Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proloferasi jaringaan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati
(Arief Manjoer, 1999). Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan
destruksi sel dan fibrosis(jaringan parut), jaringan hepatik (Sandra M. Nettina, 2001).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimanasecara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasidan
nekrosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis
yang mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan
besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel
fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel
normal (Baradero, 2008). Sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif dicirikan
dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika
aliran normal darah, empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan
perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler
(Menurut Black & Hawks tahun, 2009).
B. Etiologi
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun
demikian, Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik

Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang


menyebabkan sirosis hepatis yaitu:
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular)
Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati,
dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini
pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).
b. Sirosis Billier
Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit
disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus
empedu.
c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi kanan jangka
panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec)
Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-
menerus, terkait dengan penyalahgunaan alcohol.
C. Phatway
D. Patofisiologi

Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe
cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis
(jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas
hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta
jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan
jauundis.

Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan


hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan perdarahan,
anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan
hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat
memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor
pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan
anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat
kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah
terserang infeksi.

Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal


sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia,
yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah
sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron
meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat
kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga
retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites
meningkat.

Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima
darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan:
(1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus,
umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises (2)
asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di
dalam peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan
akibat meningkat amonia, selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum.

Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau


penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati
hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati),
atau komplikasi hipertensi porta. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis.
Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati
normal. Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema
palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan
esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas hormon
perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.

E. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:

1. Pembesaran Hati

Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit
yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
berbenjol-benjol (noduler).

2. Obstruksi Portal dan Asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati
yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran
darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis;
dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein
dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi 12 arteri
superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat
dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.

3. Varises Gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok
serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh
darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian
bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid
tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume
darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus
mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi
dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises
pada lambung dan esofagus.

4. Edema

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

5. Defisiensi Vitamin dan Anemia


Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.

6. Kemunduran Mental

Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan


ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola
bicara.

F. Komplikasi
Komplikasi sirosis hati menurut Tarigan (2001) antara lain :
1. Hipertensi portal
Adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient (HVPG) lebih dari 5
mmHg. Hipertensi portal merupakam sindroma klinis yang sering terjadi. Bila
gradient tekanan portal (perbedaan tekana antara vena portal dan vena cava
inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi
2. Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adala hipertensi
portal, disamping adanya hipoalbumin(penurunan fungsi sintesis pada hati )
dan disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam
peritoneum
3. Varises gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling sering.
Pecahnya Varises oesofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang
berakibat fatal.
4. Peritonitis Bakterial Spontan
Peritonitis Bakterial Spontan merupakan komplikasi berat dan sering terjadi
pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya
focus infeksi intra abdominalis
5. Enselopati Hepatikum
Mekanisme terjadinya Enselopati Hepatikum (EH) adalah akibat hiperamonia,
terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic
portalsystemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamik
6. Sindroma Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organic ginjal, yang
ditemukan pada sirosis hepatis lanjut. Sindroma ini dapat ditemukan pada
penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal tipe 1
ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens
kreatinin secara bermakna dalam 1- 2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan
penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin.
(Nurdjanah, dikutip oleh siti,2014).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi kadar Hb yang rendah
(anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
Peningkatan SGOT dan SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel- sel yang
rusak.Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Masa
protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati, pada sirosis fase
lanjut glukosa yang tinggi menandakan kietidakmampuan sel hati membentuk
glikogen, pemeriksaan marker serologi pertanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperi HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer
(hepatoma). Jika pasien dicurigai menderita sirosis hati, maka akan dilakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya pembesaran hati dan penumpukan cairan
(asites dan edema). Kecurigaan sirosis terutama muncul jika pasien mengalami gejala
dan beriwayat meminum alcohol berat atau terkena hepatitis kronis. Pemeriksaan
darah dapat mengkonfirmasi kegagalan fungsi hati. USG dapat menunjukkan apakah
ada kerusakan hati. Untuk mengkonfirmasi, biopsy(sampel kecil) dari hati dapat
diambil untuk dilihat dibawah mikrosko. Jika penyebab sirosis tidak jelas, maka
pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan untuk memperjelas penyebabnya. Misalnya
dengan pemeriksaan antibody virus hepatitis atau auto- antibody yang mungkin telah
menyerang sel- sel hati, kelebihan vzat besi atau tembaga di dalam darah. Scan CT
atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah
hepatic.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang; diuretik
penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol Brunner & Suddart, (2013).
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan. Sering kali
vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan (Black & Hawks,
2009).
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga volume
plasma (Black & Hawks, 2009).
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis
hepatis yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan oksigen
2. Memberikan cairan infus
3. Memasang NGT (pada perdarahan) 19 Poltekkes Kemenkes Padang
4. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
5. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6. Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7. Pelunak feses : dekusat
8. Detoksikan Amonia: Laktulosa
9. Vitamin: zink
10. Analgetik: Oksikodon
11. Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12. Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif)
14. Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.

Anda mungkin juga menyukai