Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI KULIAH

PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI

Mata Kuliah/Kelas : Perekonomian Indonesia (EKU 307 (G1))


Dosen Pengampu : Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si.

Oleh :

Adelayde Ronauli Simangunsong (1907531129)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2021
1. Pembangunan Ekonomi dan Otonomi Daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan dipimpin berbagai
macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah–masalah baru dalam lingkungan
pemerintah ataupun lingkungan masyarakat tentu sangat membutuhkan tatanan hukum yang
berbeda dari waktu ke waktu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis
dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan–pembaruan untuk mengatasi berbagai keadaan dan
masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan undang–undang yang
menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
 UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah
otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
 UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis,
membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi istimewa,
dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
 UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
 UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil
dan seluas luasnya.
 UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata
dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas–luasnya dapat
menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi
dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
 UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar
pada format otoda dan substansi desentralisasi).
 UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
 UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22
tahun 1999
 UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah (perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di
bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003 tentang
Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden; UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun
2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara).

2. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem


keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas. PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Dana perimbangan
bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Pinjaman
daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan untuk urusan pemerintahan daerah.
Pendapatan lain-lain bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh
pendapatan lain.

3. Sumber-sumber Penerimaan Daerah


a Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah
daerah (Pemda). Semakin besar PAD yang dimiliki suatu daerah, maka daerah
tersebut akan semakin leluasa dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat. PAD
sendiri dibedakan menjadi 4 jenis yaitu, 1) Pajak daerah, yang terdiri atas pajak hotel,
pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, penerangan jalan, pengambilan bahan
galian golongan C. 2) Retribusi daerah, bersumber dari retribusi parker, retribusi air
minum, serta retribusi pasar. 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah. Hasil pengelolaan
ini dibedakan menjadi 3 yaitu bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD, bagian
laba atas penyertaan modal pada BUMN, dan bagian laba penyertaan modal pada
perusahaan swasta. 4) PAD dari lain-lain milik Pemda misalnya hasil penjualan asset
daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan
ganti rugi daerah dan sebagainya.
b Dana Bagi Hasil (DBH)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.55 tahun 2005 pasal 19 ayat 1,
DBH bersumber dari pajak (PBB, PPh, dan BPHTB) dan sumber daya alam seperti
kehutanan, migas, pertambangan umum, dan pertambangan panas bumi. Adapun
besaran DBH dalam APBD yang ditetapkan setiap daerah adalah sebagai berikut: 1)
Besaran DBH penerimaan Negara dari PBB dengan imbalan 10% untuk setiap daerah
tempat PBB dipungut, 2) Besaran DBH penerimaan BPHTB dengan imbalan 80%
untuk Pemda dan sisanya diberikan kepada Pemerintah pusat, 3) Besaran DBH dari
hasil PPh yang diterima Pemda sebesar 20% dari keseluruhan pungutan, dan 4)
Besaran DBH daru SDA ditetapkan masing-masing sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah guna
membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sebagai upaya pelaksanaan desentralisasi.
Perhitungan DAU yang dilakukan Pemda harus mengikuti beberapa ketentuan antara
lain, 1) DAU ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 25% dari pemerintah dalam
negeri yang ditetapkan dalam APBN, 2) DAU untuk daerah provinsi dan
kebupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari DAU, 3) DAU untuk
setiap daerah ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk setiap daerah yang
ditetapkan dalam APBN dengan porsi masing-masing, 4) Porsi daerah kabupaten/kota
merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota yang berada diseluruh wilayah
Indonesia, dan 5) DAU suatu daerah ditentukan atas dasar besar kecilnya celah fiskal
suatu daerah yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi yang
dimiliki daerah.
d Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu, dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional. Program yang
menjadi prioritas nasional dimuat dalam rencana kerja pemerintah dalam tahun
anggaran kemudian Menteri teknis akan mengusulkan kegiatan khusus yang akan
didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam
Negeri, Menteri Keuangan, dan Bappenas.
e Lain-lain Pendapatan Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan
pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak
meningkat. Hibah kepda daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui
pemerintah pusat. Hibah dituangkan dalam satu naskah perjanjian antar peemerinatah
daerah dan pemberi hibah. Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari
APBN untuk keperluan yang mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional
dan/atau peristiwa yang luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan
menggunkan sumber APBD.

4. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah menerima
sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Sumber
pinjaman daerah dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga
keuangan bank dan non-bank, serta masyarakat. Pinjaman daerah mungkin berupa
pinjaman jangka pendek, menengah atau panjang. Persetujuan DPRD diperlukan untuk
pinjaman jangka panjang dan menengah.

5. Dana Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur. Untuk
mendukung pelaksanaan dekonsentrasi, dibutuhkan dana dekonsentrasi, yaitu dana yang
berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang
dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

6. Dana Tugas Pembantuan


Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabKan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang
berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Pendanaan
Dekon dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang merupakan kewenangan Pemerintah
Pusat di daerah untuk mendukung penguatan dan pemberdayaan peran Gubernur selaku
Wakil Pemerintah Pusat, dan kegiatannya bersifat nonfisik. Pendanaan TP membiayai
kegiatan yang bersifat fisik dan ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala
Daerah Otonom.

7. Masa Depan Otonomi Daerah


Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU 32/2004
merupakan salah satu kebijakan otonomi daerah yang terbaik yang pernah ada di republic.
Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah yang pada
hakikatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat
diharapkan dapat memenuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan
pemerintah negara serta hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai