Anda di halaman 1dari 19

PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN PETANI MADU DI

DESA NAMANG KECAMATAN NAMANG KABUPATEN


BANGKA TENGAH

Disusun oleh

Muh Daffa Al-Fattah

Yudha Abdi Prasetya

Muh. Sultan Ragil

Muh. Ali

Pradina Putri Prameswari

Jurusan Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat

Institut Pemerintahan Dalam Negeri

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang luas dan begitu banyak hasil sumber daya alam
yang berguna bagi kehidupan manusia. Data menurut Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pada tahun 2017, luas hutan di Indonesia mencapai
125.922.474 hektare. Luasnya hutan yang dimiliki oleh Indonesia tersebut, secara
otomatis membuat jumlah sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah.Melihat
banyaknya dan luasnya jumlah hutan yang ada di Indonesia, maka salah satu produk
hasil hutan selain kayu yang menjadi prioritas pengembangan Kementerian
Kehutanan dan menjadi komoditas unggulan adalah madu. Madu merupakan salah
satu produk hasil hutan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki
banyak manfaat, diantaranya sebagai suplemen kesehatan, kecantikan, anti toksin,
obat luka, dan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan minuman. Dengan
luas hutan yang mencapai 125.922.474 hektare (Kementerian Kehutanan, 2017)
potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar.

Sumber daya hutan itu dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan peternakan
lebah madu. Sumber Daya Alam Indonesia sangat melimpah. Sumber Daya Alam
tersebut beraneka ragam dibuktikan dengan semakin bertambah jenisnya. Hal ini
menjadi alasan Indonesia merupakan salah negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat besar (Mega Biodiversity) didunia setelah Brazil (Guntur, 2012:
66).Namun, secara terus menerus hutan Indonesia terus mengalami penyusutan
dikarenakan banyak hal dan banyak faktor. Diantaranya adalah pembakaran hutan
baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Selain itu, hutan Indonesia juga banyak
ditebang untuk dijadikan sebagai pemukiman dan penjualan kayu secara liar. Hal ini
juga terbukti dengan beberapa macam kasus kebakaran hutan di Pulau Sumatera
pada 2017 lalu. Berdasarkan berita yang dilansir oleh Detik.com pada Jum’at 28 Juli
2017 lalu bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan
bahwa kebakaran hutan pada tahun 2017 mencapai 20.000 hektare. Angka ini turun
hingga 99% jika dibandingkan tahun 2016 silam yang mencapai 438.290 hektare
hutan Indoneisa yang terbakar. Hal ini dapat berarti kondisi hutan Indonesia dapat
mengalami penurunan apabila terus dibiarkan (Udayana, 2011: 44).

Berdasarkan data tersebut, maka secara langsung akan mengurangi jumlah


Sumber Daya Alam Indonesia salah satunya adalah madu. Padahal, apabila hutan
Indonesia terus dilindungi dan dijaga, selain bermanfaat secara sosial juga
bermanfaat secara ekonomi. Karena madu merupakan komoditas yang paling
banyak diminati oleh masyarakat domestik maupun internasional untuk dikonsumsi.
Masyarakat sebagian besar memanfaatkan madu untuk tujuan kesehatan atau obat
karena mereka percaya terhadap keaslian dan manfaat madu hutan. Harga madu
hutan di tingkat petani berbeda-beda, berkisar antara Rp.40.000 - Rp.50.000 per kg.
Sedangkan harga jual di tingkat kota berkisar antara Rp.75.000 hingga Rp.100.000
per kg. Jumlah peminat madu dari tahun ketahun semakin mengalami peningkatan.
Sedangkan produksi madu itu sendiri semakin lama semakin menipis (Novandra,
2013: 5). Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa madu yang dihasilkan di
Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 67.606 liter terus menurun pada tahun 2013
hanya 29.000 liter sedangkan konsumsi madu akan terus meningkat seiring
berkembangnya zaman (BPS, 2013). Sehingga tidak mengherankan jika Indonesia
mengimpor madu dari negara lain untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri.

