Anda di halaman 1dari 9

UJIAN TENGAH SEMESTER

PUBLIC SPEAKING

“ KEGAGALAN DIPLOMASI INDONESIA DAN AUSTRALIA

BALI NINE”

Dosen : Dwi Pela Agustina S.I.Kom., M.A.

Oleh :

NAMA : Nike Natalia

NIM : 18.96.0600

PRODI SI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL

UNIVERSITAS AMIKOM YOGYAKARTA

2020
A. Latar Belakang Kasus Bali Nine
Permasalahan penyalagunaan dan perdagangan ilegal Narkotika dan obat-
obatan terlarang menjadi permasalahan yang terus di tangani setiap Negara di Dunia.
Permasalahan ini menjadi ancaman keamanan dan stabilitas suatu Negara.
Perdagangan narkoba merupakan ancaman yang bersifat internasional, oleh karna itu
penaganan dan kerjasama antar Negara sangat diperlukan dalam menangani kasus
penyalagunaan serta perdagangan narkoba. Berdasarkan laporan Badan Narkotika
Nasional ( BNN) Asia Tenggara merupakan salah- satu penghasil obat terlarang di
dunia. Melihat dari sisi pasar Asia tenggara yang dihuni hampir 500 juta jiwa, yang
menjadikan wilayah ini bukan hanya menjadi produksi besar obat terlarang, namun
juga menjadi wilayah yang potensial bagi produsen dan pengedar obat-obatan
terlarang. Pada 29 april 2015 merupakan salah satu sejarah masa gelap hubungan
antar Australia dan Indonesia pasalnya pada saat ini merupakan pristiwa terjadinya
Eksekusi mati Terpindana kasus perdagangan narkotika yang terjadi di Indonesia.
Peristiwa ini dinamakan Bali nine pasalnya kasus ini terjadi di daerah Bali Indonesia,
penangkapan 9 orang warga Negara asing asal Australia yang kedapatan melakukan
transaksi perdagangan Obat-obatan terlarang. Penangkapan terjadi pada 17 april 2005
di bandara Ngura Raih, Denpasar Dan Kuta. Dalam upaya penyeludupan Heroin
seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia setelah Indonesia mendapatkan informasi
dari polisi federal Australia.
Sebelum terjadi peristiwa eksekusi, pada juli 2007 perdana mentri Australia
Jhon Howard sempat menjalin komunikasi dengan Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono(SBY) terkait sidikat Bali nine dalam upaya permohonan grasi yang
dilakukan 2 dari terpidana pada 2012. Namun, permintaan grasi ini ditolak pada 2014
pada masa jabatan Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2014. Pada tahun 2015
Perdana Mentri Australia yang di pegang oleh Tony Abbot mendekati Presiden Joko
Widodo dalam upaya membatalkan eksekusi dan memberikan pengampunan pada
terpidana asal Australia, namun Proses eksekusi tetap dilakukan pada akhir april
2015. Pemerintah Indonesia juga mendapat kecaman dari pemerintah Australia dan
juga masyarakat Australia melalui aksi didepan KBRI Cenberra dan sosial media
dengan tagar #BoycottBali. Dalam hal ini menggambarkan bahwa pemerintah
Australia gagal dalam upaya diplomasi pembebasan warga negaranya dalam kasus
Bali nine.
B. Analisis Kasus Kegagalan Diplomasi Australia dan Indonesia
Dalam kasus Bali nine yang merupakan pristiwa Eksekusi terpidana
perdagangan dan penyalagunaan narkotika dan obat-obat terlarang. Yang terjadi pada
29 april 2015 yang mana 2 dari terpidana merupakan warga Negara Austarlia. Yang
akhirnya membuat pemerintah Australia melakukan berbagai upaya diplomatic.
Dalam upaya diplomatik yang di usahakan pemerintah Australia terbagi menjadi dua
upaya diplomatic yaitu soft diplomatic dan hard diplomatic.
Soft diplomatic merupakan usaha diplomatic yang dilakukan suatu Negara
dengan usaha membujuk Negara lawanya melalui suatu daya tarik tertentu tanpa ada
unsur paksaan. Dalam upaya diplomatic yang dilakukan Australia kepada Indonesia
