Anda di halaman 1dari 74

KASUS

Kasus Kata Kunci dan Judul dan Pasal UU/Butir Sanksi Upaya Pencegahan
Peluang Pelanggaran Pedoman Disiplin/Kode Etik
yang dilanggar +
IDENTIFIKASI
1) Industri manufaktur obat Kata kunci: UU No 36 tahun 2009 tentang Sanksi terhadap - Sertifikat CPOB
memiliki Sertifikat CPOB  Sertifikat CPOB Kesehatan pelanggaran menurut UU No. 36 sesuai dengan
untuk sediaan kapsul  sediaan kapsul antibiotikPasal 98 tahun 2009 Pasal 98: sediaan, sehingga
antibiotik, kemudian  Produksi sediaan injeksi (1) Sediaan farmasi dan alat Setiap orang yang industri harus
memproduksi sediaan kesehatan harus aman,
dengan sengaja memproduksi memiliki sertifikat
dengan bahan aktif yang Peluang Pelanggaran: berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan
atau mengedarkan sediaan CPOB untuk sediaan
sama dalam bentuk injeksi Industri memproduksi terjangkau. farmasi dan/atau alat kesehatan yang akan diproduksi
sediaan antibiotik steril (2) Setiap orang yang tidak memiliki
yang tidak memenuhi standar - Industri harus
Industri memproduksi keahlian dan kewenangan dilarang
dan/atau persyaratan keamanan, melakukan registrasi
sediaan non steril mengadakan, menyimpan,
khasiat atau kemanfaatan, dan baru untuk sediaan
mengolah, mempromosikan, dan mutu sebagaimana dimaksud injeksi yang akan
mengedarkan obat dan bahan yang
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat diproduksi
berkhasiat obat. (3) dipidana dengan pidana
(3) Ketentuan mengenai pengadaan,
penjara paling lama 10 (sepuluh)
penyimpanan, pengolahan, promosi,
tahun dan denda paling banyak
pengedaran sediaan farmasi dan alat
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
kesehatan harus memenuhi standar
rupiah).
mutu pelayanan farmasi yang Sanksi terhadap
ditetapkan dengan Peraturan
pelanggaran menurut PP No. 72
Pemerintah. tahun 19998 Pasal 2:
Barangsiapa dengan
PP No 72 Tahun 1998 sengaja memproduksi dan/atau
tentang Pengamanan Sediaan mengedarkan sediaan farmasi
Farmasi Dan Alat Kesehatan berupa obat atau bahan obat
Pasal 2 yang tidak memenuhi
(1) Sediaan farmasi dan alat persyaratan sebagaimana
kesehatan yang diproduksi dan/atau dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
diedarkan harus memenuhi dan ayat (2) huruf a, dipidana
persyaratan mutu, keamanan, dan dengan pidana penjara paling
kemanfaatan lama 15 (lima belas) tahun dan
Pasal 3 pidana denda paling banyak
Sediaan farmasi dan alat kesehatan Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta
hanya dapat diproduksi oleh badan rupiah) sesuai dengan ketentuan
usaha yang teleh memiliki izin usaha dalam dalam Pasal 80 ayat (4)
industri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23
peraturan perundang-undangan yang Tahun 1992 tentang kesehatan.
berlaku. Sanksi terhadap
Pasal 9 pelanggaran menurut PMK No.
(1) Sediaan farmasi dan alat 1010/MENKES/PER/XI/2008
kesehatan hanya dapat diedarkan Dengan tidak mengurangi
setelah memperolah izin edar dari ancaman pidana sebagaimana
Menteri. diatur dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992
PMK No tentang Kesehatan, Kepala
1010/MENKES/PER/XI/2008 Badan dapat memberikan sanksi
tentang Registrasi Obat administratif berupa
Pasal 4 pembatalan izin edar apabila
Obat yang memiliki izin edar harus terjadi salah satu dari hal-hal
memenuhi kriteria berikut: berikut:
Mutu yang memenuhi syarat yang a. Tidak memenuhi kriteria
dinilai dari proses produksi sesuai sebagaimana dimaksud
Cara Pembuatan Obat Yang Baik dalam pasal 4 berdasarkan
(CPOB), spesifikasi dan metoda data terkini.
pengujian terhadap semua bahan b. Penandaan dan promosi
yang digunakan serta produk jadi menyimpang dari persetujuan
dengan bukti yang sahih. izin edar
c. Tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.
PerKaBPOM No d. Selama 12 (dua belas) bulan
HK.03.1.23.10.11.08481 tahun berturut-turut obat yang
2011 tentang Kriteria dan Tata bersangkutan tidak
Laksana Registrasi Obat diproduksi, diimpor atau
Pasal 8 Ayat 1 diedarkan.
Registrasi Obat Produksi Dalam e. lzin lndustri Farmasi, yang
Negeri dilakukan oleh Pendaftar mendaftarkan, memproduksi
yang harus memenuhi persyaratan atau mengedarkan dicabut.
sebagai berikut: f. Pemilik izin edar melakukan
a. Memiliki izin industri farmasi; pelanggaran di bidang
dan produksi dan/atau peredaran
b. Memiliki sertifikat CPOB yang obat.
masih berlaku sesuai dengan Sanksi terhadap
jenis dan bentuk sediaan yang pelanggaran menurut
diregistrasi PerKaBPOM RI No
HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun
2011 Tentang Tata Cara
Sertifikasi Cara Pembuatan Obat
Yang Baik:
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. penghentian
sementara kegiatan;
d. pembekuan
Sertifikat CPOB/CPBBAOB;
e. Pencabutan
Sertifikat CPOB/CPBBAOB;
dan/atau
f. rekomendasi
pencabutan izin industri farmasi;
Sedangkan menurut
PerKaBPOM RI
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun
2011 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat:
a. Peringatan
tertulis
b. Pembatala
n proses registrasi obat
c. Pembekua
n izin edar obat yang
bersangkutan
d. Pembatala
n izin edar obat yang
bersangkutan
Sanksi administratif lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-
undangan
2) Apoteker Pimpinan Industri Kata Kunci: PP 51 Tahun 2009 Tentang Sanksi menurut PMK RI 1. Sarjana kimia dan atau
manufaktur obat Mempekerjakan sarjana Pekerjaan Kefarmasian No sarjana biologi di
memperkerjakan sarjana kimia dan atau sarjana Pasal 9 ayat 1 : Industri farmasi 1799/MENKES/PER/XII/2010 bagian pengawasan
kimia dan atau sarjana biologi di bagian harus memiliki 3 orang Apoteker tentang Industri Farmasi mutu tidak boleh
biologi di bagian pengawasan mutu sebagai penanggung jawab a. Peringatan secara dijadikan penanggung
pengawasan mutu masing-masing pada bidang tertulis jawab, namun dapat
pemastian mutu, produksi, dan b. Larangan dipekerjakan pada
pengawasan mutu setiap produksi mengedarkan untuk sementara posisi lain selain
Sediaan Farmasi waktu dan/atau perintah untuk penanggung jawab.
penarikan kembali obat atau 2. Apoteker Pimpinan
Pelanggaran Pedoman Disiplin bahan obat dari peredaran bagi Industri
Butir ke-3: Mendelegasikan obat atau bahan obat yang tidak memperkerjakan satu
pekerjaan kepada tenaga kesehatan memenuhi standar dan orang apoteker yang
tertentu dan/ atau tenaga-tenaga persyaratan keamanan, ditunjuk sebagai
lainnya yang tidak memiliki khasiat/kemanfaatan, atau mutu; peanggung jawab pada
kompetensi untuk melaksanakan c. Perintah bagian pengawasan
pekerjaan tersebut pemusnahan obat atau bahan mutu
obat, jika terbukti tidak
Butir ke-12: Dalam memenuhi persyaratan
penatalaksanaan praktik keamanan, khasiat/kemanfaatan,
kefarmasian, melakukan yang atau mutu;
seharusnya tidak dilakukan atau d. Penghentian
tidak melakukan yang seharusnya sementara kegiatan
dilakukan, sesuai dengan tanggung e. Pembekuan izin
jawab profesionalnya, tanpa alasan industri farmasi;
pembenar yang sah, sehingga dapat f. Pencabutan izin
membahayakan pasien industri farmasi.

Identifikasi : Menurut PP 51/2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian,
Penanggung jawab bidang
pengawasan mutu setiap produksi
Sediaan Farmasi adalah apoteker,
sehingga jika Apoteker Pimpinan
Industri manufaktur obat
memperkerjakan sarjana kimia dan
atau sarjana biologi di bagian
pengawasan mutu untuk menjadi
Penanggung jawab adalah suatu
pelanggaran.
3) Apoteker di Industri Memiliki sertifikat CPOB UU 36 Tahun 2009 tentang Dapat dikenakan sanksi Pengurusan sertifikat dan
manufaktur obat yang telah untuk sediaan kapsul kesehatan administratif berupa: izin Cara Pembuatan
memiliki sertifikat CPOB antibiotik tetapi juga Pasal 105 ayat 1 1. Peringatan; Bahan Baku Aktif Obat
untuk sediaan kapsul membuat cangkang kapsul Sediaan farmasi yang berupa obat 2. Peringatan keras; yang baik (CPBBAOB)
antibiotik, juga membuat keras (bahan baku) dan bahan baku obat harus 3. Penghentian sementara sesuai aturan dan
cangkang kapsul keras. memenuhi syarat kegiatan; ketentuan yang berlaku.
farmakope Indonesia atau 4. Pembekuan Sertifikat Berdasarkan
buku standar lainnya. CPOB/CPBBAOB; NOMOR
5. Pencabutan Sertifikat HK.04.1.33.12.11.09937
PerKaBPOM No. CPOB/CPBBAOB; dan TAHUN 2011 tentang tata
HK.04.1.33.12.11.09937/2011 pasal 6. Rekomendasi cara sertifikasi cara
2 (2), 4 pencabutan izin industri farmasi. pembuatan obat yang baik
Selain ketentuan pasal 6
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Industri Farmasi yang membuat
Bahan Baku Aktif Obat wajib Berdasarkan kajian dan
memenuhi persyaratan pada inspeksi, Kepala Badan
Pedoman CPBBAOB yang berlaku dapat menerbitkan
karena membuat cangkang Sertifikat CPBBAOB bagi
kapsul (bahan baku) tanpa memiliki industri yang membuat
sertifikat CPBBAOB bahan tidak berkhasiat
yang digunakan dalam
pengolahan obat dengan
standar mutu sesuai
dengan Farmakope

4) Apoteker di Industri Kata kunci: Peraturan Menteri Kesehatan Dapat berupa sanksi Pengurusan sertifikat dan
manufaktur obat yang telah Industri memiliki sertifikat Republik Indonesia Nomor administrative antara lain : izin Cara Pembuatan Obat
memiliki sertifikat CPOB CPOB untuk sediaan non 1175/Menkes/PER/VIII/2010 a. peringatan secara tertulis; yang Baik (CPKB) sesuai
untuk sediaan krim non antibiotik, tetapi membuat Tentang Izin Produksi Kosmetika. b. larangan mengedarkan untuk aturan dan ketentuan yang
antbiotik, juga membuat pula sediaan kosmetik. Pasal : sementara waktu dan/atau berlaku sebelum industry
kosmetika krim pelembut o 4 : Industri perintah untuk penarikan tersebut memulai produksi
Kemungkinan Terjadinya kosmetika yang akan kembali produk dari krim pelembab. Atau
pelanggaran membuat kosmetika harus peredaran bagi kosmetika mendaftarkan CPOB
1. Belum tentu ada surat memiliki izin produksi yang tidak memenuhi standar industry tersebut ke
keterangan penggunaan o 7 : Industri dan persyaratan mutu, BPOM untuk
fasilitas bersama sesuai kosmetika dalam membuat keamanan, dan kemanfaatan; mendapatakan izin tentang
dengan jenis sediaan kosmetika wajib menerapkan c. perintah pemusnahan produk, penggunaan Fasilitas
produk yang sama. / blm CPKB jika terbukti tidak memenuhi Bersama.
tentu telah disetujui persyaratan mutu, keamanan,
BPOM Namun pada tahun 2013 ada dan kemanfaatan;
2. Mutu kosmetik atau obat peraturan baru yang menerapkan d. penghentian sementara
bisa diragukan apabila fasilitas bersama untuk pembuatan kegiatan;
adanya ketercampuran obat dan kosmetik dengan fasilitas e. pembekuan izin produksi; atau
obat dan kosmetik produksi yang sama. Namun, pabrik f. pencabutan izin produksi.
terjadi atau industry farmasi harus
3. Prosedur pembersihan mendaftarkannya ke BPOM dengan
yang bisa saja masih persyaratan CPOB aktif untuk dapat
menyisakan residu baik SK perizinan Fasber barulah tidak
residu krim obat dan perlu lagi mengharuskan CPKB
krim pelembut untuk produksi Kosmetik.
4. Pembuatan jadwal
produksi yang antara Karena menurut UU 39/2013
obat dengan kosmetik tentang standar pelayanan publik di
yang tidak jelas dapat lingkungan badan pengawas obat
mengontaminasi sediaan dan makanan, notifikasi kosmetik
memerlukan CPKB dan atau CPOB
dengan Keterangan Fasilitas
Bersama
5) Industri manufaktur obat 1. Izin edar Pelanggaran hukum: 1. PMK NO. 1010 Tahun - Mendaftarkan nomor
yang telah memiliki nomor 1. PKaBPOM No. 2008 : Registrasi Obat izin edar sirup kering
izin edar untuk amoksisilin HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun Dengan tidak mengurangi amoksisilin.
kaplet, membuat sirup kering 2011 Tentang Kriteria dan Tata ancaman pidana - Mengikuti peraturan
amoksisilin Laksana Registrasi Obat sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 di bidang registrasi
“Obat yang akan diedarkan di Tahun 1992 tentang obat.
wilayah Indonesia wajib memiliki Kesehatan, Kepala Badan
izin edar.” dapat memberikan sanksi
Penjelasan administratif berupa
Hal ini dapat menjadi faktor pembatalan izin edar apabila
terjadinya pelanggaran hukum terjadi salah satu dari hal-hal
apabila industri tersebut berikut:
mengedarkan produk sirup kering (a) Tidak memenuhi kriteria
amoksisilin tanpa mengajukan sebagaimana dimaksud
izin edar terlebih dahulu. dalam pasal 4 berdasarkan
data terkini.
Pelanggaran Disiplin Pasal 4 (b) : Mutu yang
1. Pedoman Disiplin Apoteker memenuhi syarat yang
a. butir 6 dinilai dan proses
“Tidak membuat dan/atau tidak produksi sesuai Cara
melaksanakan Standar Prosedur Pembuatan Obat Yang
Operasional sebagai Pedoman Baik (CPOB),
Kerja bagi seluruh personil di spesifikasi dan metode
sarana pekerjaan/pelayanan pengujian terhadap
kefarmasian, sesuai dengan semua bahan yang
kewenangannya.” digunakan serta produk
Penjelasan jadi dengan bukti yang
Apoteker sebagai penanggung sahih.
jawab produksi di industri (b) Penandaan dan promosi
manufaktur melakukan menyimpang dari
kesalahan pada Standar Prosedur persetujuan izin edar
Operasional apabila (c) Pemilik izin edar
memproduksi sirup kering dalam melakukan pelanggaran di
jumlah besar dengan tujuan bidang produksi dan/atau
untuk diedarkan. peredaran obat.

