Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KOMUNIKASI PADA PASIEN AMPUTASI

Dosen Pengampu : Ns. Dwin Seprian, M.kep

Di susun oleh kelompok 1 :

1. Firdya nurshina (841201002)


2. Putri frisxkhiya pangesti (841201003)
3. Ristania oasis (841201004)
4. Siti nurfatimah (841201005)
5. Ending dwi lestari (841201006)
6. Dwi rahmadani (841204007)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTIANAK


PRODI DIII KEPERAWATAN SEMESTER 3
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur dengan tulus dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Tugas Makalah dengan judul “Komunikasi Pada Pasien Amputasi”
ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas pendidikan
DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Pontianak. Penulis berterima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Komunikasi bapak Ns. Dwin Seprian, M.Kep Kami juga
berterima kasih kepada para pihak yang mendukung penulisan makalah ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku yang selalu memberi do'a, dukungan dan
semangat tiada henti dan selalu memberi dukungan baik moral maupun material dalam
penyusunan tugas makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya dan semua pihak yang telah memberikan
kesempatan, dukungan dan bantuan menyelesaikan tugas literature ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
kemampuan penulis, namun peneliti berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan. Maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharap saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan Literature ini. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Pontianak, 13 Oktober 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman cover .................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3


A. Pengertian Amputasi .............................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................................... 3
C. Manifestasi Klinis .................................................................................................. 3
D. Anantomi fisiolog .................................................................................................. 3
E. Klasifikasi .............................................................................................................. 4
F. Penatalaksanaan ..................................................................................................... 6
G. Komplikasi ............................................................................................................. 6
H. Pemeriksanaan Penunjang ...................................................................................... 6
I. Cara Berkomunikasi Pada Pasien Yang Mengalami Amputasi .............................. 7

BAB III SKENARIO PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPAUTIK ....................... 9


A. SCENARIO ROLEPLAY
(Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Amputasi ) .................................................. 10

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 15


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran ...................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Amputasi dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti pemotongan
(anggota badan), terutama kaki dan tangan, untuk menyelamatkan jiwa seseorang
(KBBI, 2012). Amputasi sering diperlukan sebagai akibat penyakit vaskuler perifer
progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes mellitus), gangren, trauma (cedera remuk,
luka bakar, luka bakar dingin, luka bakar listrik), deformitas kongenital, atau tumor
ganas. (Brunner, dkk, 2002).
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi,
tergantung dari bagian mana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi
(untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi). Kehilangan alat gerak
tersebut dapat disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir,
ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alat gerak pada tubuh manusia ini diebut
dengan amputasi. (Reksoprodjo S, 2013)
Terdapat berbagai sebab mengapa dilakukan amputasi, 70% amputasi dilakukan
karena penyumbatan arteri yang sebagian besar disebabkan oleh diabetes militus, 3%
amputasi dilakukan karena adanya trauma, 5% amputasi dilakukan karena adanya
tumor dan 5% lainnya karena cacat kongenital. Jumlah kasus amputasi sekitar 158.000
per tahun dari jumlah penduduk 307.212.123 orang di Amerika Serikat. (Raichle, dkk,
2016)
Dampak negatif yang muncul erat kaitannya dengan perubahan psikologis
terhadap pasien tersebut. Proses amputasi ini memunculkan perasaan kehilangan yang
teramat dalam yang berakibat pada hilangnya rasa percaya diri, sehingga banyak yang
kurang semangat dalam menjalani hidup dikarenakan aktivitasnya menjadi terhambat.
Kehilangan rasa percaya diri akan semakin dirasakan terhadap pasien yang sebelumnya
sudah memiliki status sosial yang tinggi sehingga banyak yang kurang semangat dalam
menjalani hidup karena tidak bisa beraktifitas seperti semula akibat kehilangan anggota
gerak badan. Seseorang yang kehilangan bagian tubuh akan menunjukan beberapa
reaksi psikologis, seperti marah, merasa tidak berguna, kecemasan, hingga ada yang
mengalami depresi. Respons ansietas dapat pula merupakan hasil adaptasi klien dengan
perubahan fisik dan lingkungannya. Adaptasi klien dan care giver dapat berupa:
penyesuaian diri, perubahan gaya hidup dan aktivitas yang masih dimungkinkan untuk
dilakukan lagi setelah terjadi gangguan kondisi kesehatannya (Enrico P, 2014).
Edukasi, sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi medis,
tidak hanya diberikan kepada pasien, namun juga kepada keluarga/wali pasien.
Disinilah kemampuan perawat dalam memberikan edukasi yang baik dibutuhkan.
Edukasi yang kurang tepat dapat mengakibatkan kesalahpahaman dan berakhir dengan
pengambilan keputusan yang tidak rasional oleh pasien atau keluarga, baik karena
emosi maupun karena ketidakpahaman. Untuk itu, penulis ingin mengetahui bagaimana
metode edukasi yang paling efisien, baik, dan dapat diterima masyarakat. (Sahu A, dkk,
2016).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan amputasi?
2. Apa etiologi dari amputasi?
3. Apa manifestasi klinis pada pasien amputasi?
4. Bagaimana anatomi fisiologi pada amputasi?
5. Apa saja klasifikasi pada amputasi?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada amputasi?
7. Apa komlikasi pada amputasi?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada amputasi?
9. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien yang mengalami amputasi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umumnya adalah mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang
metode komunikasi yang tepat pada pasien amputasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari amputasi
b. Untuk mengetahui apa etiologi dari amputasi
c. Untuk mengetahui manisfestasi klinis yang timbul akibat amputasi
d. Untuk mengetahui anatomi fisiologi pada amputasi
e. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi pada amputasi
f. Untuk mengetahui penatalaksaan amputasi
g. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada amputasi
h. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada amputasi
i. Untuk mengetahui bagaimana cara berkomunikasi pada pasien yang mengalami
amputasi

D. Manfaat
Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan pengertian, etiologi, manifestasi
klinis, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, penatalaksaan, pemeriksaan
penunjang pada amputasi dan cara berkomunikasi pada pasien amputasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetian Amputasi
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (R. sjamsudiat
& jong, 2014). Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan
pembedahan (Laksman, dkk, 2013). Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau
Sebagian ekstremitas (Engram, 2013).
Amputasi adalah tindakan pengangkatan ekstremitas (alat gerak) yang sudah
mati dan tidak dapat digunakan bersamaan dengan tulangnya. Amputasi dapat diartinya
sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebaian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakal masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang
lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. (schwartz Stures & Spencer, 2016).
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa system
tubuh seperti system integument, system persyarafan, system musculoskeletal dan
system cardiovascular. Lebih lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas. (Asep Setiawan,
dkk, 2017).

B. Etiologi
Penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi adalah pada kondisi (Swearingan
& Pamela L, 2016) :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien
dengan artherosklerosis, diabetes melitus.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
7. Deformitas organ.
8. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury,
seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diesease dan
kelainan kongenital.

C. Manifestasi Klinis
Pada umumnya, pada pasien amputasi akan merasa adanya gangguan harga diri,
nyeri pada bagian amputasi karena adanya gangguan perfusi jaringan dan imobilitas.
(Doengoes & Marilynn E, 2015)

D. Anantomi Fisiologi
Menurut (Syatibi M & Mutdasir, 2012) tulang membentuk rangka penunjang
dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan

3
kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoetik
yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen utama dari
jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringanorganic (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam(hidroksiapatit), yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga
sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yangkaku dan
memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga
menyusuntulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk
anyamnterlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau
sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang
lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan
pada inserasi ligamentumatau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang. Diafisis atau batang, adalah
bagian engahtulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal
yang memiliki kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat
ujung akhir batang.Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang
spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian
epifisis dan diafisis tulang. Padaanak-anak, sumsum merah mengisi sebagian besar
bagian dalam dari tulang panjang, tapi kemudian diganti oleh sumsum kuning siring
dengan semakin dewasanya anak tersebut. Lempeng epifisis adalah daerah
pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang
dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Tulang adalahsuau
jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfatke dalam matriks tulang. Sebagian dari
fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase
alkali di dalam darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang. Osteosit
adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
kemungkinan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Osteoklas mengikis tulang.

