Anda di halaman 1dari 153

PROPOSAL

PENGARUH PELATIHAN, PENGALAMAN DAN KOMPETENSI PERPAJAKAN


AUDITOR APIP TERHADAP KINERJA PENGAWASAN PERPAJAKAN
DENGAN EFIKASI DIRI SEBAGAI PEMEDIASI
(Studi pada APIP Di Sumatera Barat)

Logo Universitas

Nama
BP

UNIVERSITAS ........................
PADANG
Tahun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebab, melalui pengawasan intern dapat

diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan

rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan (Peraturan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. 05 Tahun 2008).

Pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan juga diperlukan untuk

mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung

penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta

bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pengawasan intern pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,

pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi,

sosialisasi dan konsultansi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi

dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai (assurance) bahwa kegiatan

telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif

dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik (Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2008,

Permenpan No. 05 Tahun 2008, Permenpan No. 220 Tahun 2008 sebagaimana

terakhir telah diubah dengan (sttd) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) No. 51 Tahun 2012).

1
Pengawasan intern atas tugas dan fungsi instansi pemerintah dilaksanakan oleh

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (PP No. 60 Tahun 2008).

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah

yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan

pemerintah pusat dan/ atau pemerintah daerah yang terdiri dari Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal

Departemen, Inspektorat/ unit pengawasan intern pada Kementerian Negara,

Inspektorat Utama/ Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Departemen,

Inspektorat/ unit pengawasan intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara

dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/ Inspektorat Kabupaten/ Kota, dan unit

pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (PP No. 60 Tahun 2008, Permenpan No. 220

Tahun 2008 sttd Permenpan dan RB No. 51 Tahun 2012). Perwujudan peran APIP

yang efektif menurut PP No. 60 Tahun 2008 sekurang-kurangnya harus:

a. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi,

dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi

pemerintah;

b. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko

dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan

c. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan

fungsi instansi pemerintah.

Tanggung jawab APIP untuk melakukan pengawasan intern atas tugas dan

fungsi instansi pemerintah dijalankan oleh para auditornya. Auditor APIP adalah

pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/ atau

2
pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh

oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah

untuk dan atas nama APIP (Permenpan No. 05 Tahun 2008). Auditor APIP harus

memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan

untuk melakukan pengawasan guna mewujudkan pengawasan intern pemerintah

yang efektif. Auditor APIP harus menggunakan berbagai mekanisme pengawasan

intern mulai dari audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan

lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultansi terhadap penyelenggaraan

tugas dan fungsi organisasi pemerintah dalam rangka memberikan keyakinan yang

memadai (assurance) bahwa tata kelola pemerintahan yang baik telah terlaksana.

Keberadaan APIP beserta para auditornya yang kompeten idealnya mampu

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Akan tetapi, kondisi ideal

tersebut sepertinya masih jauh dari harapan. Berbagai pelanggaran karena

lemahnya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan ketidakpatuhan

terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan masih terus terjadi (BPK,

2014). Padahal, efektivitas SPIP dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan merupakan fokus sasaran auditor APIP dalam melakukan

pengawasan intern melalui audit kinerja (Permenpan No. 05 Tahun 2008;

Permenpan dan RB No. 19 Tahun 2009).

Berbagai pelanggaran dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

saat melakukan audit laporan keuangan instansi pemerintah tahun 2014 (BPK,

2014) adalah salah satu bukti bahwa pengawasan intern yang dijalankan oleh

auditor APIP belum efektif. Ketidakmampuan auditor APIP untuk mendeteksi

3
sejak dini dan/ atau mencegah terjadinya kasus-kasus penggelapan pajak hingga

milyaran rupiah oleh bendahara pemerintah yang tugas dan fungsinya secara

formal berada dibawah pengawasan APIP (kumpulan kasus-kasus pelanggaran

bendahara pemerintah)1 merupakan bukti lain belum efektifnya pengawasan intern

yang dijalankan oleh APIP untuk memberikan keyakinan yang memadai atas

ketaatan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, mewujudkan tata

kelola pemerintahan yang baik, serta mengoptimalkan penerimaan negara dari

sektor pajak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Peraturan Menteri

Dalam Negeri (Permendagri) No. 51 Tahun 2010 dan Permenpan No. 03 Tahun

2007.

Pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam instansi

pemerintah yang memiliki peran strategis2 dalam menopang penerimaan negara

melalui pajak-pajak yang harus dipotong/ dipungut dan disetorkan oleh bendahara

pemerintah seharusnya menjadi salah satu prioritas APIP. Sebab, hampir seluruh

pengeluaran pemerintah yang dianggarkan di dalam APBN/ APBD memiliki

unsur pajak yang harus dipotong/ dipungut oleh bendahara pemerintah. Kepatuhan

bendahara pemerintah yang rendah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya


1
Kumpulan kasus-kasus pelanggaran bendahara pemerintah :
Kanwil DJP Bongkar Penggelapan Pajak Senilai 19,5 Milyar (2010) ;
Mantan Bendahara Diskominfo Kabupaten Serang Jadi Tersangka Korupsi Penggelapan Pajak
(2011);
Berkas Bendahara Bappeko Diterima Jaksa (2012);
Setoran Pajak Di Bireuen Diduga Digelapkan (2013);
Mantan Bendahara Disdikbud Gelapkan Pajak Rp 5,7 Miliar (2013);
Rp3,8 miliar pajak sertifikasi guru digelapkan bendahara Dikbud (2014);
Eks Bendahara Dinkes Tobasa Dihukum 18 Bulan Bui Terkait Penggelapan Pajak (2014);
Mantan Bendahara DPRD Bekasi Ditahan Karena Penggelapan Pajak (2014);
Penggelapan Pajak: Bendaharawan Di Gorontalo Divonis 1 Tahun Penjara (2014);
Jaksa Tahan Mantan Bendahara Setwan DPRD Kabupaten Bima (2015);
Tebang Pilih Kasus Korupsi Dana Sertifikasi Guru Dan Pajak PPh 21 Di Polres Labuhanbatu
(2015);
Hari Ini Polda Limpahkan Dua Tersangka Penggelapan Pajak (2015).

2
Bendahara di Pemerintahan Punya Peran Penting (2013)

4
sebagai pemotong/ pemungut pajak dapat menyebabkan tidak maksimalnya

penerimaan negara dari pajak-pajak yang seharusnya dipotong/ dipungut serta

disetorkan oleh bendahara pemerintah tersebut.3

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sebagai ujung tombak penerimaan

negara dari sektor pajak menyatakan bahwa APIP yang fungsi dan tugasnya

melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) adalah mitra mereka untuk mendorong bendahara pemerintah agar

melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai pemotong atau pemungut pajak

dengan baik dan benar.4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

64/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pengawasan Terhadap Pemotongan/

Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/ Kuasa Bendahara Umum Daerah dapat

digunakan oleh APIP sebagai pedoman untuk melakukan pengawasan terhadap

kepatuhan bendahara pemerintah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Kewajiban bendahara pemerintah sebagai pemotong atau pemungut pajak

diatur di dalam UU No. 6 Tahun 1983 Sttd UU No. 16 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pajak-pajak yang harus

dipotong/ dipungut oleh bendahara pemerintah meliputi Pajak Penghasilan (PPh)

Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) serta Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM). Masing-

masing jenis pajak tersebut diatur di dalam ketentuan dan peraturan sendiri-

sendiri.

3
Menkeu tingkatkan kepatuhan pajak kementerian/lembaga (2011)
Kepatuhan Setoran Pajak Bendahara Pemda Sulit Dipacu (2014)

4
Inspektorat Mitra Terdekat (KP2KP Majalengka (2013)

5
Menurut UU tentang KUP, bendahara pemerintah tidak hanya sekedar

berkewajiban untuk memotong/ memungut serta menyetorkan pajak-pajak yang

menjadi kewajibannya. Sebelum melakukan pemotongan, bendahara pemerintah

harus menghitung dengan akurat jumlah pajak-pajak yang akan dipotong/

dipungutnya, baru kemudian melakukan pemotongan/ pemungutan pada waktu

yang telah ditentukan. Pajak-pajak yang telah dipotong/ dipungutnya tersebut

harus disetorkan ke kas Negara dalam batas waktu yang telah ditetapkan.

Selanjutnya, bendahara pemerintah berkewajiban untuk melaporkan pajak-pajak

yang telah dipotong/ dipungut dan disetorkannya tersebut ke kantor pajak

menggunakan formulir yang telah ditetapkan dan dalam batas waktu yang telah

ditentukan. UU KUP juga telah mengatur dengan jelas bahwa pelanggaran atas

setiap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku akan

dikenai sanksi.

