisasi masyarakat lainnya.
Kelompok ketiga adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang
didasarkan pada kriteria keahlian seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi

4
A. Muchtar Ghazali Abdul Majid, PPKN Materi Kuliah Diperguruan Tinggi Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016), hlm. 144-146

5
Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI),
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan sebagainya.
Ketiga jenis kelompok atau asosiasi ini sangat besar peranannya terhadap proses
demokratisasi sepanjang organisasi-organisasi ini memerankan dirinya secara kritis,
independen, dan konstitusional dalam menyuarakan misi organisasi atau kepentingan
organisasinya. Sebaliknya, jika kelompok-kelompok ini menyuarakan aspirasinya secara
anarkis, sektarian, dan primordial maka keberadaan kelompok ini akan menjadi ancaman
serius bagi masa depan demokrasi dan bangunan masyarakat sipil5.

C. Prinsip Dan Parameter Demokrasi

prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ;


 adanya pembagian kekuasaan
 pemilihan umum yang bebas
 manajemen yang terbuka
 kebebasan individu
 peradilan yang bebas
 pengakuan hak minoritas
 pemerintahan yang berdasarkan hokum
 pers yang bebas, beberapa partai politik
 konsensus
 persetujuan
 pemerintahan yang konstitusional
 pengawasan terhadap administrasi Negara
 perlindungan hak asasi
 pemerintah yang mayoritas
 persaingan keahlian
 adanya mekanisme politik
 kebebasan kebijaksanaan Negara
 adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.

Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian


dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-
ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan
demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat
aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan
sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun.
Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung
proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah
ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung
kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya
dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan

5
A. Ubaedillah, Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 94

6
dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar
kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.6

D. Perbandingan Konsep Demokrasi Barat dan Islam


Dibawah ini merupakan perbandingan konsep demokrasi Barat dan Islam
Demokrasi dalam Perspektif Barat
Ada berbagai macam perspektif yang dipahami tokoh barat mengenai demokrasi,
yaitu liberal, komunitarian, dan kritis.7 menurut Gutex, demokrasi liberal didasarkan pada
beberapa asumsi yaitu adanya kebebasan atau otonomi seseorang. Oleh karenanya
pemerintah tidak boleh campur tangan terhadap kebebasan individu. Seseorang merasa
bebas, mampu membentuk, memperbaiki, dan meraih tujuannya. Persaingan antar individu
wajar terjadi ketika masing-masing orang berupaya meraih dan memenuhi kepentingannya.
Dalam arena politik, kewarganegaraan merupakan instrumen untuk meraih tujuan non-politis
dari pribadi-pribadi yang otonom dalam menentukan pilihannya, sementara aktivitas politik
dikonseptualisasikan dalam rangka meletakkan aturan legal tentang hubungan sosial antar-
individu dalam memperoleh kepentingan masing-masing.
Demokrasi mengandung dua elemen penting, yaitu kemerdekaan atau kebebasan, dan
kesetaraan. Kebebasan oleh Roshwald diartikan sebagai suatu kemampuan untuk bertindak
berdasarkan keinginan seseorang. Kebebasan individu meliputi kebebasan berbicara atau
berekspresi, kebebasan beragama, bebas dari bahaya dan rasa takut, bebas dari kekurangan
(kelaparan), bebas dalam berfikir, bebas berserikat, termasuk kebebasan bagi setiap individu
untuk berpartisipasi dalam pembentukan pemerintahan sebagai hak dasar dari manusia.
Kesetaraan memiliki berbagai bentuk. Setiap manusia yang memiliki latar belakang berbeda
seperti ras, etnik, agama atau status ekonomi seharusnya memiliki hak yang sama; yaitu
mereka harus diperlakukan secara adil di hadapan hukum.
Sementara itu, Rapar menyebutkan, Plato salah seorang pemikir Yunani, memberikan
kritikan tajam terhadap sistem demokrasi (kebebasan) individu yang tanpa batas. Bagi Plato,
demokrasi yang memberi tempat yang terlalu besar bagi kebebasan individu bukanlah bentuk
idaman, bahkan ia menempatkan demokrasi diurutan keempat dari kemerosotan bentuk
negara ideal atau dalam urutan kedua dari bentuk negara yang terpuruk.7
Karena demokrasi memperjuangkan dan terlampau menyanjung persa-maan derajat
dalam hampir semua hal serta mendewa-dewakan kebebasan individual, maka plato
mengatakan bawa negara demokrasi itu “penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan
berbicara dan setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya”. Kebebasan yang seperti itulah yang

6
https://husainnur.wordpress.com/2011/04/04/prinsip-dan-parameter-demokrasi/ diunduh pada tanggal 17 April
2018, pukul 11.55 WIB

7
Muhammad Ichsan, “DEMOKRASI DAN SYURA: PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT” Jurnal Substantia,
(Volume 16 Nomor 1, April 2014), hlm. 4

7
membawa bencana bagi negara dan warganya, karena kebebasan yang demikian itu yang
akan melahirkan anarki dan dari anarkilah tirani tercipta.

Plato memberi gambaran yang jelas bahwa demi persamaan derajat, demokrasi
membuat negara penuh sesak dengan kebebasan. Segala sesuatu boleh dibuat oleh setiap
orang demi kebebasan. Karena persamaan derajat dan kebebasan maka ada banyak hal yang
tidak pantas akan terjadi.
Sepertinya apa yang diperjuangkan dan dikembangkan oleh dunia barat dewasa ini
adalah sistem demokrasi yang mendapat kritikan Plato, salah seorang tokoh pemikir Yunani
yang telah penulis sebutkan di atas, bukan demokrasi yang benar dalam pandangan syariat.
Buktinya banyak terjadi penyimpangan dalam masyarakat karena telah memberlakukan
prinsip kebebasan, yang terkadang yang salah pun dibenarkan sementara yang benar dan baik
tidak menjadi pilihan. Misalnya melakukan pembenaran terhadap suatu perkara yang salah
demi kebebasan dan kepentingan pribadi (individu) dengan mengedepankan suara terbanyak.
Amerika Serikat, negara yang menganut sistem demokrasi ternyata juga tidak
sepenuhnya menjalankan seperti apa yang mereka kampanyekan kepada masyarakat dunia
khususnya umat Islam. Buktinya isu mengenai kesetaraan gender yang mereka kampanyekan
dan meminta masyarakat dunia mengikutinya ternyata mereka sendiri tidak melakukannya.
Ini dapat diketahui dari sangat sedikitnya keterlibatan perempuan dalam berpartisipasi
menjadi pemimpin negara di Amerika Serikat. Dalam sejarahnya Amerika belum pernah
memberi peluang kepada perempuan berpartisipasi untuk menjadi presiden. Menurut
Sulaiman Tripa, sepanjang sejarah kepresidenan Amerika Serikat yang jumlahnya 43
presiden sejak presiden pertama, George Washington yang terpilih dua kali pada tahun 1789
dan 1792, belum ada satu pun presiden Amerika Serikat dari kaum wanita. Padahal kalau
diukur rentang waktu antara tahun 1789 ke 2012 (223 tahun) cukup lama.
Konsep Syura dan Demokrasi dalam Islam
Istilah syura berasal dari kata kerja syawara - yusyawiru yang berarti menjelaskan,
menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. Ada bentuk-bentuk lain yang berasal
dari kata kerja syawara adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara (berunding, saling
bertukar pendapat), syawir (meminta pendapat, musyawarah) dan mustasyir (meminta
pendapat orang lain). Syura atau musyawarah adalah saling menjelaskan dan merundingkan
atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara.8
Di dalam Alquran, mengenai pengertian ini :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusya-warahlah dengan mereka dalam urusan itu.14 Kemudian apabila kamu Telah

8
Muhammad Ichsan, “DEMOKRASI DAN SYURA: PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT” Jurnal Substantia,
(Volume 16 Nomor 1, April 2014), hlm. 6