diantaranya berupa permintaan Australia yang di wakili oleh Julie Bishop yakni
menukar dua tahanan Australia dengan tiga tahanan Negara Indonesia yang berada di
Australia yang juga terkait kasus narkoba. Dan usaha soft power diplomatic terakhir
pemerintah Australia yaitu melakukan lobi antar lembaga pemerintah.
Hard diplomatic dalam upaya ini pemerintah Australia melakukan usaha
diplomasi dengan keras yaitu pembahasan mengenai pembalasan jasa bantuan yang
diberikan Australia kepada Negara Indonesia pada masa pristiwa bencana alam di
Aceh pada tahun 2004. Selain itu pemerintah Australia juga mengecam akan
melakukan boikot Bali sebagai tempat kunjungan wisatawan terbesar Australia.
Selain itu pemerintah juga melakukan penarikan duta besar Australia dari Indonesia
setelah terjadi Eksekusi terpidana warga Negaranya. Bentuk diplomasi yang
dilakukan oleh Australia dalam tahap pembebasan warga Negara nya kasus Bali nine
ini juga telah menarik perhatian masyrakat internasional seperti PBB, Amnesty
internasional hingga Uni Eropa Keputusan penolakan grasi Pemerintah Indonesia
untuk menyelamatkan dua warga negara Australia yang dieksekusi mati dalam
kasus Bali Nine, merupakan penanda kegagalan Pemerintah Australia dalam
mencapai tujuan diplomasinya untuk menyelamatkan kedua warga negaranya.
Diplomasi Pemerintah Australia dalam kasus Bali Ninedilakukan melalui strategi
smart diplomacy, yang mana merupakan diplomasi yang menggabungkan antara
soft diplomacy dan hard diplomacy untuk mencapai suatutujuan tertentu.
Dalam penolakan grasi dari pemerintah Indonesia kepada dua terpidana kasus
bali nine asal Australia merupakan bagian dari kebijakan luar negeri yang telah
dikeluarkan oleh Presien RI Joko Widodo. Penolakan kebijakan ini sebabkan oleh
beberapa faktor internal maupun eksternal. dalam prespektik actor. Grasi merupakan
merupakan salah satu dari lima hak presiden dibidang Yudikatif (Grasi,Amensi,
Abolisi, Remisi dan Rehabilitasi). Dalam hal ini Grasi hanya bisa diberikan oleh
presiden, oleh karna itu latarbelakang Jokowi sebagai Presiden yang memiliki
wewenang atas pemberian grasi perlu di analisis, analisis mengenai latarbelakang
jokowi meliputi lingkungan di sekeliling Jokowi, prespektif Jokowi terhadap HAM
dan analisis terhadap sikap Kepemimpinan Jokowi.
Analisis menegenai lingkungan Jokowi hadir dari partai yang mengusung
Jokowi. Diketahui bahwa PDI-P dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan
partai yang tidak menyetujui masa pemerintahaan Presiden SBY yang mana
memberikan grasi bebas bersyarat kepada terpidana yang terjerat kasus kejahatan dan
penyeludupan narkoba. Selain kedua partai tersebut diketahui bahwa beberapa tokoh
terdekat Jokowi seperti Jusuf Kalla dan Surya Paloh merupakan tokoh yang tidak
menyetujui kebijakan pada masa pemerintahan SBY yang memberikan grasi bebas
bersyarat kepada terpidana kasus narkotika. Maka dari hasil analisis ini dapat
disimpulkan bahwa lingkungan sekitar Jokowi memang telah menanamkan aturan
hukum yang berat bagi kasus penyeludupan narkoba di Indonesia.
Dalam analisis mengenai prespektif Jokowi terhadap HAM serta analisis
terhadap sikap kepemimpinan Jokowi. Diketahui bahwa jokowi sempat mendapatkan
pertanyaan mengenai komitmen nya dalam menentukan kebijakan HAM sebab ia
tidak mengkonfirmasi mengenai hukuman mati. Selain itu dari analisis sikap
kepemimpinan diketahui bahwa Jokowi merupakan sosok yang tegas serta cepat
bertindak. Kebijakan Jokowi banyak mengarah pada kebijakan domestic
dibandingkan kebijakan nasional. Dari analisis ini lah yang dapat menyimpulkan
bagaimana penolakan grasi terhadapa terpidana dan kegagalan diplomasi oleh
Australia dapat terjadi.
Dalam kasus Bali nine juga menarik opini public yang mana disebabkan hard
diplomatic yang diusahakan Australia yang mana mengungkit mengenai pembalasan
jasa pada masa pristiwa bencana alam di Aceh pada tahun 2004. Pernyataan Perdana
Mentri Australia menyadapat beberapa kritikan dari masyarakat Indonesia terkhusus
masyarakat Aceh yang mengalami dampak langsung dari pristiwa Aceh 2004.
Beberapa opini public menyatakan bahwa pernyataan Perdana Mentri Australia yang
mengungkit mengenai pembalasan jasa tersebut sebagai hal yang kontra produktif dan
juga arogan. Terkait hal tersebut pakar hukum Internasional Indonesia yaitu
Hikmahanto Juwana menyatakan beberapa analisis mengapa tangapan warga Negara
Indonesia mengenai kasus Bali nine bisa sangat reaktif. Analisis yang pertama yakini
menyatakan bahwa peryataan Perdana Mentri Australia memberikan presepsi yang
salah mengenai bantuan pada Aceh tahun 2004. Analisis yang kedua ialah mengenai
status Perdana mentri yaitu Tony Abbott pada saat pemebrian bantuan ke Indonesia
pada masa bencana alam di Aceh belum menjabat sebagai perdana mentri. Besar
analisa kemungkinan dasarnya bantuan Australia pada bencana Tsunami di Aceh
tidak mengharapkan timbal balik yang serupa dari Indonesia, namun kesalahan
besarnya adalah ketika Tony Abbott bantuan tersebut justru digunakan untuk
melakukan pertukaran dengan kasus terpidana.
Dalam kasuslainya upaya diplomatic yang di lakukan Tony Abbott mendapat
perbandingan dengan diplomasi yang dilakukan oleh presiden Filipina Benigno
Aquino III yang telah berhasil membebaskan warga Negaranya dari hukuman
eksekusi (news.asiaone 2015). Diplomasi presiden Aquino dianggap lebih memahami
cara berdiplomatis Asia Tenggara dalam upaya menangani suatu kasus.
a) Hubungan Bilatral Indonesia- Australia
Dalam priode Tony Abbott menjabat sebagai Perdana Mentri merupakan salah satu
priode dimana interaksi antara Indonesia dan Australia banyak mengalami pasang
surut yang begitu signitifikan. Berdasarkan kutipan (internasional.sindonews.com
oleh Muhaimin 2015) setidaknya terdapat lima kontrovesi Tony Abbott dengan
Indonesia yang meliputi; (1) menolak permintaan maaf atas penyadapaan Australia
terhadap Presiden SBY dan ibu Negara Ani Yudhoyono. (2) laporan dari Wikileaks
soal pelaporan dari otoritas Pemerintah Australia untuk mencegah pelaporan
kasus dugaan korupsi multi-juta dollar yang menyangkut nama SBY dan
Megawati Soekarno Putri, (3) Kasus penolakan perahu asylum seeker yang akan
menuju ke Australia yang kemudian dialihkan menuju Indonesia, (4) Kasus
narapidana Bali Nine yang akan dihukum mati dan terakhir adalah (5) Kasus
suap Pejabat Australia dalam kasus penyelundupan perdagangan manusia. Tiga dari
kasus tersebut terjadi sebelum pristiwa hukuman terpidana Bali nine di jatukan.
b) Presespi Negara Asia Tenggara, Narkoba Serious Crime
wilayah Asia Tenggara, hukuman mati terhadap pelaku perdagangan narkotika masih
aktif digunakan oleh setidaknya empat negara yakni: Indonesia, Thailand, Malaysia
dan Singapura(Leechaianan & Longmire, 2013: 116). Keempat negara tersebut dapat
dikatakan sebagai negara retentionist atau negara yang secara kewenangan yudikatif
dan diberdayakan oleh undang-undang domestik memiliki otoritas untuk
menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku drugs trafficker. Salah satu faktor yang
memicu diterapkannya hukuman mati pada keempat negara tersebut disebabkan oleh
peredaran narkoba yang marak di kawasan ‘The Golden Triangel’ (Thailand,
Laos dan Myanmar) yang terkenal sebagai pasar perdagangan opium terbesar kedua
di dunia dalam dunia narkotika. Secara khusus wilayah ‘The Golden Triangel’
tersebut telah memiliki dampak yang signifikan terhadap trend perdagangan
opium secara global. Opium dari wilayah ‘The Golden Triangel’ tersebut
diperdagangkan melalui Timur Tengah dan rute Afrika untuk tujuan AS dan
Eropa.
Selain akibat dari perdagangan opium yang marak di wilayah ‘The
Golden Triangel’, faktor lain seperti meningkatnya beberapa penjualan jenis
narkoba di beberapa negara di Asia Tenggara juga menjadi faktor yang
diperhitungkan. Seperti maraknya penggunaan methamphetamine di Thailand yang
menyebabkan Thailand menjadi negara yang menduduki peringkat tertinggi dalam
penggunaan methamphetamine di dunia, selain itu terdapat pula kasus sejumlah 0,2
persen dari total penduduk Malaysia yang kecanduan opiat, menjadikan kawasan
Asia Tenggara beranggapan bahwa narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa.
Sehingga kemudian negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Singapura dan
Indonesia masih aktif dalam menerapkan hukuman mati bagi terpidana drugs
trafficking dikawasan Asia Tenggara. nilai tentang narkoba dikalangan masyarakat
di wilayah Asia Tenggara tersebutlah yang dalam hal ini mempengaruhi kegagalan
dari diplomasi Australia terhadap Indonesia pada kasus Bali Nine. Australia sudah
sejak lama telah menghapus eksekusi hukuman mati di seluruh wilayah
teritorialnya termasuk dalam hal kejahatan perdagangan narkoba, sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Penghapusan Hukuman Mati Australia atau
The Death Penalty Abolition Act tahun 1973. Penerapan hukum tersebut
membuat Australia dapat dikatakan sebagai negara abolitionistatau negara yang
telah menghapus hukuman mati bagi pengedar narkoba Selama negara-negara di Asia
Tenggara masih menganut hukuman mati bagi narapidana narkoba karena masih
menganggap narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang patut mendapat
hukuman yang berat, maka kecil kemungkinannya pengaruh nilai-nilai penghapusan
hukuman mati dari Australia dapat merubah persepsi masyarakat di wilayah ini,
termasuk Indonesia.
c) Hubungan Negara Pasca kasus Bali nine
Adapun analisa Pemerintah Indonesia terhadap hubungan bilateral
Indonesia dan Australia pasca eksekusi tersebut rupanya berjalan hampir sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari tidak begitu berpengaruhnya ancaman
yang dilakukan oleh Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia dalam
diplomasi yang dilakukannya menjelang ataupun sesudah eksekusi Bali Nine
berlangsung. Seperti halnya ancaman terhadap pengurangan bagi bantuan ekonomi
kepada Indonesia dan ancaman memboikot Bali sebagai tempat Pariwisata bagi
masyarakat Australia. Sedangkan dalam hal ancaman pemboikotan Bali yang
dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop untuk mengurangi
jumlah kunjungan wisatawan Australia ke Bali juga tidak terbukti efektif
dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari data dalam badan statistik pusat provinsi
Bali (bali.bps.go.id 2016) yang menyatakan bahwa wisatawan Australia pada
tahun 2015 dan tahun 2016 tetap menduduki peringkat jumlah wisatawan yang
paling banyakmengunjungi Bali. Dengan presentase sebanyak 24,31% dari jumlah
keseluruhan pengunjung sebanyak 363.780 wisatawan mancanegara terhitung
sampai Desember 2015(bali.bps.go.id,2016)dan 22,50% dari jumlah keseluruhan
pengunjung sebanyak 482.201 wisatawan mancanegara terhitung sampai
September 2016. Terlepas daripada kedua ancaman tersebut, kenyataan bahwa
membaiknya hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia pasca eksekusi
kasus Bali Nine pada dasarnya juga dipengaruhi oleh pergantian Perdana Menteri
Australia dari periode Tony Abott yang berakhir pada September 2015 menjadi
periode Perdana Menteri Malcolm Turnbull.Menurutbeberapa pakar dan ketua
Komisi I DPR-RI Bapak Hanafi Rais, kehadiran Turnbull memiliki pendekatan
yang berbeda dengan kehadiran Tony Abbott, Turnbull dikenal sebagai sosok yang
tidak agresif dalam melakukan pendekatan bilateral. Hal ini juga dibenarkan dalam
analisis yang ditulis oleh Jarrad Harvey(2016) selaku mahasiswa di Departemen
Pemerintahan dan Hubungan Luar Negeri serta Departemen Studi Indonesia di
Universitas Sydney dalam thediplomat.com menyebutkan bahwasannya kunjungan
Malcolm Turnbull tersebut telah membangkitkan tiga aspek dalam hubungan
bilateral Indonesia-Australia yang telah mati suri akibat konflik pasca eksekusi Bali
Nine, yakni aspek politik, perdagangan dan ekonomi serta people-to-people.
C. Solusi
Melihat dari kasus kegagalan diplomasi yang terjadi merupakan gambaran bagaimana
kedua Negara tidak dapat memperoleh jalan tengah dari kasus upaya pembebasan
terpidana. Dalam hal ini yang melatarbelakangi terjadi nya kegagalan diplomati ialah
cara dari Perdana Mentri Tony Abbott mengusahakan kebebasaan warga negaranya
dengan menggunakan bentuk Hard diplomatic yang mana hal ini tentunya memicu
lebih banyak perdebatan antar Negara Australia dan Indonesia dalam upaya mencapai
kesepakatan. Dalam hal ini latarbelakang dari sosok pemimpin Negara Indonesia juga
mempengaruhi persetujuan agrasi dan bagaimana diplomasi yang di usahakan
pemerintah Australia dapat berhasil. Melihat dari analisis pemimpin Jokowi yang
tegas maka diperlukan upaya diplomasi dapat memahami latarbelakang pemimpin
Indonesia terlebih dahulu. Hal ini terbukti dari berhasilnya pemimpin Filipina dalam
melakukan diplomasi dengan Negara Indonesia dalam upaya memberi kebebasan
warga negaranya dari hukuman terpidana mati.

D. Kesimpulan
Kegagalan diplomasi yang terjadi antara Australia merupakan gambaran bagaimana
pemerintah gagal dalam upaya mengusahakan diplomasi dalam memberi agrasi bagi
warga Negara nya yang terpidana mati. Dan melihat dari bentuk geografis Indonesia
yang merupakan bagian dari Asia Tenggara yang merupakan wilayah yang masih
memiliki masalah serius dengan narkoba. Serta beberapa Negara di Asia Tenggara
yang masih memberlakukan hukuman mati bagi penyeludupan Narkotika tentunya
menjadi faktor terberat dalam upaya melakukan diplomasi mengenai agrasi hukuman
terpidana kasus narkoba di Negara ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181121135528-12-348095/memori-atas-
kasus-bali-nine-sindikat-penyelundup-narkoba (diakses pada 18 november 2020)
http://jurnal.idu.ac.id/index.php/JPBH/article/download/337/212 (diakses pada 18
november 2020)
https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/download/10848/pdf(diakses pada 18 november
2020)
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/11/131120_bin_sadap_australi
a(diakses pada 18 november 2020)
https://www.bbc.com/news/blogs-trending-31504579 (diakses pada 18 november
2020)

Anda mungkin juga menyukai