Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

ANALISIS SERAT (SELULOSA DAN LIGNIN)

A. Tujuan
Menganalisis kadar serat (selulosa dan lignin) beberapa bahan pertanian
berdasarkan pada kecepatannya terombak

B. Tinjauan Pustaka
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman.
Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50%
dari berat kering tanaman (Saha, 2004). Selulosa merupakan polimer glukosa
dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa
berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa
terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals
(Perez et al. 2002). Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-
satuan dan mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari
2.000-3.000 glukosa. 6 Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa
merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman yaitu senyawa
polimer glukosa yang tersusun dari nit-unit β-1,4-glukosa yang dihubungkan
dengan ikatan β-1,4-Dglikosida (Han et al., 1995).
Secara ensimatis, perombakan selulosa dilakukan oleh sebuah kompleks
enzim yang disebut dengan ensim selulase. Enzim selulase merupakan salah
satu kelompok enzim yang termasuk dalam suatu sistem yang diproduksi
mikroorganisme dalam degradasi material sel tumbuhan. Enzim ini termasuk
dalam famili glikosil hidrolase. Enzim selulase berperan dalam hidrolisis
selulosa dengan memecah ikatan β-1,4-D-glikosida untuk menghasilkan
oligosakarida maupun glukosa. Selulosa pada lingkungan aerobik akan terurai
menjadi glukosa dan karbondioksida yang akan bergabung ke dalam sel yang
sedang tumbuh, sedangkan selulosa pada lingkungan anaerobik akan terurai
menjadi alkohol dan asam organik (Prihatiningrum, 2002).
Beberapa kelompok mikroba dari jamur dan bakteri mampu menghasilkan
ensim selulase. Bahan organik yang mengandung selulosa merupakan substrat
bagi pertumbuhan bakteri selulolitik, sehingga dimungkinkan bakteri
selulolitik juga terdapat pada kompos yang memiliki kandungan selulosa
yang tinggi. Bakteri selulolitik secara alami terdapat pada lahan pertanian,
hutan, kompos, tanaman yang telah melapuk, atau pada serasah daun (David
et al., 2012). Perombakan selulosa memberikan tambahan kompos dan humus
bagi tanah sehingga bahan organik didalamnya dapat membantu
meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air dan memperbaiki berat
jenis tanah. Kondisi tersebut dapat berpengaruh baik pada pertumbuhan
tanaman (Browning 1967). Perombakan selulosa cenderung cepat karena
struktur senyawa penyusunnya lebih sederhana dibandingkan dengan lignin
(Hasibuan, 2009). Pengomposan merupakan proses perombakan
(dekomposisi) bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan
lingkungan yang terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos
(Murbandono, 2008).
Prinsip kerja analisis selulosa atau gula pereduksi dapat dianalisis secara
kualitatif untuk mengidentifikasi apakah sampel mengandung selulosa atau
tidak dan secara kuantitatif untuk menentukan kadar selulosa yang terbentuk.
Untuk maksud tersebut, analisis selulosa gula reduksi secara kualitatif dapat
dilakukan dengan uji Benedict, uji Fehling, uji Barfoed, uji Tollens, dan uji
Molisch (Mathews, 2000)
Prinsip analisis selulosa / gula pereduksi secara kuantitatif dengan metode
DNS.Metode DNS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk
menentukan kadar gula reduksi. Dalam metode DNS digunakan reagen
dinitro salisilat (DNS). Bahan bahan kimia yang diperlukan untuk membuat
reagen DNS adalah asam 3,5-dinitrosalisilat, NaOH, Na2SO3, Na-K-tartarat,
fenol, dan akuades. DNS merupakan senyawa aromatis yang dapat bereaksi
dengan gula reduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, suatu
senyawa yang mampu menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada
panjang gelombang maksimum 540 nm (Adney and Baker, 2008).
Semakin tinggi kadar gula reduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan
semakin banyak pula molekul asam 3-amino-5- nitrosalisilat yang terbentuk,
sehingga absorbansi sampel akan semakin tinggi. Reaksi antara gula reduksi
dengan DNS merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan
teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu, DNS sebagai oksidator
