Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


TRAUMA KEPALA

Disusun oleh:

1. Sinta Paramita (14.401.19.057)


2. Siti Fatmawati (14.401.19.058)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN – GLENMORE - BANYUWANGI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ENCHEPALITIS

Telah di koreksi dan disetujui pada tanggal ..................................................... oleh:

Pembimbing

(………………………………..)
NIK: ……………………………

Mengetahui,

PJMK MEDIKAL BEDAH 2

HASWITA, S.Kp., M.Kes

NIK: 200903.22

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karuniaNya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma
Kepala. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas. Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi DIII
Keperawatan Rustida Krikilan. Terimakasih kepada bapak/ibu dosen pembimbing yang
membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya
serta jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, harapan kami agar tulisan ini dapat
diterima dan dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Krikilan, 5 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4
B. Batasan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
D. Tujuan ............................................................................................................................ 5
BAB II ....................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 7
A. KONSEP PENYAKIT .................................................................................................. 7
1. Definisi ........................................................................................................................ 7
2. Etiologi........................................................................................................................ 7
3. Tanda dan Gejala ...................................................................................................... 8
4. Patofisiologi ................................................................................................................ 9
5. Klasifikasi................................................................................................................. 14
6. Komplikasi ............................................................................................................... 14
7. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................... 15
B. Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Kepala ....................................................... 16
1. Pengkajian................................................................................................................ 16
3. Intervensi.................................................................................................................. 24
4. Implementasi............................................................................................................ 27
5. Evaluasi .................................................................................................................... 27
BAB III.................................................................................................................................... 29
PENUTUP............................................................................................................................... 29
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 29
B. Saran ............................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
SOAL CEDERA KEPALA ................................................................................................... 31

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada
kepala di Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan
cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun
secara harfiah dua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respons gasglow coma
scale ( GCS ) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala
(Alamsyah, 2013).
Pengelolaan cedera kepala yang baik harus melakukan ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus cedera kepala. Peran perawat sebagai care giver dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan dan melakukan tindakan keperawatan baik
secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tenaga medis lain dalam melakukan
penanganan kasus cedera kepala. Peran perawat sebagai care giver atau pemberi asuhan
keperawatan yaitu perawat memberikan asuhan keperawatan professional kepada pasien
meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi. Selain itu,
perawat melakukan observasi yang kontinu terhadap kondisi pasien, melakukan
pendidikan kesehatan, memberikan informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien
sehingga masalah pasien dapat teratasi. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien
ditujukan agar pasien terbebas dari jatuh dan merasa aman serta nyaman sehingga dapat
mendukung proses penanganan pasien hal ini sesuai dengan fungsi independen perawat
yaitu merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara mandiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Batticaca F. , 2012).
Pengelolaan cedera kepala yang baik dimulai dari tempat kejadian, selama
transportasi, di instalasi gawat darurat, hingga dilakukannya terapi definitif. Pengelolaan
yang benar dan tepat akan mempengaruhi outcome pasien. Tujuan utama pengelolaan
cedera kepala adalah mengoptimalkan pemulihan dari cedera kepala primer dan
mencegah cedera kepala sekunder. Proteksi otak adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan
oleh keadaan iskemia. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang akan
4
menyebabkan penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang akan
menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel. Metode dasar dalam melakukan proteksi
otak adalah dengan cara membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien kasus cedera kepala ringan yang
utama harus ditangani adalah masalah perfusi jaringan serebral yang beresiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan .
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali
bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen ditandai
dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian
jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Muhammad, 2011).
B. Batasan Masalah
Untuk memperkecil angka kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit
agar wabah tidak meluas.
C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Trauma Kepala ?
2. Bagaimana etiologi dari Trauma Kepala ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Trauma Kepala ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Trauma Kepala?
5. Bagaimana klasifikasi dari Trauma Kepala?
6. Bagaimana komplikasi pada Trauma Kepala?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Trauma Kepala ?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma Kepala.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi Trauma Kepala
b. Untuk mengetahui etiologi Trauma Kepala
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala Trauma Kepala
5
d. Untuk mengetahui patofisiologi pada Trauma Kepala
e. Untuk mengetahui klasifikasi Trauma Kepala
f. Untuk mengetahui komplikasi pada Trauma Kepala
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Trauma Kepala