Peluang pasar seperti ini seharusnya bisa dioptimalkan oleh masyarakat sekitar
hutan agar mampu memproduksi madu dengan kualitas yang baik dan harga yang
bersaing. Banyak hal yang menyebabkan jumlah produksi madu yang terus menurun
salah satunya adalah jumlah hutan yang ada di Indonesia yang terus berkurang dari
tahun ke tahun. Selain itu, yang menjadi masalah utama bagi masyarakat Desa
Namang adalah karena mereka tidak mempunyai cukup jaringan yang luas untuk
memasarkan madu pelawan dengan mudah dan cepat. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat sejauh mana pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah setempat untuk
membantu masyarakat Desa Namang dalam meningkatkan jumlah produksi madu
dan memperluas jaringan pemasaran mereka agar dapat menjangkau wilayah lain
dengan cepat dan mudah. Selain itu, penelitian ini bertujuan ingin memperkenalkan
bahwa madu pelawan sangat banyak khasiat nya dalam menyembuhkan berbagai
macam penyakit (Hakim, 2016: 23).
Pulau Bangka merupakan salah satu pulau yang sejak dulu dikenal kaya akan
hasil madu dengan hasil hutan penghasil madu yang baik dan berkualitas. Hutan liar
Bangka dan Belitung ternyata juga mampu menghasilkan banyak madu berkhasiat
tinggi untuk kesehatan. Selain madu pelawan yang sudah mendunia, hutan Bangka
Belitung mampu menghasilkan madu jenis lainnya yang sudahlangka. Beberapa
jenis madu yang sekarang ini masih bias ditemuk anantara lain, madu mentepung,
madu bunga nasi-nasi, madu bunga medang, madu bunga simpur, madu plaket kecit,
madu plaket besak dan madu bunga rengat. Salah satu daerah yang masih bisa
mempertahankan madu-madu khas Bangka Belitung adalah DesaNamang
(Novandra,2013:5) Desa Namang sendiri sampai saat ini tetap mampu bertahan
menjadi hutan lindung dan berkembang menjadi hutan wisata karena memang
dilindungi oleh kepala desa dan pemerintah setempat. Secara keseluruhan, Desa
Namang itu sendiri memiliki luas 52,4 hektare dengan pohon pelawan yang menjadi
prioritas utama utuk tetap dijaga.

Hasil industri madu pelawan ini tidak memprioritaskan sektor ekonomi semata,
tapi juga menyeimbangkan sektor sosial dan lingkungan. Masyarakat setempat
menjadikan pohon pelawan dan hasil madu dari pohon tersebut tidak hanya sebagai
sumber pendapatan mereka yang harga madu dan jamur pelawan mencapai angka
Rp 200.000 per 300ml. Namun, masyarakat setempat menganggap bahwa pohon
pelawan adalah pohon yang harus dijaga karena memang ciri khas dari daerah asal
mereka. Selain menghasilkan madu, pohon pelawan juga menghasilkan jamur dan
dapat dijadikan sebagai tempat untuk berwisata bagi turis domenstik maupun
mancanegara (Novandra,2013:3) Madu pelawan adalah salah satu madu yang
mempunyai kualitas yang sangat baik bagi kesehatan. Seharusnya, dengan tingginya
kualitas dan manfaat dari madu pelawan dari Bangka Belitung, peredaran madu itu
semakin dapat menjangkau ke wilayah-wilayah lain diluar pulau Bangka dengan
mudah dan cepat. Namun, berdasarkan data penelitian sementara yang dilakukan
oleh peneliti, madu pelawan hanya dapat dijumpai dengan mudah disekitar lokasi
hutan pewan di Pulau Bangka. Hal ini sebenarnya juga berlaku bagi perdagangan
madu di Indonesia secara umum, Novandra (2013:3) mengatakan bahwa
perdagangan madu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit yang cukup
besar, hal tersebut mengindikasikan bahwa produksi madu Indoneisa masih sangat
rendah, sementara potensi pasar dalam negeri sangat besar.

Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan konsep community


development. Community development adalah usaha-usaha yang terorganisasi yang
bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, dan memberdayakan
masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri.Oleh karena itu,
konsep community development sesuai dengan pertanyaan peneliti dalam penelitian
ini, yakni peneliti ingin melihat bagaimana pengembangan sentra industri Madu
Pelawan berbasis masyarakat di Desa Namang Bangka Tengah Dalam hal ini adalah
masyarakat dari Desa Namang sebagai penghasil madu hutan terbaik di Sumatera
untuk saat ini. Pembangunan masyarakat melalui konsep community development
akan melihat masyarakat bekerja terutama melalui peningkatan dari organisasi-
organisasi swadaya dan usaha-usaha bersama dari individuindividu di dalam
masyarakat, akan tetapi biasanya dengan bantuan teknis baik dari pemerintah
maupun organisasi-organisasi sukarela. Selain melihat bagaimana cara
pengembangan sentra industri Madu Pelawan berbasis masyarakat di Desa Namang
Bangka Tengah, peneliti juga ingin melihat kendala dalam pengembangan sentra
industri Desa Namang dalam mengelola madu pelawan tersebut (Mardianto, 2013:
46). Menurut Totok, keberdayaan dalam masyarakat adalah kemampuan individu
yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang
bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar sehat secara fisik dan mental
serta terdidik, kuat, serta inovatif tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi. Hal
inilah yang ingin peneliti lihat dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan oleh peneliti di lapangan,
peneliti melihat kendala dalam pengembangan sentra industri Desa Namang dalam
mengelola madu pelawantersebut berupa jaringan pemasaran mereka dalam menjual
produk keluar Pulau Bangka.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melihat lebih
jauh lagi mengenai berbagai macam pengembangan sentra industri Madu Pelawan
berbasis masyarakat di Desa Namang Bangka Tengah dan apa kendala dalam
pengembangan sentra industri Desa Namang dalam mengelola madu pelawan baik
yang dialami petani madu maupun pemerintah setempat. Peneliti memilih Desa
Namang, Kabupaten Bangka Tengah dikarenakan di Desa Namang banyak terdapat
tumbuhan Pohon Pelawan yang notabenennya adalah pohon yang meng
menghasilkan madu pelawan yang merupakan salah satu madu terbaik di Pulau
Sumatera. Sebagian besar penduduk Desa Namang juga berprofesi sebagai petani
madu. Hal ini tentu akan membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitian
dan menemukan data yang mendekai kebenaran.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Pengembangan Petani Madu Pelawan di Desa Namang
Bangka Tengah. Dan dari rumusan masalah tersebut disusunlah beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan Petani Madu Pelawan di Desa Namang Bangka


Tengah?

2. Apa hambatan yang dihadapi dalam pengembangan Petani Madu Desa


Namang dalam mengelola madu pelawan?

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengembangan Petani Madu Pelawan di Desa Namang Bangka


Tengah serta untuk mengetahui kendala dalam pengembangan sentra industri Desa
Namang dalam mengelola madu pelawan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan mengenai pengembangan Petani Madu Pelawan di Desa


Namang Bangka Tengah.

2. Menganalisis kendala yang dihadapi dalam melakukan pengembangan Petani


Madu Pelawan di Desa Namang Bangka Tengah.

1.4. Manfaat penelitian


Manfaat penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat
sebesarbesarnya, baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan agar memberikan pengetahuan


dalam menambah literatur ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi industri dalam
sektor industri kecil dan menengah, sosiologi ekonomi dalam sector ekonomi
informal, pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya pada pengembangan petani
madu. Terutama Pemberdayaan Masyarakat yang ada didalam masyarakat mengenai
usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari secara ekonomi.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat tersebut juga tidak hanya pengembangan
usaha madu yang ekonomi semata namun juga melihat aspek sosial di Desa
Namang, Kabupaten Bangka Tengah.

1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi


mengenai pemberdayaan masyakat bagi pengembangan sentra industri madu di Desa
Namang, Kabupaten Bangka Tengah. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat
kendala apa saja yang dialami oleh pemerintah maupun masyarakat dalam
melakukan usaha pengembangan madu tersebut. Penelitian ini juga diharapkan
mampu memberikan data dan informasi kepada Dinas Perindustrian Kabupaten
Bangka Tengah untuk terus berupaya melakukan pemberdayaan masyarakat guna
dalam pengembangan petani madu di Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi Dinas
Pariwisata Bangka Tengah. Kepada masyarakat dan Desa diharapkan dapat
memberikan sumbangsih dalam pengembangan sentra industri madu.
BAB II
TEORITIS DAN LEGALISTIK

2.1. Tinjauan Teoritis


Dalam penelitian, teori merupakan hal penting yang berguna untuk
memperjelas dan mempertajam ruang lingkup masalah. Teori didefiniskan oleh
Neuman dalam sugiyono (2017:83) Teori adalah seperangkat konstrruk
(konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara
sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna
untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Sedangkan menurut Wiliam
Wiersma dalam Sugiyono (2017:83) menyatakan bahwa “teori adalah
generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk
menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik”.
2.1.1. Pemberdayaan
(Suharto, 2010, h. 57-60) mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah
proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan
untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun
sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan
mandiri dalam melaksanakan tugastugas kehidupannya. Pengertian
pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator
keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
(Parson et.al., 1994) yang dikutip oleh (Suharto, 2010, h. 63) mengajukan
tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:a) Sebuah proses
pembangunan bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian
berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar, b) Sebuah
keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu
mengendalikan diri dan orang lain, c) Pembebasan yang dihasilkan oleh
gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah
dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah
tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang
masih menekan.
(Parson et.al., 1994, h. 112-113) yang dikutip oleh (Suharto, 2010, h. 66)
menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif.
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting), yaitu:
a) Aras Mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini biasanya disebut
sebagai Pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered
approach). Pemberdayaan dalam aras mikro ini, dilaksanakan melalui
strategi penyuluhan untuk para petani;
b) Aras Mezzo, Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien
dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan
dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan
dan sikapsikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. Strategi pemberdayaan yang
dilakukan dalam aras mezzo ini terdiri dari pendidikan dan pelatihan
serta pengembangan sumber daya manusia;
c) Aras Makro, Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem
Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan
pada sistem lingkungan yang lebih luas. Strategi Sistem Besar
memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk
memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta
menentukan strategi yang tepat untuk bertindak. Beberapa strategi
dalam pendekatan ini adalah perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik. Dalam pendekatan aras makro ini pemberdayaan
difokuskan pada ketahanan pangan untuk petani, sebagai fasilitator
untuk penyediaan ketahanan pangan
Ketahanan pangan menurut (Suryana, 2003, h. 104) merupakan suatu sistem
ekonomi pangan terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Terwujudnya
ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem
tersebut, yaitu:
a) Subsistem ketersediaan pangan, mencakup aspek produksi, cadangan
serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan;
b) Subsistem distribusi pangan, mencakup aksesibilitas secara fisik dan
ekonomi atas pangan secara merata;
c) Subsistem Ketahanan pangan menurut (Suryana, 2003, h. 104)
merupakan suatu sistem ekonomi pangan terintegrasi yang terdiri atas
berbagai subsistem. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan
sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem tersebut, yaitu:
a. Subsistem ketersediaan pangan, mencakup aspek produksi,
cadangan serta keseimbangan antara ekspor dan impor
pangan;
b. Subsistem distribusi pangan, mencakup aksesibilitas secara
fisik dan ekonomi atas pangan secara merata;
c. Subsistem konsumsi, menyangkut upaya peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai
pemahaman atas pangan, gizi, dan kesehatan yang baik,
sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.
2.1.2. Pengembangan
Pentingnya pengembangan kapasitas petani dan kelembagaan dalam
melaksanakan usaha pertanian agar mampu bersaing dan tangguh dalam
menghadapi persaingan global. Berbagai hasil penelitian dan konsep tentang
usaha pertanian sebenarnya telah banyak muncul sejak awal tahun sembilan
puluhan, tetapi konsep yang dibangun belum mempertimbangkan kapasitas
petani sehingga berakibat tidak memiliki keberlanjutan, bahkan faktor
keberlanjutan dari ketangguhan usaha pertanian lebih ditekankan kepada
keberlanjutan sumber daya alam, sedangkan faktor keberlanjutan untuk sumber
daya manusia banyak diabaikan (Purwanto et al. 2007).
Keberlanjutan atau sustainabilitas menjadi isu penting yang sangat
diperhatikan dalam pembangunan pertanian di seluruh dunia (Riva’i, 2011
;Chen et al, 2012). Pertanian dengan penggunaan input eksternal rendah telah
menyebar ke seluruh dunia sebagai alternatif dalam menantang terhadap sistem
revolusi hijau yang telah membuat petani terbiasa dengan penggunaan input
luar tinggi. (Sulaiman 2009).
Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan capacity building
diantaranya yaitu : kelompok tani, intensitas belajar petani, peran penyuluh,
pengaruh pihak luar, dukungan kearifan local, karakteristik petani. Selain itu
faktor lain yang berpengaruh dalam peningkatan capacity building yaitu berupa
tingkat ketersediaan informasi dan tingkat pengalaman belajar petani , tingkat
dukungan sosial budaya (Subagio,2008; Nasrul, 2012 ; Herman, 2008, Balaji,
2015).
Kegiatan pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan bagian
tahapan dari proses penyebaran inovasi kepada petani tapi sering berjalan tidak
sesuai dengan harapan, sebagaimana yang dinyatakan oleh (Slamet, (2003);
Alam, (2015) yang menyebutkan bahwa masalah pertanian bukan hanya
masalah teknologi tapi juga bagaimana mendiseminasikan informasi sampai ke
petani yang jumlahnya banyak dan tersebar luas, hingga petani berpartisipasi.
Kapasitas perlu dikembangkan untuk membangun potensi manfaat dalam
peningkatan informasi dan transfer pengetahuan (Badamas, 2009). Sehubungan
dengan hal tersebut, maka diperlukanlah suatu metode pendekatan yang
integrasi antara pengetahuan dan pengembangan kapasitas yang dikenal
dengan manajemen pengetahuan (Knowledge Management / KM). Knowledge
management merupakan sistem yang dibuat untuk menciptakan ,
mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan knowledge dalam
organisasi sehingga knowledge mudah digunakan kapanpun diperlukan, oleh
siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya termasuk petani
kecil, penyuluh, pedagang, industri kecil dan stakeholders lainnya yang terlibat
dalam pengembangan dan diseminasi inovasi teknologi (Wang dan Yang,
2016; Hartwich, 2007).
Kapasitas petani yaitu daya yang dimiliki petani untuk menjalankan
usahatani ideal sesuai dengan tujuan yang diharapkan (better farming, better
business, friendly environment, dan better living) (marliati, 2005). Tingkat
kapasitas yang dimiliki tersebut menyangkut pengetahuan, sikap dan
kemampuan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi petani
dalam mengelola usahatani dalam bentuk kemampuan teknis, manajerial, dan
sosial (Suprayitno, 2011; Anantanyu, 2011 ;dan Subagio, 2008), selain itu
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kapasitas petani
diantaranya peran penyuluh, karakteristik petani, tingkat pengalaman belajar
petani, dan ketersediaan Informasi.
2.1.3. Desa Namang
Namang adalah sebuah kecamatan di kabupaten Bangka
Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Di wilayah Kecamatan
Namang tepatnya di Desa Namang terdapat kawasan hutan lindung seluas
52,4 Ha yang bersertifikat menjadi 152,4 Ha. Hutan lindung Kalong atau
Pelawan tersebut berfungsi sebagai kawasan wisata hutan. Hutan yang terdiri
atas beragam spesies pohon seperti gelam, leting, pelawan, dan rempodong
yang merupakan sumber nektar bagi lebah.
Pembudidayaan jamur pelawan yang tumbuh subur dapat menjadi salah
satu potensi kekayaan alam dan wisata hutan di Desa Namang sehingga
serbuk bunga jamur pelawan yang diserap oleh lebah dapat menghasilkan
madu pahit yang menjadi madu khas Bangka Tengah. Lebah hanya terbang
dari sarang mencari nektar, polen, propolis, dan air. Itulah sebabnya, madu
pelawan sangat istimewa dibanding madu-madu jenis lain.
Bunga ke-3 pohon tersebut sumber nektar bagi lebah hutan. Rasa madu
pelawan sangat khas, agak pahit. Namun, setelah madu ditelan, rasa pahit itu
hilang. Rasa pahit itu karena kandungan alkaloid yang merupakan bahan obat
antara lain berkhasiat sebagai antiinfeksi sehingga manjur menjaga kekebalan
tubuh dan mengatasi beragam penyakit. Pengembangan Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) berupa madu pelawan telah dikembangkan pula oleh
kelompok usaha produktif di kawasan hutan lindung
Musim panen untuk madu pelawan di kawasan hutan kalong kemungkinan
besar ada musimnya pada bulan September, Oktober, November sampai
Desember saat pergantian musim, tepatnya awal bulan September karena
jamur pelawan akan sangat banyak tumbuh di kawasan hutan kalong.
Pemanfaatan lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian juga
dikembangkan di daerah ini dengan cara pengembalian tanah permukaan dan
pembenaman bahan organik. Setelah 1 - 2 tahun lahan siap ditanami tanaman
pionir seperti sengon dan akasia. Lahan bekas tambang timah dapat pula
dimanfaatkan untuk budidaya padi.
Saat ini sudah dicetak sawah baru seluas 86 hektare di Desa Namang dan
Desa Belilik Kecamatan Namang yang pencetakannya menggunakan dana
pemerintah pusat dan daerah dengan menghasilkan beras 4-5 ton/hektar
dengan jenis padi Ciherang yang tahan terhadap hama wereng coklat dan
tahan terhadap bakteri hama daun ( HDB ) strain 3 dan 4.

