Week 7 Peran Nasionalisme Dalam Hubungan Internasional
Week 7 Peran Nasionalisme Dalam Hubungan Internasional
Nasionalisme sebagai sistem kepercayaan, ideologi, dan gerakan politik merupakan proses
formatif dalam kreasi dunia kontemporer. Menurut Ignatieff (1993) nasionalisme merupakan
sebuah gagasan yang mengkombinasikan pemikiran politik tentang territorial self-determination,
konsep kultural bahwa bangsa merupakan identitas primer, dan persepsi moral sebagai tolak ukur
kebenaran sebuah tindakan untuk melindungi hak-hak bangsa terhadap yang lain (Wardhani,
2015). Di sisi lain pendapat Mayall (1992) menyatakan nasionalisme adalah sebuah status
pikiran yang mana loyalitas seorang individu benar-benar diarahkan kepada tanah airnya, adanya
sebuah keterikatan emosional.
Landasan nasionalisme terbagi menjadi dua, yaitu civic dan etnik. Civic merupakan landasan
nasionalisme suatu bangsa berdasarkan status kewarganegaraan dalam negara. Dalam konteks
tersebut, rasa kepemilikan bangsa tersebut berlandasakan oleh kewarganegraan dalam negara.
Misalnya, masyarakat Indonesia dipersatukan karena adanya perasaan senasib. Sedangkan etnik,
rasa nasionalisme lahir berlandaskan etnis yang sama yang mana integrasinya terjadi sebatas
lingkup suku. Misalnya, bangsa Kurdi yang tinggal di Turki mengakui diri mereka sebagai
bangsa Turki (Wardhani, 2015).
Peran utama dari nasionalisme ada dua, yaitu sebagai ideologi dan sebuah pergerakan. Pada
intinya, nasionalisme sebagai sebuah ideologi merupakan sebuah moral atau prinsip normatif,
landasan pokok suatu negara, sebuah kepercayaan bahwa bangsa ada secara objektif dan
memiliki hak untuk self-determination (penentuan nasib secara mandiri). Beda lagi dengan
nasionalisme sebagai pergerakan, yang mana self-determination sangat berkaitan erat dengan
kemerdakaan, dapat menghasilkan dua pergerakan, pertama adalah fragmentasi yaitu penarikan
diri dari sebuah entitas politik, dan kedua, unification (penyatuan) proses integrasi seluruh
masyarakat untuk memiliki rasa nasionalisme yang sama dan tinggi terhadap negaranya masing-
masing.
Konsekuensi dari timbulnya dan penyeberan nasionalisme ini telah memperlihatkan perannya
dalam HI, yaitu empat. Pertama, nasionalisme telah menyediakan kumpulan nilai dan sistem
legitimasi baru untuk sistem para negara sehingga mereka dapat mengklaim representasi
kepentingan masing-masing. Kedua, nasionalisme telah berperan sebagai komponen essensial
dalam membangun sebuah negara, membentuk identitas bersama dan menciptakan keberadaan
dalam masyarakat internasional. Ketiga, nasionalisme mendukung penggambaran peta
internasional, dalam artian dapat mendefinisikan batasan teritorial antar tiap negara. Terakhir,
nasionalisme merupakan sumber konflik yang seringkali menimbulkan peperangan. Contoh
nyatanya merupakan Nazi dan kekaisaran Jepang yang menggambarkan nasionalisme sebagai
kekuatan destruktif. Nasionalisme dalam segala bentuknya akan tetap menjadi bagian dari
kehidupan setiap orang dan sistem internasional, karena merupakan identitas sebuah negara,
bagian terpenting dalam hubungan antar negara (Halliday, 1997).
Referensi :
Halliday, J. (1997). “Nationalism” in Baylis, John & Smith, Steve (eds.), The Globalization of
World Politics, 2nd edition, Oxford University Press.
Mayall, J.1994.”Nationalism in the Study of International Relations" in Groom, A.J.R & Light,
M., Contemporary International Relations : A Guide to Theory, Pinter.
Wardhani, Baiq. 2015. Nationalism. Materi disampaikan pada mata kuliah Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga, 12
Oktober 2015.