Namun apabila apoteker


membuat sirup kering
amoksisilin hanya untuk
pengkajian dan pengembangan
produk sediaan amoksisilin,
apoteker tidak menyalahi
Standar Prosedur Operasional
b. butir 7
“Memberikan sediaan farmasi
yang tidak terjamin ‘mutu’, dan
‘khasiat’/‘manfaat’ kepada
pasien”

Penjelasan
Apabila pembuatan sirup kering
amoksisilin bertujuan untuk
diedarkan dan belum
mendapatkan izin edar,
kemungkinan produk belum
memenuhi mutu, khasiat,
manfaat, dan keamanan yang
sesuai dengan aturan yang
ditetapkan. Sehingga, dapat
menyalahi UU perlindungan
konsumen.

Pelanggaran kode etik:


1. KEIA
a. Pasal 5
“Di dalam menjalankan tugasnya
Seorang Apoteker harus
menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan
martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian.”
Penjelasan
Apabila apoteker mengedarkan
sirup kering amoksisilin tanpa
dilakukan pendaftaran izin edar,
dapat mengurangi biaya untuk
melakukan registrasi, sehingga
menguntungkan pihak industry
farmasi namun hal ini menyalahi
aturan perundang-undangan
terutama perlindungan
konsumen
b. Pasal 9
“Seorang Apoteker dalam
melakukan praktik kefarmasian
harus mengutamakan
kepentingan masyarakat.
Menghormati hak azasi pasien
dan melindungi makhluk hidup
insani.”
Penjelasan
Apabila produk sirup kering
amoksisilin diedarkan tanpa
melakukan registrasi atau
pendafatara untuk mendapatkan
izin edar, makan mutu,
keamanan, dan khasiat/mandaat
produk belum terjamin dan dapat
membahayakan pasien.
6) Pabrik kosmetika yang 1. Mengedarkan Pelanggaran hukum: Pelanggaran hukum: - Mengganti bahan
memiliki sertifikat CPKB 2. Hidrokuinon 1. UU No. 8 tahun 1999 tentang 1. UU No.8 tahun 1999 pemutih dengan bahan
memproduksi dan perlindungan konsumen Pelaku usaha yang melakukan selain hidrokinon yang
mengedarkan krim pemutih Pasal 7, point d pelanggaran dilarang diizinkan (contoh :
mengandung hidrokuinon “menjamin mutu barang dan/atau memperdagangkan barang AHA, vitamin C &
jasa yang diproduksi dan/ atau dan/atau jasa tersebut serta wajib derivatnya).
diperdagangkan berdasarkan menariknya dari peredaran - Mengikuti peraturan
ketentuan standar mutu barang perundang-undangan
dan/atau jasa yang berlaku” 2. PerKBPOM tahun 2003 di bidang kosmetik.
Pasal 8, point a tentang Kosmetik
“pelaku usaha dilarang a. Peringatan tertulis,
memproduksi dana tau b. penarikan kosmetik dari
memperdagangkan barang peredaran termasuk penarikan
dan/atau jasa: iklan,
a. Tidak memenuhi atau tidak c. pemusnahan kosmetik,
sesuai dengan standard yang d. penghentian sementara
dipersyaratan dan peraturan kegiatan produksi, impor,
perundang-undangan. distribusi, penyimpanan,
2. PerKBPOM tahun 2008 tentang pengangkutan, dan
bahan kosmetik disebutkan bahwa penyerahan kosmetik
hidrokinon hanya diperbolehkan e. pencabutan seritifikat dan/atau
untuk sediaan pewarnaan rambut izin edar
dan artifisial kuku
Pelanggaran disiplin:
Pelanggaran disiplin: Pemberian peringatan tertulis,
point 8 rekomendasi
“Melakukan pengadaan (termasuk pembekuan/pencabutan
produksi dan distribusi) obat dan / STRA/SIPA, kewajiban
atau bahan baku obat , tanpa mengikuti pendidikan atau
prosedur yang berlaku, sehingga pelatihan di institusi apoteker
berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat.” Pelanggaran kode etik:
Sanksi dapat berupa pembinaan,
Pelanggaran kode etik: peringatan, pencabutan
Pasal 5 keanggotaan sementara, dan
“Di dalam menjalankan tugasnya pencabutan keanggotaan tetap
seorang Apoteker harus menjauhkan
diri dari usaha mencari keuntungan
diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian.”
7) Apoteker yang telah Kata kunci:  PP 51/2009  PMK Apoteker memilih
memiliki STRA dan SIP utk Memiliki STRA dan SIP Pasal 39 889/2011 tentang salah satu tempat kerja
RS bekerja di Industri utk RS, bekerja di industri 1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang Registrasi, Izin Praktek, yang sesuai dengan SIP
manufaktur obat melakukan Pekerjaan dan Izin Kerja Tenaga yang bersangkutan.
Peluang pelanggaran: Kefarmasian di Indonesia wajib Kefarmasian
SIP untuk RS digunakan memiliki surat tanda registrasi. Pasal 23 Mengikuti
untuk bekerja di industri 2. Surat tanda registrasi (1)  Kepala Dinas perkembangan peraturan
sebagaimana dimaksud pada ayat Kesehatan Kabupaten/Kota perundang-undangan
(1) diperuntukkan bagi: dapat mencabut SIPA, SIKA tentang kefarmasian.
o Apoteker berupa STRA; atau SIKTTK karena:
o Atas permintaan yang
 PMK 31/2016 bersangkutan;
tentang Perubahan Atas o STRA atau STRTTK
PMK 889/2011 tidak berlaku lagi;
Pasal 1 o yang bersangkutan
1. Nomenklatur yang berbunyi Surat tidak bekerja pada tempat yang
Izin Kerja harus dibaca dan tercantum dalam surat izin;
dimaknai sebagai Surat Izin Praktik. o yang bersangkutan
 PMK tidak lagi memenuhi persyaratan
889/2011 tentang Registrasi, fisik dan mental untuk
Izin Praktek, dan Izin Kerja menjalankan pekerjaan
Tenaga Kefarmasian kefarmasian berdasarkan
Pasal 1 pembinaan dan pengawasan dan
Surat Izin Kerja Apoteker, yang ditetapkan dengan surat
selanjutnya disebut SIKA adalah keterangan dokter;
surat izin praktik yang diberikan o melakukan
kepada Apoteker untuk dapat pelanggaran disiplin tenaga
melaksanakan pekerjaan kefarmasian berdasarkan
kefarmasian pada fasilitas produksi rekomendasi KFN; atau
atau fasilitas distribusi atau o melakukan
penyaluran. pelanggaran hukum di bidang
kefarmasian yang dibuktikan
Pasal 17 dengan putusan pengadilan.
(1)  Setiap tenaga kefarmasian yang
akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat  SANKSI
izin sesuai tempat tenaga DISIPLIN
kefarmasian bekerja. Sanksi disiplin yang
(2)  Surat izin sebagaimana dapat dikenakan oleh MEDAI
dimaksud pada ayat (1) berupa: berdasarkan Peraturan per-
 SIPA bagi Apoteker Undang-Undang an yang
penanggung jawab di berlaku adalah:
fasilitas pelayanan 1. Pemberian peringatan
kefarmasian; tertulis;
 SIPA bagi Apoteker 2. Rekomendasi pembekuan
pendamping di fasilitas dan/atau pencabutan
pelayanan kefarmasian; Surat Tanda Registrasi
 SIKA bagi Apoteker yang Apoteker, atau Surat Izin
melakukan pekerjaan Praktik Apoteker, atau
kefarmasian di fasilitas Surat Izin Kerja
produksi atau fasilitas Apoteker; dan/atau
distribusi/penyaluran; atau 3. Kewajiban mengikuti
 SIKTTK bagi Tenaga Teknis pendidikan atau pelatihan
Kefarmasian yang di institusi pendidikan
melakukan pekerjaan apoteker.
kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.

Pasal 18
(1) SIPA bagi
Apoteker penanggung jawab
di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau SIKA
hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas
kefarmasian.

Pasal 20
SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih
tetap berlaku sepanjang:
STRA atau STRTTK masih
berlaku ;dan
Tempat praktik/bekerja masih sesuai
dengan yang tercantum dalam SIPA,
SIKA, atau SIKTTK.

 Pedoman
Disiplin IAI
Butir 19: Berpraktik dengan
menggunakan Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) atau
Surat Izin Praktik Apoteker/Surat
Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang
tidak sah.

 Kode Etik
Pasal 1
Sumpah/janji Apoteker, setiap
Apoteker harus menjujung tinggi,
meng-hayati dan mengamalkan
sumpah Apoteker
Pedoman Pelaksanaan:
Sumpah/janji Apoteker yang
diucapkan seorang Apoteker untuk
dapat diamalkan dalam
pengabdiannya, harus dihayati
dengan baik dan dijadikan landasan
moral dalam setiap tindakan dan
prilaku
Dalam sumpah Apoteker ada
beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Melaksanakan asuhan
kefarmasian
2. Merahasiakan kondisi pasien,
resep dan “medication record”
untuk pasien
3. Melaksanakan praktik profesi
sesuai landasan praktik profesi
yaitu ilmu, hukum dan etik
Identifikasi:

 apoteker
memiliki STRA → bukan
pelanggaran
 pada
peraturan telah jelas
disebutkan bahwa SIP bagi
Apoteker hanya diberikan
untuk 1 buah tempat fasilitas
kefarmasian → Apoteker
pada kasus menggunakan
SIP RS untuk bekerja di
industri → pelanggaran
 apoteker
melanggar Kode Etik dan
Pedoman Disiplin IAI karena
tidak melaksanakan praktik
profesi sesuai landasan
hukum
8) Apoteker yang  surat ijin praktik di A. Hukum Pemberian peringatan Apoteker memilih
memiliki surat ijin praktik di Klinik tertulis; salah satu tempat kerja
Klinik menjadi penanggung  penanggung jawab Permenkes No. 31 Th 2016 Rekomendasi yang sesuai dengan SIP
jawab PBF bahan baku PBF bahan baku Pasal 17 pembekuan dan/atau pencabutan yang bersangkutan.
(1) Setiap tenaga kefarmasian Surat Tanda Registrasi
yang akan menjalankan pekerjaan Apoteker, atau Surat Izin Praktik Mengikuti
kefarmasian wajib memiliki surat Apoteker (sementara atau perkembangan peraturan
izin sesuai tempat tenaga selamanya) perundang-undangan
kefarmasian bekerja. tentang kefarmasian.
(2) Surat izin sebagaimana 1. Dilakukan pembinaan khusus
dimaksud pada ayat (1) berupa 2. Pencabutan SIPA
a. SIPA bagi Apoteker, atau
b. SIPTTK bagi Tenaga
Teknis Kefarmasian

Permenkes No. 1148 Th.


2011
Pasal 7 – persyaratan
administratif pemohon izin PBF
a. fotokopi KTP
direktur/ketua;
b. susunan direksi/pengurus;
c. pernyataan komisaris/dewan
pengawas dan direksi/pengurus
tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi;
d. akta pendirian badan hukum yang
sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. surat Tanda Daftar Perusahaan;
f. fotokopi Surat Izin Usaha
Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak;
h. surat bukti penguasaan bangunan
dan gudang;
i. peta lokasi dan denah bangunan
j. surat pernyataan kesediaan
bekerja penuh apoteker penanggung
jawab; dan
k. fotokopi Surat Tanda Registrasi
Apoteker penanggung jawab

B. Pedoman Disiplin Apoteker


Butir 12 :
Dalam penatalaksanaan
praktik kefarmasian, melakukan
yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya,
tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan
pasien
Butir 17:
Menyalahgunakan kompetensi
Apotekernya.

