Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit serebrovaskuler (CVD) meliputi semua gangguan
pada area dari otak; dan secara sepintas atau permanen dipengaruhi
oleh iskemia. Oklusi atau perdarahan dari satu atau lebih pembuluh
darah serebral pada proses patologis tersebut. Jumlah penderita terus
meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua,
tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi kemungkinan stroke
(Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Tidak sedikit penderita stroke
yang mengalami kekambuhan. Kekambuhan pada penderita stroke
dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
kurangnya pengetahuan keluarga penderita tentang pola makan bagi
penderita stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Stroke penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab
kematian nomor 3 di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
semua tipe kanker. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang
sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut. Dan
diprediksi sebagai efek dari peningkatan kebiasaan merokok di
negara berkembang, lebih lanjut diperkirakan angka mortalitas
stroke mencapai hampir dua kali lipat di tahun 2020 (Warlow et al.,
2008). Data dari Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI)
tahun 2009 menunjukkan penyebab kematian utama di Rumah Sakit
akibat stroke sebesar 15%, artinya 1 dari 7
kematian disebabkan oleh stroke dengan tingkat kecacatan mencapai
65% (Depkes RI,2013).
Menurut WHO (2010) setiap tahun 15 juta orang seluruh
dunia mengalami stroke. Sekitar 5 juta pasien menderita kelumpuhan

1
permanen. Satu tahun setelah terjadi serangan stroke pertama,
sebanyak 30% dari total pasien akan meninggal, dan sebanyak 40%
dari total pasien yang mampu bertahan hidup, akan mengalami
ketergantungan terhadap orang lain. Pasien yang mampu bertahan
hidup setelah mengalami stroke, beresiko tinggi mengalami serangan
stroke berulang, infark myokardial, dan kematian karena gangguan
pembuluh darah. Para pasien yang mampu bertahan hidup tersebut
juga mayoritas mengalami disabilitas (Woodward, 2011). Sebanyak
85% dari total kejadian stroke disebabkan oleh iskemi dan infark
pada jaringan otak. Hal ini disebabkan oleh penghambatan aliran
darah akibat komplikasi trombosis dan emboli. Sisanya sebesar 15%
dari total kejadian stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral
primer (Woodward, 2011).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI diperkirakan
sebanyak 1.236.825 orang. Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi
jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001(7,4‰) orang,
sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling
sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰). Data di Indonesia
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam
hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah:
sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun)
dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar 51,6/100.000
penduduk dan sebanyak 1,6% penderita mengalami kecacatan ,
sedangkan sebanyak 4,3% penderita mengalami serangan stroke
berulang yang semakin berat. Penderita laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar
11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar
33,5% ( Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013).
Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke iskemik sebagian besar merupakan

2
komplikasi dari penyakit vaskuler, yang ditandai dengan gejala
penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardi, pucat dan
pernafasan yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik
umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial dengan
gejala peningkatan tekanan darah sistole > 200mmHg pada
hipertonik dan 180mmHg pada normotonik, bradikardi, wajah
keunguan, sianosis dan pernafasan mengorok (Batticaca, 2008).
Kurangnya kesadaran menerapkan pola gaya hidup sehat juga dapat
menyebabkan meningkatnya stroke infark. Selain itu, meningkatnya
usia harapan hidup, kemajuan di
bidang sosial ekonomi, serta perbaikan di bidang pangan yang tidak
diikuti dengan
kesadaraan menerapkan gaya hidup sehat juga menjadi pemicunya
(Junaidi, 2011).
Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan yang
bersifat umum,
khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan klien. Mengetahui
keadaan tersebut, maka peran perawat bekerja sama dengan tim
kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut maupun
sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan
kesehatan secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif,
sampai dengan rehabilitasi (Muttaqin, 2011). Pencegahan stroke
infark dapat dicegah antara lain diet rendah kolestrol, kontrol asupan
gula dan garam, hindari rokok, alkohol, dan obat terlarang, hindari
obesitas, konsumsi obat pencegah stroke dari bahan alami, kontrol
tekanan darah, lakukan olahraga atau aktivitas fisik dan yang paling
penting hindari stress.

B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
keperawatan medikal bedah III dan juga bertujuan untuk mengetahui
konsep penyakit stroke dan asuhan keperawatan klien dengan stroke.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun
oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat
bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus
kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer
serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik
yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang
merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan

4
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu
tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah
medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan
mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus
merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan
yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari
sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi
tingkah dan emosi.
2. Sirkulasi darah otak

5
Otak menerima 17 % curah jantung dan
menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia
untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua
pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis.
Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari
arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea.
Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi
suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum
dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik.
Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan

6
dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai
nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari
sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena
ekstrakranial. (Sylvia A. Price, 1995)

B. DEFENISI
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah
setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri
otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh
karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
C. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu
perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau
keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual,
muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik
2. Stroke Hemoragik

7
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan
adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan
subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


1. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan
dari salah satu empat kejadian yaitu:
a) Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh
darah otak atau leher.
b) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material
lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
c) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
2. Faktor resiko
Faktor risiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang
membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke,
umumnya dibagi menjadi:
a) Faktor Risiko Internal, yang tidak dapat diubah atau
dikontrol:
1) Umur, dimana kejadian stroke makin tinggi
pada klien usia lanjut.

8
2) Jenis kelamin. Angka kejadian terjadinya
stroke pada penderita laki-laki, dilaporkan
lebih banyak daripada penderita wanita.
3) Ras
b) Faktor Risiko Eksternal, yang dapat dikontrol /
diubah / dimodifikasi:
1) Hipertensi
2) Hipotensi
3) Penyakit kardiovaskuler
4) Transient Ischemic Attack (TIA)
5) Kadar lemak darah tinggi
6) Obesitas
7) Merokok
8) Alkoholik
9) Penggunaan obat tertentu dalam jangka waktu
lama.
E. PATOFISIOLOGI
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti
yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai
dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling
sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas
atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan
penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-
perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya
darah ke kejaringan (hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak.

9
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat
dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis
dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu
area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai
pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada
korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah
vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri
serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini.
Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala
perubahan tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral
sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi
neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda
dan gejala penyakit stroke :
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
3. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata
4. Pusing dan pingsan
5. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas
6. Bicara tidak jelas (pelo)
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
9. Ketidakseimbangan dan terjatuh
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

10
G. KOMPLIKASI
Menurut Brunner&Suddarth (2002), komplikasi stroke meliputi:
1. Hipoksia Serebral
Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan.Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat
dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
2. Aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral.
Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3. Embolisme Serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah stroke infark
miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

11
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu
menegakkan Diagnosa
pasien stroke meliputi:
1. Angiografi Serebri: membantu menentukan penyebab dari
stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi: umumnya dilakukan pada stroke hemoragik.
3. CT scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens lokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar kepermukaan otak.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dengan menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
5. USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit
arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan darah rutin.
8. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
9. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare
(2002) meliputi:

12
a) Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang
mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah
infark serebral.
b) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.
c) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan
embolisasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal
salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan
hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak
digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
b) Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
c) Jangan memberikan apapun melalui mulut.
d) Pemeriksaan EKG
e) Pemeriksaan rontgen toraks.
f) Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung
trombosit, Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin
dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/ PTT (Partial
Thromboplastin time)
g) Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
a. Kadar alcohol
b. Fungsi hepar
c. Analisa gas darah
d. Skrining toksikologi

J. DISCARD PLANING
1. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan.
2. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.

13
3. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau
torso.
4. Mengontrol faktor resiko stroke.
5. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok.
6. Kelola stress dengan baik.
7. Mengetahui tanda dan gejala stroke.

K. PATOFLODIAGRAM

14
15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
1. Anamnase
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa (ras kulit hitam), tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Keluhan pasien kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan

16
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intracranial. Keluhan
perubahan juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan
koma.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jangtung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
penyakit jantung, cacat pada bentuk pembuluh darah
(factor genetic paling berpengaruh), gaya hidup dan
pola makan keluarga (biasanya sulit diubah), diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
f) Riwayat psikososiospiritual
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Dalam pola penanganan stress,
klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah Karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola
tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
2. Pola Fungsional Gordon

17
a) Pola persepsi kesehatan
Pada pasien dengan stroke biasanya menderita
obesitas dan hipertensi. Dan adanya riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b) Pola nutrisi metabolic
Pada pasien dengan penyakit stroke non hemoragik
biasanya terjadi penurunan nafsu makan, mual dan
muntah selama fase akut (peningkatan tekanan
intracranial), kehilangan sensori (rasa kecap) pada
lidah, pipi dan tenggorokan, peningkatan lemak
dalam darah.
c) Pola eliminasi
Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya terjadi
perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
distensi abdomen (distensi kandung kemih
berlebihan), dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas latihan
Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya merasa
kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis
(hemilegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri / kejang otot) serta kaku pada
tengkuk.
e) Pola istirahat dan tidur
Selama fase akut (peningkatan tekanan intracranial),
pasien dengan penyakit stroke mengalami
ketergangguan / ketidaknyamanan tidur dan istirahat
karena nyeri kepala dan kejang otot.
f) Pola sensori dan kognitif

18
Pasien dengan penyakit stroke terjadi gangguan pada
fungsi penglihatan/ kekaburan pandangan, sensasi
rasa, dan gangguan keseimbangan. kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Pada pasien dengan penyakit stroke akan terjadi pada
peningkatan rasa kekhawatiran klien tentang penyakit
yang dideritanya serta pada pasien juga akan
mengalami harga diri rendah, tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah dan tidak kooperatif.
h) Pola hubungan dan peran
Pada pasien dengan penyakit stroke peran
hubungannya akan terganggu karena pasien
mengalami masalah bicara dan ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
i) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pasien dengan penyakit stroke akan terjadi
masalah pada pola reproduksi dan seksualitasnya
karena kelemahan fisik dan gangguan fungsi kognitif.
Dan terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang,
anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola koping dan toleransi stress
Dengan adanya proses penyembuhan penyakit yang
lama, akan menyebabkan meningkatnya rasa
kekhawatiran dan beban pikiran bagi pasien stroke.
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola nilai dan kepercayaan

19
Karena nyeri kepala, pusing, kaku tengkuk,
kelemahan, gangguan sensorik dan motorik
menyebabkan terganggunya aktivitas ibadah pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti,
kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital:
tekanan darah meningkat, dan denyut nadi
meningkat / menurun.
1) B1 (Breating)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler
didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
3) B3 (Brain)

20
Stroke menyebabkan berbagai deficit
neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukurang area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.
Pengkajian tingkat kesadaran : pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,
dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien
dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan
Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal,
dan hemisfer.
a. Status mental. Observasi penampilan,
tingkah laku, nilai gaya bicara,
eksopresi wajah, dan aktivitas motoric
klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b. Fungsi intelektual.
Didapatkan penurunan dalam ingatan
dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk

21
mengenal persamaan dan perbedaan
yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan bahasa.
Penurunan kemampuan bahasa
tergantung daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari
guris temporalis superior ( area
wernick) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami
bahasa lisan atau bahasa tertulis .
sedangkan lesi pada bagian posterior
dari guris frontalis inferior (area broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu
klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancer. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia ( ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus frontal.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi

22
intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dala lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum
terjadi dan mungkin diperberat oleh
brespons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang
labiul, bermusuhan , frustasi, dendam,
dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer.
Stroke hemisfer kanan didapatkan
hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi
yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemisfer kiri, mengalami hemiparese
kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia,
dan mudah frustasi.
Pengkajian saraf kranial
I. Saraf I : Biasanya pada klien
stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.