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak. Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Awan Hariyanto, 2015).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala atau tanpa kehilangan kesadaran. Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai
segala perubahan dalam fungsi mental atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke
kepala. Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robekannya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak (Batticaca F. , 2012).
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari: fraktur tengkorak,
komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan perdarahan cerebral
(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak) (Alamsyah, 2013).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma
benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit,
tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
2. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala adalah terjatuh sebanyak 28%, di sebabkan
kecelakaan lalu lintas sebanyak 20% , kecelakaan secara umum 19% , kekerasan 11%
dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama cedera kepala
(Muhammad, 2011).

7
Penyebab cedera kepala adalah tabrakan lalu lintas kendaraan bermotor,
rumah dan kecelakaan kerja, jatuh dan serangan. Kecelakaan sepeda juga merupakan
penyebab umum cedera kepala yang berhubungan dengan kematian dan cacat,
terutama di kalangan anak-anak.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagianbesar terjadi pada kecelakan lalu lintas
(Awan Hariyanto, 2015).
3. Tanda dan Gejala
Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian, menurunnya
kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif yang tinggi, hemiparesis,
kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan bicara,
hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamasi, edema,
peningkatan tekanan intrakaranial yang terjadi dalam waktu singkat (Awan
Hariyanto, 2015).
Tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh
kondisinya
Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan infolunter, kelemahan
secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak, hipotonia.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit
jantung kongenital (abses otak)
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor).
Takikardi, disritmia (pada fase akut)
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d. Higiene
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode
akut)
8
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya berat),
parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan yang terkena, kehilangan sensasi
(kerusakan pada saraf kranial), gangguan dalam penglihatan seperti diplopia (fase
awal dari beberapa infeksi)
Tanda : status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang berat
sehingga menjadi koma, desolusi dan halusinasi/psikosis organik (ensefalitis)
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan diperburuk
oleh ketegangan leher/punggung kaku, nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas,
sakit tenggorokan.
Tanda : tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah, menangis / mengeluh /
mengaduh.
g. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak)
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah (Awan Hariyanto, 2015).
4. Patofisiologi
Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua yang didasarkan pada asumsi
bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan fisik yang lalu diikuti
proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat permanen. Dari
tahapan itu, membagi cedera kepala menjadi dua (Batticaca F. , 2012) :
a. Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat langsung
dari efek mekanik dari luar pada otak yang menimbulkan kontusio dan laserasi
parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba hemisper otak hingga
batang otak.
b. Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartement cairan serebrosspinal (CSS) yang dimulai segera setelah trauma
tetapi tidak tampak secara klinis segera setelah trauma. Cedera otak sekunder
9
ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak, gangguan metabolisme dan homeostatis ion sel otak,
gangguan hormonal, pengeluaran neurotransmitter dan reactive oxygen species,
infeksi dan asidosis. Kelainan utama ini meliputi perdarahan intrakranial, edema
otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kerusakan otak.
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan mati atau
rusak irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel otak disekelilingnya
akan mengalami gangguan fungsional tetapi belum mati dan bila keadaan
menguntungkan sel akan sembuh dalam beberapa menit, jam atau hari. Proses
selanjutnya disebut proses patologi sekunder. Proses biokimiawi dan struktur
massa yang rusak akan menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang
cedera maupun sel yang tidak cedera. Secara garis besar cedera kepala sekunder
pasca trauma diakibatkan oleh beberapa proses dan faktor dibawah ini :
1) Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri dari :
perdarahan intracranial dan edema serebral
2) Iskemik cerebri yang diakibatkan oleh : penurunan tekanan perfusi serebral,
hipotensi arterial, hipertensi intracranial, hiperpireksia dan infeksi,
hipokalsemia/anemia dan hipotensi, vasospasme serebri dan kejang
(Muhammad, 2011).
Proses inflamasi terjadi segera setelah trauma yang ditandai dengan aktifasi
substansi mediator yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, penurunan
aliran darah, dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Hal ini menyebabkan
akumulasi cairan (edema) dan leukosit pada daerah trauma. Sel terbanyak
yang berperan dalam respon inflamasi adalah sel fagosit, terutama sel leukosit
Polymorphonuclear (PMN), yang terakumulasi dalam 30 - 60 menit yang
memfagosit jaringan mati. Bila penyebab respon inflamasi berlangsung
melebihi waktu ini, antara waktu 5-6 jam akan terjadi infiltrasi sel leukosit
mononuklear, makrofag, dan limfosit. Makrofag ini membantu aktivitas sel
polymorphonuclear (PMN) dalam proses fagositosis.
Inflamasi, yang merupakan respon dasar terhadap trauma sangat berperan
dalam terjadinya cedera sekunder. Pada tahap awal proses inflamasi, akan
terjadi perlekatan netrofil pada endotelium dengan beberapa molekul perekat
10
Intra Cellular Adhesion Molecules-1 (ICAM-1). Proses perlekatan ini
mempunyai kecenderungan merusak/merugikan karena mengurangi aliran
dalam mikrosirkulasi. Selain itu, netrofil juga melepaskan senyawa toksik
(radikal bebas), atau mediator lainnya (prostaglandin, leukotrin) di mana
senyawa- senyawa ini akan memacu terjadinya cedera lebih lanjut. Makrofag
juga mempunyai peranan penting sebagai sel radang predominan pada cedera
otak (Muhammad, 2011).

