Fiqh Dawah
Fiqh Dawah
Da’wah adalah upaya manusia untuk mengubah diri dan lingkungannya melalui berbagai sarana yang
ada. Da’wah tidak mengandalkan kekuatan di luar upaya manusia sebagai dasar kerjanya
A. PENDAHULUAN
Da’wah adalah upaya manusia untuk mengubah diri dan lingkungannya melalui berbagai sarana yang
ada. Da’wah tidak mengandalkan kekuatan di luar upaya manusia sebagai dasar kerjanya. Hanya saja
seorang yang
beriman meyakini bahwa ada kekuatan-kekuatan di luar kemanusiaannya yang mampu
mempengaruhi kekuatan dirinya
“Adapun orang-orang yang memberi (apa saja yang dimilikinya di jalan Allah) dan bertaqwa dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (husna) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan
pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (Al Lail
ayat 5 - 11). Jadi, sebesar apa pun pemberian al athoo dalam da’wah
maka sebesar itu pula kemudahan al yusroo) yang akan diperoleh dari
Allah dalam upaya meraih cita-cita dan tujuan-tujuan da’wah.
Ekuivalensi (keseimbangan) antara al athoo dan al
yusroo adalah sunnatullah yang tidak bisa dibantah lagi dan hal ini
merupakan sebuah fenomena sejarah yang terang benderang bagi mereka yang
mempelajari dan memahami Al Qur-an. Perhatikanlah nasib perjuangan Rasulullah
SAW dan para sahabatnya yang di antara mereka saling berlomba-lomba memberikan
kontribusinya dalam bentuk apapun di jalan da’wah yang mereka arungi.
Perhatikan pula nasib kaum Nabi Musa AS yang hanya ingin duduk-duduk saja
sementara pemimpin mereka menggadaikan badan dan nyawanya demi cita-cita da’wahnya.
Oleh karena itu, a athoo adalah bentuk al mas-uliyah (tanggung jawab) apabila dipandang dari sisi
bahwa yang diberikan oleh seseorang
adalah sesuatu yang sesungguhnya pemberian Allah SWT jua. Al athoo adalah
bentuk at tadhiyah (pengorbanan) jika dilihat dari sisi bahwa seseorang
memang mempunyai rasa kepemilikan dan kecintaan atas apa-apa yang ada di dalam
genggamannya. Semakin tinggi rasa tanggungjawab dan pengorbanan seseorang
akan semakin besar pula kontribusinya terhadap da’wah Islam.
Kontribusi jiwa (nafs) dapat berbentuk pengorbanan untuk menundukkan dorongan-dorongan nafs-
nya yang memerintahkan kepada fujur dan menyerahkannya kepada ketaqwaan. Sesungguhnya ini
adalah kontribusi yang mendasari seluruh kontribusi lainnya. Seorang harus mengatasi keinginan-
keinginan untuk membesarkan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mau berkorban bagi pihak
lain. Ia harus membebaskan dirinya dari sifat bakhil yang mengungkung jiwanya baik dalam aspek
material maupun non material.
Kontribusi terbesar diberikan seseorang kepada dakwah apabila ia rela tidak saja menundukkan jiwa
kebakhilannya, tetapi bahkan melepas jiwanya itu sendiri dari badannya demi perjuangan dakwah.
Inilah cita-cita terbesar dari seorang pejuang dakwah yang diikrarkannya tatkala ia mulai
melangkahkan kakinya di jalan dakwah : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan AL Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada
Allah ? Maka bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
(At Taubah ayat 111).
Termasuk dalam kontribusi jiwa ini adalah kontribusi waktu (al waqt) dan kesempatan (al furshokh)
yang dimiliki seseorang dalam perjalanan kehidupannya. Waktunya tidak akan dibelanjakan kepada
hal-hal yang tidak memiliki aspek kedakwahan. Ia juga tidak akan menciptakan atau mengambil
kesempatan-kesempatan dalam kehidupannya kecuali yang bernilai akhirat. Sebab hanya dengan
cara itu ia mampu mengisi perjalanan jiwanya dengan tenang sampai nanti Allah SWT memanggil
jiwanya dan menyatakan selamat tinggal kepada raganya yang fana dan akan menjadi tanah
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al Fajr ayat 27 -
30).