23
II. Saraf II : disfungsi persepsi
visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata
dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa
bantuan karena
ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh
III. Saraf III, IV, dan VI : Jika
akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-
otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di
sisi yang sakit.
IV. Saraf  V : Pada beberapa
keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan
koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan
satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus.

24
V. Saraf VII : persepsi
pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian
sisi yang sehat
VI. Saraf VIII : tidak ditemukan
adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
VII. Saraf IX dan X : kemampuan
menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
VIII. Saraf XI : tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan
trapezius.
IX. Saraf XII : lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
Pengkajian system motoric
a. Inspeksi umum. Didapatkan
hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b. Fasikulasi didapatkan pada otot-otot
ekstremitas.
c. Tonus otos didapatkan meningkat.
d. Kekuatan otot. Pada penilaian denagn
menggunakan tingkat kekuatan otot
pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

25
e. Keseimbangan dan koordinasi.
Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparese dan hemipleglia.
Pengkajian reflek.
a. Pemeriksaan reflek profunda.
Pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat pada respons
normal.
b. Pemeriksaan reflek patologis. Pada
fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
c. Gerakan involunter. Tidak ditemukan
adanya tremor, tic, dan distinia. Pada
keadaan tertentu, klien biasanya
mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan sroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang berhubungan sekunder akibat
area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian system sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propriosepsi
( ketidakmampuan untuk merasakn posisi dan

26
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan control motorik dan postural.
Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
Mual disebabkan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terhjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motoric. Karena neuron
motor atas melintas gangguan control motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor

27
atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisi pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi
tubuh,  adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika
klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda decubitus, terutama pada daerah
yang menonjol kerena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran
untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
4. Pemeriksaan head to toe
b) Kepala : bentuk kepala bulat, pertumbuhan rambut
merata, tidak ada benjolan atau massa.
c) Mata : konjungtiva tampak anemis, skelera tidak
ikterik dan pupil isokor.
d) Hidung : nafas cepat, sesak nafas.
e) Telinga : daun telinga simetris, dan tidak ada
serumen.
f) Mulut ; lidah simetrsi, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indera pengecapan normal,
kesulitan menelan dan kesulitan membuka mulut.
g) Wajah : wajah asimetrsi, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang lain.
h) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kelenjar
tiroid, dan vena jugularis.

28
i) Dada : pada pernafasan didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing atau suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
napas, dan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
j) Abdomen : warna kulit sama seperti sekitarnya, tidak
ada benjolan, tidak ada pembesaran hepar, terdengar
suara timpani, peristaltik usus menurun akibat bedrest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
k) Genetalia : daerah genitalia tidak bersih, karena
adanya kelemahan fisik pada klien stroke. kadang
terdapat incontinensia atau retensio urin.
l) Integumen : tampak pucat, turgor kulit tidak elastis,
membran mukosa kering, adanya tanda – tanda
dekubitus karena harus bedrest dalam jangka waktu
yang lama. Pada kuku adanya clubbing finger, dan
cianosis.
m) Ekstremitas atas dan bawah : sering di dapatkan
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Bentuk jari
normal, hemiplegia, hemiparesis, dan fasikulasi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan radiologi
1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2) MRI untuk menunjukan area yang mengalami
infark, hemoragik.
3) Angiografi serebral : membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
4) Pemeriksaan foto toraks dapat
memperlihatkan keadaan jantung, apakah

29
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke.
5) Ultrasonografi Depler
Mengidentifikasikan penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri korotis (aliran darah
muncul) arteriosklerotik.
a. EEG
Mengidentifikasikan masalah
didasarkan pada golongan otak dan
mungkin menunjukkan darah lesi
yang spesifik.
b. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal darah
yang berlawanan dari masa yang
meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral
klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid.
c. ECG
Pemeriksaan untuk memperoleh
grafik letak jantung untuk
mendeteksi kemungkinan adanya
penyakit jantung dan sejauh mana
penyakit jantung ini
mempengaruhi terjadinya stroke.
b) Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan
abnormal dan cairan yang mengandung darah.
2) Pemeriksaan darah rutin.

30
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut
dapat terjadi hiperglikemia. Gula Darah dapat
mencapai >200 mg/dL dalam serum dan
kemudian berangsur – angsur turun kembali.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan serebral.
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan proses menelan.
4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan
dengan koping maladaptif.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
6) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi jalan napas.
7) Nyeri akut berhubungan agen injury biologis
8) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
penglihatan ; gangguan pendengaran; gangguan penciuman;
gangguan perabaan dan hipoksia serebral.
9) Resiko injury berhubungan dengan gangguan persepsi
sensori.
10) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
mobilitas fisik.
11) Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
12) Cemas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
13) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan
kemampuan menyadari tanda – tanda gangguan kandung
kemih; ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan
eliminasi.
14) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.

31
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


keperawatan
Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji status neurologi 1. U
jaringan keperawatan selama … x 24 k
berhubungan jam, pasien tidak memiliki d
dengan infark gangguan pada perfusi jaringan k
jaringan serebral dengan kriteria hasil : 2) Pantau TTV 2. U
- TTV dalam rentang d
normal. 3) Posisikan kepala pasien agak 3. M
- Tidak pucat. tinggi dan dalam posisi m
- Tidak adanya hipoksia. anatomis. s
- Terpenuhinya 4) Pantau status mental dan 4. P
kebutuhan 02 LOC : gelisah, mengantuk, s
- Tidak adanya kejang. letargi, ketidaakmampuan p
- Tidak adanya mengikuti perintah, idak
peningkatan TIK responsif.
5) Pantau status jantung secara 5. S
kontinu, observasi untuk j
distrimia. t
p
m
s
6) Posisikan pasien pada posisi 6. M
miring. m
7) Kolaborasi medis dalam 7. A
pemberian obat : m
antikonvulsan dan diuretik (
osmotik (manitol). d

32
8) Pantau kejang. Beri bantalan 8. K
susuran sisi, dan berikan s
AED yang diprogramkan. M
m
m
9) Ubah posisi pasien setiap 2 9. B
jam, ikuti jadwal yang d
ditetapkan untuk perubahan m
sisi ke sisi dan supinasi ke t
prone. Pertahankan m
kesejajaran tubuh dan m
sokong ekstremitas pada d
posisi yang tepat dengan k
bantal.
Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tipe atau derajat 1. M
komunikasi verbal keperawatan selama .. x 24 disfungsi,kesulitan berbicara. k
berhubungan jam, diharapkan tidak adanya
dengan afasia. kerusakan komunikasi verbal 2. Minta klien untuk mengikuti 2. M
dengan kriteria hasil : perintah sederhana ( buka m
- Tidak adanya hambatan mata, tunjuk sepatu, ulangi
pada saat berbicara. dengan kata / kalimat yang
- Klien dapat berbicara sederhana).
dengan baik. 3. Tunjukkan objek dan minta 3. M
- klien menyebutkan nama m
benda tersebut. k
4. Bicara dengan nada normal 4. P
dan hindari percakapan cepat. b
u
k
5. Kolaborasi / rujuk kepada 5. U
ahli terapi wicara. d
Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Timbang BB setiap hari 1. U
kurang dari keperawatan selama …. X 24 k

33
kebutuhan tubuh jam, diharapkan adanya 2. Awasi masukan makanan, 2. U
berhubungan keseimbangan nutrisi dalam jumlah kalori.
dengan gangguan tubuh pasien, dengan kriteria 3. Berikan makanan dalam 3. U
proses menelan. hasil : porsi kecil tapi sering dalam
- Tidak mual dan keadaan hangat.
muntah. 4. Berikan perawatan mulut 4. M
- Tidak anoreksia. sebelum dan sesudah makan. m
- Bisa menelan makanan 5. Anjurkan makan pada posisi 5. M
dengan baik. duduk / kepala ditinggikan. p
- Tidak pucat. 6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. M
- Nafsu makan untuk pemberian diet yang
meningkat. tepat. 7. M
- Tidak ada penurunan 7. Berikan obat sesuai indikasi.
BB.
- Tidak adanya distensi
abdomen.
- Tidak adanya nyeri
abdomen.
Gangguan konsep Setelah dilakukan asuhan 1. Peningkatan koping 1. K
diri :harga diri keperawatan selama … x 24 ( membantu pasien untuk s
rendah jam , diharapkan klien dapat beradaptasi dengan persepsi m
berhubungan meningkatkan harga diri yang stressor, perubahan atau k
dengan koping realistis, dengan kriteria hasil : ancaman yang mengganggu
maladaptif. - Menunjukan koping pemenuhan dan peran hidup.
yang efektif. 2. Konseling (menggunakan 2. P
- Menggunakan perilaku proses bantuan interaktif p
untuk menurunkan yang berfokus pada P
stress. kebutuhan, masalah, atau y
- Menggunakan strategi perasaan pasien dan orang k
koping yang paling terdekat untuk meningkatkan s
efektif. atau mendukung koping,
- Berpartisipasi dalam penyelesaian masalah, dan
aktivitas kehidupan berhubungan interpersonal.)

34
sehari – hari. 3. Bantuan emosi ( memberikan 3. K
- Mengungkapkan secara penenangan, penerimaan dan k
verbal tentang rencana dorongan selama periode
penerimaan atau stress)
mengubah situasi. 4. Peningkatan harga diri 4. p
( membantu pasien untuk l
meningkatkan personal m
terhadap harga dirinya. s
Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Memantau keterbatasan klien 1. T
mobilitas fisik keperawatan selama…. X 24 dalam melakukan kegiatan s
berhubungan jam, diharapkan klien akan sehari – hari. m
dengan kelemahan memperlihatkan mobilitas, s
dengan kriteria hasil : 2. Memberikan informasi 2. M
- memperlihatkan mengenai mekanika tubuh, p
penggunaan alat bantu latihan fisik, daan postur u
secara benar dengan tubuh. m
pengawasan. 3. Memberikan terapi latihan 3. M
- Meminta bantuan untuk fisik ( ambulasi dan b
aktivitas mobilisasi, keseimbangan. m
jika perlu. v
- Mampu menyangga BB p
dan meningkatkan m
kemampuan untuk g
mempertahankan m
keseimbangan tubuh. k
- Berpindah dari dan ke 4. Membantu klien dalam 4. M
kursi atau kursi roda. proses perawatan diri : t
berpindah.
5. Kolaborasi : bantu dalam 5. D
menyusun jadwal terapi a
bersama dngan klien. j

Ketidakefktifan Setelah dilakukan asuhan 1. Auskultasi bunyi napas tiap 2 1. M

35
bersihan jalan keperawatan selama… x 24 – 4 jam dan kalau diperlukan.
napas berhubungan jam, diharapkan klien dapat 2. Lakukan pengisapan bila 2.
dengan obstruksi bernapas dengan baik tanpa terdengar ronchi dengan
jalan napas. adanya obstruksi pada jalan cara :
napas, dengan kriteria hasil :
- Tidak sesak. a. Jelaskan pada pasien tentang a. D
- Tidak ada sputum. tujuan dari tindakan a

- Adanya batuk yang pengisapan. a

efektif. b. Berikan oksigen dengan O2 b. M


- Bunyi nafas terdengar 100% sebelum dilakukan m
bersih. pengisapan minimal 4-5x
- Ronchi tidak terdengar. pernapasan.
- Tracheal tube bebas 3. Pertahankan suhu humidifer 3. M
tersumbat. tetap hangat (35 – 37,8 0C)
4. U
4. Kolaborasi medis dalam
pemberian terapi oksigen
5. Observasi TTV sebelum da
5. T
sesudah melakukan tindakan.
6. Ajarkan klien cara batuk 6. U
efektif.

Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Laporkan observasi nyeri 1. O


berhubungan keperawatan selama …. X 24 secara komprehensif u
dengan agen injury jam , diharapkan klien termasuk lokasi, k
biologis. memperlihatkan pengendalian karakteristik, durasi y
nyeri dan menunjukan tingkat frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri berkurang, dengan presipitasi.
kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal 2. K
- Melaporkan nyeri dari ketidaknyamanan T
berkurang. gunakan teknik komunikasi
- Memperlihatkan teknik terapeutik untuk mengetahui
relaksasi secara pengalaman nyeri pasien, kaji

36
individual yang efektif kultur yang mempengaruhi
untuk mencapai respon nyeri.
kenyamanan. 3. Mengajarkan teknik 3. M
- Tidak mengalami pengendalian nyeri : distraksi f
gangguan dalam dan relaksasi, kompres, dan d
frekuensi pernapasan, terapi musik.
frekuensi jantung dan 4. Evaluasi pengalaman nyeri 4. E
tekanan darah. masa lampau. k
p
r
5. Kolaborasi medis dalam 5. A
pemberian terapi obat m
analgesik.
6. Berikan lingkungan
yang 6. U
nyaman dan tidak adanya k
kebisingan. k
Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tingkat / derajat 1. K
sensori keperawatan diharapkan tidak serta tipe kehilangan s
berhubungan adanya gangguan persepsi penglihatan. b
dengan gangguan sensori dengan kriteria hasil : m
penglihatan ; - Tidak mengalami 2. Meningkatkan komunikasi : m
gangguan gangguan perdengaran. deficit penglihatan sehingga 2. M
pendengaran ; - Tidak mengalami klien mampu untuk t
gangguan gangguan penglihatan. mengenali objek serta s
pengciuman ; - Tidak mengalamai lingkungan disekitarnya. k
gangguan perabaan gangguan penciuman . 3. Meningkatkan penggunaan d
; dan hipoksia - Tidak ada gangguan indera yang tidak mengalami 3. T
serebral. perabaan. masalah untuk melakukan d
- Tidak adanya hipoksia aktivitas. k
serebral.

4. Kolaborasi dalam terapi 4. P

37
okupasi. d
s
5. Kaji kemampuan klien untuk 5. P
merasakan sentuhan. Sentuh d
kedua sisi bagian tubuh mana t
pun dengan salah satu atau
lebih objek.
6. Kaji kemampuan untuk 6. P
mendengar detak jam, kata – k
kata yang bisikkan dan s
diucapkan. m
7. Kaji kemampuan untuk 7. K
merasakan asam, manis, dan t
asam pada sepertiga posterior t
lidah. a
8. Kaji kemampuan pasien
untuk mencium bau (mis,
sabun, kopi) pad setiap
lubnag hidung.
Resiko injury Setelah melakukan asuhan 1. Sediakan lingkungan yang 1. U
berhubungan keperawatan selama … x 24 aman untuk pasien.
dengan gangguan jam, diharapakan klien tidak 2. Batasi aktivitas pasien. 2. M
persepsi sensori. mengalami cedera, dengan 3. Orientasikan pasien terhadap 3. M
kriteria hasil ; lingkungan, dekatkan alat k
- Klien terbebas dari yang dibutuhkan pasien.
cedera. 4. Atur lingkungan sekitar 4. M
- Klien mampu pasien, jauhkan benda – r
menjelaskan cara / benda yang dapat
metode untuk menimbulkan kecelakaan.
mencegah injury/ 5. Awasi atau temani pasien 5. M
cedera. pada saat melakukan m
- Mampu memodifikasi aktivitas.
gaya hidup untuk

38
mencegah injury.
Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji daerah kulit secara 1. M
kerusakan keperawatan selama … x 24 kontinu. m
integritas kulit jam diharapkan tidak adanya
berhubungan kerusakan integritas kulit,
dengan mobilitas dengan kriteria hasil : 2. Berikan tempat tidur yang 2. I
fisik. - Tidak adanya luka nyaman, keamanan terjamin. r
dekubitus. t
- Tidak adanya 3. Anjurkan agar pasien agar 3. M
kemerahan lebih sering mengubah posisi (
tidur.
4. Jaga kulit pasien aagar tetap 4. M
lembab.
Deficit perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan skrining untuk 1. D
diri berhubungan keperawatan selama … x 24 disfungsi kognitif eksekutif. d
dengan kelemahan diharapkan klien bisa merawat a
fisik. dirinya sendiri dengan baik, P
dengan kriteria hasil : t
- Klien mampu 2. Kaji kemampuan klien dan 2. M
melakukan perawatan tingkat kekurangan dalam m
diri secara mandiri. melakukan kegiatan sehari – s
hari.
3. Anjurkan penggunaan lengan 3. P
yang tidak terkena untuk m
mandi, menggosok gigi, k
menyisir rambut, berpakaian
dan makan.
4. Ajarkan pasien untuk 4. T
menggunakan pakaian s
dengan pertama
menggunakan pada
ekstremitas yang terkena dan
kemudian pada ekstremitas

39
yang tidak terkena.
5. Kolaborasi dengan terapis 5. M
okupasi dalam waktu r
terjadwal untuk pelatihan p
fungsional ekstremitas atas m
yang diperlukan untuk m
aktivitas kehidupan sehari – B
hari (ADL). Anjurkan d
penggunaan alat bantu ( jika
diperlukan) untuk makan,
higiene fisik, dan berpakaian.
6. Pertahankan dukungan , 6. P
sikap yang tegas. Beri pasien p
waktu yang cukup untuk y
mengerjakan tugasnya. k
Cemas Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan komunikasi 1. M
berhubungan keperawatan selama… x 24 terapeutik.
dengan kurangnya jam, diharapkan cemas 2. Dorong pasien agar mampu 2. M
terpapar informasi. berkurang atau hilang, dengan mengekspresikan s
kriteria hasil : perasaannya.
- Mampu 3. Berikan infromasi yang 3. M
mengekspresikan realistis dan lengkap m
kecemasan. mengenai kondisi pasien. p
- Tidak gelisah. 4. Pantau perubahan TTV dan 4. P
- Kooperatif. kondisi yang menunjukan i
- TTV dalam rentang peningkatan kecemasan 5. M
normal. klien. k
5. Berikan informasi serta a
bimbingan antisipasi tentang
segala bentuk kemungkinan
yang akan terjadi di masa
depan.
6. Kolaborasi medis dalam 6. A

40
pemberian obat antidepresan. u

7. Memberikan dukungan emosi 7. M


selama masa stress. m
p
s

8. Berikan kesempatanpada 8. K
keluarga dan orang – orang m

yang dekat dengan klien u

untuk mengunjugi pada saat


– saat tertentu.
Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji frekuensi urin, urgensi 1. B
eliminasi urin keperawatn selama… x 24 jam, berkemih, inkontinensia, s
berhubungan diharapkan tidak adanya nokturia, dan berkemih pada m
dengan penurunan gangguan eliminasi urin, jumlah sedikit. d
kemampuan dengan kriteria hasil :
menyadari tanda – - Tidak adanya 2. Anjurkan latihan kandung 2. B
tanda gangguan inkontinensia atau kemih dengan menerima m
kandung kemih; retensi urin. pasien untuk berkemih sesuai p
ketidakmampuan - Tidak adanya distensi jadwal, seperti setiap 2 jam,
mengkomunikasika kandung kemih. daripada berespon terhadap
n kebutuhan - Frekuensi urin dalam dorongan unttuk berkemih.
eliminasi. rentang normal. 3. Ajarkan latihan kegel. Untuk 3. L
- Tidak adanya nokturia. melakukan latihan kegel, p
pasien mengkontrasikan otot k
perineal untuk menghentikan
urinasi, menahan kontraksi
selama 5 menit, dan
kemudian melepaskan.
Konstipasi Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan pasien untuk 1. M
berhubungan keperawatan selama … x 24 minum paling sedikit f
dengan kelemahan jam, diharapkan tidak adanya 2000ml/hari.
otot abdomen. konstipasi, dengan kriteria 2. Tingkatkan aktivitas fisik 2. P

41
hasil : sesuai toleransi. m
- Frekuensi BAB dalam 3. Auskultasi bising usus dan 3. P
rentang normal. catat adanya atau tidak d
- Tidak adanya perubahan bising usus. p
penurunan peristaltik h
usus. k
4. Catat adanya distensi 4. M
abdomen, nyeri tekan, dan k
ukur lingkar perut sesuai k
indikasi. a
t
5. Kolaborasi medis dalam 5. M
pemberian obat pelembek a
feses; supositoria, laksatif k
atau penggunaan selang
rektal sesuai kebutuhan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. M
dalam diet makanan yang f
berserat.

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ( cari derajat menelan pada


pasien stroke)

42
Derajat gangguan menelan :

Derejat 1 : batuk saat makan dan minum, maka yg dilakukan stop


makan dan minum.

Derajat 2 :

Tugas mandiri : askep meningitis, askep spinal cord injury, askep


cedera kepala. ( dengan jurnal)

Kasus

Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang dengan keluhan tangan dan


tungkai kiri tidak dapat digerakan disertai penurunan kesadaran  2 jam
sebelum masuk rumah sakit ( SMRS). Pasien juga mengalami penurunan
kesadaran secara mendadak. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hemiparese kiri, GCS 8 ( E2V2M4), wajah simetris, vital sign didapatkan :
tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit,suhu tubuh 37 0C,
dan mutah (+). Pasien memiliki riwayat hipertensi tak terkontrol selama 2
tahun. Pasien ini didiagnosis stroke hemoragik. Pasien diberikan terapi
berupa manitol dan kalnex. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan N1,
N2, N5, N8, N9, N10,N11, dan N 12 sulit dinilai, N3,4,6 : pupil isokor 3
mm bulat, posisi sentral refleks cahaya +/+, N7 : wajah simetris. Kaku
kuduk (-), kernig (-), Brudzinsky 1,2(-), reflek fisiologis ka + / ki – dan
reflek patologis -/-. Pada skoring menggunakan algoritma gajah mada
pasien mengarah ke stroke hemoragic. Pada pemeriksaan CT-scan
didapatkan kesan intraventicular hemoragic. Pasien diberikan terapi
medikamentosa berupa IVFD RL gtt XX/mnt, manitol 500 cc, 200-150-150,
inj.ranitidin/ 12 jam., inj.kalnex /8 jam, captropil 25 mg tab 2x1,
paracetamol 500 mg tab 3x1.

A. PENGKAJIAN
1. Data demografi
a) Nama : Tn. T
b) Umur : 50 tahun

43
c) Agama : katolik
d) Pendidikan : SMA
e) Status : sudah menikah
f) Jenis kelamin : laki – laki
g) Pekerjaan : petani
h) No. RM :
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : pasien mengatakan tangan dan
tungkai kiri tidak dapat digerakan.
b) Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. T berumur 50 tahun
datang denga mengalami penurunan kesadaran secara
mendadak. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hemiparese kiri, GCS 8 ( E2V2M4), vital sign
didapatkan : tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi
nadi 80 x/menit,suhu tubuh 370C, dan muntah
(+).Pasien ini didiagnosis stroke hemoragik. Pasien
diberikan terapi berupa manitol dan kalnex. Dari
pemeriksaan neurologis didapatkan N1, N2, N5, N8,
N9, N10,N11, dan N 12 sulit dinilai, N3,4,6 : pupil
isokor 3 mm bulat, posisi sentral refleks cahaya +/+,
N7 : wajah simetris. Kaku kuduk (-), kernig (-),
Brudzinsky 1,2(-), reflek fisiologis ka + / ki – dan
reflek patologis -/-. Pada skoring menggunakan
algoritma gajah mada pasien mengarah ke stroke
hemoragic. Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan
kesan intraventicular hemoragic. Pasien diberikan
terapi medikamentosa berupa IVFD RL gtt XX/mnt,
manitol 500 cc, 200-150-150, inj.ranitidin/ 12 jam.,
inj.kalnex /8 jam, captropil 25 mg tab 2x1,
paracetamol 500 mg tab 3x1 .
c) Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien memiliki
riwayat hipertensi tak terkontrol selama 2 tahun.

44
d) Riwayat Penyakit Keluarga : Tn. T mengatakan
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit stroke.
3. Pengkajian Pola Gordon
a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
DS : Tn. T mengatakan memiliki riwayat hipertensi
yang tak terkontrol selama 2 tahun, dan tidak
memiliki riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan stroke. Pasien juga mengatakan
tidak peduli dengan masalah kesehaatannya dan
jarang periksa ke tenaga kesehatan. Klien tidak
mengonsumsi obat secara teratur.
DO : pasien didiagnosa stroke hemoragik, tekanan
darah pasien : 180/100 mmHg, tangan dan tungkai
kiri tidak dapat digerakan, mengalami penurunan
kesadaran secara mendadak. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya hemiparese kiri, GCS 8
( E2V2M4),Dari pemeriksaan neurologis didapatkan
N1, N2, N5, N8, N9, N10,N11, dan N 12 sulit dinilai,
N3,4,6 : pupil isokor 3 mm bulat, posisi sentral
refleks cahaya +/+, N7 : wajah simetris, Pada skoring
menggunakan algoritma gajah mada pasien mengarah
ke stroke hemoragic. Pada pemeriksaan CT-scan
didapatkan kesan intraventicular hemoragic,
diberikan terapi manitol 500 cc, 200-150-150,
inj.kalnex /8 jam, captropil 25 mg tab 2x1,
paracetamol 500 mg tab 3x1
b) Pola nutrisi dan metabolik
DS : Tn. T mengatakan sebelum sakit ia makan
seperti pada normalnya 1 piring penuh hanya 3 x
sehari tetapi setelah sakit dan terkena stroke ia
mengalami masalah dalam menguyah dan menelan.

45
DO : Tn. T tampak lemah, muntah, Dari pemeriksaan
neurologis didapatkan N5, N9, N10, sulit dinilai.
c) Pola eliminasi
DS : pasien mengatakan sebelum sakit BAB normal
3 x sehari dan BAK tergantung banyaknya minuman
yang dikonsumsi. Dan pasien mengatakan ia tidak
pernah menggunakan enema ataupu segala jenis obat
untuk memperlancar eliminasi urin dan feses.
DO : frekuensi BAB dan BAK tampak normal, dan
pasien tidak bisa mandiri untuk melakukan BAB dan
BAK karena ditemukan adanya hemiparese kiri
dimana dimana tangan dan tungkai kiri tidak bisa
digerakan.
d) Pola aktivitas dan latihan
DS : pasien mengatakan tangan dan tungkai kiri tidak
bisa digerakan.
DO : ditemukan adanya hemiparese kiri, tidak bisa
menggerakan seluruh anggota tubuh, pasien tampak
terbaring lemah di tempat tidur.
e) Pola istirahat dan tidur
DS : pasien mengatakan ia jarang tidur siang sebelum
ataupun setelah terkena stroke. Pasien juga
mengatakan ia tidak pernah mengonsumsi obat untuk
membantu pasien agar tidur.
DO : penurunan kesadaran  2 jam sebelum masuk
rumah sakit ( SMRS), pasien tampak bedrest total.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
DS : pasien mengatakan pandangannya sedikit kabur,
pendengarannya sedikit terganggu.
DO : pupil isokor 3 mm bulat, posisi sentral refleks
cahaya +/+.
g) Pola persepsi dan konsep diri

46
DS : pasien mengatakan ia merasa terganggu dengan
keadaannya sekarang yang terkena stroke.
DO : pasien tampak sedih.
h) Pola peran dan hubungan
DS : pasien mengatakan memiliki hubungan yang
baik dengan orang lain, walaupun dengan keadaan
stroke.
DO : banyak orang yang menerima keadaan pasien.
i) Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien sudah menikah.
j) Pola koping – stress – dan toleransi
DS : pasien mengatakan ia lebih mudah emosi karena
penyakitnya sekarang.
DO : pasien tampak mudah marah.
k) Pola nilai – keyakinan
DS : pasien mengatakan ia sering gereja sebelum
mengalami keadaan karena sakit dan pasien sering
berdoa.
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : lemah
b) Kesadaran : somnolen , GCS 8 ( E2V2M4)
c) TTV : tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi
80 x/menit,suhu tubuh 370C.
d) Kepala : Simetris, tidak ada lesi, kulit kepala kering,
rambut beruban.
e) Mata : pupil isokor 3 mm bulat, posisi sentral refleks
cahaya +/+.
f) Hidung : tidak ada polip, tidak ada cuping hidung.
g) Telingah : Simetris kanan dan kiri, tidak adanya
pengeluaran cairan, tidak adanya benjolan dan
tampak bersih.
h) Mulut : bibir tampak pucat, tidak ada lesi.

47
i) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak
ada peningkatan JVP,tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar getah bening, Kaku kuduk (-),
kernig (-), Brudzinsky 1,2(-), reflek fisiologis ka + /
ki – dan reflek patologis -/-.
j) Dada :
 Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak gerakan
iktus kordis
 Auskultasi : Irama reguler, tidak
ada bunyi jantung tambahan
 Paru-paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding
simetris, takipnea , tidak ada batuk
 Palpasi : Vokal fremitus tidak
bisa dilakukan
 Auskultasi : Terdengar bunyi
gurgling
k) Abdomen
 Inspeksi : Bentuk
simetris, lemas, tidak tampak adanya
distensi
 Palpasi : Tidak teraba adanya
massa
 Perkusi : tidak adanya
bunyi tymphani
 Auskultasi : tidak terdengar
bising usus.
l) Genitalia
 Inspeksi : tampak bersih.
m) Ektremitas : tangan dan tungkai kiri tidak dapat
digerakan.

48
n) Integumen :
 Inspeksi : pucat.
 Palpasi : teraba elastis, turgor baik.
o) Neurologis : N1, N2, N5, N8, N9, N10,N11, dan N
12 sulit dinilai, N3,4,6 : pupil isokor 3 mm bulat,
posisi sentral refleks cahaya +/+, N7 : wajah simetris.
5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pada skoring menggunakan algoritma gajah mada
pasien mengarah ke stroke hemoragic.
b) Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan kesan
intraventicular hemoragic.
6. Terapi
a) medikamentosa berupa IVFD RL gtt XX/mnt,
b) manitol 500 cc, 200-150-150,
c) inj.ranitidin/ 12 jam.,
d) inj.kalnex /8 jam,
e) captropil 25 mg tab 2x1,
f) paracetamol 500 mg tab 3x1
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DO: penurunan Hipertensi Ketidakefektifan
kesadaran, GCS: 8, perfusi jaringa
tekanan darah 180/100 Ruptur pembuluh serebaral
mmHg, frekuensi nadi darah
80 x/menit,suhu tubuh
370C, dan mutah (+). Perdarahan
DS : ada riwayat
hipertensi 2 tahn, Penurunan aliran
darah dan O2

Ketidakefektifan
perfusi jaringa

49
serebaral
2 DO: hemiparese kiri, Ruptur pembuluh Gangguan
DS: tangan dan darah mobilitas fisik
tungkai kiri tidak
dapat digerakan Disfunsi hemifer
disertai penurunan kanan
kesadaran  2 jam
sebelum masuk rumah Kelemahan fisik/
sakit ( SMRS). hemiparese kiri

Gangguan
mobilitas fisik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan aliran darah dan O2 ke otak.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelmahan
fisik

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


keperawatan
Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan 10) Kaji status neurologi 10. U
jaringan serebral keperawatan selama … x 24 k
berhubungan jam, pasien tidak memiliki d
dengan penurunan gangguan pada perfusi jaringan k
aliran darah dan O2 dengan kriteria hasil : 11) Pantau TTV 11. U
di otak - TTV dalam rentang d
normal. 12) Posisikan kepala pasien agak 12. M
- Tidak pucat. tinggi dan dalam posisi m
- Tidak adanya hipoksia. anatomis. s
- Terpenuhinya 13) Pantau status mental dan 13. P

50
kebutuhan 02 LOC : gelisah, mengantuk, s
- Tidak adanya kejang. letargi, ketidaakmampuan p
- Tidak adanya mengikuti perintah, idak
peningkatan TIK responsif.
14) Pantau status jantung secara 14. S
kontinu, observasi untuk j
distrimia. t
p
m
s
15) Posisikan pasien pada posisi 15. M
miring. m
16) Kolaborasi medis dalam 16. A
pemberian obat : m
antikonvulsan dan diuretik (
osmotik (manitol). d
17) Pantau kejang. Beri bantalan 17. K
susuran sisi, dan berikan s
AED yang diprogramkan. M
m
m
18) Ubah posisi pasien setiap 2 18. B
jam, ikuti jadwal yang d
ditetapkan untuk perubahan m
sisi ke sisi dan supinasi ke t
prone. Pertahankan m
kesejajaran tubuh dan m
sokong ekstremitas pada d
posisi yang tepat dengan k
bantal.
Gangguan Setelah dilakukan asuhan 6. Memantau keterbatasan klien 6. T
mobilitas fisik keperawatan selama…. X 24 dalam melakukan kegiatan s
berhubungan jam, diharapkan klien akan sehari – hari. m

51
dengan kelemahan memperlihatkan mobilitas, s
dengan kriteria hasil : 7. Memberikan informasi 7. M
- memperlihatkan mengenai mekanika tubuh, p
penggunaan alat bantu latihan fisik, daan postur u
secara benar dengan tubuh. m
pengawasan. 8. Memberikan terapi latihan 8. M
- Meminta bantuan untuk fisik ( ambulasi dan b
aktivitas mobilisasi, keseimbangan. m
jika perlu. v
- Mampu menyangga BB p
dan meningkatkan m
kemampuan untuk g
mempertahankan m
keseimbangan tubuh. k
- Berpindah dari dan ke 9. Membantu klien dalam 9. M
kursi atau kursi roda. proses perawatan diri : t
berpindah.
10. Kolaborasi : bantu dalam 10. D
menyusun jadwal terapi a
bersama dngan klien. j

52
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah medis
yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa
serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke
mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Pengkajian
yang sangat diperhatikan dalam asuhan keperawatan stroke ini
adalah pemeriksaan fisik 12 saraf kranial. Diagnosa yang dapat
diangkat pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke ini
adalahGangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak
adekuatnya sirkulasi darah serebral, Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit perawatan
diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit
pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan
neuromuskular, Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
trauma neurologis, Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan psikososial dan Resiko tinggi terhadap menelan
behubungan dengan kerusakan neuromuskular.

B. SARAN
Agar pengetahuan tentang “Askep pada Klien Stroke” dapat di
pahami dan dimengerti oleh para pembaca sebaiknya makalah ini di

53
pelajari dengan baik karena dengan mengetahui “Askep pada Klien
Stroke” dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Karena dengan
bertambah nya pengetahuan dan wawasan tersebut maka kita akan
temotivasi lagi untuk belajar menjadi orang yang lebih baik dalam
hal ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joice M Dan Jane Hoakonson Hawks. 2014. Kepeawatan Medikal


Bedah; Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan.Edisi 8. Buku
3.Elsevier. Singapure

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardi. 2015. Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC, cetakan I.
Mediaction.Jogja

LeMone Priscilla, dkk.2020. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah ;


Gangguan Neurologi, Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

54

Anda mungkin juga menyukai