C. Kode Etik
Pasal 3:
Seorang apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya
sesuai kompetensi serta selalu
mengutamakan dan berpegang teguh
pada prinsip kemanusiaan dalam
menjalankan kewajibannya.

9) Apoteker / Kepala Instalasi Kata Kunci: PMK No.58 Tahun 2014 Standar Diberikan teguran dan surat Dilakukan pengawasan
Farmasi Rumah Sakit - Memproduksi sediaan Pelayanan Kefarmasian di Rumah peringatan. terhadap proses produksi
memproduksi sediaan farmasi farmasi Sakit. di Instalasi Farmasi
yang akan dipakai dalam - Untuk pelayanan di Rumah Sakit
pelayanan di rumah sakit dan rumah sakit. BAB 2 poin (3b) tentang produksi
untuk penelitian khasiat obat - Untuk penelitian khasiat sediaan farmasi Diberlakukan aturan
dirumah sakit obat secara ketat dan sanksi
Instalasi farmasi rumah sakit dapat yang tegas bagi yang
Peluang Terjadinya memproduksi sediaan tertentu melanggar.
apabila
Apoteker/Kepala Instalasi 1) Sediaan farmasi tidak ada di
Farmasi Rumah Sakit pasaran
memproduksi sediaan 2) Sediaan farmasi lebih murah jika
farmasi yang tidak diproduksi sendiri
digunakan untuk pelayanan 3) Sediaan farmasi dengan formula
di rumah sakit dan tidak khusus
untuk penelitian khasiat 4) Sediaan farmasi dengan
obat dirumah sakit kemasan yang lebih kecil atau
re-packing
5) Sediaan farmasi untuk penelitian
dan
6) Sediaan farmasi yang tidak stabil
dalam penyimpanan/harus dibuat
baru
Sediaan yang dibuat di RS harus
memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di RS
tersebut

Apoteker juga dapat berperan


dalam uji klinik obat yang
dilakukan RS dengan mengelola
obat-obat yang diteliti sampai
dipergunakan oleh subjek
penelitian dan mencatat ROTD
yang terjadi selama penelitian.
10) Apoteker di Industri Kata Kunci: 1. Menurut PKaBPOM RI Nomor: 1. Permenkes RI 1175 tahun  Menerapkan undang-
Kosmetika Golongan A Industri kosmetik, produksi, HK.00.05.42.1018 Tentang 2010 tentang Izin Produksi undang yang berlaku
memproduksi krim pemutih krim pemutih, hidrokuinon Bahan Kosmetik tahun 2008 Kosmetik  Selalu mengingat akan
mengandung hidrokuinon hidrokinon diperbolehkan untuk  Pasal 16: Industri kosmetika ada sanksi disiplin
Peluang terjadinya sediaan pewarna rambut dengan tidak boleh membuat yang akan diterapkan
pelanggaran: konsentrasi maksimal 0,3% kosmetika dengan bila melanggar
 Melanggar ketentuan 2. Menurut PKaBPOM RI Nomor: menggunakan bahan  Dilakukan pengawasan
yang ditetapkan Kepala HK.03.1.23.08.11.07517 tahun kosmetika yang dilarang yang ketat di dalam
BPOM 2011 hidrokinon diperbolehkan  Pasal 23 ayat 1: pabrik itu sendiri
 Termasuk dalam untuk kuku artifisial dengan Pelanggaran terhadap
pelanggaran disiplin konsentrasi maksimal 0,02% peraturan dikenakan sanksi
apoteker administratif berupa:
Untuk penggunaan sebagai pemutih a. peringatan secara tertulis;
dalam krim pemutih menyalahi b. larangan mengedarkan
aturan yang telah dibuat oleh Badan untuk sementara waktu
POM RI. dan/atau perintah untuk
penarikan kembali produk
3. Pelanggaran Disiplin Apoteker dari peredaran bagi
Butir 1 kosmetika yang tidak
Melakukan praktik kefarmasian memenuhi standar dan
dengan tidak kompeten. persyaratan mutu,
keamanan, dan
Melakukan Praktek kefarmasian kemanfaatan;
tidak dengan standar praktek c. perintah pemusnahan
Profesi/standar kompetensi yang produk, jika terbukti tidak
benar, sehingga berpotensi memenuhi persyaratan
menimbulkan/mengakibatkan mutu, keamanan, dan
kerusakan, kerugian pasien atau kemanfaatan;
masyarakat d. penghentian sementara
kegiatan;
Butir 12 e. pembekuan izin produksi;
Dalam penatalaksanaan praktik atau
kefarmasian, melakukan yang f. pencabutan izin produksi.
seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya 2. PKaBPOM RI Nomor 18
dilakukan, sesuai dengan Tahun 2015 tentang
tanggung jawab profesionalnya, Persyaratan Teknis Bahan
tanpa alasan pembenar yang sah, Kosmetika, BAB III Pasal 7
sehingga dapat yaitu:
membahayakan pasien. Pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Peraturan
ini dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. larangan mengedarkan
Kosmetika untuk
sementara;
c. penarikan Kosmetika yang
tidak memenuhi
persyaratan keamanan,
kemanfaatan, mutu dan
penandaan dari peredaran;
d. pemusnahan Kosmetika;
e. pembatalan notifikasi;
dan/atau
f. penghentian sementara
kegiatan produksi dan/atau
peredaran Kosmetika.
3. Sanksi Disiplin
a. Pemberian Peringatan
Tertulis
b. Kewajiban mengikuti
pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan
apoteker.
 Pendidikan formal
 Pelatihan pengetahuan dan
atau keterampilan
 Magang di institusi
pendidikan atau sarana
pelayanan kesehatan yang
ditunjuk, sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan
dan paling lama1 (satu)
tahun.
c. Rekomendasi Pembekuan
atau pencabutan STRA atau
SIPA atau SIKA
 Pencabutan sementara
paling lama 1 tahun
 Pencabutan tetap/
selamanya

Judul dan Pasal UU/Butir


Kata Kunci dan
Pedoman Disiplin/Kode
Kasus Peluang Sanksi Upaya Pencegahan
Etik yang dilanggar +
Pelanggaran
IDENTIFIKASI
11) Apoteker yang Kata Kunci: PMK No. 06 Tahun 2012 1. PMK06 /12 Pasal 45 Pencegahan yang dapat
bekerja di UKOT UKOT, effervescent Tentang Industri dan Usaha (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dilakukan pada kasus ini adalah:
memproduksi jamu Obat Tradisional dalam Peraturan Menteri ini dapat Apoteker sebelumnya
pegal linu dalam Pasal 1 Ayat 5: dikenakan sanksi administrasi mempelajari mengenai peraturan-
bentuk sediaan Pelanggaran yang Usaha Kecil Obat Tradisional berupa: peraturan tentang Industri dan
effervescen mungkin terjadi: yang selanjutnya disebut UKOT a. peringatan; Usaha Obat Tradisional agar
Pemberian penambahan adalah usaha yang membuat b. peringatan keras; dapat membedakan hak dan
bahan kimia dlm semua bentuk sediaan obat c. perintah penarikan produk dari kewajiban ketika bekerja di
pembuatan tradisional, kecuali bentuk peredaran; UKOT yang jelas berbeda
effervescent sehingga sediaan tablet dan efervesen. d. penghentian sementara kegiatan; dengan IOT.
obat bukan termasuk atau
obat tradisional lagi Pedoman Disiplin Apoteker e. pencabutan izin industri atau izin
Butir ke-8: usaha.
Melakukan pengadaan (termasuk
produksi dan distribusi) obat 2. Surat peringatan tertulis dari
dan/atau bahan baku obat, tanpa MEDAI
prosedur yang berlaku, sehingga
berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat.

Identifikasi:
UKOT dapat membuat semua
bentuk sediaan obat tradisional,
kecuali bentuk sediaan tablet dan
efervesen, sedangkan IOT dapat
membuat semua bentuk sediaan
obat tradisional. Sehingga jika
Apoteker yang bekerja di UKOT
memproduksi jamu dalam bentuk
sediaan efervesen, maka hal
tersebut adalah suatu pelanggaran
karena UKOT melakukan
kegiatan sebagaimana IOT
tanpa mengajukan izin IOT.
Izin IOT yang tidak dipenuhi oleh
UKOT adalah memiliki Apoteker
sebagai penanggung jawab yang
bekerja penuh dan memenuhi
persyaratan CPOTB.

12) Apoteker Kata Kunci: - PMK RI No. Sanksi melanggar - Pengecekan kosmetika secara
penanggung jawab APA, Kosmetik, Krim, 1175/MENKES/PER/VIII/201 HK.03.1.23.12.11.10689 Tahun teliti ketika sedang dilakukan
industri kosmetik Industri golongan B, 0 tentang Izin Produksi 2011 tentang jenis dan bentuk surveillanc
golongan B membuat dan Kosmetika sediaan industri golongan B pasal 4:
mengedarkan krim tabir Pelanggaran yang Izin produksi sebagaimana Pasal 5
surya dan pencerah kulit mungkin terjadi : dibedakan atas 2 (dua) golongan Dikenakan sanksi administratif
melanggar ketiga Aspek sebagai berikut: sebagaimana dimaksud dalam
yang menjadi pedoman a. golongan A yaitu izin Peraturan Menteri Kesehatan no.
seorang apoteker yaitu produksi untuk industri 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tahun
kode Etik, pedoman kosmetika yang dapat2010 tentang izin produksi
disiplin dan aturan membuat semua bentuk dan kosmetika
hukum jenis sediaan kosmetika; a. Peringatan secara tertulis
b. golongan B yaitu izin b. Larangan mengedarkan untuk
produksi untuk industri sementara waktu dan/atau
kosmetika yang dapat perintah untuk penarikan kembali
membuat bentuk dan produk dari peredaran bagi
jenis sediaan kosmetika kosmetika yang tidak memenuhi
tertentu dengan standard an persyaratan mutu,
menggunakan teknologi keamanan, dan kemanfaatan
sederhana. c. Perintah pemusnahan produk, jika
terbukti tidak memenuhi
- PerKa BPOM RI No persyaratan mutu, keamanan, dan
HK.03.1.23.12.11.10689 kemanfaatan
Tahun 2011 d. Penghentian sementara kegiatan
Industri Kosmetika yang e. Pembekuan izin produksi, atau
memiliki Izin Produksi f. Pencabutan izin produksi
Kosmetika golongan B
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) dilarang
memproduksi kosmetika:
a. jenis sediaan untuk
bayi;
b. mengandung bahan
antiseptik, anti ketombe,
pencerah kulit, dan tabir surya.

- Kode etik
Di dalam menjalankan tugasnya
setiap Apoteker harus
menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan
denganmartabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.

- Pedoman disiplin
Dalam penatalaksanaan praktik
kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan
pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.

13) Apoteker di IOT Kata Kunci :


memproduksi jamu IOT (Industri Obat
dengan bahan Tradisional) dan
kurkumin murni Kurkumin murni

Tidak Terjadi
Pelanggaran
14) Apoteker Pegawai Kata kunci : 1. Pemberian peringatan tertulis; 1. Perketat peraturan yang
1. PP 47 tahun 2005 pasal 2
Negeri Sipil di  Apoteker 2. Rekomendasi pembekuan mengatur persyaratan untuk
Pegawai Negeri Sipil
BPOM juga berperan  PNS dan/atau pencabutan Surat Izin menjadi APA
dilarang menduduki
sebagai apoteker  BPOM Praktik Apoteker, dan atau, 2. IAI diharapkan melakukan
jabatan rangkap
pengelola di apotek  Apoteker Pengelola 2. Rekomendasi pencabutan Surat pemeriksaan secara berkala
PP 53 tahun 2010 pasal 4
swasta Apotek Swasta Tanda Registrasi atau Surat terhadap anggotanya. Jika
(1) Tanpa izin
Izin Praktik yang dimaksud ada anggotanya yang
Pemerintah menjadi
Pelanggaran yang dapat berupa: memiliki pekerjaan rangkap
pegawai atau bekerja
mungkin terjadi : a. Rekomendasi pencabutan dapat dilakukan
untuk negara lain dan/atau
Kemungkinan pada Surat Tanda Registrasi atau penundaan/pencabutan
lembaga atau organisasi
apotek swasta, Surat Izin Praktik sementara rekomendasi untuk
internasional
Apoteker tersebut selama-lamanya 1 (satu) tahun, mendapatkan/memperpanjan
(2) Melakukan
jarang visite atau g SIPA
kegiatan bersama dengan
b. Rekomendasi pencabutan 3. Perketat pengawasan
atasan, teman sejawat,
Surat Tanda Registrasi atau terhadap kerja PNS oleh
bawahan, atau orang lain
Surat Izin Praktik tetap atau pihak pemerintah.
di dalam maupun di luar
selamanya; 4. Peningkatan imbal jasa
lingkungan kerjanya
pekerjaan apoteker sehingga
dengan tujuan untuk
tidak ada apoteker yang
keuntungan pribadi,
memiliki kerja sampingan
golongan, atau pihak lain,
untuk mendapatkan
yang secara langsung atau
penghasilan tambahan
tidak langsung merugikan
negara

3. Pedoman Disiplin Apoteker


(1) Melakukan
praktek kefarmasian
dengan tidak kompeten
Melakukan praktek
kefarmasian tidak dengan
standar praktek profesi/
standar kompetensi yang
benar, apoteker tidak
menjalankan tugasnya sesuai
dengan kewajibannya

15) Apoteker pegawai Kata kunci : 1. Butir 1. Pemberian peringatan tertulis; Pemerintah rutin
negeri sipil sebagai  Apoteker Pedoman Disiplin 2. Rekomendasi pembekuan melakukan penyidikan mendadak
Penanggung jawab  PNS Apoteker Indonesia dan/atau pencabutan Surat terkait kelengkapan surat izin
terkait Kefarmasian di  Dinkes Izin Praktik Apoteker, dan dari apoteker ke setiap apotek,
Identifikasi:
Dinas Kesehatan  Apoteker Pengelola atauRekomendasi pencabutan serta memastikan tidak terjadi
Kab/Kota juga Apotek Swasta Butir 2. Surat Tanda Registrasi atau perangkapan jabatan oleh
berperan sebagai “Membiarkan berlangsungnya Surat Izin Praktik yang apoteker.
Apoteker Pengelola Pelanggaran yang praktek kefarmasian yang dimaksud dapat berupa:
Apotek Swasta. mungkin terjadi : menjadi tanggung jawabnya, Rekomendasi pencabutan Surat
Kemungkinan pada tanpa kehadirannya, ataupun Tanda Registrasi atau Surat Izin
apotek swasta, tanpa Apoteker penggantidan/ Praktik sementara selama-lamanya 1
Apoteker tersebut atau Apoteker pendamping yang (satu) tahun, atau Rekomendasi
jarang visite. sah” pencabutan Surat Tanda Registrasi
Ketika seorang apoteker telah atau Surat Izin Praktik tetap atau
menjadi pegawai negeri sipil selam
maka kesempatan apoteker untuk
mempunyai waktu luang dalam
mengelola apotek akan minimal.
Hal ini dapat membuat
kehadirannya pada apotek swasta
tersebu akan sangat jarang.

2. Kode Etik
Apoteker Indonesia
Identifikasi:
Pasal 3
“Setiap Apoteker harus
senantiasa menjalankan
profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu
mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan
kewajibannya”
Sebagai Apoteker sebaiknya tidak
hanya berfokus kepada
kepentingan pribadi namun harus
mementingkan kepentingan
pasien untuk menjaga
keselamatan hidup pasien dan kita
harus selalu menjalankan profesi
sesuai standar kompetensi
apoteker yang telah ditetapkan.
16) Apoteker mengganti Kata kunci : 1. Hukum Jika apoteker mengganti obat Sebelum mengganti obat merk
obat paten/nama Apoteker, penggantian Identifikasi: merk dagang dengan obat dagang dengan obat generik
dagang yang tertulis obat paten ke generik - UU/08/1999/Perlindungan generik yang sama komponen dengan komponen zat aktif yang
dalam resep dokter Konsumen/Pasal 4 aktifnya tanpa persetujuan sama, sebaiknya apoteker
dan menyerahkan b. hak untuk memilih barang dokter atau pasien, apoteker berkonsultasi dengan dokter atau
obat generik dengan Peluang terjadi dan/atau jasa serta dapat diberikan sanksi memberikan informasi kepada
kandungan yang pelanggaran : mendapatkan barang dan/atau peringatan tertulis. pasien dan memberikan
sama pada pasien Bila pemberian obat jasa tersebut sesuai dengan kewenangan pasien untuk
tidak dengan nilai tukar dan kondisi serta memilih obat yang akan
persetujuan pasien jaminan yang dijanjikan dikonsumsi.
c.hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
-

UU/36/2009/Kesehatan/Pasal
98
(1) Sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat,
bermutu, dan terjangkau.

- PP/51/2009/Pekerjaan
Kefarmasian/Pasal 24 Dalam
melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat: b. mengganti
obat merek dagang dengan
obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau
pasien;

- PMK/68/2010/Kewajiban
Menggunakan Obat Generik Di
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan/Pasal 7
Apoteker dapat mengganti obat
merek dagang/obat paten
dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau
pasien

2. Kode Etik Apoteker


Indonesia
- Kode Etik Apoteker/ Pasal
9
Seorang apoteker dalam
melakukan praktik kefarmasian
harus mengutamakan
kepentingan masyarakat,
menghormati hak asasi pasien
dan melindungi makhluk hidup
insani
Kode Etik Apoteker
/Implementasi/ Pasal 9
Dalam hal seorang apoteker
akan mengambil kebijakan
yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter,
maka apoteker harus
melakukan kounikasi dengan
dokter tersebut, kecuali
peraturan perundangan
membolehkan apoteker
mengambil keputusan demi
kepentingan pasien
Namun, berdasarkan peraturan
perundangan, disiplin, ataupun
kode etik, apoteker harus
melakukan komunikasi untuk
meminta persetujuan dokter
dan/atau pasien

17) Petugas apotek Kata kunci : 1. Pelanggaran Disiplin 1.Pemberian Peringatantertulis Pencegahan yang dapat
bukan apoteker  Apotek Poin 3. Mendelegasikan oleh MEDAI dilakukan pada kasus ini adalah
mengganti  Dosis pekerjaan kepada tenaga - Apoteker
allopurinol 100 mg  Allopurinol kesehatan tertentu dan/ atau harus selalu ada di apotek
yang tertulis dalam tenaga-tenaga lainnya yang tidak 2.UU36/14 Pasal 83 untuk dapat mengawasi
resep dokter dengan memiliki kompetensi untuk Setiap orang yang bukan Tenaga semua aktivitas di apotek
Zyloric 300 mg dan Pelanggaran yang melaksanakan pekerjaantersebut. Kesehatan melakukan - Dibuat
menyerahkan kepada mungkin terjadi : praktik seolah-olah sebagai Tenaga SOP yang jelas dan tegas
pasien - Petugas apotek yang 2. Pelanggaran Hukum Kesehatan yang telah mengenai jobdesk dari
bukan apoteker UU no. 36 tahun 2014 tentang memiliki izin sebagaimana masing-masing tenaga
mengganti Obat Tenaga Kesehatan dimaksud dalam Pasal 64 kefarmasian yang ada di
generik diganti Apabila petugas apotek yang dipidana dengan pidana penjara apotek
dengan merek dimaksud bukan merupakan paling lama 5 (lima) tahun.
dagang tenaga kesehatan seperti yang
- Dosis obat generik tertera dalam UU no. 36 tahun
yang diganti tidak 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
sama dengan dosis maka ia dianggap melanggar
obat generiknya hukum. Berdasarkan pasal 64 UU
no 36 tahun 2014, “Setiap orang
yang bukan Tenaga Kesehatan
dilarang melakukan praktik
seolah-olah sebagai Tenaga
Kesehatan.”
Berdasarkan pasal 10 ayat 2
UU no. 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, “Asisten
Tenaga Kesehatan hanya dapat 3. UU 8/99
bekerja di bawah supervisi Pasal 62
Tenaga Kesehatan.” Apabila (1) Pelaku usaha yang melanggar
petugas apotek yang dimaksud ketentuan sebagaimana dimaksud
merupakan asisten apoteker, dalam Pasal 8,dipidana dengan
maka segala tindakan yang pidana penjara paling lama 5 (lima)
dilakukannya harus tahun atau
sepengetahuan apoteker yang pidana denda paling banyak Rp
menjadi penanggung jawab 2.000.000.000,00 (dua milyar
apotek. Apabila tindakan tersebut rupiah).
tidak diketahui oleh apoteker
penanggung jawab apotek, maka
asisten apoteker dianggap
melanggar hukum berdasarkan
UU no. 36 tahun 2014.

UU no. 8 tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 UU no.
8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, salah
satu hak konsumen adalah: hak
atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau
jasa. Apabila petugas apotek
bukan apoteker menyerahkan
obat dengan dosis yang berbeda 4. UU 36/09
dengan dosis obat yang tertera Pasal 198
pada resep, maka ia dianggap Setiap orang yang tidak memiliki
melanggar hak konsumen atas keahlian dan kewenangan untuk
kenyamanan, keamanan dan melakukan praktik kefarmasian
keselamatan dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
mengkonsumsi barang dan/atau 108 dipidana dengan pidana denda
jasa. paling banyak
Berdasarkan Pasal 8 ayat 1 Rp100.000.000,00 (seratus juta
UU no. 8 tahun 1999, pelaku rupiah).
usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar
yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat
bersih, isi bersih atau
netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana
yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang
tersebut;
c. tidak sesuai dengan
ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah
dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
Petugas apotek dianggap
melanggar hukum dengan
menyerahkan dosis obat yang
tidak sesuai dengan dosis obat
seperti yang tertera pada resep
berdasarkan UU no. 8 tahun 1999
pasal 8 ayat 1 poin a-c.
UU no. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
Berdasarkan Bagian Kelima
Belas Pasal 98 ayat 2 mengenai
Pengamanan dan Penggunaan
Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan UU no. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, “Setiap orang
yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang
mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan
yang berkhasiat obat.” Apabila
petugas apotek bukan apoteker
bukan merupakan tenaga
kesehatan yang memiliki
kewenangan dan keahlian dalam
mengedarkan obat dan bahan
berkhasiat obat, termasuk
mengganti dosis obat yang
diberikan kepada pasien tanpa
sepengetahuan apoteker, maka
dianggap melanggar hukum
berdasarkan UU no. 36 tahun
2009.
PP No. 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian
Pada kasus tersebut hanya
dijelaskan petugas apotek bukan
apoteker, sedangkan yang berhak
membantu apoteker seharusnya
tenaga teknis kefarmasian (pasal
14 dan 20) dan itupun tugasnya
hanya membantu apoteker. Yang
berhak mengganti obat adalah
apoteker (pasal 24).
Pasal 14
(1) Setiap Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan
Farmasi berupa obat harus
memiliki seorang Apoteker
sebagai penanggung jawab.
(2) Apoteker sebagai
penanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan
Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 20
Dalam menjalankan
Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 24
a. Dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat:
b. mengangkat seorang
Apoteker pendamping yang
memiliki SIPA;
c. mengganti obat merek
dagang dengan obat generik
yang sama komponen
aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien; dan
d. menyerahkan obat keras,
narkotika dan psikotropika
kepada masyarakat atas resep
dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18) Apoteker mengajukan Kata Kunci Dari segi etik Tidak ada sanksi pidana Setiap apoteker
izin dan membuka Apotek baru persis di Pasal 10 Kode Etik namun kemungkinan akan ada memahami, menanamkan, dan
apotek baru persis sebelah Apotek yang Apoteker Indonesia sanksi sosial (mengganggu mematuhi KDAI (dalam hal ini
disebelah apotek sudah ada; tanpa “Seorang Apoteker harus hubungannya dengan rekan terutama prinsip
yang sudah ada, tanpa berkonsultasi/ memperlakukan teman sejawat). “memperlakukan teman
berkonsultasi sepengetahuan APA sejawatnya sebagai-mana ia sejawatnya sebagai-mana ia
dengan/sepengetahua yang sudah ada sendiri ingin diperlakukan” sendiri ingin diperlakukan”) dan
n apoteker pengelola Meski tidak diatur dalam selalu menjaga hubungan baik
apotek yang sudah Peluang pelanggaran per-UU-an dan pedoman disiplin, dengan rekan sejawat.
ada tersebut a.Tidak ada rasa dalam Kode Etik Apoteker
menghargai antar Indonesia tertulis bahwa sesama
teman sejawat rekan sejawat seharusnya saling
b.Tidak dilakukannya menghargai, salah satunya dengan
komunikasi antar melakukan komunikasi yang baik
sejawat dengan dan santun ketika menghadapi
baik dan santun situasi yang problematik baik
dalam menghadapi secara moral atau peraturan
situasi yang perundangan yang berlaku
problematik mengenai hubungan dengan
sejawatnya.
19) Apoteker yang Kata kunci : Permenkes 31 Tahun Kepala Dinas Kesehatan - Setiap industri farmasi
bekerja sebagai  Apoteker 2016 : (1) SIPA bagi Apoteker di Kabupaten/ kota dapat mencabut wajib mengawasi
Medical  MedRep fasilitas kefarmasian hanya SIPA atau SIKA bila melakukan karyawanya terkait dengan
Representative di  APA diberikan untuk 1 tempat fasilitas pelanggaran disiplin tenaga pekerjaan lain yang tidak
industri farmasi kefarmasian (2) Dikecualikan, kefarmasian berdasarkan boleh dilakukan. Jika
diam-diam menjadi SIPA bagi Apoteker di fasilitas rekomendasi dari KFN (PMK no melanggar diberikan sanksi
Apoteker Pengelola Pelanggaran yang pelayanan kefarmasian dapat 889 tahun 2011 pasal 23) yang tegas hingga
Apotek Swasta mungkin terjadi : diberikan untuk paling banyak 3 pemecatan.
Apoteker memiliki 2 tempat pelayanan kefarmasian  - Apotek harus memberi
pekerjaan tanpa izin Apoteker yang bekerja di industri persyaratan kepada calon
farmasi seharusnya tidak bisa APA nya bahwa tidak boleh
menjadi APA di Apotek swasta memiliki dua pekerjaan
tersebut antara pelayanan dengan
industri serta dengan sanksi
UU 36 Tahun 2009, BAB yang tegas jika terbukti
V: Sumber Daya di Bidang melanggar.
Kesehatan, Pasal 23 (4) : selama
memberikan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilarang mengutamakan
kepentingan yang
bernilaimateri

PD poin 17 :
Menyalahgunakan kompetensi
Apotekernya  untuk meraup
banyak materi dengan memiliki 1
pekerjaan tanpa izin dengan
mendayagunakan surat
kompetensi, STRA dll yang
dimilikinya

KE, BAB I : Kewajiban


Umum, Pasal 5 : Didalam
menjalankan tugasnya, seorang
Apoteker harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan
diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian

20) Apoteker Kata kunci : Permenkes 31 Tahun 2016 Kepala Dinas Kesehatan  Setiap
Penanggung Jawab  Apoteker : (1) SIPA bagi Apoteker di Kabupaten/ kota dapat mencabut industri farmasi wajib
Penilaian Keamanan  Safety Assessor fasilitas kefarmasian hanya SIPA atau SIKA bila melakukan mengawasi karyawanya
Kosmetik (Safety  Kosmetik diberikan untuk 1 tempat fasilitas pelanggaran disiplin tenaga terkait dengan pekerjaan
Assessor) diam – diam  APA kefarmasian (2) Dikecualikan, kefarmasian berdasarkan lain yang tidak boleh
menjadi Apoteker SIPA bagi Apoteker di fasilitas rekomendasi dari KFN (PMK no dilakukan. Jika
Pengelola Apotek pelayanan kefarmasian dapat 889 tahun 2011 pasal 23) melanggar diberikan
Pelanggaran yang diberikan untuk paling banyak 3 sanksi yang tegas hingga
mungkin terjadi : tempat pelayanan kefarmasian pemecatan.
Apoteker memiliki 2 ( Apoteker yang bekerja di  Apotek
pekerjaan tanpa izin industri farmasi seharusnya tidak harus memberi
bisa menjadi APA di Apotek persyaratan kepada calon
swasta tersebut APA nya bahwa tidak
boleh memiliki dua
UU 36 Tahun 2009, BAB pekerjaan antara
V : Sumber Daya di Bidang pelayanan dengan industri
Kesehatan, Pasal 23 (4) : selama serta dengan sanksi yang
memberikan pelayanan kesehatan tegas jika terbukti
sebagaimana dimaksud ayat (1) melanggar.
dilarang mengutamakan
kepentingan yang bernilai materi

PD poin 17 :
Menyalahgunakan kompetensi
Apotekernya ( untuk meraup
banyak materi dengan memiliki 1
pekerjaan tanpa izin dengan
mendayagunakan surat
kompetensi, STRA dll yang
dimilikinya

KE, BAB I : Kewajiban


Umum, Pasal 5 : Didalam
menjalankan tugasnya, seorang
Apoteker harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan
diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian
Kasus Kata Kunci dan Judul dan Pasal UU/Butir Pedoman Disiplin/Kode Etik Sanksi Upaya Pencegahan
Jenis Pelanggaran yang dilanggar + IDENTIFIKASI
21) Apoteker Dokter melakukan BUKAN MERUPAKAN PELANGGARAN, jika di daerah Dokter yang melakukan 1. Sebelum seorang
pengelola apotek penyerahan terpencil tersebut tidak ada apotek/apoteker. Hal tersebut dispensing langsung Apoteker Pengelola
menerima /dispensing langsung dijelaskan dalam peraturan berikut ini. kepada pasien bukan Apotek atau Apoteker
pesanan obat kepada pasien di a. Undang – Undang No. 36 Tahun merupakan pelanggaran yang memiliki wewenang
dari Dokter daerah terpencil. 2009 tentang Kesehatan, Pasal 98 ayat 2 (2) Setiap jika di daerah terpencil untuk mendistribusikan
didaerah orang yang tidak memiliki keahlian dan tersebut tidak ada apotek. obat, maka Apoteker
terpencil. kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, Namun menurut Undang- tersebut wajib
Apoteker di mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat undang No. 36 tahun memastikan kelengkapan
Apotek tersebut dan bahan yang berkhasiat obat. 2009 tentang kesehatan syarat dan legalitas
menyerahkan b. Undang-undang No. 36 tahun 2009 Pasal 198 jika ada pihak pemesan obat, sehingga
obatnya kepada tentang kesehatan Pasal 108 ayat (1) yang tanpa kewenangan tidak terjadi
dokter dan dokter menyebutkan bahwa praktik kefarmasian dalam dan keahlian melakukan penyalahgunaan obat.
melakukan pengadaan, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi praktik kefarmasian 2. Apoteker harus
penyerahan/dispe harus dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu yang sebagaimana dimaksud dalam mendokumentasikan
nsing langsung mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan Pasal maka akan
108
seluruh catatan
kepada pasien. ketentuan peraturan perundang undangan. Yang dimaksud dengan
dikenakan sanksi pidana pemesanan dan catatan
“tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian dan denda paling banyak pengiriman sediaan
sesuai sebesar seratus juta farmasi.
dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga rupiah.
kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
3. Apoteker harus
kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau mendokumentasikan
dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan seluruh sediaan farmasi
peraturan perundang-undangan. (obat) yang masuk
c. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun maupun yang keluar dari
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pasal 22 instalasi farmasi.
Menjelaskan bahwa, “ Dalam hal di daerah
terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter
gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi
mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan
obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun
1988 tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter dan
Dokter Gigi, Bab V mengenai Pembinaan dan
Pengawasan pasal 12. Dalam pasal ini, disebutkan
bahwa dokter dapat melakukan dispensing hanya
dalam keadaan darurat dan jika tidak tersedia sarana
kesehatan atau untuk tujuan menolong.
e. Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 35 ayat (i)
dan (j)
(i) Dokter mempunyai wewenang menyimpan obat
dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
(ii) Dokter mempunyai wewenang meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.
f. Kode Etik Apoteker Bab 1 Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan
profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa
dalam keadaan tertentu, seperti daerah terpencil,
Apoteker boleh menyerahkan obat kepada dokter sesuai
pesanan selama mengikuti segala peraturan yang
berlaku demi mengedepankan prinsip kemanusiaan.
Identifikasi
Dokter yang melakukan dispensing langsung
kepada pasien bukan merupakan pelanggaran jika di daerah
terpencil tersebut tidak adanya fasilitas kesehatan yaitu
apotek. Namun perlu diperhatikan persyaratan yang harus
dimiliki dokter tersebut, seperti telah disumpah, memiliki
Surat Tanda Regstrasi dan memiliki Surat Izin Praktik,
serta melengkapi segala aturan administrasi kedokteran
sebelum menjalankan praktik kedokterannya. Maka dari
itu, Apoteker yang mendistribusikan obat-obatan kepada
dokter di daerah terpencil perlu memastikan kelengkapan
syarat dokter tersebut, agar tidak terjadi praktik ilegal.
Apoteker juga perlu mendokumentasikan seluruh catatan
pemesanan dan catatan pengiriman agar tidak terjadi
kesalahan dan penyalahgunaan.
22) Apoteker  Diazepam UU no. 5 tahun 1997 UU no. 5 tahun 1997 1. BPOM memperketat
melayani merupakan obat Pasal 14 Pasal 60 penjualan dan
pembelian golongan Ayat 2: Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran Ayat 4 pendistribusian obat
diazepam injeksi Psikotropika. hanya dapat dilakukan oleh Barangsiapa menyerahkan psikotropika.
oleh bidan  Menyerahkan a. Apotek psikotropika selain yang 2. Apoteker memahami
praktik mandiri psikotropika b. rumah sakit ditetapkan dalam Pasal 14 dan mengetahui sanksi-
kepada yang c. puskesmas ayat (1), Pasal 14 ayat (2), sanksi yang akan
tidak memiliki d. balai pengobatan, Pasal 14 ayat (3), dan diterima dari
wewenang (bidan Pasal 14 ayat (4) dipidana pelanggaran
e. dokter.
praktik mandiri) dengan pidana penjara 3. Calon Apoteker diberi
Ayat 3: Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat
paling lama 3 (tiga) bekal mengenai hukum
dilakukan kepada
a. apotek lainnya tahun dan pidana denda profesi kefarmasian
Jenis pelanggaran: b. rumah sakit paling banyak Rp.
Hukum, disiplin dan c. puskesmas 60.000.000,00 (enam
kode etik. d. balai pengobatan puluh juta rupiah).
Ayat 5
e. dokter
Barangsiapa menerima
f. pengguna/pasien.
penyerahan psikotropika
PMK no. 3 tahun 2015
selain yang ditetapkan
Pasal 19
dalam Pasal 14 ayat (3),
Ayat 1: Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya
Pasal 14 ayat (4) dipidana
dapat dilakukan oleh:
dengan pidana penjara
a. Apotek
paling lama 3 (tiga)
b. Puskesmas
tahun dan pidana denda
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
paling banyak Rp.
d. Instalasi Farmasi Klinik
60.000.000,00 (enam
e. Dokter.
puluh juta rupiah).Apabila
Ayat 2: Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika
yang menerima
dan/atau Psikotropika kepada:
penyerahan itu pengguna,
a. Apotek lainnya
maka dipidana dengan
b. Puskesmas
pidana penjara paling lama
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
3 (tiga) bulan.
d. Instalasi Farmasi Klinik
PMK no. 3 tahun 2015
e. Dokter
Pasal 47
f. Pasien.
Pelanggaran terhadap
Pasal 20
ketentuan dalam Peraturan
Ayat 1: Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh
Menteri ini dikenai sanksi
Apotek kepada Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
administratif sesuai
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan
dengan ketentuan
memberikan Narkotika dan Psikotropika melalui
suntikan; dan/atau peraturan perundang-
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah
undangan.
terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai SANKSI DISIPLIN
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi disiplin yang dapat
BUTIR PEDOMAN DISIPLIN yang dilanggar dikenakan oleh MEDAI
Butir 12 Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, berdasarkan PerUU yang
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak berlaku:
melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan 1. Pemberian peringatan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar tertulis
yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien. 2. Rekomendasi
BUTIR KODE ETIK yang dilanggar pembekuan dan/atau
Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker pencabutan Surat
harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan Tanda Registrasi
diri semata yang bertentangan dengan Apoteker, atau Surat
Izin Praktek, atau
Surat Izin Kerja
Apoteker
3. Kewajiban mengikuti
pendidikan atau
pelatihan di institusi
pendidikan apoteker
SANKSI KODE ETIK
Pembinaan dan peringatan
tertulis dari organisasi
profesi
23) Apoteker  Apoteker PerKa BPOM RI 7/2016 Berdasarkan acuan daru Petugas BPOM harus
melayani  Penjualan bebas Pasal 1 PerKa BPOM 7/2016 melakukansidak secara rutin
penjualan  Triheksipenidil Obat-obat Tertentu yang sering disalahgunakan Sanksi terhadap apotek dan rumah
triheksipenidil yang selanjutnya disebut dengan Obat-obat Tertentu adalah administrative : sakit agar tidak ada
kepada seorang Jenis pelanggaran: obat-obat yabg bekerja di SSP selain Narkotika dan a. peringatan, penjualan bebas obat –obat
pasien Hukum, disiplin, dan Psikotropika yang pada penggunaan diatas dosis terapi b. peringatan keras, yang sering disalahgunakan
tetangganya kode etik. dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas c. rekomendasi
pada aktivitas mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat pencabutan izin
yang mengandung Tramadol, Triheksipenidil,
Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau Halloperidol
Kode Etik Pasal 5
Di dalam menjalan tugasnya Seorang Apoteker
harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri
semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
leluhur jabatan kefarmasian
Implementasi :
Setiap apoteker Indonesia harus mengerti tugas dan
apa saja larangan yang tidak diperbolehkan dalam
berpraktek (ketrampilan, sikap, dan perilkau yang
berdasarkan pada ilmu, hukum, dan etik).
Pedoman Disiplin Butir 12
Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesionalitasnya tanpa alas an
pembenaran yang sah sehingga dapat membahayakan
pasien.
24) Apoteker Apoteker menjual BUTIR PEDOMAN DISIPLIN yang dilanggar: Sanksi disiplin yang dapat 1. Apoteker menggali
menyarankan dan tablet Levonorgestrel- Butir 1: Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak dikenakan oleh MEDAI lebih dalam kondisi
menjual tablet etinil estradiol pada kompeten. berdasarkan PerUU yang pasien terlebih dahulu
Levonorgestrel- pasien dengan Butir 12: Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, berlaku: sebelum menyarankan
etinil estradiol gangguan ginjal. melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak 1. Pemberian peringatan terapi pada pasien.
kepada seorang Penggunaan melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tertulis 2. Apoteker meng-update
pasien yang telah levonogestrel-etinil tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar 2. Rekomendasi pengetahuan terkait
dikenalnya dan estradiol perlu yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien. pembekuan dan/atau obat agar dapat
mengalami diberikan Butir 13: Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pencabutan Surat mengoptimalkan
oedem / perhatikan khusus pelaksanaan praktik swa-medikasi (self medication) yang Tanda Registrasi pengobatan pasien.
pembengkakan pada pasien dengan tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian. Apoteker, atau Surat 3. Apoteker bertanggung
pada gangguan ginjal. BUTIR KODE ETIK yang dilanggar: Izin Praktek, atau Surat jawab secara
pergelangan kaki Pasal 9: Seorang Apoteker dalam melakukan praktik Izin Kerja Apoteker professional untuk
karena gangguan Jenis pelanggaran: kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, 3. Kewajiban mengikuti memberikan nasehat
ginjal Disiplin dank ode etik. menghormati hak azazi pasien dan melindungi makhluk pendidikan atau dan informasi yang
hidup insani. pelatihan di institusi benar, cukup, dan
pendidikan apoteker objektif tentang
SANKSI KODE ETIK swamedikasi dan
Pembinaan dan peringatan semua produk yang
tertulis dari organisasi tersedia untuk
profesi swamedikasi.
25) Apoteker Hidrokuinon, a. Pelanggaran hukum UU 36 / 2009 1. Pembinaan agar
pengelola apotek swamedikasi 1). UU 36 / 2009 pasal 5 ayat (2) : Setiap orang Pasal 196 : Setiap orang apoteker menyadari
melakukan mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan yang dengan sengaja pentingnya
peracikan Jenis pelanggaran: kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. memproduksi atau mengutamakan
kosmetik yang Hukum, disiplin, dan 2). UU 8 / 1999 pasal 4 : Hak konsumen adalah hak mengedarkan sediaan keamanan pasien.
mengandung kode etik. atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan farmasi dan/atau alat 2. Tidak mencari
Hidrokuinon dan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. kesehatan yang tidak keuntungan pribadi
arbutin untuk 3). PP 51 / 2009 pasal 3 : Pekerjaan Kefarmasian memenuhi standar dalam hal merugikan
pasien dalam dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, dan/atau persyaratan pasien.
rangka pelayanan kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan keamanan, khasiat atau 3. Sesama apoteker harus
swamedikasi. serta keselamatan pasien atau masyarakat yang kemanfaatan, dan mutu saling mengingatkan
berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang sebagaimana dimaksud dan menasehati untuk
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, dalam Pasal 98 ayat (2) mencegah terjadi
mutu, dan kemanfaatan. dan ayat (3) dipidana palnggaran.
Alasan : karena hidrokuinon termasuk zat yang dengan pidana penjara 4. Melakukan
dilarang dalam pembuatan kosmetik sehingga paling lama 10 (sepuluh) swamedikasi yang
tidak aman. Dan harus dengan resepdari dokter tahun dan denda paling menjamin keamanan
4). PMK 1175 / 2010 pasal 2 : Kosmetika yang banyak pasien.
beredar harus memenuhi persyaratan mutu, Rp1.000.000.000,00 (satu
keamanan, dan kemanfaatan miliar rupiah).
Alasan : Meracik sendiri kosmetik belum tentu
aman, bermutu dan bermanfaat karena belum Pasal 197 : Setiap orang
tentu ada uji keamanan mutu yang dengan sengaja
5) PMK 73 / 2016 bab III : Apoteker di Apotek memproduksi atau
juga dapat melayani Obat non Resep atau mengedarkan sediaan
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus farmasi dan/atau alat
memberikan edukasi kepada pasien yang kesehatan yang tidak
memerlukan Obat non Resep untuk penyakit memiliki izin edar
ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas sebagaimana dimaksud
terbatas yang sesuai. dalam Pasal 106 ayat (1)
Alasan : karena kosmetik tidak termasuk dalam dipidana dengan pidana
pelayanan swamedikasi. penjara paling lama 15
6) Perka BPOM 18 / 2015 lampiran 5 no. 384 : (lima belas) tahun dan
hidrokuinon masuk ke dalam daftar bahan yang denda paling banyak
dilarang dalam kosmetik Rp1.500.000.000,00 (satu
Alasan : kosmetik yang diracik mengandung miliar lima ratus juta
hidrokuinon. rupiah).
b. Pelanggaran disiplin
Butir 7 : Memberikan sediaan farmasi yang tidak
terjamin mutu, keamanan, dan khasiat atau manfaat
kepada pasien.
Alasan : karena hidrokuinon termasuk zat yang
dilarang dalam pembuatan kosmetik sehingga tidak
aman.
c. Pelanggaran kode etik
Pasal 9 : Seorang apoteker dalam melakukan praktik
kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat. Menghormati hak asasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
Alasan : hidrokuinon tidak melindungi pasien
melainkan mengancam kesehatan pasien.
26) Apoteker berada Obat keras, pelayanan a. Pelanggaran Hukum UU No. 36 tahun 2009 (PP 51 2009 pasal 24)
di apotek, resep Obat keras oleh PP 51: Pasal 198 : Setiap orang Sebaiknya Apoteker
pelayanan resep TTK Pasal 51, ayat (3) menyebutkan dalam hal apoteker di yang tidak memiliki melimpahkan tugasnya
obat keras bantu oleh tenaga teknis kefarmasian, pelaksanaan keahlian dan kewenangan kepada Apoteker
dilayani oleh Jenis pelanggaran: pelayanan kefarmasian tetap dilakukan oleh apoteker untuk melakukan praktik pendamping yang memiliki
tenaga teknis Hukum, disiplin, dan dan tanggung jawab tetap berada ditangan apoteker. kefarmasian sebagaimana SIPA untuk menyerahkan
kefarmasian. kode etik. Pasal 21, ayat (2) dimaksud dalam pasal 108, dan menerima resep obat
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dipidana dengan pidana keras.
dokter dilaksanakan oleh Apoteker. denda paling banyak Rp
Kecuali dalam daerah terpencil tidak terdapat 100.000.000,00 (seratus
apoteker, Tenanga teknis kefarmasian yang telah juta rupiah).
memiliki STRTTK boleh meracik dan menyerahkan Sanksi disiplin yang
obat kepada pasien. (pasal 21 ayat 3) dapat dikenakan oleh
Pasal 24, poin c MEDAI berdasarkan
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Peraturan per-Undang-
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat Undangan yang berlaku
menyerahkan obat keras, narkotika, dan psikotropika adalah:
kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai 1. Pemberian peringatan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. tertulis;
b. Pelanggaran Disiplin 2. Rekomendasi
Butir 2 : Membiarkan berlangsungnya praktek pembekuan dan/atau
kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa pencabutan Surat
kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ Tanda Registrasi
atau Apoteker pendamping yang sah. Apoteker, atau Surat
Butir 12 : Dalam penatalaksanaan praktik Izin Praktik Apoteker,
kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak atau Surat Izin Kerja
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya Apoteker; dan/atau;
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab 3. Kewajiban mengikuti
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, pendidikan atau
sehingga dapat membahayakan pasien. pelatihan di institusi
c. Pelanggaran Kode etik pendidikan apoteker.
Pasal 1 : Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker
harus menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah Apoteker.
Pasal 3 : Seorang Apoteker harus senantiasa
menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
Indnonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
Identifikasi mengapa disebut pelanggaran :
Pendelegasian wewenang yang tidak tepat, sehingga
kemungkinan terjadi medication error meningkat.
TTK yang diberi kelimpahan tidak memiliki
wewenang penyerahan obat berdasarkan resep dokter.
Apalagi, apoteker yang berwenang ada di tempat.
27) Apoteker yang Apoteker yg sakit, 1. Undang-Undang Obat Keras Pasal 3 (St. No.419) Pasal 12 Undang-Undang 1. Agar setiap apoteker
sedang mendelegasikan tugas, yang berbunyi, “ Penyerahan persediaan untuk Obat Keras : hukuman berusaha dengan
menderita flu resep obat keras penyerahan dan penawaran untuk penjualan dari bahan- penjara setinggi-tingginya seungguh-sungguh dalam
berat datang ke bahan G , demikian pula memiliki bahan-bahan ini 6 bulan atau denda uang menjaga kondisi fisiknya
Apotek, namun dalam jumlah sedemikian rupa sehingga secara normal setinggi-tingginya 5000 dalam segi kesehatan
mendelegasikan Jenis pelanggaran: tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya gulden. agar tetap mampu dalam
tugas kepada Hukum dan disiplin. diperuntukkan pemakaian pribadi adalah dilarang. melakukan pekerjaan
Tenaga Teknis Larangan ini tidak berlaku untuk pedagang-pedagang kefarmasian secara
Kefarmasian besar yang diakui, Apoteker-Apoteker, yang profesional.
untuk melayani memimpin Apotek dan Dokter hewan.” 2. Jika memang masih
resep obat keras. Identifikasi : Dari pernyataan pasal tersebut terkait memungkinkan untuk
kasus ini yang berhak menyerahkan obat keras dari melakukan pelayanan
daftar G adalah Apoteker, bukan Tenaga Teknnis kefarmasian, agar
Kefarmasian. menggunakan masker
2. PP Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan saat berhadapan dengan
Kefarmasian Pasal 51 ayat 1 berbunyi, “Pelayanan pasien karena
Kefarmasian di apotek, puskesmas, atau instalasi dikhawatirkan
farmasi Rumah Sakit hanya dapat dilakukan oleh menularkan penyakit ke
Apoteker”, dan Pasal 24 ayat c yang berbunyi, “Dalam pasien.
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas 3. Jika sama sekali tidak
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat menyerahkan dapat melakukan
obat keras, narkotika dan psikotropika kepada aktifitas, agar Apoteker
masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan izin tidak masuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.” hari tersebut dari
Identifikasi : Pada kasus ini, Apoteker tidak melakukan pekerjaan
pelayanan kefarmasian terhadap resep obat keras oleh kefarmasiannya dann
dirinya sendiri, melainkan mendelegasikannya kepada istirahat demi
Tenaga Teknis Kefarmasian dan/ tenaga tenaga ;ainnya memulihkan kesehatan
yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan dan agar mengamanatkan
pekerjaan tersebut. kepada TTK nya untuk
3. Pedoman Disiplin Bab IV tentang Bentuk Pelanggaran tidak melayani resep obat
Disiplin Apoteker Butir ke 11 berbunyi, “Menjalankan keras melainkan hanya
praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan obat bebas dan bebas
fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga terbatas saja.
merugikan kualitas pelayanan profesi.”
Identifikasi : Pada kasus ini, kondisi fisik Apoteker
sedang tidak optimal dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian sehingga mengakibatkan apoteker
berinisiatif untuk mengalihkan pekerjaannya dalam
melayani resep obat keras kepada TTK, sehingga
kualitas pelayanan profesi tidak bisa diberikan secara
maksimal sesuai dengan ketentuan pekerjaan pelayanan
kefarmasian.
28) Apoteker Rekomendasi SIP, 1. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Tidak ada sanksi karena 1. Memberikan
sebagai Ketua PC kab/kota berbeda Pasal 23 ayat 3 belum ada pelanggaran edukasi/informasi
IAI di suatu Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang dilanggar oleh Ketua kepada apoteker bahwa
kab/kota, tidak tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari PC IAI ataupun Apoteker pengurusan SIP berada
mau memberikan pemerintah. yang mengajukan. pada tempat praktik
Rekoemndasi 2. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 2. Membuat surat
mengurus SIP, Pasal 46 ayat 3 dan 4 Keterangan mutasi dari
karena Apoteker a. SIP diberikan oleh pemerintah Pengurus Daerah asal
tersebut beradadi daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat anggota, yang ditujukan
kab/kota yang kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota ke Pengurus Daerah
berbeda tempat Tenaga Kesehatan menjalankan praktiknya. dimana praktik/kerja
b. Untuk mendapatkan SIP, Tenaga Kesehatan harus kefarmasian akan
memiliki; dilaksanakan (bagi
1) STR yang masih berlaku; pemohon yang berasal
2) Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dari Kabupaten/Kota
3) tempat praktik. luar propinsi) jika ingin
mendapatkan
3. PMK No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin rekomendasi dari ketua
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian PC IAI daerah tersebut.
Pasal 21
1. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6
terlampir.
2. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a) fotokopi STRA yang dilegalisir oleh
KFN;
b) surat pernyataan mempunyai tempat
praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan
fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c) surat rekomendasi dari organisasi
profesi; dan
d) pas foto berwarna ukuran 4 x 6
sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar;
4. PMK No. 31 tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Pasal 17
a. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin
sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
b. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
1) SIPA bagi Apoteker; atau
2) SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 19
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan
yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga
Kefarmasian menjalankan praktiknya.
5. Peraturan Organisasi (IAI)
PO.005/PP.IAI/1418/V/2015 tentang Rekomendasi
Ijin Praktik atau Kerja Ikatan Apoteker Indonesia
Ketentuan Umum
a. Rekomendasi ijin praktik/kerja
hanya diberikan kepada Apoteker anggota Ikatan
Apoteker Indonesia
b. Permohonan rekomendasi ijin
praktik/kerja oleh anggota ditujukan kepada
Pengurus Cabang setempat dimana
praktik/pekerjaan kefarmasian akan dilaksanakan
c. Surat Rekomendasi ijin praktik/kerja
ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dimana Pengurus Cabang
tersebut berada dan memberikan tembusan kepada
Pengurus Daerah sebagai laporan.
Alasan:/ identifikasi:
Ketua PC IAI telah benar tidak memberikan
rekomendasi kepada apoteker yang praktik di
kab/kota yang berbeda.
29) Apoteker Teman Sejawat, 1. Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 3 Kewajiban Tidak ada sanksi berat. 1. Seorang apoteker
sebagai Ketua PC Rekomendasi, apoteker terhadap teman sejawat: dengan jabatan ketua
IAI di suatu Mengurus SIP. Pasal 10 : Seorang  Apoteker  harus memperlakukan PC IAI di suatu
kab/kota, tidak Jenis pelanggaran : teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri  ingin kabupaten/kota
mau memberikan 1. Kode Etik diperlakukan. seharusnya
Rekomendasi Apoteker Pasal 12 :Seorang Apoteker harus mempergunakan memberikan
kepada Apoteker Indonesia setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama rekomendasi kepada
lain untuk yang baik sesama apoteker di dalam memelihara apoteker lain untuk
mengurus SIP di 2. Disiplin keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mengurus SIP di suatu
suatu Apotek, mempertebal rasa saling mempercayai di dalam apotik. Dan menjadi
karena Apoteker menunaikan tugasnya. sumber informasi
tersebut telah Identifikasi : Dari pernyataan pasal tersebut terkait untuk teman sejawat.
melakukan kerja kasus ini seorang apoteker dengan jabatan ketua PC 2. Agar setiap apoteker
sama untuk IAI di suatu kabupaten/kota seharusnya memberikan tetap mampu
menjadi APA rekomendasi kepada apoteker lain untuk mengurus melakukan pekerjaan
dengan PSA di SIP di suatu apotik. kefarmasian secara
Apotek tersebut 2. Pedoman Displin profesional perlu
BAB IV point 6: tidak membuat dan/atau tidak adanya pengawasan
melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai dan pembinaan agar
Pedoman Kerja bagi seluruh personil disarana ketidakpedulian
pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan sesama apoteker tidak
kewanangannya. terjadi.
BAB II point 18: Standar Prosedur Operasional
adalah serangkaian instruksi tertulis yang dilakukan
mengenai sebagai proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
30) Apoteker yang SIPA penanggung 1. Permenkes nomor 31 tahun 2016 pasal 18 ayat 1 Pencabutan SIPA Perlu pemahaman tentang
telah memiliki jawab pada dua Pasal 18 Permenkes 889 tahun 2011
SIP sebagai tempat yang berbeda. (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya dan Permenkes 31 tahun
Apoteker diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas 2016.
Pengelola Apotek Pelanggaran : menjadi kefarmasian.
dan SIA utk satu Apoteker penanggung 2. Permenkes 889 tahun 2011 dan Permenkes 31 tahun Permenkes 889 tahun 2011
Apotek di Kab X, jawab pada dua 2016. PASAL 18
mengajukan tempat yang berbeda PASAL 18 (1) SIPA bagi Apoteker
kembali menjadi (1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas penanggung jawab di
APA di Kab. pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan fasilitas pelayanan
tetangganya. untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. kefarmasian atau SIKA
Penjelasan : karena SIPA sebagai penanggung jawab hanya diberikan untuk 1
sudah digunakan di satu tempat, tidak boleh digunakan (satu) tempat fasilitas
di tempat lainnya kefarmasian.
(2) Apoteker penanggung
jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian
berupa puskesmas dapat
menjadi Apoteker
pendamping di luar jam
kerja.
(3) SIPA bagi Apoteker
pendamping dapat
diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(4) SIKTTK dapat diberikan
untuk paling banyak 3
(tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.

