Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan intervensi
verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan bagian dari restraint
fisik  yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang
gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang disebabkan
oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan
gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang
tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian
dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary
edema, atau pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah definisi dari restrain?
2. Bagimanakah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan restrain?
3. Bagaimanakah jenis-jenis dari restrain
4. Bagaimanakah resiko penggunaan restrain pada pasien
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi dari restrain
2. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan restrain
3. Mengetahui jenis-jenis restrain
4. Mengetahui resiko penggunaan restrain pada pasien
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini dapat dimanfaatkan untuk meperluas teori tentang
konsep dasar tentang restrain dalam keperawatan jiwa.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa untuk membantu dalam pengembangan wawasan tentang konsep dasar
restrain dan membantu sebagai refrensi dalam pembuatan tugas tentang konsep dasar
restrain dalam keperawatan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Restrain
Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu, (Stuart, 2001).
Tindakan restrain menurut College of Nurses of Ontario (CNO, 2009)
menggunakan perangkat yaitu tindakan fisik, lingkungan atau kimia yang merupakan cara
untuk mengontrol perilaku atau aktivitas fisik seseorang. Pengekangan fisik berupa meja,
kursi dan tempat tidur yang tidak bisa dibuka oleh klien. Pembatasan lingkungan adalah
mengendalikan gerakan atau mobilitas klien. Restrain kimia adalah pembatasan perilaku
atau gerakan tertentu yang dilakukan dengan cara pemberian obat psikoaktif. Perangkat
tindakan restrain ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Levine & Cartner
dalam Wai Tong, 2005) di Rumah Sakit Jiwa Hongkong menemukan tindakan restrain
melibatkan perangkat yang dirancang untuk membatasi gerakan tubuh pasien, seperti
pemegang tungkai, keselamatan rompi, dan perban. Penggunaannya yang merupakan
intervensi keperawatan disarankan untuk mencegah cedera dan mengurangi agitasi dan
kekerasan, tetapi dapat memiliki merugikan efek fisik dan psikososial pada kedua pasien
dan perawat.
Secara umum, dalam psikiatrik restrain merupakan suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku diluar kendali yang bertujuan untuk memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu (Kandar dkk, 2013). Saat melakukan restrain prosedur setiap rumah sakit harus
memiliki standarisai untuk kode etik dan legal. Restrain merupakan penerapan langsung
kekuatan fisik pada individu tanpa seijin dari individu tersebut yang bertujuan untuk
membatasi gerak dari pasien (Sulistiyowati, 2014). Restrain biasanya digunakan untuk
melindungi pasien dan orang lain saat pengobatan dan terapi verbal tidak mencukupi serta
mengendalikan pasien berpotensi kekerasan.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.
a. Indikasi Penggunaan Restrain
Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam keadaan:
Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi
kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien
agresif atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental. Ketika keamanan
pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa
pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien
dalam pengaruh obat sedasi.
b. Kontraindikasi Pengunaan Restrain
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam
keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melakspasienan prosedur kegiatan. Pasien pasien kooperatif. Pasien pasien memiliki
komplikasi kondisi fisik atau mental Penggunaan teknik pengendalian fisik
(restraint) pada pasien dalam penatalaksanaanya harus memenuhi syarat-syarat yaitu
sebagai berikut: Penjelasan kepada pasien pasien mengapa pengendalian fisik
(restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan kesempatan
kepada pasien untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai
prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin
verbal maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik  pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien pasien dan
pentingnya teknik  pengendalian fisik yang dapat digunakan terhadap pasien
berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya dokumen yang menjelaskan
kepada orang tua pasien pasien maupun pihak keluarga pasien yang bersangkutan
mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan. Adanya
penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan
pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut
telah diaplikasikan secara benar, serta memastikan integritas kulit dan status
neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.
Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga kesehatan
harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian tersebut dapat
dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun keluarga yang bersangkutan,
mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien, mengontrol perilaku pasien, serta
menyediakan dukungan fisik bagi pasien.

2.2 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Restrain


Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter.
Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter
untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam
untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi dilakukan 4 jam untuk
klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-17 tahun. Waktu minimal reevaluasi
oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4 jam untuk usia <17 tahun. Selama
restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi: Tanda-tanda cedera
yang berhubungan dengan restrain : Nutrisi dan hidrasi sirkulasi dan rentang
gerak eksstremitas tanda penting kebersihan  dan eliminasi status fisik dan psikologis
kesiapan klien untuk dibebaskan dari restrain.
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan setiap 1-
2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat
tersebut dipasang dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai,
atau integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat
untuk pasien yang direstrain adalah:
1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic.
2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik bukan
restrain mekanik.
3. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan, minuman dan bantuan
untuk eliminasi, beri pasien dot.
4. Diskusikan kriteria pelepasan restrain .
5. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari kemarahan
psikologik kepada pasien lain.
6. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri pasien lakukan
pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan penggunaan restrain
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengekangan fisik (restrain) pada klien
gangguan jiwa, adalah sebagai berikut:
1. Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri
klien berkurang karena pengekangan.
2. Siapkan jumlah staf yang cukup dengan alat pengekangan yang aman dan nyaman.
3. Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti dan
bukan hukuman.
5. Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.
6. Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur, ikat dengan posisi anatomis, ikatan
tidak terjangkau oleh klien.
7. Lakukan supervisi dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
8. Perawatan pada daerah pengikatan (Pantau kondisi kulit: warna, temperatur,
sensasi; Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap 2
jam; Lakukan perubahan posisi tidur dan periksa tanda-tanda vital setiap 2 jam)
9. Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminaqsi, hidrasi dan kebersihan diri.
10. Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara
bertahap.
11. Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu persatu
secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak kemudian kembali
ke lingkungan semula.
12. Dokumentasikan seluruh tindakan beserta respon klien
Sumber: Lilik Ma'rifatul Azizah (2011) Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik.
Yogyakarta: Graha Ilmu

2.3 Jenis-Jenis Restrain


Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan
alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan
rahang dan mulut pasien.

a) Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien


1. Sheet and ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak
bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan
menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.
2. Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat
tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke
bagian bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur.
Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi
horizontal yang diinginkan.
3. Papoose board  
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak
pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
pasien ditidurkan dalam  posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas
tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali kain
yang besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak
perawatan. Tujuan utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga
supaya pasien pasien tidak terluka saat mendapatkan perawatan.
4. Restraint Mumi atau Bedong
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu
ujungnya dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan
bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan. Lengan
kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik
ke tengah melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi
tubuh bagian kiri. Lengan kiri pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh
pasien, dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci
dibawah tubuh pasien bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik
kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.
5. Restraint Lengan dan Kaki
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk
mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur,
atau untuk memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat restraint yang da di
pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki
sekali pakai, atau dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali
stockinette tipis. Jika restraint jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai
dengan tubuh pasien. Harus dilapisi bantalan untuk mencegah tekanan yang
tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan. Pengamatan ekstremitas
harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan atau
gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat
tidur, karena jika penghalang tersebut diturunkan akan mengganggu
ekstremitas yang sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat menciderai
pasien.
6. Restraint siku
Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau
wajah. Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir
atau agar pasien tidak menggaruk pada kulit yang terganggu. Bentuk
restraint siku paling banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang
cukup panjang untuk mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke
pergelangan tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat
dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan di seputar lengan dan
direkatkan dengan plester atau pin.
7. Pedi-wrap 
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher
sampai pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien
serta menahan gerakan tubuh pasien. Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi
ukuran sesuai dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan gerakan mulut
dan rahang pasien
8. Molt Mouth Prop
Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi
umum untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan
dilakukan. Alat ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak
bisa membuka mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.
Penggunaan molt mouth prop  harus memperhatikan posisi  rahang pasien
saat pasien membuka mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi
temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus memindahkan
molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga lima belas menit
agar rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.
9. Molt Mouth Gags
Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat
digunakan untuk menahan mulut pasien.
10. Tongue Blades
Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan
lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan
a) Pengendalian fisik (physical restraint)  tanpa bantuan alat
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa
menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk
pengendalian yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau
pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan
bentuk  pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat
untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan,
tangan ataupun kaki pasien pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua
pasien pengendalian fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama
dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya
saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien pasien. Cara pengendalian
dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila dibandingkan
dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman apabila
dekat dengan orang tuanya.

2.4 Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang
disebabkan oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint
adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien
pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya
suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis
yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan


menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan
alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan
rahang dan mulut pasien. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
meliputi Sheet and ties, Restraint Jaket, Papoose board  , Restraint Mumi atau Bedong,
Restraint Lengan dan Kaki, Restraint siku, Pedi-wrap , Molt Mouth Prop, Molt Mouth
Gags, Tongue Blades serta pengendalian fisik (physical restraint)  tanpa bantuan alat.
3.2 Saran
Dari makalah yang berjudul restrain diharapkan pembaca dapat memahami lebih
dalam tentang restrain sehingga dapat menerapkan lansung saat melakukan praktik
keperawatan jiwa serta mengetahui fungsi dari restrain sehingga dapat digunakan tepat
sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2000). Synopsis of Psychiatry. New York :
Williams and Wilkins
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed
ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.
Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen (1998). Keperawatan Jiwa : buku saku. Edisi 3.
Jakarta : EGC
http://eprints.umm.ac.id/26032/2/jiptummpp-gdl-diahtriari-38155-2-bab1.pdf diakses pada
tanggal 1 september 2018 pukul 10.00 wita

Anda mungkin juga menyukai