Anda di halaman 1dari 14

PAJAK

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga
dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak
dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang
ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang dikemukakan
oleh para ahli diantaranya adalah :
 Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
 Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada
Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran
rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.
 Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock
Horace R. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan
yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-
tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor
privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya
pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang
dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan


suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan
timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu
kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut
harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang
sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul
pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Ciri pajak

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai
berikut:
1. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor
swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut
pajak/administrator pajak).
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
4. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulative)

Pajak Penghasilan

Peraturan perundang – undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak


penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah UU Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun
1994. UU Pajak Penghasilan ini dilandasi dengan Fasafah Pancasila dan UUD 1945
yang didalamnya terdapat ketentuanyang menjunjung tinggi hak warga Negara dan
menempatkan kewajibanperpajakan sebagai kewajiban kenegaraaan dan merupakan
sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional
khususnya di bidang ekonomi.
Subjek Pajak

Dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara jelas tentang Subyek
Pajak :
Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.

Subjek Pajak dalam negeri adalah:

 orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;


 orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan;
 orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
 badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya termasuk reksadana.

Setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan
sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan Subjek Pajak.

Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak
termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:

1. dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan


2. dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; dan
3. penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atau Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Subjek Pajak luar negeri adalah:

 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;


 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia;
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

bentuk usaha tetap/ BUT (permanent establishment) adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

1. tempat kedudukan manajemen;


2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
11. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
12. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia.

UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam


negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan
pajaknya, yakni sebagai berikut

Wajib Pajak dalam negeri:


1. dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dan dari luar Indonesia;
2. berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
3. wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT:

pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan


kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun terbatas pada penghasilan
yang bersumber dari Indonesia.

Wajib Pajak luar negeri non-BUT:


1. dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan
di Indonesia;
2. berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3. tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban
pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Yang bukan Subjek Pajak


Dalam Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 1994 dijelaskan tentang pengecualian yang
menjadi Subyek Pajak yaitu :

1. Badan perwakilan negara asing.


2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
bukan warga negara Indonesia; dan
3. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut; serta
4. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
5. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat:
6. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
7. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota.
8. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
9. bukan warga negara Indonesia; dan
10. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Objek Pajak

Dalam pasal 4 UU Nomor 10 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan tentang Objek
Pajak :

Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis


yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi
antara lain:
 Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
 Laba usaha.
 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti:
o keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
o keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
o keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
o keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
o penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
o bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
o dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
o royalti.

o sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

o penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

o keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah


tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
o keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

o selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

o premi asuransi.
o iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
o tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.

Dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas


seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya;
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.

Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas (global


income tax), maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu
tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya
(kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian,
apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau
dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan
dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.

MATERI PRAKTIS

MENGHITUNG PPH PASAL 21

Menghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi

1. PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala;


2. PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas;
3. PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak
merangkap sebagai pegawai tetap,
4. penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur,
5. dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang
menarik dana pensiun. 

Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk
Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala
dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin
dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak
Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.


Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar
oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT
Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari
gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari
gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun
untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke
dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan
sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar
Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran
berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2018 adalah sebagai berikut:

Gaji   3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja       15.000,00
Premi Jaminan Kematian   9.000,00
Penghasilan bruto   3.024.000,00
Pengurangan    
1. Biaya jabatan    
5% x 3.024.000,00 151.200,00  
2. Iuran Pensiun 50.000,00  
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00  
    261.200,00
Penghasilan neto sebulan   2.762.800,00
Penghasilan neto setahun    
12 x 2.762.800,00   33.153.600,00
PTKP    
- untuk WP sendiri 54.000.000  
- tambahan WP kawin 4.500.000  
    58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun   -
PPh terutang   -

Catatan:

 Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara


penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja
sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

PPH BADAN

Pada tahun 2017 Peredaran bruto PT Wali Rp.5.000.000.000 dengan laba bersih
sebelum pajak Rp 600.000.000. PPh psl 25 yang telah dibayar selama tahun 2017
sebanyak Rp 72.000.000 maka besarnya PPh Psl 29 adalah ….

PEMBAHASAN:

Laba bersih sebelum pajak (Penghasilan Kena Pajak) = Rp 600.000.000

Karena peredaran bruto Rp 5.000.000.000 maka Peredaran bruto yang mendapat


fasilitas potongan tariff = Rp 4.800.000.000 (ini sudah ketentuan)
Peredaran bruto yang tidak mendapat fasilitas pot.tarif = Rp 200.000.000 (ini sisa dari
5 milyard)

Kemudian :

PKP yang mendapat fasilitas dihitung sbb

= (4.800.000.000 : 5.000.000.000) x 600.000.000 = 576.000.000

PKP yg TIDAK mendapat fasilitas dihitung

= ( 200.000.000 : 5.000.000.000) x 600.000.000 = 24.000.000

Kemudian :
PPh yang terutang dihitung sbb :

A. 576.000.000 x 12,5% = 72.000.000 (Ket : 12,5% karena


ada fasilitas)
B. 24.000.000 x 25 % (tarif PP No.46 Th.2013) = 6.000.000 (Ket : 25% adalah tarif
sesuai PP)
Jumlah PPh terutang = 78.000.000

Kredit Pajak sbb :

PPh ps 21 = -
PPh ps 22 = -
PPh ps 23 = -
PPh ps 24 = -
PPh ps 25 = 72.000.000 (lihat soal)
Jumlah Kredit Pajak = 72.000.000 _

Jadi PPh yang masih harus disetor (PPH ps 29) = 6.000.000

PENJELASAN :

Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2) dan PP No. 46 Th. 2013 dinyatakan :

1. Untuk Tahun Pajak 2010, 2011, dan 2012 berlaku tarif PPh badan sbb :
12,5% x PKP yang mendapat fasilitas pajak, dan
25 % x PKP yang tidak mendapat fasilitas pajak.
2. PKP yang mendapat fasilitas pajak dipengaruhi oleh peredaran bruto.
3. Peredaran bruto yang mendapat fasilitas pajak maksimal
Rp4.800.000.000,- selebihnya tidak mendapat fasilitas.
4. Oleh karena itu sebelum menghitung PPh terutang harus dihitung PKP
yang mendapat fasilitas dengan rumus : (4.800.000.000 : peredaran
bruto ) x PKP seluruhnya.
5. Jika Peredaran bruto hanya 4.800.000.000 atau kurang, maka otomatif
tarifnya sbb : 12,5% x PKP seluruhnya
6. Jika Peredaran bruto lebih dari 50.000.000.000 (50 milyard), maka
tarifnya sbb :
25% x PKP seluruhnya.

*) Jadi PPh pasal 29 adalah PPh yang masih harus disetor.


Rumusnya = PPh terutang – Kredit pajak
*) Kredit Pajak adalah pajak yang sudah disetor. Misal PPh ps 21, ps 22, ps 23, ps
24 dan ps 25
TEST I : Menghitung pajak terhutang PPh Pasal 21

Berikut data penggajian dari PT ROSALINE pada Tahun 2018 dari data pegawai tersebut saudara
diminta untuk memghitung pajak terhutang (PPh Pasal 21) masing-masing pegawai .
Pergunakan PTKP yang berlaku:
Nama Karyawan Jabatan Tunj Jabatan Gaji Pokok Periode Sex Status

Aladin Direktur 17.000.000 25.500.000 Jan – Des L K/1


Rahmini Wk Direktur 10.000.000 18.000.000 Jan - Des P K/1
Miranda Sales Mngr 7.500.000 12.500.000 Jan – Des P K/2
Dudit Arjaya Staf Admin 0 6.500.000 Jan – Des L TK
Ririe Staf Admin 0 6.500.000 Jan- Des P K/0
Denny Staf Admin 0 6.500.000 Jan - Des L TK

Catatan :
Setelah menyelesaikan test diatas saudara lanjut pada Ujian I dan khusus Ujian II akan
dilaksanakan bila dipandang perlu

UJIAN AKHIRI
Kerjakan dalam kertas doublefollio garis, dan dikumpulkan secepatnya

1. MATERI 1 :DASAR-DASAR PERPAJAKAN


A. Apa definisi Pajak, jeaskan pula unsur-unsurnya!
B. Sebutkan dan Jelaskan macam-macam tarif dalam pajak
2. MATERI 2 :KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN
Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
A. Wajib Pajak
B. Masa Pajak
C. Pajak Terutang
D. NPWP (Pengertian, Fungsi, Hapusnya )

3. MATERI 3 :PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Soal Kasus ( menghitungPPh 21) :
Hitunglah PPh Pasal 21 per 31 Desember 2018 untkpegawai berikut ini:
A. ANAS, Laki-laki, Menikah, memiliki 2 orang anak, mulai bekerja 1 Januari 2012, pada
tahun ini menerima gaji sebulan Rp 9.020.000,setiap tahun menerima THR 1x Gaji
pokok, ANAS ikut program dana pension danmembayar iuran pension sebulan Rp
85.000,
B. HARYONO , Laki-laki, Belum Menikah, mulai bekerja 1 Maret 2017, menerima gaji
sebulan Rp 11.310.000, HARYONO ikut program dana pension dan membayar iuran
pension sebulan Rp 85.000,
C. LISSA , Direktur, Wanita, Menikah, memiliki 3 orang anak, mulai bekerja 3 tahun
yang lalu, setiap bulan menerima: gaji Rp 14.750.000, tunjangan Jabatan perbulan
Rp. 3.500.000, LISSA ikut program dana pension dan membayar iuran pension
sebulan Rp 85.000,
D. JAMES SMITH, laki-laki, mulai bekerja 1 Juli 2018 Ia bekerja di Indonesia sampai 30
Juni 2019 selama tahun 2018 menerima Gaji sebulan Rp 35.000.000, JAMES SMITH
telah menikah, memiliki 1 orang anak

4. MATERI 4 : PPH Badan


Hitunglah PPh Terutang pada tahun 2018 dari wajib pajak badan berikut ini :

A. CV. Abadi pada tahun 2018 membukukan laba usaha sebesar Rp. 752.560.500 dari
peredaran usaha sebesar Rp. 3.529.432.100 sementara pada tahun 2017 perusahan
ini mengalami kerugian Rp. 115.625.000

B. PT Romeo pada tahun 2018 memiliki data keuangan sebagai berikut:


Penjualan : Rp. 52.500.000.000
Harga Pokok Penjualan : Rp. 31.250.500.000
Laba Kotor : Rp. 21.249.500.000
Bi Operasinal : Rp. 14.001.900.000
Laba Sebelum Pajak : Rp. 7.247.600.000

Anda mungkin juga menyukai