Permenkes No 31 tahun
2016
PASAL 18
(1) SIPA bagi Apoteker di
fasilitas kefarmasian
hanya diberikan untuk
( satu ) tempat fasilitas
kefarmasian
(2) Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 )
SIPA bagi Apoteker di
fasilitas pelayanan
kefarmasian dapat
diberikan untuk paling
banyak 3 ( tiga ) tempat
fasilitas pelayanan
kefarmasian
(3) Dalam hal Apoteker telah
memiliki Surat Izin
Apotek , maka Apoteker
yang bersangkutan
hanya dapat memiliki 2
(dua) SIPA pada
fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
(4) SIPTTK dapat
diberikan untuk paling
banyak 3 ( tiga ) tempat
fasilitas kefarmasian.

Kasus Kata Kunci dan Judul dan Pasal UU/Butir Pedoman Sanksi Upaya Pencegahan
Peluang Disiplin/Kode Etik yang dilanggar +
Pelanggaran IDENTIFIKASI
31) PSA suatu Apotek Pengajuan Apoteker tidak melakukan pelanggaran Tidak dijelaskan Perlu perjanjian kontrak yang jel
menulis surat penutupan apotek dalam kasus ini yang melakukan pelanggaran mengikat secara hukum antara PS
kepada Dinkes oleh PSA adalah PSA karena sebetulnya PSA tidak Apoteker. Didalam kontrak harus
KabKota dengan berwenang untuk melakukan pengajuan terdapat hal-hal yang menjadi we
tembusan kepada permohonan apotek. PSA dan hal-hal yang menjadi w
APA, untuk Hal ini dijelaskan dalam peraturan apoteker.
menutup berikut:
Apoteknya, lalu PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Perlu pemahaman yang mendalam
menutup Apotek Kefarmasian Pasal 25 ayat 1 dan 2 mengenai peraturan perundang-
tersebut (1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan undangan.
modal sendiri dan/atau modal dari pemilik
modal baik perorangan maupun
perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerja sama dengan pemilik modal
maka pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan

KEP MENKES 1332 TAUN 2002 tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek

Pasal 1 ayat 3
Surat izin apotek atau SIA adalah Surat izin
yang diberikan oleh Menteri kepada
apoteker atau apoteker bekerjasama
dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotik di suatu tempat
tertentu

Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut surat izin apotik
apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi
ketentuan yang dimaksud pasal 5 dan
atau;
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban
dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 15
ayat (2) dan atau;
c. Apoteker Pengelola Apotik terkena
ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat
(5) dan atau;
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
atau;
e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola
Apotik dicabut dan atau;
f. Pemilik sarana Apotik terbukti terlibat
dalam pelanggaran Perundangundangan
di bidang obat, dan atau;
g. Apotik tidak lagi
memenuhi persyaratan dimaksud
dalam pasal 6.

Identifikasi
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa
apoteker dapat mendirikan apotek dengan
bekerja sama dengan PSA. PSA disini hanya
bertindak sebagai investor terhadap pendirian
apotek dan yang mengelola apotek tetap adalah
seorang apoteker.

Untuk dapat melakukan kegiatan


operasionalnya, apotek harus memiliki Surat
Izin Apotek. Surat Izin apotek ini diajukan oleh
apoteker dan diberikan kepada apoteker.
Penutupan apotek hanya dapat terjadi apabila
izin apotek tersebut dicabut. Pencabutan izin
apotek hanya dapat dilakukan oleh dinas
kesehatan apabila terjadi pelanggaran seperti
pada butir-butir pada pasal 25 diatas.
Dalam hal ini, pemilik sarana apotek tidak
berwenang untuk mengajukan penutupan
apotek. Pihak yang berwenang mengajukan
penutupan apotek adalah apoteker pengelola
apotek yang memang memiliki Surat Izin
Apotek.
32) APA sekaligus  Memperkerjakan PMK No. 35 Tahun 2014 Sanksi PMK No. 35 Tahun 2014
PSA memperkerjakan  Apoteker Pasal 1. Kode Etik Apoteker Pasal 1.
Apoteker lain sebagai sebagai Tenaga Tenaga Teknis Kefarmasian adalah Pasal 15 Penegahan:
Tenaga Teknis Teknis tenaga yang membantu apoteker dalam Jika seorang apoteker menempatkan orang sesuai
Kefarmasian Kefarmasian menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
baik dengan sengaja posisinya masing-masing
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, ataupun tidak sengaja menjadikan apoteker sebaga
Hubungan apoteker Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah melanggar atau tidak dengan system kerja sama bukan
dengan PSA adalah Farmasi/Asisten Apoteker. mematuhi kode etik pekerja (ada baiknya dijadikan
mitra, sehingga Identifikasi: apoteker Indonesia maka apoteker pendamping) karena
apoteker bukanlah Di pasal tersebut dijelaskan bahwa dia wajib mengakui dan apabila apoteker hanya menjad
pekerja. Apoteker tidak masuk kedalam tenaga teknis menerima sanksi dari teknis kefarmasian maka akan
Apoteker bukan kefarmasian peerintah dan kewajiban pihak yang bers
termasuk Tenga ikatan/organisasi profesi sebagai apoteker yang dicabut
Teknis Kefarmasian. Kode Etik Apoteker farmasi yang
Pasal 10 menanganinya (IAI) dan Kode Etik Apoteker
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman mepertanggungjawabkan Pasal 10
Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin kepada Tuhan Yang harus memperlakukan teman Se
diperlakukan. Maha Esa sebagaimana ia sendiri
Identifikasi: diperlakukan sesuai dengan k
APA harus memperlakukan Apoteker sebagai apoteker yang artinya harus me
TTK artinya tidak memperlakukan teman dan meningkatkan kerjasama y
sejawat sebagaimana harusnya. Apoteker yang sesama Apoteker di dalam me
di rekrut seharusnya sebagai Apoteker keluhuran martabat jabatan kefa
pendamping, bukan TTK. serta mempertebal rasa
mempercayai di dalam me
Pasal 12 tugasnya
Seorang Apoteker harus mempergunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di
dalam memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
Identifikasi
APA yang dalam hal ini juga PSA harusnya
memperlakukan Apoteker sebagai mitra bukan
pekerja.

Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan
setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati
sejawat petugas kesehatan lain
Identifikasi:
Sesuai pasal ini seharusnya APA menghormati
dan menghargai Apoteker lain sebagai teman
sejawat bukan diperlakukan sebagai TTK.
33) Apoteker yang Kata kunci : Berdasarkan, PMK No. 31 tahun 2016, Menurut PMK 31/16’ Pencegahan yang dapat dilakuk
bekerja di Rumah Apoteker yang Apoteker yang bekerja di rumah sakit dapat SIPA berlaku untuk kasus ini adalah
Sakit mengajukan diri bekerja di Rumah mengajukan diri sebagai Apoteker Pengelola paling banyak 3 (tiga) - Apoteker
sebagai Apoteker Sakit ingin Apotek dengan persyaratan sebagai berikut : tempat pelayanan time management aga
Pengelola Apotek mengajukan diri Pasal 18 kefarmasian. Tetapi mengatur waktu kapan
sebagai Apoteker a. SIPA bagi Apoteker di sanksi ini berlaku bagi bekerja di RS dan kapan
Pengelola Apotek fasilitas kefarmasian hanya diberikan apoteker yang melanggar bekerja di Apotek
untuk 1 (satu) tempat fasilitas pedoman disiplin apabila - Jika Apote
Peluang kefarmasian melalaikan tugas dan bisa konsiste makan
terjadinya b. Dikecualikan dari kewajiban di salah satu tersebut harus memilih s
pelanggaran ketentuan sebagaimana yang dimaksud tempat pelayanannya. tempat praktik kefarmasia
1. Apoteker dapat pada ayat 1 SIPA bagi Apoteker di
kehilangan tanggung fasilitas pelayanan kefarmasian dapat 1. Teguran Lisan
jawab dalam diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) 2. Peringatan
menjalankan praktek tempat pelayanan kefarmasian tertulis dari MEDAI
kefarmasian dengan c. Dalam hal Apoteker 3. PMK 889/11
sering tidak hadir di telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Pasal 23
apotek atau rumah Apoteker yang bersangkutan hanya Kepala Dinas
sakit dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada Kesehatan
fasilitas kefarmasian lain Kabupaten/Kota dapat
2. Apoteker d. SIPTTK dapat diberikan mencabut SIPA,
memiliki niat untuk paling banyak 3 (tiga) tempat karena:
mencari keuntungan fasilitas kefarmasian c. yang
diri sendiri tanpa bersangkutan tidak
memikirkan pasien Berdasarkan, PMK No. 993 tentang bekerja pada tempat yang
Tata cara pendirian Apotek, persyaratan tercantum dalam surat
Apoteker Pengelolah Apotek, meliputi : izin;
Pasal 5 e. melakukan
a. Ijazahnya telah terdaftar pelanggaran disiplin
pada tenaga kefarmasian
Departemen Kesehatan. berdasarkan
b. Telah mengucapkan rekomendasi KFN; atau
Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat izin
Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat
kesehatan fisik dan mental
untuk meiaksanakan tugasnya, sebagai
Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu
Perusahaan farmasi dan tidak menjadi
Apoteker Pengelola Apotik di Apotik
iain.

1. Pelanggaran disiplin
Poin 2 : Membiarkan berlangsungnya
praktek kefarmasian tanpa tanggung jawab,
tanpa kehadiran, ataupun tanpa apoteker
pengganti/ tanpa apoteker pendamping yang
sah

Identifikasi : Apoteker tersebut dapat


kehilangan tanggung jawab dalam
melaksanakan praktek kefarmasian yang
berupa sering tidak hadirnya di apotek atau
rumah sakit, maka apoteker tersebut melanggar
pedoman disiplin apoteker

1. Pelanggaran Kode Etik


Pasal 5 : Didalam menjalankan
tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan
diri dari usaha mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur kefarmasian
Identifikasi : Apabila apoteker tersebut
berniat mencari keuntungan semata tanpa
memikirkan kesehatan pasien, maka apoteker
tersebut melanggar kode etik pasal 5
34) Apoteker yang Kata kunci : UU No. 36 Tahun 2009 Sanksi jika apoteker Sebelum mengajukan diri sebaga
bekerja sebagai Apoteker – dosen – Pasal 5 tidak berada di apotek: dosen tersebut harus meminta iz
dosen, APA Setiap orang mempunyai hak dalam  Peringatan terlebih dulu kepada atasan
mengajukan diri Peluang memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, secara tertulis.
sebagai APA di pelanggaran: bermutu dan terjangkau.  Pembekua KepMenKes No.
apotek swasta  Apoteker Pasal 8 n izin apotek. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002
memiliki dua Setiap orang berhak memperoleh informasi  Rekomen - Apotek harus memiliki Apot
pekerjaan yang tentang data kesehatan dirinya termasuk dasi pembekuan dan/atau Pendamping atau Apoteker P
memungkinkan tindakan dan pengobatan yang telah maupun pencabutan Surat Tanda - Jika tidak memungkinkan, ap
pada waktu yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Registrasi Apoteker atau harus tutup sementara ketika
tertentu apoteker Pasal 108 Surat Izin Praktik tidak berada di apotek
tidak berada di Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan Apoteker.
apotek. termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
 Jika apotek tetap pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
buka tanpa ada pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
APA, apoteker dokter, pelayanan informasi obat serta
pendamping pengembangan obat, bahan obat dan obat
ataupun apoteker tradisional harus dilakukan oleh tenaga
pengganti, kesehatan yang mempunyai keahlian dan
memungkinkan kewenanangan sesuai dengan ketentuan
praktik peraturan perundang-undangan.
kefarmasian UU No. 8 Tahun 1998
didelegasikan Pasal 4
kepada tenaga Hak konsumen adalah hak atas kenyamanan,
yang tidak keamanan, dan keselamatan dalam
memiliki mengonsumsi barang dan/atau jasa.
kewenangan. PP No. 20 Tahun 1962
 Praktik Lafal Sumpah Apoteker : Saya akan
kefarmasian yang menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya
dilaksanakan oleh sesuai dengan martabat dan tradisi luhur
tenaga yang tidak jabatan kefarmasian.
memiliki PP No. 51 Tahun 2009
kewenangan Pasal 1
dapat Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
meningkatkan tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
kejadian Apoteker.
medication error Pasal 21
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Pasal 51
Pelayanan kefarmasian di apotek, puskemas
atau IFRS hanya dapat dilakukan oleh
Apoteker.
PMK No. 35 Tahun 2014
Pasal 1
Apotek adalah sarana pelayanan kesehatan
tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker.
Kode Etik Apoteker
Pasal 3
Seorang apoteker harus senantiasa
menjalankan profesinya sesuai kompetensi
apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan
dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya seorang
apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian.
Pedoman Displin
1. Membiarkan berlangsungnya praktik
kefarmasian yang menjadi
tanggungjawabnya tanpa kehadirannya
ataupun apoteker pengganti dan/atau
apoteker pendamping yang sah
2. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
35) APA Kata Kunci : Undang-undang No.36 Tahun 2009 Sanksi disiplin : Dinas Kesehatan
menghentikan Ketentuan kode etik, tentang Kesehatan 1. Pe melakukan sidak dan pembinaa
kerjasama secara standar profesi Pasal 24 ayat 1 mberian APA dan PSA. Bila dalam sidak
sepihak dengan PSA (1) Tenaga kesehatan sebagaimana peringatan tertulis memang ditemukan
dalam pengelolaan Peluang dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi 2. Re pelanggaran, dimana apotek m
Apotek , dan tidak terjadi pelanggaran ketentuan kode etik, standar profesi, hak komendasi obat dalam sediaan dan jumlah
mau mencarikan APA : pengguna pelayanan kesehatan, standar pembekuan tanpa adanya faktur pemesan
pengganti  APA mengetahui pelayanan, dan standar prosedur operasional. dan/atau kesalahan beberapa administra
ada kejanggalan (2) Ketentuan mengenai kode etik dan pencabutan surat Dalam pembinaan tersebut,
dalam standar profesi sebagaimana dimaksud pada tanda registrasi meminta kepada APA dan PS
pemesanan obat ayat (1) diatur oleh organisasi profesi. apoteker, atau membuat surat pernyataan bahw
(jumlah dan (3) Ketentuan mengenai hak pengguna surat izin praktek Dirgantara tidak akan m
sediaan) tanpa pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan apoteker, atau pelanggaran lagi, jika tidak AP
diketahui APA, standar prosedur operasional sebagaimana surat izin kerja menyerahkan kembali SIA ke Di
dan dimaksud pada ayat (1) diatur dengan apoteker,
mengebalikan Peraturan Menteri. dan/atau
SIA ke Suku 3. Ke
DInas Kesehatan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 wajiban
setempat. Dan Tentang Perlindungan Konsumen mengikuti
APA tidak akan Pasal 6 pendidikan atau
mencarikan bila a. Mendapatkan perlindungan hukum pelatihan di
PSA tidak dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak institusi
memperbaiki baik; pendidikan
sistem di tempat b. Melakukan pembelaan diri yang apoteker
usahanya. sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
c. Rehabilitasi nama baik apabila tidak
terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/
atau jasa yang diperdagangkan;

Peraturan Menteri Kesehatan Republik


 Bila APA di Indonesia Nomor 1332/MENKES/PER/X/2003
laporkan ke
pihak berwajib Pasal 8
oleh PSA yang Segala tindakan atau perbuatan yang
merasa dirugikan dilakukan oleh Pihak kedua tanpa
karena temuan. sepengetahuan dan persetujuan dari Pihak
Pertama menjadi tanggungan dan resiko Pihak
Kedua sendiri, demikian pula sebaliknya segala
tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh
Pihak Pertama tanpa sepengetahuan dan
persetujuan dari pihak Kedua menjadi
tanggungan dan resiko Pihak Pertama sendiri.

Pasal 9
a. Perjanjian ini dimulai pada saat akta ini
ditandatangani dan masing-masing pihak
berhak untuk membatalkan perjanjian kerja
sama ini secara sepihak dengan tidak
merugikan pihak lain, dengan cara salah
satu pihak memberitahukan maksudnya
tersebut secara tertulis kepada pihak
lainnya 3 (tiga) bulan sebelumnya..

 b. Apabila Pihak Kedua berhenti secara


mendadak tanpa melaksanakan ketentuan
pada pasal 9, maka Pihak Kedua harus
mencarikan Apoteker Pengganti dan
bertanggung jawab dalam proses
penggantian Apoteker tersebut sampai
keluarnya ijin apotek yang baru. Sedangkan
apabila Pihak Pertama memberhentikan
Pihak Kedua secara mendadak tanpa
melaksanakan ketentuan pada pasal 9,
maka Pihak Pertama harus membayar jasa
profesi selama 2 (dua) bulan kedepan
36) Apoteker Apoteker o Hukum  Sanksi administratif Apoteker melakukan p
menyerahkan obat anti menyerahkan obat Peraturan Menteri Kesehatan berupa peringatan kefarmasian sesuai dengan Ko
diabetes tanpa resep anti diabetes tanpa No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal tertulis, penghentian profesi yang berlaku. Me
dokter, kepada resep dokter 19 sementara kegiatan golongan obat keras harus deng
pelanggannya yang Setiap Apoteker dan Tenaga atau pencabutan SIA dokter yang diterima oleh
sudah biasa dilayani Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai  Sanksi dari organisasi Memberikan penjelasan kepad
dengan resep dokter. dengan standar profesi, standar prosedur profesi farmasi yang kalau obat antidiabetes
operasional, standar pelayanan, etika dapat berupa digunakannya tidak boleh dib
profesi, menghormati hak pasien dan pembinaan, resep dokter. Menyadari
mengutamakan kepentingan pasien. peringatan, pencabutan menyerahkan obat keras kepad
Identifikasi : Dengan menyerahkan keanggotaan justru dapat membahayakan p
obat anti diabetes yang merupakan obat sementara, dan sendiri. Mengingatkan
keras kepada pasien tanpa resep dokter, pencabutan menyarankan kepada pasien u
apoteker berarti tidak bekerja sesuai keanggotaan up ke dokter secara rutin.
dengan standar prosedur operasional, tetap.karena tidak
standar pelayanan, dan etika profesi. mentaati dan
Walaupun pasien tersebut sudah terbiasa melaksanakan Kode
menggunakan obat antidiabetes tetapi tetap Etik Apoteker
saja memberikan obat keras tanpa resep Indonesia
dokter dapat membahayakan keselamatan  Sanksi disiplin yang
pasien. Sehingga apoteker telah melanggar dapat dikenakan oleh
ketentuan perundang-undangan ini. MEDAI karena
Peraturan Pemerintah No. 51 melanggar Pedoman
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Disiplin Apoteker
Kefarmasian Pasal 24 Butir C Indonesia.
Menyerahkan obat keras, narkotika
dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Identifikasi : Sangat jelas bahwa
apoteker telah melanggar ketentuan
perundang-undangan ini karena
menyerahkan obat keras kepada pasien
tanpa resep dokter. Walaupun pasien
sudah biasa menggunakan obat anti
diabetes tersebut, penyerahan obat tanpa
resep dokter dapat meningkatkan resiko
keselamatan pasien dan juga rentan
penyalahgunaan.
o Kode Etik
Pasal 1
Seorang Apoteker harus
menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah Janji Apoteker.
Identifikasi : Apoteker harus
melaksanakan praktik profesi sesuai
landasan praktik profesi yaitu ilmu, hokum
dan etik. Dengan menyerahkan obat keras
kepada pasien tanpa resep dokter berarti
apoteker telah melanggar hukum yang
otomatis juga melanggar kode etik karena
telah menjalankan praktik profesi tanpa
landasan hukum.
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam
melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat.
menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
Identifikasi : Dengan menyerahkan
obat keras tanpa resep dokter berarti
apoteker telah membahayakan
keselamatan pasien, karena bisa saja
pasien lupa cara menggunakannya dan
juga rentan disalahgunakan.
o Pedoman Disiplin
Poin 1
Melakukan praktik kefarmasian
dengan tidak kompeten.
Identifikasi : Apoteker melakukan
praktik kefarmasian dengan tidak
kompeten karena menyerahkan obat
antidiabetes yang merupakan obat keras
kepada pasien.
Poin 6
Tidak membuat dan/atau tidak
melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi
seluruh personil di sarana
pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai
dengan kewenangannya.
Identifikasi : Apoteker tidak
melaksanakan SPO di sarana pelayanan
kefarmasian
Poin 12
Dalam penatalaksanaan praktik
kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa
alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
Identifikasi : Apoteker seharusnya
tidak menyerahkan obat keras kepada
pasien tanpa resep dokter sehingga berarti
apoteker melakukan hal yang seharusnya
tidak dilakukan.
Poin 13
Melakukan pemeriksaan atau
pengobatan dalam pelaksanaan praktik
swa-medikasi (self medication) yang tidak
sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
Identifikasi : Seharusnya untuk
swamedikasi apoteker tidak boleh
menyerahkan obat keras kepada pasien,
artinya apoteker telah melakukan
swamedikasi yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
37) Apoteker tidak Kata Kunci: PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Sanksi Dengan mewajibkan apoteke
berada di Apotek yang Apoteker yang tidak Kefarmasian  Pe selalu ada dan berpraktik di apote
berlokasi yang sama ada di apotek selama Pasal 20 : Dalam menjalankan Pekerjaan ringatan secara
dengan sebuah klinik, jam kerja kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan tertulis kepada
pelayanan resep Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh APA secara tiga
dilakukan oleh tenaga Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis kali berturut-turut
paramedis yang ada di Kefarmasian. dengan tenggang
klinik tersebut Pelanggaran Pedoman Disiplin waktu masing-
Butir 2 :Membiarkan berlangsungnya praktek masing dua bulan.
kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,  Pe
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker mbekuan izin apo
pengganti dan/ atau Apoteker pendamping tek untuk jangka 
yang sah. waktu selama-
lamanya enam
Identifikasi : Menurut PP 51/2009 tentang bulan sejak
Pekerjaan Kefarmasian dalam penanggung dikeluarkannya
jawab adalah Apoteker dapat dibantu oleh penetapan pembe
Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis kuan izin apotek.
Kefarmasian, maka kalau tidak ada Apoteker  Pe
di Apotek seharusnya tidak boleh apotek masih mbekuan dan/atau
berjalan. pencabutan Surat
Tanda Registrasi
Apoteker atau
Surat Izin Praktik
Apoteker.

38) seorang Dokter Menyerahkan obat Pelanggaran pedoman disiplin Sanksi jika apoteker Perlu adanya resep untuk dapat
datang ke Apotik, Amlodipin sebanyak Dalam penatalaksanaan praktek kefarmasian, tidak berada di apotek: menyerahkan obat Amlodipin ke
bermaksud membeli 10 tablet kepada melakukan yang seharusnya tidak dilakukan  Peringatan dokter tersebut
Amlodipin sebanyak Dokter untuk dirinya atau tidak melakukan yang seharusnya secara tertulis.
10 tablet untuk dirinya sendiri dilakukan, sesuai dengan, sesuai dengan  Pembekua Perlu pemahaman yang mendalam
sendiri. Setelah tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasann izin apotek. mengenai peraturan perundang-
bertanya tentang pembenar yang sah, sehingga dapat  Rekomen undangan.
identitas dokter membahayakan pasien dasi pembekuan dan/atau
tersebut, Apoteker pencabutan Surat Tanda
menyerahkan obat Kode etik apoteker Registrasi Apoteker atau
tersebut. Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri Surat Izin Praktik
dari tindakan atau perbuatan yang dapat Apoteker.
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai