Anda di halaman 1dari 5

TUGAS III PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA

NAMA : ALVI DWI SANINDRI


NIM : 041133131

1. Dimensi-dimensi nilai SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan kebijakan negara!

Jawab :

Suatu negara bagaimanapun bentuk, sifat dan sistem pemerintahan yang dianut, pada hakikatnya
senantiasa berupaya agar proses pencapaian tujuannya dapat terwujud sebagaimana diharapkan.
Demikian juga halnya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa untuk mencapai tujuan
Negara sebagaimana telah ditetapkan, yaitu masyarakat adil dan makmur berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 dengan dukungan Sistem Administrasi Negara yang baik.

Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), berbagai dimensi
nilai yang dijadikan sebagai dasar, landasan dan arah dalam sistem penyelenggaraan kebijakan
negara, bahkan dimensidimensi tersebut dapat dikatakan sebagai conditio sine guanon dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dimensi-dimensi nilai dimaksud dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik


Indonesia, meliputi dasar negara (falsafah negara, citacita dan tujuan negara, bentuk dan Sistem
Pemerintahan Negara, Etika dalam bernegara kompetensi Aparatur negara.

1. Dasar/Falsafah Negara

Sebagaimana diketengahkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa Pancasila merupakan dasar
negara yang terdiri atas berikut ini.

a. Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Persatuan Indonesia.

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Di samping sebagai dasar negara, Pancasila juga berfungsi sebagai berikut.

a. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita, serta memberi
petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

b. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia karena Pancasila memberi corak yang khas
kepada bangsa Indonesia, serta tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta
merupakan ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain-bersifat universal, yang
juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Akan tetapi, kelima sila yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah-pisahkan itulah yang menjadi ciri khas
bangsa Indonesia (identitas nasional).

c. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.

d. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia
menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekadar
karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia
yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah
mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa (Team
Penyusun Bahan P4 dan GBHN, BP-Pusat: Buku I Edisi ke 3, 1986).

Dalam era reformasi pasca-orde baru, dengan semangat menjunjung tinggi demokrasi dan hak
asasi manusia, sampai tahun 2001 telah diadakan 3 kali amendemen terhadap UUD 1945. Namun,
sejauh ini pembahasan hanya tertuju kepada pasal-pasal dalam Batang Tubuh.

Berkaitan dengan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan, telah diterbitkan TAP MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang P4 dan Penetapan
tentang penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. TAP ini pertama menegaskan bahwa
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah Dasar Negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Kedua, TAP MPR Nomor I/MPR/1978 tentang P4 (Eka Prasetia Panca Karsa) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun perkembangannya adalah berikut ini.

1. Bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 perlu ditegaskan
posisi dan peranannya dalam kehidupan bernegara:

2. Bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang P4 yang materi muatan dan pelaksanaannya
tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.

Berdasarkan itu, Penataran P4 dimaksud tidak lagi diadakan dan BP-7 juga ditiadakan.
Selanjutnya dalam TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan ditegaskan Pancasila adalah sumber hukum dasar nasional.
Terakhir disebutkan dalam TAP MPR No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
bahwa Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan berbangsa.
2. Model pembangunan nasional yang berorientasi pertumbuhan dan model pembangunan
kebutuhan dasar disertai dengan contohnya!

Jawab :

A. Model Pembangunan Nasional Berorientasi Pertumbuhan

Model ini memandang tujuan pembangunan nasional sebagai pertumbuhan ekonomis dalam
arti sempit yakni menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu
lama berada dalam kondisi statis, kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan GNP
per tahun pada angka cukup tinggi antara 5-74 atau lebih (Todaro, 1977 p. 60). Model ini
juga berasumsi (mengasumsikan) bahwa angka pertumbuhan ekonomi tinggi yang
diakibatkan oleh tingkat investasi tertentu baik domestik maupun asing serta pengerahan
tabungan (saving) akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengurangi pengangguran
dan meningkatkan kesejahteraan akan memicu peningkatan konsumsi yang pada giliran
berikutnya akan mendongkrak produksi demikian seterusnya. Adalah tanggung jawab utama
pemerintah untuk menciptakan suatu lingkungan kondusif yang memungkinkan negara
meraih titik tertentu, tingkat investasi guna mendorong ekonomi nasional tinggal landas.

Di negara berkembang para pembuat kebijakan, kemudian menyadari bahwa model


pembangunan yang bersifat pembangunan ekonomi semata mata dengan titik tekan
pertumbuhan sering gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat, kecuali sebagian kecil
penduduk. Di masa lalu, pertumbuhan telah memperkuat ketimpangan dalam distribusi
pendapatan, aset dan kekuasaan yang menyebabkan tidak dimungkinkannya penyebaran
keuntungan yang diperoleh baik secara ekonomis maupun politis. Kenyataan pahit ini
dibenarkan oleh suatu penelitian komprehensif antarbangsa yang meliputi 74 negara, yang
menunjukkan bahwa kenaikan GNP cenderung diikuti oleh suatu penurunan dalam proporsi
relatif pendapatan nasional yang diterima oleh bagian penduduk termiskin (Adelman dan
Morris, 1978, p. 31).

Contohnya

a. akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan
SDM;

b. peningkatan tenaga kerja, baik secara kuantitas maupun kualitas;

c. kemajuan teknologi, yakni cara baru untuk menggantikan pekerjaanpekerjaan yang


bersifat tradisional.