2.2. Tinjauan Legalistik


2.2.1. Undang – Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan

Ada 4 prinsip dalam pembangunan nasional yaitu keadilan, demokratis,


berkelanjutan, dan keberhati-hatian. Dan prinsip tersebut dipergunakan untuk
pembangunan di bidang hukum karena hukum menjadi instrument untuk
mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan
nasional.39 Jelas bahwa semangat lahirnya UU perkebunan adalah dalam
rangka mensejahterakan bangsa dan masyarakat, Perkebunan mempunyai
peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama
dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan
devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya
saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri
dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan.

Pada usaha perkebunanan memang memberikan manfaat seperti


terciptanya lapangan pekerjaan dan peningakatan pendapatan masyarakat,
tapi pertanyaannya sejauh mana usaha perkebunan dapat menciptakan
lapangan pekerjaan dan sejauh mana pendapatan masyarakat meningkat
dengan adanya perkebunan tersebut, apa indikasinya dan parameternya lebih
jauh, apakah kemudian yang lebih di untungkan adalah para pengusaha
perkebunan, dan masyarakat hanya mendapatkan sebagaian kecil, apakah
pemerintah daerah lebih diuntungkan dan meniggikan pendapatan asli daerah
dengan adanya usaha perkebunan dibandingakan Pemerintah.

Sebelum dan sesudah adanya UU Perkebunan apakah kemudian


mempengaruhi secara signifikan atau UU perkebunan ini berhasil sebagai
instrument dalam menjamin praktek usaha perkebunan yang kemudian
membawa hasil kepada penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat, pendekatannya harus dilakukan survei kuantitatif
lebih lanjut, terkait keberhasilan usaha perkebunan di daerah misalnya, baik
per tiap komoditas perkebunan ataupun keseluruhan, dalam rangka perluasan
lapangan pekerjaan dan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat,
dari sini tentunya akan diperoleh data kuantitatif.

2.2.2. Undang – Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2009 tentang


Kawasan Ekonomi Khusus

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang


bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga
keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional,
perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus.

Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah


kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki


keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung
kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Bentuk Kawasan Ekonomi Khusus :


(1) KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona:
a. pengolahan ekspor;
b. logistik;
c. industri;
d. pengembangan teknologi;
e. pariwisata;
f. energi; dan/atau
g. ekonomi lain.

(2) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan


bagi pekerja.

(3) Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil,
menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun
sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.

2.2.3. Undang – Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2008 tentang


Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi
dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu
diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai
kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur
perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diselenggarakan


secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan
iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan,
perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu
meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan
peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan
kemiskinan.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.

Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau
swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi
di Indonesia

Dibentuknya uu ini sebagai bentuk dari upaya yang dilakukan Pemerintah,


Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam
bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi
usaha yang tangguh dan mandiri dalam rangka membangun perekonomian
nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam


penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).

Adapun jenis pendekatan Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah


deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.

jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini


dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana pemberdayaan
petani madu didesa naming Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan
dapat diungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan
pemberdayaan kepada petani madu.

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Petani madu di


laksanakan di desa Namang kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah.

Kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya proposal penelitian serta surat ijin
penelitian, yaitu bulan Mei s.d Juni 2021

3.3 Objek Penelitian

Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang


ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini, peneliti
dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada
pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2007:215).

Obyek dari penelitian ini adalah Pengembangan dan Pemberdayaan dalam


kaitannya dengan Petani Madu Di Desa Namang.
3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya


sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002:107).
Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki
kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bentuk pengembangan, pemberdayaan, pelaksanaan partisipasi,
manfaat partisipasi dan faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan dan
pemberdayaan. Oleh karena itu, diperlukan subjek yang memenuhi parameter yang
dapat mengungkap hal di atas sehingga memungkinkan data dapat diperoleh.
Parameternya adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui kebijakan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan

2) Terlibat langsung dalam kegiatan pengembangan dan pemberdayaan

3) Mengetahui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan

4) Ikut terlibat berkoordinasi dalam kaitannya dengan kegiatan partisipasi dan


pengembangan pemberdayaan

Dari parameter di atas, subjek penelitian yang dianggap memenuhi


karakteristik yaitu Dinas Pertanian, Kepala Desa, dan Petani Madu

1) Dinas Pertanian yang dimaksud adalah sebagai lembaga pemangku


kepentingan yang mengeluarkan kebijakan tentang pemberdayaan dan
pengembangan petani

2) Kepala Desa adalah yang berperan sebagai penghubung antara dinas


terkait dengan para petani sekaligus sebagai pendamping dalam pelaksanaanya

3) Petani Madu Sebagai target dalam kebijakan pengembangan dan


pemberdayaan

3.5 Metode Pengumpulan Data

Burhan Bungin (ed) (2003: 42), menjelaskan metode pengumpulan data


adalah “dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan
sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan
reliable”.
Suharsimi Arikunto (2002:136), berpendapat bahwa “metode penelitian
adalah berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya”. Cara yang dimaksud adalah wawancara, dan studi dokumentasi.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Metode Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan
dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditetapkan. Anas Sudijono (1996: 82) ada beberapa
kelebihan pengumpulan data melalui wawancara, diantaranya pewawancara dapat
melakukan kontak langsung dengan peserta yang akan dinilai, data diperoleh
secara mendalam, yang diinterview bisa mengungkapkan isi hatinya secara lebih
luas, pertanyaan yang tidak jelas bisa diulang dan diarahkan yang lebih bermakna.
Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek
penelitian dengan pedoman yang telah di buat.
2. Metode Dokumentasi

Suharsimi Arikunto (2002:206) metode dokumentasi adalah mencari data


yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda dan sebagainya. Hadari Nawawi (2005:133) menyatakan bahwa
studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis
terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan

Anda mungkin juga menyukai