E. Klasifikasi
Menurut (Marshall, dkk, 2016) berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah
satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma

4
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim Kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim Kesehatan. Niasanya
merupakan tindakn yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Namun pada umumnya amputasi yang dikenal adalah amputasi terbuka dan
amputasi tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 cm dibawah
potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, mejaga kekuatan otot/
mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan dan persiapan untuk
penggunaan protese (mungkin).

a) Tingkat amputasi (Thomson A, dkk, 2011)


1) Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2) Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau Sebagian dari
jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2
letak amputasi yaitu:
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien
dengan penyakit veskuler perifer.
3) Nekrosis, pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi
konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang
lebih tinggi.
4) Kontraktur, kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan Latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak digerakkan.
5) Neuroma, terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipoyong terlalu rendah
sehingga melekat dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6) Phantom sesation, hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan
masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat

5
diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan
cara kombinasi.

F. Penatalaksanaan
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang protesis yang baik dan berfungsi.
Yujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa
tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan
prosthesis ada 2 perawatan post amputasi yaitu (Markum S, 2017).
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilitas atau tidak. Bila tidak perlu pemasangan segera dengan memperhatikan
jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung
stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan car aini bisa
mencegah edema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut
steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup.
Harus diperhatikan penggunaan elastic verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump di elevasi dengan meninggikan kaki tempat
tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setalah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dresseing dan
pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya memungkinkan.

G. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli
lemak dan sensai phantom limb.
Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah diamputasi selalu terdapat
perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada dan setiap penderita akan
mengalaminya. Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan Sebagian lagi
merasakannya sebagai nyeri.
Rasional untuk fenomena ini tidak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi
potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis,
masalah berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi,
terpai obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma. (Nishikawa Y, dkk, 2015).

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Vitriana, 2012) terdapat pemeriksaan penunjang pre-operasi dan post-
operasi:
1. Pre-operasi
a. CBC (complete blood count) dilakukan untuk mengukur WBC (white blood cell
count), hemoglobin dan hematokrit.
b. Kadar asam serum ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami
gangguan keseimbangan cairan.
c. Waktu pembekuan di order untuk mengetahui penggumpalan darah.

6
d. Analisa urin digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah merah, darah putih,
dan protein yang mengindikasikan protein.
e. Elektrokardiogram untuk mengkaji jantung terhadap tanda-tanda luka atau
iskemik.
f. X-ray dada membantu mengidentifikasi adanya ineksi diparu seperti
pneumonia.
2. Post-operasi
a. CBC (complete blood count) penurunan darah yang tiba-tiba menandakan
hemoragi dan peningkatan sel darah putih yang tiba-tiba mengidentifikasikan
adanya infeksi.
b. Kimia darah: ukuran elektrolit dan pengisian cairan seimbang, selama operasi
klien sering menerima cairan iv.
c. Doppler

I. Cara Berkomunikasi Pada Pasien Yang Mengalami Amputasi


Menurut (Jenkinson, 2017) Cara berkomunikasinya haruslah berhati-hati karena jika
salah sedikit akan menyinggung perasaan klien yang mengakibatkan klien down,
depresi dan marah. Adapun cara lain klien diberikan edukasi mengenai amputasi,
Sebelum melakukan edukasi kepada pasien, perawat sebaiknya melakukan assesmen
kepada pasien dan keluarga/wali. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Keyakinan dan nilai – nilai keagamaan yang dianut pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
3. Hambatan emosional dan motivasi (emosional : depresi, senang, dan marah).
4. Keterbatasan fisik dan kongnitif.
5. Kesediaan pasien untuk menerima informasi.
Hal ini dilakukan agar dokter, perawat, atau staff kesehatan yang lain dapat mengetahui
metode pendekatan yang tepat dan mengetahui apakah pasien maupun keluarga dapat
menerima hasil edukasi dengan baik.
Setelah melalui tahap assemen, akan ditemukan beberapa kondisi. Jika pasien
dalam suasana tenang, maka proses penyampaian edukasi akan mudah disampaikan
baik kepada pasien maupun keluarga. Jika pasien memiliki hambatan fisik (seperti tuna
rungu atau wicara), maka pemberian edukasi dapat diberikan kepada pasien melalui
leaflet dan menjelaskan terlebih lanjut kepada keluarga. Jika ditemukan hambatan
emosional (stress, marah) pada pasien, maka penyampaian edukasi bisa diberikan
kepada pasien secara lebih halus dan juga kepada keluarga/wali. Dan jika pasien
mengalami hambatan bahasa, rumah sakit akan menyediakan petugas translator bahasa,
sesuai bahasa yang dimengerti pasien.
Proses meng-edukasi pasien dan keluarga dimulai dengan menjelaskan indikasi
pasien harus diamputasi sebagian besar pasien harus menjalani prosedur amputasi
dikarenakan Diabetes Melitus (DM) dan kecelakaan. Dokter dan perawat harus
menjelaskan bahwa amputasi merupakan pilihan terakhir jika tidak ada metode
pengobatan lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan bagian tersebut. Penundaan
dan penolakan dari tindakan tersebut dapat menyebabkan peningkatan resiko perluasan
daerah yang harus diamputasi. Dokter perlu menyampaikan bahwa ada

7
prostetis/pengganti organ yang sudah diamputasi, sehingga pasien dapat fungsional dan
produktif.
Edukasi tidak dilakukan secara satu arah, setelah edukasi dilaksanakan, proses
verifikasi harus dilakukan untuk mengetahui apakah pasien atau keluarga sudah
memahami materi yang diberikan. Cara untuk melakukan verifikasi berupa :
a. Jika pasien dalam keadaan tenang, maka dokter dapat menanyakan kembali apakah
ada yang kurang jelas atau ada yang masih dibingungkan. Jika tidak bisa
menyebutkan, bisa digali kembali.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik, maka dokter dapat menanyakan hal yang
masih dibingungkan dari yang dijelaskan kepada keluarga, dan adakah yang masih
kurang jelas pada leaflet kepada pasien.
c. Jika pasien memiliki hambatan mental, maka dokter dapat menanyakan hal yang
masih dibingungkan kepada keluarga maupun kepada pasien jika sudah tenang via
telepon maupun mendatanginya secara langsung.
Jika pasien dan keluarga sudah merasa jelas, dan tidak ada yang ditanyakan,
keputusan pengambilan tindakan diserahkan sepenuhnya kepada pasien dan keluarga.
Jika pasien berumur dibawah 18 tahun, maka keputusan penatalaksanaan berada
ditangan keluarga. Keputusan dari pihak pasien maupun keluarga, baik itu penolakan
atau penerimaan tindakan, harus dibentuk dalam surat atau tulisan medis resmi
(Informed Consent) dan didokumentasikan secara resmi. (Kars S, 2018).

8
BAB III
SCENARIO PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA
PASIEN AMPUTASI

1. Tahap pra interaksi


Pada tahap ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang klien dengan
mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang
yang ada, mengeksplorasi perasaan apa yang ada pada dirinya, membuat rencana
pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan
dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang
ada.

2. Tahap perkenalan atau orientasi


Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum kepada klien,
melakukan validasi (kognitif psikomotor, afektif), mencari kebenaran data yang ada
dengan wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama
kita dengan tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannya,
menanyakan nama kesukaan panggilan klien karena akan mempermudah dalam
berkomunikasi dan lebih dekat menjelaskan tanggung jawab perawat dank lien,
menjelaskan peran kita dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan dan
menjelaskan kerahasiahan.

3. Tahap kerja
Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah memberi kesempatan pada klien
untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurang dimengerti
dalam komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang
baik, dan melakukan kegiatan sesuai dengan renacana.

9
4. Tahap terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah
menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi prosesdan hasil, memberikan
reinforcement yang positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan
kontrak (waktu,tempat dan topic) dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

Perawat 1 : Putri Frisxkhiya Pangesti

Pasien : Siti Nurfatimah

Ayah : Dwi Ragmadani

Perawat 2 : Ristania Oasis

Adik Pasien : Firdya Nur Shina

Ibu : Endang Dwi Lestari

Di rumah sakit Mitra Husada di kamar melati terdapat pasien Ny. S usia 20 tahun adalah
seorang mahasiswa kesehatan disebuah universitas X. Anak dari Bapak D dan Ibu R,
yang telah mengalami kecelakaan kendaraan mobil saat pergi kuliah. Oleh keluarganya
klien dibawa ke rumah sakit. Karena kondisi kaki kanannya yang tidak memungkinkan
dan keadaan lukanya cukup parah maka kaki kanannya harus diamputasi. Karena
kondisi klien saat ini, klien sangat malu dengan keadaan sekarang, klien merasa tidak
berguna lagi.
Klien mengatakan merasa malu dengan kakinya yang sekarang. Klien sering terlihat
menyendiri. Klien tampak sering menunduk. Klien tidak mau melihat kakinya dan tidak
mau menunjukkan kaki kanannya yang diamputasi kepada siapapun.

10
Fase orientasi
Siang hari pukul 08.45, perawat putri mengunjungi pasien Ny. S untuk melakukan
terapi berjalan menggunakan tongkat

Perawat Putri : “Assalamualaikum, Permisi”


Ibu & Ayah Pasien : “ waalaikumsalam silahkan masuk suster”
Perawat Putri :“Perkenalkan saya perawat putri dan ini rekan saya perawat
rista, kami dinas di ruang melati yang akan merawat anak ibu dan bapak pada pagi hari
ini. mohon ijin ya ibu untuk mengobrol langsung dengan anak ibu ”.
Ibu pasien : “silahkan suster”
Perawat Rista :“Siapa nama kakak ? biasanya dipanggil apa ?”

Pasien Siti : “Nama saya siti nurfatimah, biasa di panggil siti”


Perawat Rista : “kakak siti bagaimana kabarnya pada hari ini?”
Pasien Siti : “Allhamdulillah saya sudah membaik”
Perawat Rista : “Syukurlah kalau begitu”
Perawat Putri :“Ibu dan bapak kedatangan kami kemari bertujuan untuk
melakukan terapi menggunakan tongkat kepada pasien siti
apakah ibu menyetujui? waktunya sekitar 15 menit ”
Ayah Pasien : “Baik sus silahkan”
Ibu Pasien : “kamu pasti bisa ya nak, semangat” ( sambil merangkul
anakmya)
Perawat Rista : “Baiklah kalau begitu saya dan perawat putri akan melatih
kakak untuk berjalan dengan menggunakan tongkat bantu jalan,
tujuannya agar kakak bisa terbiasa menggunakan tongkat saat
beraktivitas.” ( Sambil memegang Pundak pasien)
Pasien Siti : “Baik suster, tapi saya malu jika nantinya saya seumur hidup
akan menggunakan tongkat ini” (Sambil melihat kakinya yang
sudah di amputasi)
Perawat Putri :“Kakak jangan malu ya, kakak sudah semaksimal mungkin
untuk melakukan yang terbaik. Kakak tetap harus berfikir positif
dan membuat karya karya agar orang sekitar merasa bangga
memiliki kakak. Kakak harus tetap percaya diri dan harus yakin
kepada allah pasti ada jalan yang terbaik untuk kakak

11
kedepannya ”( Perawat putri sambil mengelus Pundak pasien
siti)

Fase Kerja
Perawat Putri dan Perawat Rista membantu pasien siti untuk berdiri.

Perawat Rista : “Permisi ya kak, mari saya bantu untuk bangun dari tempat
tidurnya ?” ( perawat putri dan perawat endang memegang
pasien siti)
Pasien Siti : “Saya merasa susah untuk bergerak suster”
Perawat Putri : “Pelan pelan ya kak”
Perawat Rista : “kami akan membantu kakak berlatih untuk berjalan agar
terbiasa dan tidak kaku ya kak” ( putri dan rista memegang
pasien siti sambil berlatih berjalan).
Perawat Putri : “kalau boleh tau hobi kakak apa ya?”. ( putri dan rista
memegang pasien siti sambil berlatih berjalan).
Pasien Siti : “hmm saya suka membuat komik dan melukis. Beberapa karya
komik saya juga sudah ada yang di terbitkan”
Perawat Putri : “wahh kakak ini hebat ya, tetap terus berkarya ya kak”

Fase Terminasi
Setelah melakukan kegiatan berlatih berjalan perawat melakukan evaluasi.

Perawat Putri :“Bagus sekali sekarang kakak siti sudah mulai terbiasa untuk
berjalan dan sudah tidak kaku lagi dan untuk kedepannya banyak
berlatih lagi ya kak agar terbiasa. Kakak ,sekarang bagaimana
perasaan kakak setelah kita melakukan kegiatan ini?”
Pasien Siti : iya suster, sudah lebih mendingan jika untuk dibawa berjalan.
Saya merasa mulai terbiasa
Perawat rista : “semoga cepat sembuh ya kak, dan dapat beraktivitas Kembali,
jangan patah semangat ya kak”

12
Perawat mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
dirumah dan Membuat perencanaan pulang bersama keluarga. Perawat Endang
datang ke kamar melati untuk menghampiri keluarga pasien Ny. S

Perawat Rista : “ Assalamualaikum permisi


Ibu pasien : “waalaikumsalam, silahkan masuk suster”
Perawat Rista : “Selamat pagi siang ibu dan bapak maaf menganggu waktunya.
Saya perawat endang datang kemari bertujuan untuk berbincang
dengan keluarga pasien, apakah ibu bersedia? Kira kira
memerlukan waktu 30 menit”
Ibu Pasien : “Baik suster kami bersedia, iya kan pah?”
Ayah Pasein : “Iya mah” ( sambil tersenyum ).
Perawat Rista :“Baik jika ibu dan bapak bersedia, mari ikut saya keruangan
perawat untuk membicarakan keadaan Ny.siti lebih lanjut.”

Setelah sampai di ruangan perawat, Keluarga dan Perawat Rista pun masuk.
Perawat Rista : “Assalamualaikum” ( sambil mengetuk pintu )
Perawat Putri : “waalaikumsalam, silahkan masuk Silahkan duduk ibu, bapak,
dan adek.”
Ayah Pasien : “terima kasih suster.”
Perawat Putri : “apa yang bapak ketahui tentang masalah Ny.S”
Ayah Pasien :“Ya saya tau siti merasa berkecil hati dengan keadaanya
sekarang tetapi saya melihat siti sudah bisa menerima keadannya
saat ini dia sudah mulai tertawa meski keadaanya sudah tidak
memungkinkan lagi.”
Adek Pasien : “suster apakah kakak saya tidak bisa seperti dulu lagi ? saya
sangat merindukan bermain dengan kakak.”
Perawat Putri : “baik ibu, bapak dan adek kalian harus tabah, memang keadaan
siti tidak bisa kembali seperti semula, tapi saya yakin siti ini
orang nya sangat cerdas dan mampu membuat karya-karya yang
baik dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Saya
sarankan agar keluarga dapat membrikan motivasi dan dukungan
13
untuk siti agar tetap semangat menjalani kegiatannya dan tidak
berkecil hati. Untuk adek nanti masih bisa bermain dengan kakak
dan menghiburnya agar tidak sedih lagi.”
Ibu Pasien : “Baik suster, saya sekeluarga pasti akan mendukung kegiatan
siti selagi itu positif.”
Ayah Pasien : “Benar sekali mah ( sambal merangkul istrinya)”
Perawat Putri : “Baik bu, siti ini sudah di perbolehkan pulang dan nantinya siti
akan mendapatkan terapi rutin setiap minggunya. semoga
kedepannya dapat lebih baik lagi.”
Ibu Pasien : “terima kasih banyak ya suster atas bantuan dan doanya. Kalua
begitu saya dan keluarga pamit dulu.”
Perawat Putri : “iya ibu sama-sama.”

Keluarga pasien meninggalkan ruangan dan membawa Ny. S Pulang kerumah

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah pengertian amputasi yaitu tindakan
pengangkatan ekstremitas (alat gerak) yang sudah mati dan tidak dapat digunakan
bersamaan dengan tulangnya. Amputasi dapat diartinya sebagai tindakan memisahkan
bagian tubuh sebaian atau seluruh bagian ekstremitas. Komunikasi pada pasien yang
mengalami amputasi, sebelum melakukan edukasi sebaiknya melakukan assessment
terlebih dahulu setelah melakukan edukasi proses verifikasi harus dilakukan untuk
mengetahui apakah pasien atau keluarga sudah memahami materi yang diberikan.
Proses meng-edukasi pasien dan keluarga dimulai dengan menjelaskan indikasi pasien
harus diamputasi. Dokter dan perawat harus menjelaskan bahwa amputasi merupakan
pilihan terakhir jika tidak ada metode pengobatan lain yang bisa dilakukan untuk
menyelamatkan bagian tersebut. Jika pasien dan keluarga sudah merasa jelas, dan tidak
ada yang ditanyakan, keputusan pengambilan tindakan diserahkan sepenuhnya kepada
pasien dan keluarga. Jika pasien berumur dibawah 18 tahun, maka keputusan
penatalaksanaan berada ditangan keluarga. Keputusan dari pihak pasien maupun
keluarga, baik itu penolakan atau penerimaan tindakan, harus dibentuk dalam surat atau
tulisan medis resmi (Informed Consent) dan didokumentasikan secara resmi.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya Literatur Riview ini bisa disajikan sebagai sumber
data dan informasi dalam penelitian yang sama bagi mahasiswa keperawatan dan bisa
dijadikan salah satu alternatif intervensi yang digunakan di pelayanan kesehatan karena
terbukti efektif memberikan efek pada penurunan ansietas yang dialami oleh pasien
post op amputasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asep Setiawan, Skp, et all, (2017), Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal, Jakarta.
Schwartz Stures dan Spencer, (2016), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Jakarta.
Engram, Barbara (2013), Rencana Asuhan Keperawatan Medical-Bedah, edisi indonesia,
EGC, Jakarta.
Brunner, Lilian S; Suddarth, Doris S (2014), Manual Of Nursing Practice, 4th edition, J.B.
Lippincott Co. Philadelphia.
Reksoprodjo, S; dkk (2013), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Doengoes, Marilynn. E, (2015), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC : Jakarta
R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. (2011), Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC.
Swearingan, Pamela. L (2016), Keperawatan Medical Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Jenkinson E. Examination Of The Rehabilitation Protocol Of Traumatic Transfemoral
Amputees And How To Prevent Bone Mineral Density Loss. 2017.
http://stars.library.ucf.edu/honorstheses/268/.
Kars S, Rs DI, Ii TK, et al. PENERAPAN KOMUNIKASI PASIEN DAN KELUARGA
BERDASARKAN STANDAR KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT (KARS) 2012 DI
RS TK.II PELAMONIA MAKASSAR. Al-Sihah Public Heal Sci J. 2018;1(1):72-84.
Syatibi, M., & Mutdasir. 2012. Terapi Manipulasi Ekstremitas. Poltekes Surakarta jurusan
fisioteraoi Surakarta.
Marshall C, Tarig B., Gerry S. 2016. Amputation and Rehabilitation: Vascular Surgery-II.
Elsevier Journal. March; 34(4): 188 – 191.
Thomson A, Alison S, & Joan P. 2013. Tidy’s Physiotherapy 12th ed. London:
ButterworthHeinemann, Ltd.
Markum, H.M.S. 2017. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nishikawa Y., Tetsuya T., et al. 2015. Immediate effect of passive and active stretching on
Hamstrings. The Society of Physical Therapy Science; 27: 3167–3170.
Enrico, P. 2014. A Manual for the Rehabilitation of People with Limb Amputation. USA:
Department of Defense MossRehab Amputee Rehabilitation Program MossRehab Hospital.
Sahu A, Sagar R, Sarkar S, Sagar S. Psychological effects of amputation: A review of studies
from India. Ind Psychiatry J. 2016. doi:10.4103/0972-6748.196041

16
Laksman, Schaarschmidt M, Lipfert SW, Meier-Gratz C, Scholle HC, Seyfarth A. Functional
gait asymmetry of unilateral transfemoral amputees. Hum Mov Sci. 2013.
doi:10.1016/j.humov.2011.09.004
Raichle, Guyton A.C & Hall, J.E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.11 diterjemahkan
oleh dr.Irawati dkk. Jakarta: EGC.
Vitriana. 2012. Rehabilitasi Pasien Amputasi Bawah Lutut dengan Menggunakan Immediate
Post Operative Prosthetic. [Online].

17

Anda mungkin juga menyukai