Sebagai pihak yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan bendahara

pemerintah, auditor APIP harus menguasai seluruh ketentuan yang mengatur

tentang berbagai kewajiban bendahara pemerintah dalam bidang perpajakan. Hal

ini diperlukan agar mereka dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik

sehingga pelaksanaan kewajiban bendahara pemerintah sebagai pemotong/

pemungut pajak dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan

demikian, penerimaan negara dari pajak-pajak yang harus dipotong/ dipungut

serta disetorkan oleh bendahara pemerintah dapat diamankan, tata kelola

pemerintahan yang baik dapat diwujudkan, dan bendahara pemerintah dapat

6
dihindarkan dari berbagai macam sanksi karena melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan perpajakan.

Kepatuhan bendahara pemerintah dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya merupakan sinyal positif bahwa APIP memiliki kineja pengawasan

yang baik. Sebab, fungsi pengawasan yang dijalankan oleh APIP mampu

mendorong bendahara pemerintah untuk mematuhi semua ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sebaliknya, ketidakpatuhan

bendahara pemerintah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya merupakan

sinyal negatif bagi kinerja pengawasan APIP. Sebab, fungsi pengawasan yang

dijalankan oleh APIP tidak mampu mendorong bendahara pemerintah untuk

melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pengawasan yang dilakukan oleh auditor APIP melalui audit, reviu,

pemantauan, evaluasi, asistensi, sosialisasi dan konsultansi idealnya dapat

mendeteksi sejak dini dan/ atau mencegah terjadinya penggelapan pajak yang

dilakukan oleh bendahara pemerintah serta mendorong bendahara pemerintah

untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kenyataan yang

terjadi adalah sebaliknya. Penggelapan pajak dan ketidakpatuhan bendahara

pemerintah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih terus terjadi.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kinerja pengawasan intern auditor APIP,

khususnya audit kinerja terhadap kepatuhan bendahara pemerintah terhadap

ketentuan perundang-undangan perpajakan, tidak berkualitas. Hal ini merujuk

pada DeAngelo (1981a) dan DeAngelo (1981b) yang menyatakan bahwa kualitas

7
audit merupakan joint probability bahwa seorang auditor akan menemukan

pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran tersebut.

Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja individu

maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi lebih baik (Mulyono, 2009). Berdasarkan pengertian

kinerja yang diungkapkan oleh Mulyono (2009) tersebut dapat dilihat bahwa

penilaian kinerja bisa menggunakan basis kuantitas dan basis kualitas dari hasil

kerja.

Dalam konteks audit, kinerja auditor dalam melakukan audit dinilai dari

kualitas audit yang dilaksanakannya (BPK, 2007; Permenpan No. 05 Tahun

2008). Menurut DeAngelo (1981a) dan DeAngelo (1981b), audit dikatakan

berkualitas bila mampu menemukan pelanggaran di dalam sistem akuntansi klien

dan melaporkan pelanggaran tersebut. Sementara GAO (1986) menyatakan bahwa

audit dikatakan berkualitas bila pelaksanaan audit patuh pada standar profesional

dan persyaratan kontrak yang ditetapkan untuk jenis audit tertentu yang

dilakukan.

Bila dicermati, DeAngelo (1981a) dan DeAngelo (1981b) lebih

menekankan pada ukuran kuantitas dalam menilai kualitas audit, yakni dari

kuantitas pelanggaran yang ditemukan dalam sistem akuntansi auditi. Sedang

GAO (1986) lebih menekankan pada ukuran kualitas, yakni dari kepatuhan

kepada standar profesional dan persyaratan kontrak yang ditetapkan untuk jenis

audit tertentu yang dilakukan.

8
Dalam praktiknya, ukuran kualitas audit yang dikemukakan oleh

DeAngelo (1981a) dan DeAngelo (1981b) serta GAO (1986) biasanya digunakan

sekaligus untuk menilai kinerja auditor dalam melakukan audit. Sebab, tidak ada

yang bisa menjamin bahwa setiap pelanggaran auditi pasti ditemukan oleh auditor

(BPK, 2007). Misalnya, Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007 tentang Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara, BPK (2007) menyatakan bahwa selama audit

telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit maka auditor tetap dinilai memiliki

kinerja yang memadai meski tidak ada pelanggaran auditi yang ditemukan. Hal ini

secara tidak langsung menunjukkan bahwa BPK menggunakan basis temuan

pelanggaran auditi dan basis ketaatan terhadap standar audit untuk menilai

kualitas audit para auditornya.

Berdasarkan telaahan literatur, ditemukan banyak faktor yang

mempengaruhi terselenggaranya audit yang berkualitas. Faktor-faktor tersebut

antara lain : kompetensi (Alim et al., 2007; Ardini, 2010; Perdany dan Suranta,

2013), pelatihan (Batubara, 2008; Mulyono, 2009), pengalaman (Singgih dan

Bawono, 2010; Carolita dan Rahardjo, 2012; Nursamsi et al., 2013), independensi

(Zu'amah, 2009; Singgih dan Bawono, 2010; Zeyn, 2014), akuntabilitas (Ardini,

2010; Singgih dan Bawono, 2010; Susanti, 2011; Saripudin et al., 2012; Wiratama

dan Budiartha, 2015), motivasi (Ardini, 2010; Efendy, 2010), etika (Alim et al.,

2007; Lubis, 2009; Ariyanto dan Jati, 2010; Saputra, 2012; Nursamsi et al., 2013;

Futri dan Juliarsa, 2014), objektivitas (Sukriah et al., 2009; Tarigan, 2011;

Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Carolita dan Rahardjo, 2012), integritas (Sukriah

et al., 2009; Tarigan, 2011; Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Carolita dan

Rahardjo, 2012), komitmen organisasi (Trisnaningsih, 2007; Carolita dan

9
Rahardjo, 2012), kehati-hatian profesional (Singgih dan Bawono, 2010; Susanti,

2011), kepuasan kerja (Futri dan Juliarsa, 2014), tekanan waktu (Ningsih dan

Yaniartha, 2013) dan lain sebagainya.

Berdasarkan telaahan tersebut diketahui bahwa kompetensi adalah salah

satu faktor yang signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit (Alim et al.,

2007; Ardini, 2010; Perdany dan Suranta, 2013). Kompetensi adalah suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang

dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang

dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2014). Kompetensi menunjukkan

keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu

bidang tertentu. Kompetensi merupakan aspek-aspek pribadi dari seorang yang

memungkinkan orang tersebut untuk mencapai kinerja yang maksimal (Alim et

al., 2007; Ningsih dan Yaniartha, 2013).

Kompetensi untuk melakukan audit adalah syarat mutlak bagi auditor

untuk dapat melaksanakan audit yang berkualitas (Permenpan No. 05 Tahun

2008). Setiap standar audit pasti mencantumkan persyaratan tentang kompetensi

ini (IAI, 2007; BPK, 2007; Permenpan No. 05 Tahun 2008). Selain wajib

memiliki kompetensi audit, auditor juga harus memiliki kompetensi yang

memadai tentang lingkungan dan bidang penugasannya (Permenpan No. 05 Tahun

2008).

Pengaruh positif kompetensi terhadap kinerja auditor yang diproksikan

dengan kualitas audit didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu (Alim et

al., 2007; Mulyono, 2009; Sukriah et al., 2009; Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011;

Tarigan, 2011; Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Saputra, 2012; Slamet, 2012;

10
Bolang, 2013; Perdany dan Suranta, 2013; Diryatama, 2015). Penelitian yang

dilakukan oleh Alim et al. (2007); Slamet (2012) dan Saputra (2012) dengan

objek para auditor kantor akuntan publik yang berada di Jawa Timur, Jawa

Tengah dan Yogyakarta mendapatkan temuan bahwa kompetensi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hasil yang sama juga diperoleh oleh

Perdany dan Suranta (2013) yang meneliti para auditor BPK-RI Yogyakarta.

Penelitian yang dilakukan dengan objek para auditor inspektorat yang berada di

beberapa daerah di Indonesia juga mendapatkan hasil senada, kompetensi

mempengaruhi kualitas audit secara positif dan signifikan (Mulyono, 2009;

Sukriah et al., 2009; Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011; Tarigan, 2011;

Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Bolang, 2013; Diryatama, 2015).

Namun demikian, telaahan lebih lanjut terhadap literatur memperlihatkan

bahwa pengaruh positif kompetensi terhadap kinerja auditor ternyata tidak

mendapat dukungan sepenuhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan et al.

(2013) terhadap auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di Jakarta

menunjukkan hasil sebaliknya, kompetensi berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap kualitas audit. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Carolita dan

Rahardjo (2012) dengan objek para auditor yang bekerja di kantor akuntan publik

Semarang serta penelitian Nursamsi et al. (2013) dengan objek para auditor yang

bekerja di Inspektorat Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya

berkesimpulan bahwa kompetensi tidak signifikan pengaruhnya terhadap kualitas

hasil audit.

Kompetensi untuk melakukan audit dapat diperoleh auditor melalui

pelatihan dan pengalaman (Kusharyanti, 2003; Permenpan No. 04 Tahun 2008).

11
Hal ini senada dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) maupun

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) serta Standar Audit Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah yang menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan

oleh seorang atau lebih yang memiliki pelatihan teknis yang cukup dan

pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut (IAI, 2007;

BPK, 2007; Permenpan No. 05 Tahun 2008).

Pelatihan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan kerja peserta yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku

aspek-aspek kognitif, keterampilan dan sikap (Hamalik, 2000). Pelatihan adalah

media yang dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi berupa keahlian

(skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010). Sementara, pengalaman

merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi

bertingkah laku, baik dari pendidikan formal maupun non formal, atau bisa

diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola

tingkah laku yang lebih tinggi (Dharmawan, 2014). Pengalaman kerja seseorang

memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang

lebih baik (Queena dan Rohman, 2012). Semakin luas pengalaman kerja

seseorang, semakin terampil ia melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola

berpikir dan sikapnya dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Pelatihan dan pengalaman yang idealnya berpengaruh positif terhadap

kompetensi ternyata tidak didukung oleh seluruh temuan penelitian terdahulu.

Hanya pelatihan yang ditemukan konsisten memiliki pengaruh positif terhadap

12
kompetensi auditor (Cheng et al., 2009; Aisyah dan Isgiyarta, 2014). Sedang

penelitian-penelitian yang menguji pengaruh pengalaman terhadap kompetensi

auditor mendapatkan hasil beragam. Ini ditunjukkan oleh Cheng et al. (2009)

yang melakukan penelitian pada kantor akuntan publik di Taiwan, Aisyah dan

Isgiyarta (2014) pada Bank BRI Kantor Inspeksi Semarang serta Widiyanto dan

Yuhertiana (2004) pada Badan Pengawas Kota Surabaya. Cheng et al. (2009) dan

Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang menggunakan kualitas auditor sebagai proksi

kompetensi auditor mendapatkan temuan bahwa pengalaman berpengaruh positif

terhadap kualitas auditor. Sebaliknya, Widiyanto dan Yuhertiana (2004) yang

menggunakan profesionalisme auditor sebagai proksi kompetensi auditor

berkesimpulan bahwa pengalaman berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

profesionalisme auditor Pemerintah.

Selain berkontribusi terhadap kompetensi auditor guna menghasilkan audit

yang berkualitas, telaahan literatur yang dilakukan lebih lanjut menunjukkan

bahwa pelatihan dan pengalaman juga termasuk sebagai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja auditor (Batubara, 2008; Mulyono, 2009; Singgih

dan Bawono, 2010; Carolita dan Rahardjo, 2012; Nursamsi et al., 2013).

Berdasarkan telaahan literatur tersebut juga diketahui bahwa penelitian-penelitian

sebelumnya yang menguji pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja

auditor yang diproksikan dengan kualitas audit menemukan hasil yang beragam,

senada dengan hasil-hasil penelitian yang menguji pengaruh kompetensi terhadap

kinerja auditor dan hasil-hasil penelitian yang menguji pengaruh pelatihan dan

pengalaman terhadap kompetensi auditor.

13
Misalnya, Batubara (2008) yang melakukan penelitian pada Bawasko

Medan, Mulyono (2009) yang melakukan penelitian pada Inspektorat Kabupaten

Deliserdang dan Adityasih (2010) yang melakukan penelitian pada kantor akuntan

publik mendapatkan temuan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas audit. Selanjutnya, Sukriah et al. (2009), Nursamsi et al. (2013),

Bolang (2013) dan Sembiring (2014) yang melakukan penelitian pada kantor

Inspektorat juga berkesimpulan bahwa pengalaman signifikan pengaruhnya

terhadap kualitas audit. Usmany (2013) yang melakukan penelitian pada auditor

BPK-RI juga memperoleh kesimpulan serupa, yakni, pengalaman spesifik

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Kesimpulan senada

juga dikemukakan oleh Carolita dan Rahardjo (2012), Saripudin et al. (2012) dan

Slamet (2012) yang meneliti pada kantor akuntan publik. Temuan yang diperoleh

oleh Sarsiti (2013) dengan objek penelitian mahasiswa akuntansi di Universitas

Surakarta juga mengungkapkan hal yang sama, pengalaman memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Namun demikian, Adityasih (2010) dan Singgih dan Bawono (2010) yang

melakukan penelitian dengan objek auditor pada kantor akuntan publik

menemukan hasil sebaliknya, pengalaman tidak signifikan pengaruhnya terhadap

kualitas audit. Hasil senada juga diperoleh penelitian yang dilakukan oleh Tarigan

(2011), Queena dan Rohman (2012) serta Ayuningtyas dan Pamudji (2012)

terhadap auditor yang bekerja di kantor Inspektorat, pengalaman tidak signifikan

pengaruhnya pada kualitas audit. Penelitian yang dilakukan Susanti (2011) juga

berkesimpulan bahwa pengalaman tidak signifikan pengaruhnya pada kualitas

audit di kantor BPK Perwakilan Yogyakarta. Sedang temuan penelitian

14
Setyaningrum (2012) menunjukkan bahwa pelatihan tidak signifikan pengaruhnya

terhadap kualitas Audit BPK-RI.

Berdasarkan telaahan-telaahan yang telah dilakukan terhadap beberapa

penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa kompetensi beserta determinannya

(pelatihan dan pengalaman) yang senantiasa tercantum di dalam setiap standar

audit sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap auditor untuk

melakukan audit tidak selalu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

audit. Menurut Bandura (1982), hal ini sangat mungkin terjadi. Pengetahuan,

operasi transformasional, dan komponen keterampilan memang sangat dibutuhkan

untuk mencapai prestasi, tetapi itu saja belum cukup (Bandura, 1982). Orang-

orang sering gagal untuk berkinerja secara optimal meskipun mereka tahu betul

apa yang harus dilakukan dan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk

melakukannya (Schwartz dan Gottman, 1976; Bandura, 1997). Penyebabnya

adalah karena pemikiran yang merujuk kepada diri sendiri (self-referent thought)

memediasi hubungan antara pengetahuan dan tindakan. Self-referent thought

mengaktifkan proses kognitif, motivasi dan afektif yang mengatur translasi

pengetahuan dan kemampuan ke dalam tindakan yang tepat. Hal ini terkait dengan

bagaimana orang-orang menilai kapabilitas mereka dan bagaimana mereka

mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka melalui persepsi tentang efikasi diri

(self-efficacy) mereka (Bandura, 1982).

Schunk dan Pajares (2009) menyebutkan bahwa efikasi diri merupakan

keyakinan seseorang untuk menyelesaikan sebuah penugasan yang dapat

mempengaruhi pilihan aktivitas, kerja keras, ketekunan, dan prestasi. Schunk dan

Pajares (2009) mengungkapkan bahwa sejak Bandura memperkenalkan konstruk

15
efikasi diri pada literatur psikologi melalui artikel yang berjudul “Self-efficacy:

Toward a unifying theory of behavioral change” dan buku yang berlabel “Social

learning theory” pada tahun 1977, para peneliti telah mengeksplorasi peran

efikasi diri ini dalam berbagai domain termasuk pendidikan, bisnis, atletik, karier,

kesehatan, dan kesejahteraan. Eksplorasi yang dilakukan oleh para peneliti juga

mencakup operasionalisasi efikasi diri diantara berbagai individu, tingkat

perkembangan dan budaya.

Teori efikasi diri merupakan komponen penting dari teori kognitif sosial

Bandura yang lebih umum. Teori kognitif sosial menunjukkan bahwa perilaku

individu, lingkungan, dan faktor kognitif (seperti, ekspektasi hasil dan efikasi diri)

saling berkait erat satu sama lain (Staples et al., 1999). Efikasi diri adalah

penilaian tentang kemampuan seseorang untuk menjalankan pola perilaku tertentu

(Bandura, 1978). Keyakinan efikasi diri membentuk peran sentral dalam proses

regulasi melalui mana motivasi dan pencapaian kinerja individu diatur (Wood dan

Bandura, 1989).