akan tereduksi membentuk asam 3-amino dan 5- nitrosalisilat. Reaksi ini
berlangsung dalam suasana basa dan suhu tinggi sekitar 90-100 °C. Bila
terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna
kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna
jingga kemerahan (Kusmiati dan Agustini, 2010).
Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik
heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif di antara tiga unit
monomer penyusunnya yaitu p-coumaryl, coniferyl, dan sinapyl alcohol
dalam reaksi yang dimediasi oleh peroksida (Ros et al. 2007). Gullichsen dan
Paulapuro (2000) menyatakan bahwa lignin merupakan polimer amorf
dengan struktur kimia yang jelas berbeda dari komponen makromolekul lain
pada kayu. Berbeda dengan karbohidrat, struktur kimia lignin tidak teratur
yang dapat digambarkan oleh perbedaan komponen strukturalnya yaitu unit
fenilpropana yang tidak terhubung satu sama lain.
Lignin merupakan senyawa aromatik dan material amorf yang terbentuk
dalam dinding sel dan middle lamela (lamela tengah) dalam kayu. Sebagai
suatu polimer kompleks, lignin memiliki berat molekul tinggi yang terbentuk
selama kondensasi dari unit-unit struktural yang mempunyai beberapa tipe
yang sama. Unit-unit struktural tersebut adalah fenilpropana (C6C3) yang
tersubstitusi pada dua atau tiga posisi dalam cincin benzenanya (Browning
1967).
Lignin berdasarkan strukturnya dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
1. Lignin Guaiasil merupakan polimer dari unit koniferil alkohol dan
banyak terkandung dalam kayu daun jarum (softwood) dengan kadar
lignin 23 - 32 % dan terdapat pada kayu daun jarum yang bersifat lebih
homogen yang terutama disusun oleh unit guaiasil sekitar 90 % dan
sisanya para-hidroksi koumaril.
2. Lignin Guaiasil – Siringil merupakan polimer dari unit koniferil alkohol
dan sinapil alkohol bersifat lebih heterogen karena tersusun atas guaiasil
dan siringil. Lignin Guaiasil – Siringil terdapat pada kayu daun lebar
(hardwood) dengan kadar lignin 20 % - 28 % dan juga terdapat pada
kayu tropis dengan kadar lignin 30 % (Achmadi, 1990).
Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan
heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan
tanaman. Lebih dari 30% tanaman tersusun atas lignin yang memberikan
bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap serangga dan
pathogen. Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman,
lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang
melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur
lignoselulosa. Hal tersebut menyebabkan perombakan lignin berlangsung
sangat lambat (Orth et al. 1993).
Perombakan lignin membutuhkan enzim ekstraseluler yang tak spesifik
karena lignin mempunyai struktur acak dengan berat molekul yang tinggi.
Lignin biasanya terakumulasi selama proses perombakan lignoselulosa.
Lignin selain dapat dirombak oleh sekelompok mikroorganisme, dalam
konsisi lingkungan tertentu dapat juga dirombak oleh faktor abiotik seperti
dengan senyawa alkali atau radiasi ultra violet, namun hanya kapang pelapuk
putih yang mampu merombak lignin secara efektif (Blanchette, 1995).
Secara alami, degradasi lignin berjalan sangat lambat sehingga tidak
terlalu berpengaruh terhadap tanah dan tanaman. Akan tetapi, dalam kondisi
yang mendukung degradasi lignin akan menghasilkan senyawa-senyawa
fenolat baik dalam bentuk p-kunmaril, alkohol, koniferil alkohol, dan sinafil
alkohol. Senyawa-senyawa fenolat tersebut dalam konsentrasi tertentu akan
bersifat toksik terhadap tanah dan organisme didalamnya termasuk tanaman
sehingga berpengaruh buruk terhadap tanaman (Crawford, 1981).
Analisis serat dilakukan untuk membuktikan perbedaan
karakteristik dari macam serat seperti selulosa dan lignin. Selulosa adalah
senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam
dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan dan
semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Sedangkan lignin adalah
material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap
degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia (Daulay, 2009).
Analisis serat juga dilakukan dengan berbagai alasan yang mendasar yaitu
untuk mengetahui pengaruh perlakuan fermentasi terhadap kandungan kadar
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Halili, 2014)