11
Pathway

Trauma kepala Penyebab utama cedera


kepala karena terjatuh,
kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan secara umum,
kekerasan, dan akibat
ledakan
Trauma pada
jaringan lunak
Trauma kepala

Robekan (distorsi) Cedera jaringan


otak

Rusaknya hematoma
jaringan/pembuluh
darah
- Perubahan pada
cairan intra dengan
Luka terbuka ekstra sel →edema
- Peningkatan suplai
darah ke trauma
perdarahan Jaringan sekitar tertekan

Peningkatan
Gangguan suplai Resiko infeksi permeabilitas kapiler
darah
Peningkatan TIK Vasodilatasi arterial
iskemik
Edema otak
Gangguan perfusi
hipoksia jaringan serebral Penekanan vaskuler

nekrosis Nyeri akut

kematian

Rangsangan Merangsang Gangguan Hipoksia Penurunan


akstifitas ke anferior hemisfer jaringan kesadaran
hipotalamus hipofisis motorik

12
Gangguan
persepsi sensori

Hipotalamus Mengeluarkan Penurunan Kesadaran Kekacauan


terviksasi kortukosteroid kesadran dan menurun pola bahasa
tonus otot

Peningkatan hipoventilasi Tidak mampu


Peningkatan Gangguan menyampaika
produksi ADH &
asam lambung mobilitas fisik n pola bahasa
Idesteron

-Pernapasan
dangkal
Retensi Na dan Gangguan
H2O Mual, muntah -Perubahan komunika
anoreksia tekanan darah si verbal

Gangguan Nutrisi kurang


keseimbangan dari kebutuhan Kerusakan
cairan dan
pertukaran gas
elektrolit

Ketidakefektifan
pola napas

13
5. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologi cedera
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1) Trauma tumpul
Contohnya : trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil) dan
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma tembus
Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya.
b. Keparahan cedera : berdasarkan skala koma glasgow (GCS)
1) Ringan : GCS 14-15
2) Sedang : GCS 9-13
3) Berat : GCS 3-8
c. Morfologi
1) Fraktur tengkorak
a) Kranium : linear/stelatum, depresi/nondepresi, terbuka/tertutup
b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa
kelumpuhan nervus VII
2) Lesi intrakranial
a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral
b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus (Arif
Muttaqin , 2012).
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera kepala antara lain :

a. Intracerebral hematoma ( ICH ) adalah pendarahan yang terjadi pada jaringan


otak biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
b. Subdural Hematoma ( SDH ) adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan
jaringan tak, dapat terjadi akut dan kronis.
c. Epidural hematoma (EDH) adalah berkumpulnya darah di dalam ruang epidural
di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering di akibatkan karena
terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah

14
terputus atau rusak (laserasi) dimana arteri ini berada diantara dura meter dan
tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal dan terjadi
hemoragik sehingga menyebabkan penekanan pada otak (Batticaca F. , 2012).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
c. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Kepala
1. Pengkajian
a. Identitas
Keadaan pasien cidera kepala tidak memandang umur, pendidikan, suku,
tetapi pekerjaan bisa menjadi faktor pemicu terjadinya cidera kepala (Batticaca F.
, 2012).
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien-pasien cidera otak/kepala masuk dengan keadaan kecelakaan
lalu lintas, perkelahian,cidera akibat kekerasan, jatuh dan cidera olahraga, anak
dengan ketergantungan (Awan Hariyanto, 2015).
c. Keluhan Utama
Keluhan utama sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
seberapa jauh dampak trauma kepala yang disertai dengan penurunan tingkat
kesadaran (Awan Hariyanto, 2015).
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Tingkat kesadaran atau GCS (<15), konfulsi, muntah, dispneu/
takipneu, sakit kepala, wajah simetris/ tidak, lemah, luka dikepala, paralise,
akumulasi sekret pada saluran nafas/ adanya liquor dari hidung dan telinga
serta kejang.
2) Riwayat penyakit dahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan
maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai riwayat kesehatan menular
3) Riwayat penyakit keluarga
Riyawat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti dapat mempengaruhi
prognosa klien
1) Keadaan Umum
Keadaan umum lemah, tingkat kesadaran composmentsi, apatis,
samnolen, sopor, koma. Biasanya pasien-pasien cidera otak mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS (<15).
16
2) Tanda-Tanda Vital
Biasanya tekanan darah, nadi, dalam rentan normal tetapi pernafasan
(RR) biasanya terjadi dispneu atau takipneu.
3) Body System
a) Sistem pernapasan
Inspeksi : mungkin bentuk dada pada pasien normal, kaji pernafasan
pasien, frekuensi adanya tanda-tanda dispneu, reaksi intercostae, reaksi
suprasternal, pernafasan cuping hidung, ortopnea.
Palpasi : kaji adanya nyeri tekan (iya/tidak), ada tanda-tanda peradangan
(ada/tidak), ekspansi simetris/tidak, taktil vremitus teraba/tidak.
Perkusi : perkusi pertama dilakukan di atas kalvikula dengarkan apakah
terjadi suara resonan (sonor), dullnes (pekak), timpani, hiper resonan, suara
paru yang normal resonan/sonor.
Auskultasi : bunyi nafas normal/tidak, ada bunyi nafas tambahan/tidak, ada
wheezing/tidak, ada ronchi/tidak.
b) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : bentuk dan postur dada simetris/tidak, ada tanda-tanda
pernafasan/tidak, edema ada/tidak.
Palpasi : denyutan apex cordis teraba/tidak.
Perkusi : biasanya suara pekak.
Auskultasi : biasanya terdengar bunyi jantung I/SI (lub) dan bunyi jantung
II/S2 (dup), tidak ada bunyi jantung tambahan S3/S4.
c) Sistem persarafan
Inspeksi : dikaji tingkat kesadaran, tanda rangsangan otak, dan
pemeriksaan saraf otak.
d) Sistem perkemihan
Inspeksi : karakteristik feses (terdapat darah, berbusa, bau busuk),
konstipasi (perubahan diet dan penggunaan antasida).
e) Sistem pencernaan
Inspeksi : ada lesi/tidak, ada bekas operasi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak.
Palapsi : terdapat nyeri tekan ada/tidak.
17
Perkusi : biasanya terdengar tympani
Auskultasi : biasanya bising usus normal
f) Sistem integumen
Inspeksi : warna atau adanya perubahan pigmentasi pada kulit, warna kulit
merata/tidak, ada lesi/tidak, ada ruam pada kulit/tidak, ada jejas/tidak.
g) Sistem muskuloskeletal
Inspeksi : simetris kiri dan kanan/tidak, intergritas kulit baik/tidak,
kekuatan otot penuh/tidak, ada lesi/tidak, ada edema/tidak.
h) Sistem endokrin
Inspeksi : edema (ada/tidak), tumor/benjolan (ada/tidak)
i) Sistem reproduksi
Inspeksi : apakah pasien terpasang kateter/tidak, untuk mengetahui adanya
abnormalitas pada genetalia misal varises, edema, tumor/benjolan, infeksi,
luka/iritasi, pengeluaran cairan/darah.
j) Sistem penginderaan
Inspeksi : katarak (iya/tidak), fungsi pendengaran menurun/tidak.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran
ventrikel pergeseran cairan otak.
b. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
c. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
d. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
e. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
f. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan
batang otak..
g. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme
pada otak.
h. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.