8
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran: 159).
Menurut Abdul Qadir Audah yang disebutkan oleh A. Hasjmy15 bahwa kaidah yang
menjadi asasnya syura ada lima, yang diringkas sebagai berikut:
1. Syura hak yang ditetapkan bagi pemerintah dan rakyat dalam hal ini kedua pihak sama
kedudukannya, tidak ada satu pihak yang berhak lebih dari yang lain. Sebagaimana
halnya para pemimpin negara boleh kapan saja menyatakan pendapatnya dalam urusan-
urusan pemerintahan, maka demikian pula rakyat atau wakil-wakil rakyat.
2. Kewajiban pemerintah bermusyawarah dengan rakyat dalam urusan-urusan negara, baik
besar maupun kecil. Dan rakyat dapat menggunakan haknya kapan saja memberi nasihat
kepada pemerintah atau mengajukan peraturan-peraturan, dan dapat menuntut pemerintah
untuk melaksanakan syari’at Islam.
3. Syura bersendikan ikhlas lillahi; cita syura haruslah dilaksanakan dengan ikhlas karena
Allah untuk menegakkan kebenaran Islam, dengan tidak terpengaruh oleh warisan dan
kepentingan pribadi, tidak pula oleh kepentingan golongan dan daerah.
4. Syura bukan kebulatan suara; tidak menjadi suatu kemestian, supaya semua orang (wakil-
wakil rakyat) bersepakat atas satu pendapat. Keputusan adalah pendapat terbanyak dari
rakyat; setelah bertukar fikiran secara bebas, tanpa tekanan apapun.
5. Keharusan pelaksanakan keputusan oleh golongan sedikit, setelah bermusyawarah
dengan bebas, maka semua golongan harus menjalankan keputusan itu, terutama oleh
golongan kecil yang kalah suara. Mengenai hal ini, Rasulullah telah memberi contoh
dalam perundingan perang Uhud, di mana Rasul tunduk kepada kehendak orang banyak
yang ingin menyongsong musuh ke bukit Uhud, sedang nabi sendiri berpendapat lebih
baik bertahan di Madinah. Setelah menjadi keputusan dengan suara terbanyak, maka
Rasul segera memakai baju besinya dan keuar memimpin orang banyak menuju medan
perang.

Menurut M. Quraish Shihab, secara subtansi antara demokrasi dan syura terdapat
perbedaan. Tetapi ia juga menyebutkan adanya persamaan di antara keduanya.
Persamaannya, persoalan-persoalan masyarakat itu dikembalikan kepada kehendak
masyarakat. Kehendak masyarakat itu dapat diketahui dengan bertanya kepada orang demi
orang, bisa melalui perwakilan. Sedangkan perbedaanya, kalau demokrasi itu ada yang
dikatakan kembali kepada rakyat, sementara dalam syura ada nilai-nilai yang tidak boleh
dilanggar, nilai-nilai itu adalah nilai-nilai ditetapkan Allah Swt.9
Dalam Islam, ada hal yang tidak boleh dimusyawarahkan. Misalnya, persoalan ibadah
harus diterima sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam agama. Itu bukan wilayah
musyawarah. Kita tidak bisa bermusawarah berkaitan dengan jumlah rakaat shalat. Kita
harus menerima ketentuan tersebut apa adanya.

Pokok perbedaan antara demokrasi dengan syuro

9
Muhammad Ichsan, “DEMOKRASI DAN SYURA: PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT” Jurnal Substantia,
(Volume 16 Nomor 1, April 2014), hlm. 8

9
Ahmad Sudirman mengemukakan perbedaan yang paling mendasar antara konsep
syura menurut Islam dan demokrasi menurut Barat, yaitu musyawarah menurut Islam
merupakan sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan
perantaraan ulil amri dan segala urusan harus dikembalikan kepada dasar dan sumber hukum
yang diturunkan Allah Swt dan dicontohkan Rasulullah saw. Adapun demokrasi adalah
sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah baik melalui cara langsung
seperti referendum maupun dengan cara tidak langsung melalui perantaraan wakilnya. Jadi,
konsep syura menurut Islam adalah sistem pemerintahan dimana Allah Swt yang berdaulat,
sedangkan konsep demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana rakyat yang berdaulat.
Karena itu konsep syura menurut Islam dan konsep demokrasi menurut Barat (Yunani)
sangat jauh berbeda. Syura mendasarkan semua permasalahan harus dikembalikan kepada
Alquran dan Sunnah, sedangkan demokrasi semua permasalahan dikembalikan kepada
rakyat.

Dalam syura, aturan, hukum, undang-undang harus terlebih dahulu diacukan kepada
dasar dan sumber hukum Allah Swt dan Sunnah Rasulullah Saw, sedangkan dalam
demokrasi, itu aturan, hukum, undang-undang terus dibangun, dibentuk, ditetapkan
berdasarkan apa yang dihasilkan oleh pemikiran rakyat baik secara langsung seperti
referendum atau melalui wakil-wakilnya.
Jadi dalam konsep syura apapun masalah yang akan dibicarakan dalam majelis syura
perlu terlebih dahulu diacukan kepada dasar dan sumber hukum Alquran dan Sunnah, dan
apabila tidak ada nas-nya (dasar Alquran dan Sunnah) yang kuat, maka para anggota majelis
syuro melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-
ayat dan hadis-hadis yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan
perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiyaskan dengan hukum yang sudah ada yang
berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu.
Menurut ketua dewan pakar ICMI, Ginandjar Kartasasmita, bagi negarawan Islam
demokrasi yang cocok adalah demokrasi berlandaskan nilai-nilai keagamaan (religius.19
Sementara bila demokrasi diartikan sebagai kebebasan yang sebesar-besarnya sehingga
melanggar ketenuan Allah Swt, maka yang demikian itu tidak dibenarkan dalam Islam.10

Demokrasi yang sesuai dengan Islam mengandung ide dan lembaga demokratis yang
dilandaskan pada prinsip atau nilai sebagai berikut: Pertama, kekuasaan tertinggi dan mutlak
adalah milik Tuhan. Syura menjadi dasar prinsip kedaulatan Tuhan dan supremasi syari’ah.
Kedua, kekuasaan tertinggi dan paling agung dalam negara Islam adalah kitab suci Alquran
dan Sunnah, sedangkan kekuasaan mausia berada di bawah kekuasaan Tuhan. Ketiga,
manusia di muka bumi mendapatkan kekuasaannya dari kekuasaan Tuhan menurut konsep
kekhilafahan.

10
Muhammad Ichsan, “DEMOKRASI DAN SYURA: PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT” Jurnal Substantia,
(Volume 16 Nomor 1, April 2014), hlm. 10

10
Menurut M. Quraish Shihab, Islam mengakui adanya demokrasi. Demokrasi yang
diajarkan Islam lebih duluan lahir, dan lebih jelas dari pada demokrasi yang berasal dari
Barat (Yunani Kuno). Islam bukan hanya mendukung, tapi bisa menjadikan prinsip ajaran
dalam kehidupan bermasyarakat. Ini dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan adalah
demokrasi yang sesuai dengan Islam.
E. Berpartisipasi dalam Penegakan Demokrasi di Indonesia

Dalam suatu negara demokrasi, sangat diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat
sebagai tolak ukur dari keberhasilan sistem politiknya. Semakin banyak warga negara yang
berpartisipasi menunjukkan bahwa semakin berhasilnya sistem politik negara tersebut. Tetapi
jika partisipasi warga negara rendah maka dapat dikayakan bahwa sistem politiknya kurang
baik.
Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat dalam
pengambilan keputusan atau urusan kenegaraan. Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi
yang tidak melibatkan seluruh rakyat tetapi rakyat memberikan kepercayaan kepada para
walinya untuk membicarakan dan menentukan persoalan-persoalan kenegaraan.

Dalam demokrasi langsung dapat diterapkan dalam pemikiran seorang pejabat publik,
misalnya pemilihan presiden, gubernur, atau bupati/walikota secara langsung. Di negara
Indonesia menganut demokrasi langsung karena terlihat dari adanya pemilihan umum untuk
memilih presiden dan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
Bentuk-bentuk partisipasi politik itu dapat terwujud dalam berbagai bentuk antara
lain:
1. Kegiatan pemilihan yang juga mencakup pemberian sumbangan untuk
kampanye.
2. Bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon dan
lain sebagainya.
Almond (dalam Mas’oed dan Adrews, 1997:48) juga mengemukakan ada dua
bentuk partisipasi politik yang dilakukan masyarakat yakni partisipasi politik
konvensional yang meliputi: pemberian suara, kegiatan kampanye, membentuk dan
bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi individu dengan pejabat politik
dan administratif. Sedangkan partisipasi politik non konvensioanal seperti pengajuan
potensi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik manusia serta
perang dan gerilnya.
Partisipasi warga negara itu dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1. Partisipasi dalam pemilihan
2. Partisipasi kelompok
3. Kontrak antara warga negara dengan pemerintah
4. Partisipasi warga negara secara langsung dilingkungan pemerintah
ada dua sifat partisipasi politik yakni partisipasi otonom dan partisipasi
mobilisasi. Partisnya politik yang otonom maksudnya adalah partisipasi spontan yang
diberikan atas keinginannya sendiri. Sedangkan partisipasi yang mobilisasi partisipasi

11
yang diberikan atas dasar rangsangan atau dasar instruksi dan sebagian besar digerakkan
oleh loyalitas, rasa cinta, rasa hormat atau rasa takut terhadap seorang pemimpin.
Partisipasi yang otonom ini biasanya terdapat dalam masyarakat yang maju
sedangkan di negara berkembang yang masyarakatnya belum begitu maju sering kita
jumpai partisipasi yang sifatnya mobilisasi.11

Mashuri, “Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pembangunan Demokrasi”, Jurnal Kewirausahaan, (Vol. 13,
11

No. 2, Juli-Desember/2014), hlm. 182-183.

12

Anda mungkin juga menyukai