B. Model Pembangunan Kebutuhan Dasar

Model pembangunan nasional kebutuhan dasar muncul untuk melakukan perbaikan atau
koreksi terhadap kekurangan-kekurangan model pembangunan nasional yang berorientasi
pertumbuhan. Model ini memfokuskan diri pada bagian penduduk yang miskin/termiskin di
negaranegara berkembang. Penganut model ini menandaskan bahwa kemiskinan di banyak
negara berkembang pada dasarnya bukan merupakan kemubaziran ekonomi, tetapi masalah
kemiskinan tadi pada hakikatnya merupakan pengalaman kerja keras dan tidak produktif
selama berjam-jam dalam rangka membiayai kehidupan subsisten dan marginal mereka. Jadi,
problem utamanya adalah mengupayakan peningkatan kualitas kerja lebih daripada kuantitas
kerja mereka (Moelyarto, 1987). Model ini mencoba memecahkan masalah kemiskinan
secara langsung atau tidak hanya mencoba memecahkan masalah kemiskinan melalui
mekanisme rrickle down effect.

Pada dasarnya model kebutuhan dasar menganjurkan program kesejahteraan atau bantuan
bagi orang-orang miskin di suatu negara melalui pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Model
ini didasarkan pada tiga argumentasi pokok (Streeten, 1979, Burk! dan UI Hag, 1981), yakni
berikut ini.

a. Banyak dari kaum miskin tidak memiliki aset-aset produktif selain fisik mereka,
keinginan kerja dan inteligensi dasar mereka.

b. Peningkatan pendapatan kaum miskin boleh jadi tidak meningkatkan standar hidup
mereka kalau barang dan jasa yang cocok dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan
mereka tidak tersedia. Pemeliharaan aset tersebut tergantung pada peningkatan akses
terhadap pelayanan publik, seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyediaan air
pada umumnya.

Peningkatan standar hidup golongan termiskin dari yang miskin melalui peningkatan
produktivitas mereka memerlukan waktu yang sangat lama dan dalam porsi tertentu karena
satu dan lain hal mereka barangkali tetap tidak dapat bekerja. Paling tidak program subsidi
jangka pendek dan permanen diperlukan supaya rakyat mendapat bagian dari hasil
pembangunan.

Model kebutuhan dasar diilhami oleh Gunnar Myrdal dalam “Asian Drama”, kemudian
menemukan momentumnya dalam ILO World Employment Conference yang diadakan di
Geneva tahun 1976. Konferensi tersebut menekankan pentingnya proses pembangunan guna
menemukan kebutuhan dasar dari lapisan miskin yang mencakup persyaratan tertentu dari
keluarga untuk konsumsi pribadi (sandang, pangan, papan) dan pelayanan esensial yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat luas (air bersih, sanitasi transportasi, kesehatan dan
pendidikan).

Model pembangunan ini mencoba melakukan terobosan progresif dalam menangani masalah
kemiskinan tetapi bukan berarti tidak mengundang kritik para ahli dan pengamat
pembangunan. Para penganjur model pembangunan yang lain mengritik model kebutuhan
dasar karena kurang perhatian terhadap dipusatkannya posisi manusia dalam pembangunan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa terwujudnya masyarakat yang makmur melimpah dan
menjadikan si miskin menerima secara pasif pelayanan apa pun yang dipilih dan diberikan
oleh birokrasi pemerintah berdasar kearifan yang waktu dan tempatnya ditentukan pula
adalah tidak dapat diterima (Korten, 1983).

Kritik terhadap paradigma Basic Needs melahirkan model alternatif baru, disebut Model yang
berpusat pada Masyarakat.
Contohnya

a. Pembangunan kapasitas : pembangunan kapasitas adalah merupakan bagian dari


kebutuhan dasar dalam pembangunan yang mana kapasitas merupakan sebuah ruang
untuk menyikapi model pembangunan yang akan dilaksanakan. Seperti contoh kapasitas
pelayanan terpadu, pelayanan terpadu ini sebagai upaya dimana masyarakat akan
mendapatkan kemudahan dalam menjalankan hak dan kewajibanya sebagai warga
Negara sebagai masyarakat yang taat akan regulasi dan aturanyang ada. Kapasitas
pelayanan ini sebagai bentuk pembangunan yang menjadi pondasi baik dari kapasitas
pemerintah daerah maupun kapasitas pemerintah pusat dalam melaksanakan
pembangunan kebutuhan dasar yang memang harus dilaksanakan. Akan tetapi
pembangunan kapasitas perlu peran dari masyarakat dalam hal ini partisipasi agar
pembangunan kapasitas yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan keinginan semua
stakcholderyang ada.

b. Mata pencaharian berkelanjutan : merupakan bagian dari pembangunan kebutuhan dasar


dengan jenis mata pencaharian masyarakat sesuai dengan letakkondisi dan georgrafis di
daerah masing-masing yang dapat dikembangkan sebagai multifungsi pencaharian yang
memberikan nilai manfaat padalingkungannya yang berkelanjutan.

c. Penelitian dalam pembangunan : model pembangunan kebutuhandasar memerlukan


sebuah kajian baik dari akademisi maupun praktisi. Hal ini bertujuan agar model
pembangunan kebutuhan dasar memiliki landasan danacuan yang kuat sepertinaskah
akademik dalam melaksanakan pembangunan kebutuhan dasar yang mencakup berbagai
sektor. Penelitian dalam pembangunan merupakan proses yang tak terpisahkan dalam
perencanaan pembangunan, implementasi pembangunan maupun evaluasi pembangunan
dalam memperkuat model pembangunan berkebutuhan dasar.

Sumber perbandingan administrasi negara mudul 8 kb 1 dan 3

Anda mungkin juga menyukai