C. Prinsip Kerja
1. Alat
a. Kantong plastik
b. Wadah plastik/ember
2. Bahan
a. Daun tanaman
b. Ranting tanaman (daun dan ranting berasal dari tanaman yang sama)
c. Jerami padi
d. Pupuk kendang/kotoran hewan
e. Gula pasir (sebagai bahan yang mudah terombak, untuk memacu
mikroba tumbuh dengan cepat pada awal proses, dikenal sebagai
priming effect)
f. Akuades/air
3. Cara kerja
a. Memotong bahan berupa daun, ranting, dan jerami padi masing-
masing sekitar 3 cm, kemudian menambahkan air sampai kandungan
air mencapai 60% (bila dikepal dengan tangan, maka air tidak keluar
dann bila kepalan dilepas maka adonan akan mekar)
b. Mengambil masing-masing bahan sebanyak 10 genggam, memasukan
dalam kantong plastic, menambahkan sekitar dua genggam pupuk
kendang atau kotoran sapi, menambahkan setengah sendok teh gula
pasir yang dilarutkan dengan sedikit air
c. Mencampur bahan secara homogen
d. Membuat 2 ulangan pada masing masing perlakuan
e. Menutup plastik rapat kemudian melobanginya setiap jarak 2 cm
menggunakan lidi
f. Melakukan pula untuk control: tanpa menambah gula dan kotoran
hewan/pupuk kendang
g. Selanjutnya, menginkubasi selama 4 minggu.
D. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Tabel Pengamatan Inkubasi Tiap Minggu
Waktu Jenis Pengamatan
No. Jenis Bahan Inkubasi Uap Sisa
Suhu warna
(minggu) air bahan
1 Daun +++ ++
Ranting +++ +++
Jerami +++ ++
Kontrol Daun 1 ++ +++
Kontrol Ranting ++ ++
Kontrol Jerami + ++
Daun +++ +
Ranting +++ ++
Jerami 2 +++ +++
Kontrol Daun ++ ++
Kontrol Ranting +++ +++
Kontrol Jerami ++ +
Daun + +
Ranting ++ +
Jerami + +
3
Kontrol Daun + +
Kontrol Ranting ++ +
Kontrol Jerami + +
+++++
Daun + + ++
coklat
4
++++
Ranting ++ + ++
coklat
4 ++++
Jerami + + kuning ++
layu
+++
Kontrol Daun + + hijau +++
kecoklatan
++
Kontrol Ranting + + ++++
Coklat
Kontrol Jerami + + ++ ++++
kuning
terang
Sumber : Praktikum Biokimia 2020
Keterangan :
+ = sangat sedikit
++ = sedikit
+++ = cukup banyak
++++ = banyak
+++++ = sangat banyak
Tabel 3.2 Tabel Pengamatan Inkubasi Tiap 2 Hari
Waktu Jenis Pengamatan
No Jenis
Inkubasi Rata- Sisa
. Bahan Suhu Uap air Rata-Rata warna
(minggu) Rata bahan

Daun ++ +++ ++ - ++ ++ +++ ++ - ++

Ranting ++++ ++++ +++ - ++++ ++++ +++ +++ - +++

Jerami ++ +++ ++ - ++ ++ ++ ++ - ++

Kontrol
++ ++ ++ - ++ +++ +++ +++ - +++
Daun 1

Kontrol
++ +++ +++ - +++ ++ + ++ - ++
Ranting

Kontrol
++ ++ ++ - ++ ++++ ++++ ++++ - ++++
Jerami

Daun 2 +++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ ++ + ++

Ranting ++++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++

Jerami ++ ++ ++ +++ ++ ++ ++ ++ + ++
Kontrol
++ +++ ++ ++ ++ ++++ ++ +++ ++ +++
Daun