18
i. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh
dalam peningkatan TIK.
j. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
k. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran.
l. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang. (Nurarif, 2016, hal. 40)
5) Penatalaksanaan
a. Farmakologi
(1) Dexamethason/kalmethason 500mg secara bolus atau IV diikuti
dengan dengan 4dd 4mg sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
(2) Metyl prednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg secara
IV
(3) Triamnisolon dengan dosis 6 dd 10 mg secara IV
(4) Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 % melalui IV
(5) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikana makanan lunak.
(6) Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam
kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. (Nurarif, 2016, hal. 30)
b. Gizi Diet
Diet pasien cidera otak / kepala selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000) ataupun diberikan makanan
diet TKTP
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan cedera kepala
ringan yaitu (PPNI T. P., 2017) :
19
a. Resiko perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
Definisi
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Faktor Risiko
1. Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
3. Aterosklerosis aorta
4. Diseksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskuler diseminata
13. Embolisme
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infeksi
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
20
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortic
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endocarditis infeksi
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat
nafas di otak (PPNI T. P., 2017).
Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan Neuromuskuler
6. Gangguan Neurologis (mis. elektroensepalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada Medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
21
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif
1. Dispepsia
Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradypnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes)
Gejala & Tanda Minor
Subjektif
1. Ortopnea
Objektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera Kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullain Bare Syndrome
5. Multiple Sclerosis
6. Myasthenia Gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegi
9. Intoksikasi Alkohol
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (PPNI T. P., 2017).
Definisi
22
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Gangguan kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi yang reversibel,
berlangsung tiba-tiba dan singkat
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala & Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
23
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom coroner akut
5. Glaukoma
3. Intervensi
a. Resiko perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 , 2018).
Intervensi Utama
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial
Tindakan
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan metabolisme,
edema serebral)
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran
menurun)
- Monitor MAP ( Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure ), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure )
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna, konsistensi)
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
24
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat
nafas di otak (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1 , 2018).
Intervensi Utama
Manajemen Jalan Napas
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
Tindakan
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering )
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal )
- Posisikan sem-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
25
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (PPNI, Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 , 2018).
Intervensi Utama
Manajemen Nyeri
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)

26
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjuran memonitor nyeri secara tepat
- Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah melaksanakan tindakan keperawatan


berdasarkan asuhan keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu mengamati
keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien, sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan atau
tindakan, menerapkan etika keperawatan serta mengutamakan kenyamanan dan
keselamatan pasien. Kegiatan yang dilakukan meliputi, melihat data dasar,
mempelajari rencana, menyesuaikan rencana, menentukan kebutuhan bantuan,
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah disusun, analisa
umpan balik, mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standart atau kriteria yang
ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi proses
keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien
yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak, serta ada
tanda atau paraf. Kegiatan yang dilakukan meliputi menggunakan standart
keperawatan yang tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data, membandingkan

27
dengan kriteria dan menyimpulkan hasil yang kemudian ditulis dalam daftar
masalah.

28
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan, Trauma kepala adalah penyebab kematian utama pada
anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja
atau tidak disengaja
Bahwa cedera kepala adalah trauma kepala pada kulit kepala, tengkorak, dan
otak yang terjadi: Baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan
kematiaan. Cidera kepala dibagi menjadi tiga yaitu : cidera otak ringan, sedang dan
berat yang disebabkan oleh adanya trauma pada kepala yang memebus jaringan otak,
efek kekuatan dan energi yang diteruskan dan efek percepatan dan perlambatan
(exelerasi-deselerasi) pada otak. Pasien yang mengalami cidera kepala akan
mengalami gangguan istirahat dan tidur.
Penatalaksanaan dapat dilakukan secara terapy farmakologi (pemberian obat
ex: Dexamethason/kalmethason 500mg secara bolus atau IV) dan nonfarmakologi
(pemberian gizi diet ex: makanan diberikan melalui ngt (2500-3000) ataupun
diberikan makanan diet TKTP), intervensikan diagnosa dengan cara memberikan HE,
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dan ahli gizi, serta melakukan aktivitas lain
sesuai dengan apa yang didiagnosa.
B. Saran
a. Bagi mahasiswa calon perawat diharapkan dapat memahami konsep asuhan
keperawatan cidera kepala dan mengaplikasikannya pada saat bertemu dengan
pasien/klien yang berbeda-beda di rumah sakit nanti.
b. Bagi masyarakat agar melakukan tindakan dengan cepat jika ada pasien yang
terjadi cidera kepala dilingkungan sekitar
c. Bagi institusi agar memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan
makalah.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R. A. (2013). Buku Saku Harrison Kedaruratan Medik. Tangerang Selatan:


KARISMA.

Arif Muttaqin . (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Awan Hariyanto. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Batticaca, F. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

hariyanto, a. (2015). keperawatan medikal bedah 1. jogjakarta: az-ruzzmedia.

Muhammad, J. (2011). Sistem Persyarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen


Publising.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat.

Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. jakarta: internaPublishing.

Suddarth, B. &. (2016 ). Kepererawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. (2011). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika.

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta Timur:
Trans Info Media.

Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Medical Publisher.

30
SOAL CEDERA KEPALA
1. Tn.A mengalami kecelakaan langsung di larikan ke IGD, dalam perjalanan klien
muntah kesadaran menurun >30 menit tapi kurang 24 jam, mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan (bingung). Menurut tanda dan gejala, Tn. A
mengalami?
a. Cedera kepala berat (CKB), GCS:3-8
b. Cedera kepala sedang (CKS), GCS: 9-12
c. Cedera kepala tertutup
d. Cedera kepala terbuka
e. Cedera kepala ringan (CKR), GCS:13-15
Pembahasan : Sudah jelas kenapa Tn. A mengalami cedera kepala sedang karena
klien mengalami penurunan kesadaran >30 menit tapi kurang 24 jam dan pasien
tidak dapat atau dapat menuruti perintah pemeriksa, namun respon yang diberikan
tidak sesuai (bingung).
2. Seorang perempuan berusia 32 tahun, dibawa ke UGD karena kecelakaan mengalami
cedera kepala sedang. Tiba tiba pasien muntah menyembur. Hasil pemeriksaan fisik
TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 86x/menit, frekuensi napas 26x/menit, tingkat
kesadaran apatis, mulut banyak muntahan. Apakah langkah perawat selanjutnya pada
pasien tersebut ?
a. Lakukan suction
b. Kepala dimiringkan
c. Pasang oroparingeal tube
d. Kaji kemampuan bernapas
e. Miringkan pasien dengan log rool
Pembahasan : Pada cedera kepala untuk mengeluarkan muntahan harus dengan cara
meringankan bersamaan dengan badan pasien/log rool untuk mencegah terjadinya
cedera servikal.
3. Menurut mekanisme cedera terdapat tiga mekanisme yag berpengaruh dalam trauma
kepala, salah satunya yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam
misalnya pada saat kepala terbentur adalah..
a. Deformitas
b. Depresi fraktur
31
c. Akselerasi
d. Deselerasi
e. Rotasi
4. Seorang klien yang mengalami pemulihan dari trauma kepala berpartisipasi dalam
asuhan keperawatan. Aktivitas manakah yang menunjukkan pemahaman klien
terhadap upaya pencegahan peningkatan tekanan intracranial ?
a. Mengeluarkan ingus melalui hidung
b. Latihan isometric
c. Batuk sekuat tenaga
d. Menghembuskan nafas saat mengubah posisi
e. Valsava maneuver
Pembahasan : Aktifitas yang meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial secara tidak langsung. Beberapa
contoh aktivitas ini diantaranya latihan isometrik, Valsalva manuver, batuk, bersin,
dan mengeluarkan ingus. Menghembuskan napas saat bergerak di tempat tidur,
membuat celah suara yang mencegah peningkatan tekanan peningkatan tekanan
intratoraks.
5. Trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injuri baik secara langsung disebut trauma ?
a. Trauma abdomen
b. Trauma thorak
c. Trauma servikal
d. Trauma muskulokeletal
e. Trauma kapitis
6. Seorang laki-laki umur 50th, masuk ruang UGD dengan riwayat kecelakaan lalu
lintas. Terdapat darah dimulut dan hidung klien, terdengar suara gurgling saat
bernapas, terdapat battle sign dan racoon eyes. Tanda-tanda vital, TD 90/60 mmHg,
nadi 120x/menit, RR 35x/menit.
Apakah masalah keperawatan yang utama pada klien tersebut ?
a. Pola napas tidak efektif
b. Bersihkan jalan napas yang tidak efektif
c. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
32
d. Kekurangan volume cairan
e. Resiko kekurangan cairan
Pembahasan : opsi jawaban pada kasus di atas semua benar. Tapi yang paling
diprioritaskan adalah Ketidakefektifan jalan nafas. Indikasi jalan nafas tidak
efektif pada kasus seperti yang dijelaskan terdengar gurgling.
7. Seorang perempuan umur 27 tahun dengan hematoma ditemporal dekstra akibat
dipukuli suami, dirawat di UGD dalam kondisi kesadaran menurun. Korban membuka
mata dengan cubitan dikelopak mata, dan mampu menepis cubitan dikelopak mata,
dan mampu menepis cubitan tersebut dengan tangan kanannya dan saat diajak bicara
hanya erangan kesakitan yang keluar dari mulut korban. Berapakah skor GCS pada
pasien tersebut ?
a. E2V4M5
b. E3V2M4
c. E2V3M5
d. E3V2M5
e. E2V2M5
Pembahasan : Sudah jelas kenapa skor GCS nya E2V4M5 karena respon pasien
ketika membuka mata ketika diberikan cubitan dikelopak mata sebagai
rangsangan nyeri, dan mampu menepis cubitan dikelopak mata, dan mampu
menepis cubitan tersebut dengan tangan kanannya dan saat diajak bicara hanya
erangan kesakitan yang keluar dari mulut korban.
8. Dari beberapa cedera yang paling berbahaya di bawah ini adalah
a. Cedera medulla spinalis
b. Cedera fraktur femur
c. Cedera close fraktur
d. Cedera open fraktur humerus
Pembahasan : Karena dampak cedera saraf tulang belakang bergantung pada derajat
kerusakan yang terjadi. Pada cedera ringan, mungkin gangguan pada saraf sensorik
dan motorik belum terjadi. Namun pada cedera saraf tulang belakang yang berat,
dapat terjadi kerusakan saraf yang menyebabkan kelemahan, mati rasa, hingga
kelumpuhan.
9. Penanganan pada cedera kepala di tempat kejadian adalah …
33
a. Kepala ditinggikan
b. Dilakukan head tilt dan chin lift
c. Berikan perban pada bagian spiral
d. Korban di mobilisasi pada papan spiral (punggung) dengan kepala dan leher
dalam posisi netral, untuk mencegah cedera komplit.
10. Di bawah ini merupakan penatalaksanaan dari cedera kepala spinalis fase akut yaitu

a. Pelaksanaan terapi untuk pemulihan terhadap fungsi neurologis
b. Terapi steroid, nomidipin/dopamine untuk perbaikan aliran darah
c. Mempertahankan perfusi jarinagan
d. Dengan imobilisasi kasus cedera tak stabil
e. Tindakan operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi
internal/debridement luka terbuka

34

Anda mungkin juga menyukai