Kontrol
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++
Ranting

Kontrol
++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + ++
Jerami

Daun +++ ++ + - ++ + + + - +

Ranting +++ ++ ++ - ++ ++ ++ + - ++

Jerami ++ + + - + ++ + + - +

Kontrol
++ + + - + + + + - +
Daun 3

Kontrol
+++ ++ ++ - ++ + + + - +
Ranting

Kontrol
++ + + - + + + + - +
Jerami

Daun 4 ++ ++ + + + + + + + + +++++ ++

Ranting ++ ++ ++ + ++ + + + + + ++++ ++

Jerami ++ ++ + + ++ + + + + + ++++ ++
Kontrol
+ + + + + + + + + + +++ +++
Daun

Kontrol
+ + + + + + + + + + ++ ++++
Ranting

Kontrol
+ + + + + + + + + + ++ ++++
Jerami

Sumber : Praktikum Biokimia 2020


E. Pembahasan
Pada praktikum analisis serat ini menggunakan metode inkubasi.
Metode inkubasi adalah metode untuk menganalisis kadar serat suatu
bahan pertanian berdasarkan pada kecepatannya terombak. Pada mulanya
sampel dipotong-potong hingga berukuran 3 cm. Kemudian sampel
dibasahi hingga kandungan air mencapai 60%. Sampel dimasukkan
kedalam plastik sebanyak 10 genggam dan diberi perlakuan berupa
pemberian kotoran hewan atau kotoran hewan dan gula pasir dengan
jumlah tertentu. Plastik diikat dan dilubangi dengan jarak 2 cm
menggunakan lidi. Sampel kemudian disimpan dan diamati setiap dua hari
dan seminggu sekali. Aspek yang diamati adalah suhu, uap air, warna pada
akhir pengamatan, dan sisa bahan yang belum terombak pada akhir
pengamatan.
Bahan yang digunakan adalah 3 jenis yaitu daun,ranting dan
jerami.Bahan tersebut masing masing dibuatkan satu kontrol tanpa
campuran yang fungsinya untuk pembanding dari bahan utama yang diberi
campuran kotoran hewan dan air gula. Perbandingan pertama mulai dari
daun dengan kontrol daun yaitu yang diberi campuran berupa air gula dan
pupuk kandang yang dicampur dengan sampel menjadi homogeny
kemudian hasilnya peningkatan suhu cenderung lebih rendah daripada
kontrolnya sehingga tidak sesuai dengan teori yang mengatakan selulosa
pada daun cukup banyak dengan perombakan cukup cepat dan suhu tinggi.
Perbandingan kedua dari ranting dengan kontrol ranting yaitu hasil ujinya
hampir mirip antara yang diberi campuran atau tidak diberi campuran
sama sama tinggi dan uap air yang banyak. Perbandingan bahan terakhir
yaitu jerami dengan kontrol jerami yaitu hasil ujinya cenderung lebih
tinggi dengan campuran daripada yang tidak ada campuran namun jika
disesuaikan dengan teori itu tidak sesuai karena jerami memiliki kadar
serat yang tinggi sehingga suhu yang dihasilkan seharusnya lebih
tinggi.Faktor yang memengaruhi tidak sesuainya dengan teori yaitu
kuantitas sampel yang dipakai tidak seimbang antara yang diberi
campuran dengan yang tidak atau kuantitas sama namun pemberian
terlalu berlebih sehingga mikroba menjadi lebih cepat bertumbuh
berakibat dengan suhu yg lebih cepat naik.
Kecepatan terurainya bahan juga bervariasi antara daun,ranting dan
jerami.Dilihat dari data pengamatan,kecepatan penguraian bahan lebih
cepat jika bahan tersebut diberi campuran dibanding dengan bahan tanpa
campuran. Hal ini berhubungan dengan priming effect,priming effect
sendiri adalah terjadi ketika sesuatu yang ditambahkan ke tanah atau
kompos mempengaruhi laju dekomposisi yang terjadi pada bahan organik
tanah (BO),baik secara positif maupun negatif. Bahan organik sebagian
besar terdiri dari karbon dan nitrogen , jadi menambahkan substrat yang
mengandung rasio nutrisi tertentu terhadap tanah dapat mempengaruhi
mikroba yang melakukan mineralisasi SOM. Pupuk , serasah tanaman ,
detritus , dan eksudat karbohidrat dari akar hidup, berpotensi berpotensi
menjadi dekomposisi SOM positif atau negatif.
Perbandingan pertama dari daun dengan control daun yaitu daun
dengan campuran lebih cepat terurai dengan dibuktikan dengan sisa bahan
yang lebih sedikit dibanding control daun. Perbandingan kedua dari
ranting dengan control ranting yaitu disini sangat mencolok karena dari
control ranting sangat sedikit yang terurai dibanding ranting yang diberi
campuran.Perbandingan terakhir dari jerami dengan control jerami yaitu
sama seperti ranting,control jerami sangat sedikit yang terombak
dibanding jerami yang diberi campuran.Inti dari semua perbandingan
tersebut bahwa bahan yang diberi campuran kotoran hewan dan air gula
akan lebih cepat terurai karena priming effect / pertumbuhan mikroba
pengurai lebih cepat terjadi.
Grafik suhu
3.5
3
banyak + 2.5
2
1.5
1
0.5
0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
waktu pengecekan

Daun Ranting Jerami


K.Daun K.Ranting K.Jerami

Grafik Peningkatan suhu


Dari grafik tersebut dapat dilihat dari daun diawal mengalami
peningkatan namun mengalami penurunan mulai minggu
ketiga.Ranting memiliki suhu tinggi dari minggu pertama namun
mengalami penurunan mulai minggu ketiga. Pada bahanJerami
terbilang tidak terlalu tinggi suhu yang didapat dan bisa dibilang
sedikit stabil dibanding daun dan ranting. Pada control daun
mengalami peningkatan di minggu pertama menuju kedua namun
menurun di minggu ketiga.Pada control ranting grafik pada minggu
awal meningkat namun di minggu ketiga mulai mengalami
penurunan.Terakhir pada control jerami pada minggu awal stabil di
angka 2 namun menurun pada minggu ketiga.Suhu naik di minggu
awal dan menurun di minggu akhir karena faktor cuaca yang
berganti yang berakibat terhadap pertumbuhan mikroba dan waktu
pengecekan sendiri yang kurang disiplin.
Pada sampel daun menunjukan suhu yang tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan sampel lainnya dengan uap air yang tidak terlalu
banyak. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori karena seharusnya jumlah
selulosa pada daun cukup banyak dengan perombakan cukup cepat
sehingga menghasilkan suhu cukup tinggi dan uap air yang tidak sedikit.
Hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh suhu lingkungan yang
cenderung dingin sehingga merubah suhu dan jumlah uap air saat
pengecekkan. Praktikum dilakukan pada dataran tinggi dengan suhu rata-
rata cukup rendah yang mana dapat menurunkan suhu sampel dan
mengurangi jumlah uap air yang dihasilkan saat pengecekkan. Warna dari
sampel daun pada akhir praktikum menunjukkan hampir seluruhnya sudah
berwarna cokelat yang disebabkan oleh proses perombakan dan juga daun
yang mengering. Sisa bahan yang belum terombak cukup sedikit
mengingat warna dari sampel sudah hampir seluruhnya berubah cokelat
serta lebih remah dan hancur. Hasil tersebut sesuai dengan teori mengingat
perombakan yang terjadi pada sampel daun ini cenderung cepat karena
ditambahkan kotoran hewan serta gula yang dapat mempercepat proses
perombakan serat terutama selulosa yang banyak terdapat di daun.
Pada sampel ranting menunjukan suhu yang cukup tinggi dengan uap
air lumayan banyak. Hasil tersebut sesuai dengan teori karena ranting
tanaman mengandung kadar selulosa dan lignin yang cukup tinggi
ditambah dengan campuran kotoran hewan serta gula mempercepat proses
perombakan. Suhu ranting yang cukup tinggi dibandingkan dengan daun
dan jerami dapat disebabkan oleh tekstur permukaan yang kasar dan
bentuk ranting yang lebih besar dari daun dan jerami sehingga suhu
lingkungan yang dingin tidak terlalu menurunkan suhu dari sampel.
Bentuk ranting yang seperti bongkahan dapat sedikit menahan panas
didalamnya sehingga suhu ranting tidak terlalu dingin. Warna ranting pada
akhir praktikum menunjukkan perubahan warna yang cukup signifikan
dengan sisa bahan cukup sedikit. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa
penambahan kotoran hewan dan gula dapat mempercepat perombakan
selulosa dan lignin sehingga warna dari sampel cukup banyak berubah dan
tidak banyak sisa bahan yang belum terombak.
Pada sampel jerami menunjukan suhu yang tidak terlalu tinggi dengan
uap air yang tidak terlalu banyak. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori
dimana jerami mengandung kadar serat yang tinggi sehingga seharusnya
suhu yang dihasilkan cukup tinggi dengan banyak uap air yang disebabkan
oleh proses perombakan yang berlangsung secara cepat. Kadar selulosa
dan lignin yang tinggi seharusnya memperbanyak intensitas proses
perombakan sehingga menghasilkan suhu cukup tinggi dengan uap air
cukup banyak. Hasil tersebut dapat disebabkan karena kegiatan praktikum
dilakukan di dataran tinggi dengan suhu rata-rata relatif rendah sehingga
mempengaruhi suhu dan jumlah uap air pada sampel. Suhu lingkungan
yang rendah akan menurunkan suhu sampel dan menurunkan jumlah uap
air pada saat pengecekkan. Warna jerami pada akhir pengamatan cukup
mengalami banyak perubahan dan menyisakan sedikit bahan yang belum
terombak. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana jerami mengandung
banyak serat baik selulosa maupun lignin dan dengan ditambahkannya
kotoran hewan dan gula semakin mempercepat proses perombakan. Proses
perombakan yang berlangsung cepat terlihat dari sedikitnya sisa bahan
yang belum terombak dan juga warna jerami yang hampir seluruhnya
berubah.
Pada sampel kontrol daun menunjukkan suhu yang cukup rendah
dengan jumlah uap air tidak terlalu banyak. Hasil tersebut sesuai dengan
teori dimana pada sampel ini tidak ditambahkan gula sehingga tidak
memicu priming effect atau pertumbuhan mikroba pada tahap awal
inkubasi.Fungsi air gula sendiri yaitu sumber energy bagi mikroba yang
memacu pertumbuhan mikroba pada awal proses yang disebut priming
effect.Pada sampel kontrol tidak ditambahkan kotoran hewan dan gula
sehingga proses perombakan berlangsung lebih lambat meskipun dengan
jumlah selulosa yang hampir sama. Pada akhir pengamatan sampel kontrol
daun menunjukkan perubahan warna yang tidak terlalu banyak dengan sisa
bahan yang belum terombak cukup banyak. Hasil tersebut cukup sesuai
dengan teori dimana sampel ini tidak ditambahkan kotoran hewan dan gula
sehingga perombakan bahan yang terjadi cukup lambat dibandingkan
dengan sampel daun. Hal tersebut juga menyebabkan sida bahan yang
belum terombak cukup banyak.
Pada sampel kontrol ranting menunjukkan hasil cukup rendah baik
untuk suhu maupun uap air. Hasil tersebut sesuai dengan teori dimana
pada sampel kontrol ranting ini tidak ditambahkan gula sehingga tidak
memicu priming effect atau pertumbuhan mikroba pada tahap awal
inkubasi. Proses perombakan yang terjadi lebih lambat dibandingkan
sampel ranting karena faktor tidak adanya penambahan kotoran hewan dan
gula pasir yang memicu priming effect. Pada akhir pengamatan sampel
control ranting menunjukkan perubahan warna yang sangat sedikit dan
sisa bahan yang belum terombak cukup banyak. Hasil tersebut cukup
sesuai dengan teori karena perombakan yang berjalan lambat
menyebabkan bahan belum terombak dalam kurun waktu tersebut.
Pada sampel kontrol jerami menunjukkan suhu yang cukup rendah
dengan jumlah uap air yang cukup tinggi pada fase awal inkubasi. Hasil
tersebut kurang sesuai dengan teori dimana seharusnya uap air yang
dihasilkan lebih sedikit karena pada sampel kontrol tidak ditambahkan
kotoran hewan dan gula pasir yang memicu priming effect.
Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan karena penempatan sampel
pada saat inkubasi cukup terhimpit oleh sampel lain sehingga saat suhu
lingkungan cukup hangat, uap air yang dihasilkan akan lebih banyak
dibandingkan dengan sampel jerami. Pada akhir inkubasi sampel kontrol
jerami menunjukkan perubahan warna yang sedikit dan sisa bahan yang
belum terombak cukup banyak. Hasil tersebut sesuai dengan teori karena
perombakan yang terjadi pada sampel ini cukup lambat sehingga warna
sampel belum berubah secara total dan masih menyisakan cukup banyak
bahan yang belum terombak. Lambatnya laju perombakan disebabkan
karena tidak ditambahkan kotoran hewan dan gula pasir sehingga tidak
memicu priming effect pada awal inkubasi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa daun, ranting,
dan jerami memiliki kadar serat (selulosa dan lignin) yang tinggi. Hal tersebut
berdasarkan kecepatan perombakan dimana ketiga bahan tersebut mengalami
perubahan warna yang cukup signifikan dan hanya menyisakan sedikit sisa
bahan yang belum terombak. Diantara sampel bukan kontrol, sampel daun
mengalami proses perombakan yang paling cepat, sedangkan proses
perombakan sampel ranting merupakan yang paling lambat meskipun masih
lebih cepat daripada sampel kontrol. Urutan kecepatan perombakan pada
sampel kontrol juga tidak berbeda dimana sampel daun mengalami
perombakan yang paling cepat dan sampel ranting yang paling lambat.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1990. Kimia Kayu. Bahan Pengajaran Universitas Ilmu Hayati.


Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.

Adney, B., and Baker, J. 2008. Measurement of Cellulase Activities-Laboratory


Analytical Procedur (LAP). Technical Report

Blanchette R.A. 1995. Degradation of lignocellulose complex in wood. “ Can. J.


Bot. 73 (Suppl. 1):S999-S1010.

Browning BL. 1967. Methods of Wood Chemistry Volume II. Interscience


Publisher. Wisconsin.

Crawford RL. 1981. Lignin biodegradation and transformation. New York. NY:
John Wiley and Sons.

Daulay, L.R. 2009. Adhesi Penguat Serbuk Pulp Tandan Kosong Sawit
Tersesterifikasi Dengan Matriks Komposit Polietilena: Disertasi. Medan:
Universitas Sumatera Utara

David E. Derek G. 2012. Hidrolisis Selulosa Bagas dengan Enzim Selulase dari
Bekicot (Achatina fulica) untuk Produksi Etanol dengan Zymomonas
mobilis A3. Tesis. Jurusan Magister Kimia. Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.

Gullichsen J dan H Paulapuro. 2000. Chemical Pulping. USA: TAPPI Press.


Halili, Ardiantho. 2014. Kandungan Selulosa, Hemiselulosa Dan Lignin Pakan
Lengkap Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal Dan Urea Mineral
Molases Liquid. Makassar: Skripsi Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.

Han, S.J., Y. J. Yoo, H.S. Kang. 1995. Characterizatin of Bifunctional Cellulase


and its Structural Gene. Chem: J. Biol.

Hasibuan, A. S., 2009. Rancang Bangun dan Pengujian Alat Pencetak Kompos
Dengan Variasi Bentuk Cetakan. Usulan Penelitian, USU.

Kusmiati dan Agustini N.W.S. 2010. Pemanfaatan Limbah Onggok untuk


Produksi Asam Sitrat dengan Penambahan Mineral Fe dan Mg pada
Substrat Menggunakan Kapang Trichoderma Sp dan Aspergillus Niger.
Seminar Nasional Biologi. 856-866.

Mathews, van Holde and Ahern. 2000. Biochemistry, 3rd Edition. San Fransisco.
Benjamin/Cummings, 278-310.

Murbandono, L., 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.

Orth A.B., D.J. Royse, M. Tien. 1993. Ubiquity of lignindegrading peroxidases


among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59:4017-
4023.

Perez, J., Dorado. J., Rubia. T and Martinez. J. 2002. Biodegradation and
Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin.
Anoverview. Int. Microbiol. 5: 53-63.
Prihatiningrum. 2002. Pengaruh Komposisi Tepung Kimpul dan Tepung Terigu
terhadap Kualitas Cookies Semprit. Skripsi, Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.

Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 2007. Fisiologi Tumbuhan, Biokimia


Tumbuhan, jilid 2. Penerjemah: Lukman, D.R. dan Sumaryono.
Bandung: Penerbit ITB

Saha, B.C. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in


Biotechnology. US Government Work. American Chemical Society. 2-
14.
LAMPIRAN

Pengamatan perubahan suhu


Pengamatan perubahan warna
pada sample jerami pada sample daun

Proses pengeringan angin


Pengamatan perubahan warna
semua sample bahan pada sample ranting

Anda mungkin juga menyukai