Menurut Bandura (1997), keyakinan orang terhadap efikasi personal

mereka merupakan aspek utama dari pengetahuan tentang diri mereka (self-

knowledge). Efikasi diri dibentuk dari empat sumber informasi utama, yakni,

pengalaman tentang keberhasilan pribadi (enactives mastery experiences) yang

berfungsi sebagai indikator kapabilitas, pengalaman keberhasilan orang lain yang

dijadikan model (vicarious experiences) yang merubah keyakinan efikasi melalui

transmisi kompetensi dan perbandingan dengan pencapaian orang lain, persuasi

verbal dan berbagai jenis pengaruh sosial (verbal persuasion and allied types of

social influences) dari orang-orang yang memiliki kapabilitas tertentu, serta

16
keadaan psikologis dan afektif (physiological and affective states) yang digunakan

sebagai bagian dari penilaian orang-orang terhadap kapabilitas, kekuatan atau

kerentanan mereka terhadap gangguan.

Efikasi diri terbukti dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi

dan merupakan prediktor yang baik dari kinerja dan perilaku selanjutnya

(Bandura, 1978). Penelaahan yang dilakukan Bandura pada berbagai jalur

penelitian tentang efikasi diri menyimpulkan bahwa teori efikasi diri memiliki

kekuatan penjelas potensial yang cukup besar (Bandura, 1982; Staples et al.,

1999). Telaahannya tersebut menemukan bahwa persepsi efikasi diri membantu

dalam menjelaskan berbagai macam perilaku individu, termasuk: perubahan

perilaku dalam mengatasi kesulitan yang dihasilkan oleh berbagai modus

pengaruh, tingkat reaksi stres fisiologis, regulasi diri, kerja keras untuk mencapai

prestasi, pertumbuhan minat intrinsik, dan pilihan kegiatan karir.

Schunk dan Pajares (2009) mendokumentasikan berbagai hasil penelitian

yang membuktikan bahwa efikasi diri memberikan pengaruh kuat pada motivasi,

prestasi, dan regulasi diri individu (Multon et al., 1991; Bandura, 1997; Pajares,

1997; Stajkovic dan Luthans, 1998). Penelitian-penelitian tersebut diantaranya

adalah pada bidang pendidikan yang menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan

siswa yang meragukan kemampuan mereka untuk belajar atau melakukannya

dengan baik, siswa dengan efikasi diri yang tinggi berpartisipasi lebih mudah,

bekerja lebih keras, bertahan lebih lama, menunjukkan minat yang lebih besar

dalam pembelajaran, dan mencapai tingkat yang lebih tinggi (Bandura, 1997).

Hasil penelitian Webb-Williams (2006) menunjukkan bahwa efikasi diri

berkorelasi positif dengan kinerja akademis pada siswa yang berumur 10-12

17
tahun. Efikasi diri juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan

penyesuaian akademik dan prestasi akademis mahasiswa (Warsito, 2009). Hasil

yang sama juga diperoleh Tenaw (2013) yang menemukan hubungan signifikan

antara efikasi diri dengan prestasi akademis mahasiswa di bidang kimia analis.

Arsanti (2009) yang menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitian di

dalam sebuah eksperimen laboratorium menemukan hubungan yang signifikan

antara efikasi diri dengan kinerja. Efikasi diri juga disimpulkan berhubungan

secara positif dengan kinerja audit sehingga auditor yang memiliki efikasi diri

lebih tinggi akan berkinerja lebih baik dibanding auditor dengan efikasi diri yang

lebih rendah (Iskandar dan Sanusi, 2011; Iskandar et al., 2012). Alifuddin (2012)

menyatakan bahwa efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

manajerial. Sementara, Dewi (2012) memperoleh temuan bahwa efikasi diri

secara langsung mempengaruhi kinerja kepala sekolah. Efikasi diri juga

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar guru (Jumari et al.,

2013).

Pengalaman dan pelatihan merupakan sumber utama informasi pembentuk

efikasi diri (Bandura, 1997). Davis et al. (2000) yang meneliti dalam konteks

pelatihan penerbang menyatakan bahwa kinerja pelatihan dasar penerbangan

berhubungan secara positif dengan efikasi diri untuk pelatihan tahap penerbangan

lanjutan. Johari et al. (2009) yang meneliti tentang pelatihan terhadap guru-guru

mendapatkan temuan bahwa jenis pelatihan berpengaruh terhadap efikasi guru-

guru tersebut. Masih dalam konteks pelatihan terhadap guru-guru, Bikos et al.

(2011) menyimpulkan bahwa tahap awal dari program pelatihan pendahuluan

yang harus diikuti oleh guru-guru dapat meningkatkan efikasi para guru terhadap

18
strategi-strategi instruksional dan pengelolaan kelas dalam mengajar. Sementara,

Wardani (2012) yang meneliti tentang keterampilan berkomunikasi menyatakan

bahwa pemberian pelatihan komunikasi efektif memberikan efek yang besar untuk

meningkatkan efikasi diri mahasiswa dalam berkomunikasi.

Johari et al. (2009) berkesimpulan bahwa guru-guru dengan pengalaman

mengajar lebih dari tujuh tahun memiliki efikasi diri yang lebih baik dibanding

guru-guru dengan pengalaman mengajar kurang dari tujuh tahun. Analisis

Cunnien et al. (2009) menunjukkan bahwa pekerja musiman dan sporadis kurang

memiliki efikasi diri dibanding pekerja tetap. Sementara, Swan et al. (2011)

menyebutkan bahwa efikasi diri guru berada pada level paling rendah pada akhir

tahun pertama pengalaman mengajar dan mencapai puncak efikasi tertinggi pada

akhir tahun ketiga pengalaman mengajar.

Kompetensi terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan efikasi

diri. Penelitian yang dilakukan Alkan dan Erdem (2012) terhadap kandidat-

kandidat guru kimia menemukan hubungan yang positif dan medium antara

kompetensi bidang khusus kimia dengan efikasi diri. Penelitian lanjutan yang

dilakukan oleh Alkan dan Erdem (2014) juga masih menemukan hubungan antara

persepsi kompetensi kimia dengan keyakinan efikasi diri dari kandidat-kandidat

guru kimia.

Penelitian ini mencoba untuk menjembatani ketidakseragaman hasil-hasil

penelitian tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor menggunakan

variabel efikasi diri sebagai pemediasi. Penempatan variabel efikasi diri sebagai

pemediasi di dalam penelitian ini dilandasi oleh teori efikasi diri dan hasil-hasil

penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kompetensi berhubungan positif

19
dengan efikasi diri (Alkan dan Erdem, 2012, 2014) dan efikasi diri berpengaruh

positif terhadap kinerja (Webb-Williams, 2006; Arsanti, 2009; Schunk dan

Pajares, 2009; Warsito, 2009; Iskandar dan Sanusi, 2011; Alifuddin, 2012; Dewi,

2012; Iskandar et al., 2012; Jumari et al., 2013; Tenaw, 2013). Dengan demikian,

auditor dengan kompetensi tinggi akan memiliki efikasi diri yang tinggi sehingga

akan mendorong tercapainya kinerja yang tinggi.

Di dalam penelitian ini, variabel efikasi diri juga akan digunakan sebagai

pemediasi untuk menjembatani keragaman hasil penelitian tentang pengaruh

pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja auditor. Penggunaan variabel efikasi

diri sebagai pemediasi didukung oleh teori efikasi diri dan hasil-hasil penelitian

terdahulu yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengalaman berhubungan positif

dengan efikasi diri (Davis et al., 2000; Cunnien et al., 2009; Johari et al., 2009;

Bikos et al., 2011; Swan et al., 2011; Wardani, 2012) dan efikasi diri

berpengaruh positif terhadap kinerja (Webb-Williams, 2006; Arsanti, 2009;

Schunk dan Pajares, 2009; Warsito, 2009; Iskandar dan Sanusi, 2011; Alifuddin,

2012; Dewi, 2012; Iskandar et al., 2012; Jumari et al., 2013; Tenaw, 2013).

Dengan demikian, auditor dengan bekal pelatihan dan pengalaman yang memadai

akan memiliki efikasi diri yang tinggi sehingga akan mendorong tercapainya

kinerja yang tinggi.

Peranan variabel kompetensi sebagai pemediasi juga akan diuji di dalam

penelitian ini untuk menjembatani keragaman hasil-hasil penelitian terdahulu

tentang pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja auditor. Peranan

variabel kompetensi sebagai pemediasi didukung oleh teori modal manusia dan

teori atribusi serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa

20
pelatihan dan pengalaman berpengaruh positif terhadap kompetensi (Widiyanto

dan Yuhertiana, 2004; Cheng et al., 2009; Aisyah dan Isgiyarta, 2014) dan

kompetensi bepengaruh positif terhadap kinerja (Alim et al., 2007; Mulyono,

2009; Sukriah et al., 2009; Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011; Tarigan, 2011;

Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Saputra, 2012; Slamet, 2012; Bolang, 2013;

Perdany dan Suranta, 2013; Diryatama, 2015). Dengan demikian, auditor dengan

bekal pelatihan dan pengalaman yang memadai akan memiliki kompetensi yang

tinggi sehingga akan mendorong tercapainya kinerja yang tinggi.

Dari hasil pengujian nantinya akan dapat dilihat peran efikasi diri dan

kompetensi sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap

kinerja auditor. Disamping itu, penelitian ini juga akan melakukan konfirmasi

hasil-hasil penelitian terdahulu tentang berbagai variasi pengaruh variabel-

variabel pelatihan, pengalaman, efikasi diri, kompetensi dan kinerja. Dengan

demikian akan dapat dilihat konsistensi dari berbagai variasi pengaruh variabel-

variabel tersebut dengan penelitian-penelitian terdahulu.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas tentang

kompetensi dan kinerja auditor eksternal maupun internal secara umum, penelitian

ini akan difokuskan pada kompetensi auditor internal pemerintah (APIP) dalam

bidang perpajakan dan kinerja pengawasan perpajakannya. Oleh karena itu, semua

variabel yang digunakan di dalam penelitian ini seperti pelatihan, pengalaman,

kompetensi, efikasi diri dan kinerja pengawasan auditor APIP adalah pada bidang

perpajakan. Pemfokusan ini perlu dilakukan karena efikasi diri merupakan

persepsi kapabilitas dalam bidang tertentu (Schunk dan Pajares, 2009). Efikasi diri

didefinisikan sebagai sebuah evaluasi diri tentang kompetensi seseorang untuk

21
sukses melaksanakan tindakan yang diperlukan guna mencapai hasil yang

diinginkan (Bandura, 1977, 1982, 1986; Zajacova et al., 2005). Efikasi diri adalah

konstruk multidimensi yang bervariasi sesuai dengan domain tuntutan

(Zimmerman, 2000; Zajacova et al., 2005) dan oleh karena itu harus dievaluasi

pada level yang spesifik pada domain hasil (Bandura, 1986; Pajares, 1995;

Zajacova et al., 2005).

Penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat diungkapkan bagaimana

peran efikasi diri bidang perpajakan yang dapat diperoleh melalui pelatihan dan

pengalaman di bidang perpajakan menjadi pemediasi pengaruh kompetensi bidang

perpajakan terhadap kinerja auditor APIP dalam mengawasi pelaksanaan

kewajiban perpajakan bendahara di dalam setiap institusi pemerintah. Keberadaan

auditor APIP dengan kinerja pengawasan perpajakan yang efektif karena memiliki

kompetensi dan efikasi diri yang tinggi dalam bidang perpajakan idealnya akan

mampu mendeteksi sejak dini dan/ atau mencegah terjadinya penggelapan pajak

oleh bendahara pemerintah, mengoreksi atau meluruskan ketidakakuratan dan

ketidakpatuhan bendahara pemerintah dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya serta mendorong bendahara pemerintah untuk melaksanakan

kewajiban perpajakannya sebagai pemotong/ pemungut pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan

demikian, penerimaan negara dari pajak-pajak yang harus dipotong/ dipungut dan

disetor oleh bendahara pemerintah dapat diamankan, tata kelola pemerintahan

yang baik dapat diwujudkan dan bendahara pemerintah dapat dihindarkan dari

berbagai macam sanksi karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

perpajakan.

22
1.2. Fenomena Gap

Keberadaan APIP beserta para auditornya dengan kinerja pengawasan

yang baik idealnya mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,

mendeteksi dan/ atau mencegah pelanggaran sejak dini serta mendorong

kepatuhan terhadap ketentuan peraturan-perundangan yang berlaku. Namun

demikian, kondisi ideal tersebut masih jauh dari harapan. Hal ini dibuktikan

dengan fenomena-fenomena berikut.

Fenomena Gap I: Kinerja pengawasan auditor APIP terhadap efektivitas SPIP

dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Efektivitas SPIP dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

adalah fokus sasaran auditor APIP dalam melakukan pengawasan intern melalui

audit kinerja (Permenpan No. 05 Tahun 2008). Fungsi pengawasan intern yang

dijalankan oleh auditor APIP idealnya dapat memberikan keyakinan yang

memadai bahwa SPIP berjalan dengan efektif dan pelaksanaan aktivitas di dalam

setiap instansi pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kenyataannya, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Keuangan BPK Semester I

Tahun 2014 mencatat adanya ribuan kasus terkait kelemahan SPIP dan

ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan (BPK, 2014).

Pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang, mark up harga dalam

pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas ganda atau fiktif, dan berbagai

penyimpangan lainnya masih terus berlangsung (BPK, 2014). Kondisi ini

23
menunjukkan bahwa kinerja auditor APIP dalam melakukan pengawasan intern

masih rendah .

Fenomena Gap II; Kinerja pengawasan auditor APIP untuk mendeteksi sejak

dini dan/atau mencegah terjadinya penggelapan pajak yang

dilakukan oleh bendahara pemerintah

Pelaksanaan tugas dan fungsi bendahara pemerintah secara formal berada

dibawah pengawasan APIP. Idealnya, pengawasan intern yang dijalankan oleh

auditor APIP melalui audit, reviu, pemantauan dan evaluasi mampu mendeteksi

sejak dini dan/ atau mencegah terjadinya penggelapan pajak oleh bendahara

pemerintah.

Namun demikian, banyaknya bendahara pemerintah yang telah ditangkap

dan diajukan ke pengadilan karena melakukan penggelapan pajak hingga milyaran

rupiah menunjukkan bahwa kinerja auditor APIP dalam melakukan pengawasan

pelaksanaan kewajiban perpajakan bendahara pemerintah masih rendah.

Kontribusi auditor APIP juga sangat minim dalam pengungkapan kasus-kasus

tersebut. Dari 12 kasus penggelapan pajak yang terjadi, hanya 2 kasus yang

dideteksi dan diungkap oleh APIP. Sisanya diungkap oleh kantor pajak, BPK dan

pihak lainnya (kumpulan kasus-kasus pelanggaran bendahara pemerintah).

1.3. Research Gap

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji keterkaitan antara

kinerja auditor dengan kompetensi, pelatihan dan pengalaman. Namun demikian,

temuan yang diperoleh sangat beragam. Berikut ini akan diuraikan hasil-hasil

penelitian terdahulu tentang kinerja auditor, kompetensi, pelatihan dan

pengalaman yang memperlihatkan adanya gap.

24
Research Gap I: Pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor

Bolang (2013), Ayuningtyas dan Pamudji (2012), Ahmad et al. (2011),

Tarigan (2011), Efendy (2010), Sukriah et al. (2009), Mulyono (2009), serta Alim

et al. (2007) mendapatkan temuan bahwa kinerja yang diproksikan dengan

kualitas audit para auditor internal pemerintah dipengaruhi secara positif dan

signifikan oleh kompetensi. Kesimpulan yang sama juga didapatkan oleh Slamet

(2012) dan Saputra (2012) yang melakukan penelitian pada kantor akuntan publik.

Demikian pula halnya dengan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Diryatama (2015) serta Perdany dan Suranta (2013) pada kantor BPK.

Namun demikian, penelitian yang dilakukan Tarigan et al. (2013) pada

kantor akuntan publik di Jakarta menunjukkan hasil sebaliknya, kompetensi tidak

signifikan pengaruhnya terhadap kualitas hasil audit. Sementara, penelitian

Carolita dan Rahardjo (2012) pada kantor akuntan publik di Semarang dan

penelitian Nursamsi et al. (2013) pada kantor Inspektorat Kabupaten Gresik,

Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya berkesimpulan bahwa, kompetensi tidak

signifikan pengaruhnya terhadap kualitas hasil audit.

Research Gap II: Pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kompetensi

auditor

Pengujian yang dilakukan oleh Widiyanto dan Yuhertiana (2004)

menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

profesionalisme auditor pemerintah yang bekerja pada Badan Pengawas Kota

Surabaya (Bawasko) Surabaya. Cheng et al. (2009) mengungkapkan bahwa

25
pengembangan profesional berkelanjutan dan pengalaman berpengaruh positif

terhadap kualitas auditor. Demikian juga halnya dengan Aisyah dan Isgiyarta

(2014) yang menjumpai pengaruh positif pengalaman dan pengembangan

professional berkelanjutan terhadap kualitas auditor yang bekerja pada Bank BRI

Semarang. Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto dan

Yuhertiana (2004) menghasilkan kesimpulan bahwa pengalaman berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap profesionalisme Auditor Pemerintah yang bekerja

pada Badan Pengawas Kota Surabaya

Research Gap III: Pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja auditor

Penelitian yang dilakukan Batubara (2008) dan Mulyono (2009)

memperoleh temuan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja auditor Inspektorat/ Bawasko. Adityasih (2010) yang menggunakan hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai

(PPAJP)–Kementerian Keuangan sebagai proksi kualitas audit, berkesimpulan

bahwa pendidikan profesional berkelanjutan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas audit kantor akuntan publik.

Sukriah et al. (2009) dan Nursamsi et al. (2013) mendapatkan temuan

bahwa pengalaman kerja signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit

Inspektorat. Carolita dan Rahardjo (2012) yang melanjutkan dan memperluas

penelitian Sukriah et al. (2009) juga mendapatkan temuan yang sama bahwa

pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit Kantor

Akuntan Publik di Semarang.

Meskipun temuan beberapa penelitian terdahulu mendukung adanya

pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja audit, Adityasih (2010),

26
Singgih dan Bawono (2010), Tarigan (2011), Setyaningrum (2012), Queena dan

Rohman (2012), Ayuningtyas dan Pamudji (2012) menemukan hasil sebaliknya.

Adityasih (2010) berkesimpulan bahwa pengalaman tidak berpengaruh signifikan

terhadap kualitas audit. Singgih dan Bawono (2010) menyatakan bahwa

pengalaman tidak signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit para Auditor Di

Kap “Big Four” Di Indonesia. Demikian pula halnya Tarigan (2011) yang

menyimpulkan bahwa pengalaman tidak signifikan pengaruhnya terhadap kualitas

audit kantor akuntan publik di Jakarta.

Penelitian Queena dan Rohman (2012) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas audit aparat Inspektorat Kota/Kabupaten di Jawa Tengah

mendapatkan temuan bahwa pengalaman kerja tidak signifikan pengaruhnya

terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Temuan penelitian Ayuningtyas dan Pamudji

(2012) juga menunjukkan bahwa pengalaman kerja tidak signifikan pengaruhnya

terhadap kualitas hasil audit yang dilakukan oleh auditor Inspektorat Kota/

Kabupaten di Jawa Tengah. Sementara, Setyaningrum (2012) berkesimpulan

bahwa pelatihan tidak berpengaruh terhadap kualitas Audit BPK-RI.

1.4 Perumusan Masalah

Penyimpangan yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dalam

melaksanakan kewajibannya sebagai pemotong/ pemungut pajak idealnya dapat

ditemukan dan dikoreksi oleh auditor APIP yang memiliki tugas dan fungsi

sebagai pengawas penyelenggaraan aktivitas pemerintahan. Praktiknya ternyata

tidak demikian. Penyimpangan masih terus berlangsung.

Merujuk pada DeAngelo (1981a), DeAngelo (1981b) dan Kusharyanti

(2003), kompetensi APIP dalam menemukan penyimpangan yang terjadi menjadi

27
pertanyaan. Pelatihan dan pengalaman yang merupakan determinan bagi

kompetensi auditor APIP agar memiliki kinerja yang maksimal dalam

melaksanakan tugasnya juga turut dipertanyakan.

Telaahan terhadap literatur tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja

auditor yang menggunakan proksi kualitas audit menunjukkan hasil yang

beragam. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kualitas audit (Alim et al., 2007; Mulyono, 2009;

Sukriah et al., 2009; Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011; Tarigan, 2011;

Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Saputra, 2012; Slamet, 2012; Bolang, 2013;

Perdany dan Suranta, 2013; Diryatama, 2015). Sedang beberapa penelitian lain

menunjukkan hasil yang berbeda dan bertolak belakang (Carolita dan Rahardjo,

2012; Nursamsi et al., 2013; Tarigan et al., 2013).

Berdasarkan telaahan lebih lanjut, dari literatur psikologi ditemukan

variabel efikasi diri yang dapat digunakan untuk memediasi pengaruh kompetensi

terhadap kinerja auditor. Pelatihan yang harus dijalani oleh auditor dan

pengalaman yang dimiliki idealnya dapat menumbuhkan kompetensi dan

memupuk rasa efikasi diri yang tinggi di dalam diri auditor. Efikasi diri yang

tinggi akan mendorong mereka untuk ulet dan tekun guna mewujudkan kinerja

yang maksimal. Karena penelitian ini akan difokuskan pada pengawasan auditor

APIP di bidang perpajakan, maka, pelatihan yang dijalani dan pengalaman yang

dimiliki oleh auditor APIP di bidang perpajakan seyogyanya dapat menumbuhkan

kompetensi dan memupuk rasa efikasi diri yang tinggi pada bidang perpajakan.

Dengan demikian, auditor APIP tersebut akan ulet dan tekun guna mewujudkan

kinerja pengawasan perpajakan yang maksimal.

28
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang akan dibahas di dalam penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pelatihan bidang perpajakan berpengaruh terhadap kompetensi

bidang perpajakan auditor APIP.

2. Apakah pengalaman bidang perpajakan berpengaruh terhadap kompetensi

bidang perpajakan auditor APIP.

3. Apakah pelatihan bidang perpajakan berpengaruh terhadap efikasi diri bidang

perpajakan auditor APIP.

4. Apakah pengalaman bidang perpajakan berpengaruh terhadap efikasi diri

bidang perpajakan auditor APIP.

5. Apakah kompetensi bidang Perpajakan berpengaruh terhadap Efikasi diri

bidang perpajakan auditor APIP.

6. Apakah pelatihan bidang perpajakan berpengaruh terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

7. Apakah pengalaman bidang perpajakan berpengaruh terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

8. Apakah kompetensi bidang perpajakan berpengaruh terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

9. Apakah efikasi diri bidang perpajakan berpengaruh terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

10. Apakah kompetensi bidang perpajakan memediasi pengaruh pelatihan bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

11. Apakah kompetensi bidang perpajakan memediasi pengaruh pengalaman

bidang perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

29
12. Apakah efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh pelatihan bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

13. Apakah efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh pengalaman

bidang perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

14. Apakah efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh kompetensi

bidang perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian secara

empiris peran variabel efikasi diri sebagai pemediasi pengaruh pelatihan,

pengalaman dan kompetensi perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan

auditor APIP. Sedang tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji secara empiris pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap

kompetensi bidang perpajakan auditor APIP.

2. Untuk menguji secara empiris pengaruh pengalaman bidang perpajakan

terhadap kompetensi bidang perpajakan auditor APIP.

3. Untuk menguji secara empiris pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap

efikasi diri bidang perpajakan auditor APIP.

4. Untuk menguji secara empiris pengaruh pengalaman bidang perpajakan

terhadap efikasi diri bidang perpajakan auditor APIP.

5. Untuk menguji secara empiris pengaruh kompetensi bidang Perpajakan

terhadap Efikasi diri bidang perpajakan auditor APIP.

6. Untuk menguji secara empiris pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap

kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

30
7. Untuk menguji secara empiris pengaruh pengalaman bidang perpajakan

terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

8. Untuk menguji secara empiris pengaruh kompetensi bidang perpajakan

terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

9. Untuk menguji secara empiris pengaruh efikasi diri bidang perpajakan

terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP.

10. Untuk menguji secara empiris pengaruh kompetensi bidang perpajakan

sebagai pemediasi pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

11. Untuk menguji secara empiris pengaruh kompetensi bidang perpajakan

sebagai pemediasi pengaruh pengalaman bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

12. Untuk menguji secara empiris pengaruh efikasi diri bidang perpajakan

sebagai pemediasi pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

13. Untuk menguji secara empiris pengaruh efikasi diri bidang perpajakan

sebagai pemediasi pengaruh pengalaman bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

14. Untuk menguji secara empiris pengaruh efikasi diri bidang perpajakan

sebagai pemediasi pengaruh kompetensi bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP.

31
1.5.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu maupun bagi para praktisi.

1. Manfaat Teoritis

Memperkaya literatur tentang bagaimana pengaruh pelatihan, dan

pengalaman terhadap kompetensi dan kinerja pengawasan perpajakan dengan

efikasi diri sebagai pemediasi, khususnya dalam bidang perpajakan. Hasil

penelitian ini akan memberikan konfirmasi tentang konsistensi dari variabel

pelatihan dan pengalaman yang menurut teori modal manusia berpengaruh

positif terhadap kompetensi dan kinerja. Konsistensi dari teori atribusi yang

menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja juga

akan dikonfirmasi di dalam penelitian ini. Konfirmasi juga dilakukan

terhadap konsistensi variabel pelatihan dan pengalaman yang menurut

Bandura (1997) di dalam teori efikasi diri merupakan dua sumber utama

pembentuk efikasi diri seseorang. Efikasi diri yang menurut Bandura (1978)

dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi dan merupakan prediktor

yang baik dari kinerja juga akan dikonfirmasi di dalam penelitian ini.

Selanjutnya, penelitian ini akan menyajikan hasil pengujian atas peran

variabel kompetensi sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan pengalaman

terhadap kinerja. Terakhir tetapi merupakan bahasan yang paling penting

adalah bahwa hasil penelitian ini akan memperlihatkan peran variabel efikasi

diri sebagai pemediasi pengaruh pelatihan, pengalaman dan kompetensi

terhadap kinerja guna menjembatani beragamnya hasil-hasil penelitian

32
sebelumnya yang menguji pengaruh pelatihan, pengalaman dan kompetensi

terhadap kinerja.

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada institusi APIP tentang pengaruh variabel

pelatihan, pengalaman, kompetensi dan efikasi diri perpajakan terhadap

kinerja pengawasan perpajakan. Harapannya, informasi tersebut dapat

digunakan oleh APIP untuk memperbaiki kelemahan yang masih ada serta

mendorong tercapainya kinerja yang maksimal dalam pelaksanaan

pengawasan kewajiban perpajakan di dalam setiap institusi pemerintah.

33
BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1. Telaah Pustaka

2.1.1. Teori Efikasi Diri (Self Efficacy Theory)

Efikasi diri (Self efficacy) adalah penilaian tentang kemampuan seseorang

untuk menjalankan pola perilaku tertentu (Bandura, 1978). Keyakinan efikasi diri

membentuk peran sentral dalam proses regulasi melalui mana motivasi dan

pencapaian kinerja individu diatur (Wood dan Bandura, 1989).

Konsep efikasi diri diturunkan dari Teori Kognitif Sosial yang dipelopori

oleh Bandura (1986). Bandura menghipotesiskan bahwa efikasi diri

mempengaruhi pilihan individu terhadap kegiatan, upaya, dan ketekunan

(Bandura, 1977, 1986; Schunk, 1991). Orang-orang yang memiliki rasa efikasi

yang rendah dalam menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan mungkin akan

menghindari tugas atau pekerjaan tersebut. Sementara, orang-orang yang percaya

bahwa mereka mampu untuk menyelesaikannya akan segera melaksanakannya.

Individu yang memiliki efikasi diri dihipotesiskan bekerja lebih keras dan

bertahan lebih lama ketika mereka menghadapi kesulitan daripada mereka yang

meragukan kemampuan mereka.

Teori efikasi diri mempostulatkan bahwa orang memperoleh informasi

untuk menilai efikasi diri mereka dari pencapaian kinerja mereka sendiri

(pengalaman pribadi), pengalaman orang lain (pengamatan), bentuk persuasi, dan

indeks fisiologis (Schunk, 1991). Kinerja diri sendiri memberikan pedoman yang

paling dapat diandalkan untuk menilai efikasi. Keberhasilan akan meningkatkan

efikasi dan kegagalan akan menurunkannya, tetapi sekali rasa yang kuat dari

34
efikasi dibangun, kegagalan tidak akan memiliki banyak pengaruh (Bandura,

1986; Schunk, 1991).

Keyakinan efikasi diri menyediakan pondasi bagi motivasi manusia,

keadaan yang lebih baik dan dan pencapaian personal. Hal ini karena jika orang

percaya bahwa tindakan mereka dapat menghasilkan hasil yang mereka inginkan,

mereka memiliki sedikit dorongan untuk bertindak atau untuk bertahan dalam

menghadapi kesulitan (Bandura, 1994; Schunk dan Pajares, 2009).

Efikasi diri diprediksi meningkatkan prestasi manusia dan keadaan yang

lebih baik dengan berbagai cara (Bandura, 1986, 1997; Schunk dan Pajares,

2009). Efikasi diri dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat seseorang dan

program tindakan yang akan dilakukan. Individu cenderung untuk memilih tugas

dan kegiatan di mana mereka merasa kompeten dan percaya diri dan menghindari

yang sebaliknya. Kecuali ia percaya bahwa tindakan mereka akan menghasilkan

konsekuensi yang diinginkan, mereka memiliki sedikit dorongan untuk terlibat

dalam tindakan tersebut.

Efikasi diri juga membantu menentukan berapa banyak upaya yang  akan

dicurahkan orang pada suatu kegiatan, berapa lama mereka akan bertahan ketika

menghadapi hambatan, dan bagaimana tangguh mereka menghadapi situasi yang

merugikan (Schunk dan Pajares, 2009). Lebih lanjut Schunk dan Pajares (2009)

menjelaskan bahwa orang dengan rasa efikasi yang kuat cenderung menganggap

tugas yang sulit sebagai  tantangan untuk ditaklukkan bukan sebagai ancaman

yang harus dihindari. Mereka menetapkan tujuan yang menantang dan menjaga

komitmen yang kuat untuk mereka, meningkatkan dan mempertahankan upaya

mereka dalam menghadapi kegagalan, dan lebih cepat memulihkan rasa efikasi

35
diri setelah mengalami kegagalan. Sebaliknya, orang dengan efikasi diri rendah

mungkin percaya bahwa segala sesuatu lebih sulit daripada yang sebenarnya-

keyakinan yang dapat mendorong kecemasan, stres, depresi, dan visi sempit

tentang cara terbaik untuk memecahkan masalah. Efikasi diri dapat

mempengaruhi penilaian  tentang pencapaian akhir seseorang dan menuntun pada 

pemenuhan ramalan di mana seseorang mencapai  apa yang ia percaya dapat

dicapai.

Penelitian ini menggunakan teori efikasi diri untuk menjelaskan

bagaimana pelatihan dan pengalaman mempengaruhi efikasi diri seseorang.

Pelatihan dapat meningkatkan efikasi diri melalui pengamatan terhadap perilaku

dan aktivitas yang dilakukan oleh para instruktur maupun peserta lain selama

masa pelatihan (Hayden, 2014). Melihat orang lain yang serupa dengan dirinya

mengalami sukses melalui usaha yang terus-menerus akan meningkatkan

kepercayaan seseorang bahwa mereka juga dapat memiliki kemampuan untuk

menguasai aktivitas yang kurang lebih sama untuk mencapai keberhasilan

(Bandura, 1994). Pengalaman keberhasilan yang dialami sendiri oleh seseorang

merupakan cara yang paling efektif meningkatkan efikasi diri seseorang (Bandura,

1994; Hayden, 2014). Orang tersebut akan percaya bahwa ia mampu melakukan

sesuatu yang baru namun mirip dengan apa yang sudah pernah dilakukannya

dengan baik.

Teori efikasi diri juga menjelaskan bagaimana efikasi diri yang merupakan

keyakinan seseorang untuk menyelesaikan sebuah penugasan dapat

mempengaruhi pilihan aktivitas, kerja keras, ketekunan, dan prestasi (Bandura,

1977, 1986; Schunk, 1991; Schunk dan Pajares, 2009). Selain itu, efikasi diri

36
merupakan self-referent thought yang dapat mengaktifkan proses kognitif,

motivasi, dan afektif yang mengatur translasi pengetahuan dan kemampuan ke

dalam tindakan yang tepat (Bandura, 1982). Dengan demikian, kinerja yang

maksimal akan dapat dicapai.

2.1.2. Teori Modal Manusia (Human Capital Theory)

Modal manusia (human capital) merupakan kombinasi dari pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga

dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan (Aisyah dan Isgiyarta,

2014). Modal manusia meliputi keahlian/ kompetensi, pelatihan dan pendidikan,

pengalaman serta nilai karakteristik organisasi tenaga kerja (Edvinsson dan

Malone, 1997; Petty et al., 2009).

Manusia sebagai human capital tercermin dalam bentuk pengetahuan,

gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja (Hernowo, 2012).

Penggunaan istilah modal manusia dimaksudkan untuk menyatakan bahwa orang-

orang yang berada di dalam organisasi adalah aset penting yang berkontribusi

terhadap perkembangan dan pertumbuhan organisasi, sama halnya dengan asset-

aset fisik lain seperti mesin dan uang (Stockley, 2005). Kolektivitas dari sikap,

keterampilan dan kemampuan orang-orang yang berada di dalam organisasi

berkontribusi terhadap kinerja dan produktivitas organisasi. Dengan demikian,

setiap pengeluaran yang ditujukan untuk pelatihan, pengembangan, kesehatan dan

dukungan terhadap-orang-orang yang berada di dalam organisasi adalah sebuah

investasi, bukan sekedar beban.

Konsep awal teori modal manusia diperkenalkan oleh Becker (1962).

Konsep ini baru mendapat perhatian setelah Schultz (1961) dan ekonom-ekonom

37
lain membahas dampak investasi sumber daya manusia bagi pertumbuhan

ekonomi (Atmanti, 2005). Teori modal manusia menjelaskan bagaimana investasi

sumber daya pada manusia, yang disebut dengan investasi dalam modal manusia,

mempengaruhi pendapatan riil masa depan. Investasi pada manusia dapat

dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi: pendidikan, pelatihan kerja,

pengalaman kerja, perawatan medis, konsumsi vitamin, dan mendapatkan

informasi tentang sistem ekonomi (Becker, 1962; Fattah, 2004). Masing-masing

cara tersebut memiliki efek yang relatif berbeda pada pendapatan dan konsumsi,

pada ukuran sumber daya yang biasanya diinvestasikan, pada jumlah return, dan

pada sejauh mana keterkaitan antara investasi dan return yang dirasakan. Akan

tetapi, kesemuanya itu meningkatkan kemampuan fisik dan mental manusia dan

dengan demikian meningkatkan prospek pendapatan riil (Becker, 1962).

Investasi yang dilakukan oleh industri jasa teknologi informasi terhadap

modal manusia dalam bentuk pelatihan terbukti memiliki dampak positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan (Bapna et al., 2013). Pekerja IT dengan

pengalaman kerja yang tinggi menyerap lebih banyak dalam pelatihan sehingga

memiliki kinerja yang lebih baik dibanding pekerja IT dengan pengalaman yang

rendah. Al-Ghazawi (2012) yang melakukan penelitian pada bank-bank komersial

di Yordania menemukan bahwa pelatihan dan pengembangan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap efektivitas investasi pada modal manusia. Pelatihan dan

pengembangan juga ditemukan berpengaruh langsung terhadap pengembalian

investasi dan nilai tambah modal manusia. Tenaga kerja yang lebih berpendidikan

lebih gesit dan dapat beradaptasi, dapat mempelajari tugas baru dengan cepat dan

dapat menggunakan berbagai teknologi dan peralatan canggih (Dickens et al.,

38
2006; Bakir et al., 2015). Selain itu, tenaga kerja sangat terdidik lebih otonom dan

hanya memerlukan sedikit pengawasan.

Teori modal manusia digunakan dalam penelitian sebagai teori

pendukung. Teori ini dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara pelatihan

dan pengalaman sebagai bentuk investasi modal manusia dengan kompetensi dan

kinerja.

2.1.3. Teori Atribusi (Attribution Theory)

Teori atribusi yang dipelopori oleh Fritz Heider pada tahun 1958 ini

merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang (Karim, 2008;

Luthans, 2011; Kusumastutie dan Raharja, 2014). Atribusi merupakan proses

menyimpulkan maksud, motif dan karakteristik orang lain dengan melihat pada

perilakunya yang tampak (Luthans, 2011). Dengan menggunakan teori ini dapat

dijelaskan sebab-sebab dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang.

Perilaku seseorang secara umum didorong oleh faktor internal yang

berasal dari dalam diri orang tersebut dan faktor eksternal yang berasal dari luar

diri orang tersebut atau lingkungannya (Luthans, 2011). Faktor internal yang

merupakan atribusi disposisional misalnya kemampuan, intelijensi, karakteristik

fisik, suasana hati (mood) atau usaha dari seseorang. Sedang faktor eksternal yang

disebut dengan atribusi situasional misalnya keberuntungan, kebetulan,

kesempatan atau tingkat kesulitan tugas.

Auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi

lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya (Permenpan No.

05 Tahun 2008). Kompetensi adalah faktor internal dalam diri auditor yang

merupakan salah satu penentu kualitas audit (Kusumastutie dan Raharja, 2014).

39
Kompetensi dibutuhkan dalam membuat judgment audit yang akan berpengaruh

terhadap opini audit yang diberikan. Bolang (2013), Perdany dan Suranta (2013),

Slamet (2012), Saputra (2012), Ahmad et al. (2011), Tarigan (2011), Efendy

(2010), dan Alim et al. (2007) mendapatkan temuan bahwa kompetensi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Teori atribusi digunakan di dalam penelitian ini sebagai teori pendukung.

Teori ini dapat menjelaskan bagaimana kemampuan atau kompetensi yang

merupakan faktor internal dalam diri seorang auditor dapat diatribusikan dengan

kinerja auditnya.

2.1.4. Audit Sektor Publik

Latar belakang institusional dan hukum menyebabkan audit yang

dilakukan pada sektor publik (pemerintah) berbeda dengan audit yang dilakukan

pada sektor swasta (Wilopo, 2001; Badjuri dan Trihapsari, 2004). Audit pada

sektor publik didefinisikan sebagai proses identifikasi masalah, analisis, dan

evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional

berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,

efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi

instansi pemerintah (Permenpan No. 05 Tahun 2008).

Permenpan No. 05 Tahun 2008 menyebutkan bahwa jenis-jenis audit di

dalam sektor publik dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

1. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas

kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang

diterima umum.

40
2. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi

atas pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien dan efektif. Di

samping itu, sasaran audit kinerja juga untuk mendeteksi adanya kelemahan

sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse).

3. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan

simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini

adalah audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus

perhatian pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas.

Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas

kewajaran penyajian laporan keuangan hanya dapat dilakukan oleh pihak

eksternal pemerintah, dalam hal ini adalah BPK dan Akuntan Publik atau pihak

lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab

Keuangan Negara, untuk dan atas nama BPK (BPK, 2007). Sementara, audit

kinerja dan audit dengan tujuan tertentu dapat dilakukan oleh pihak eksternal

pemerintah maupun oleh APIP yang merupakan pihak internal pemerintah

(Permenpan No. 05 Tahun 2008).

Audit, baik audit kinerja maupun audit dengan tujuan tertentu, merupakan

salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh APIP untuk melakukan pengawasan

terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi pemerintah. Kegiatan lain

yang dijalankan oleh APIP untuk melaksanakan fungsi pengawasan adalah

melalui reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa

asistensi, sosialisasi dan konsultansi. Seluruh aktivitas pengawasan yang

dinamakan dengan pengawasan intern pemerintah tersebut bertujuan untuk

41
memberikan keyakinan yang memadai (assurance) bahwa kegiatan telah

dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan

yang baik (PP No. 60 Tahun 2008, Permenpan No. 05 Tahun 2008, Permenpan

No. 220 Tahun 2008 Sttd Permenpan dan RB No. 51 Tahun 2012). Perwujudan

peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif menurut PP No. 60

Tahun 2008 sekurang-kurangnya harus:

a. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi,

dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi

Pemerintah;

b. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko

dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; dan

c. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan

fungsi Instansi Pemerintah.

2.1.5. Pengawasan Intern Pemerintah dan Aparat Pengawasan Intern

Pemerintah (APIP)

Pengawasan intern pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,

pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi,

sosialisasi dan konsultansi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi

dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai (assurance) bahwa kegiatan

telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif

dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik (PP No. 60 Tahun 2008, Permenpan No. 05 Tahun 2008,

Permenpan No. 220 Tahun 2008 Sttd Permenpan dan RB No. 51 Tahun 2012).

42
Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang

dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit,

untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan

keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Reviu

adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa

kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana,

atau norma yang telah ditetapkan. Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan

suatu program/kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi

adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil/prestasi suatu kegiatan dengan

standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai

tujuan.

Pengawasan intern pemerintah merupakan unsur manajemen pemerintah

yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (Permenpan

dan RB No. 19 Tahun 2009). Pengawasan intern atas tugas dan fungsi instansi

pemerintah dilaksanakan APIP (PP No. 60 Tahun 2008).

APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas

melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau

pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen, Inspektorat/unit

pengawasan intern pada Kementerian Negara, Inspektorat Utama/Inspektorat

Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat/unit pengawasan intern pada

Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat

Provinsi/Kabupaten/Kota, dan unit pengawasan intern pada Badan Hukum

43
Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Permenpan

No. 05 Tahun 2008; Permenpan No. 220 Tahun 2008 Sttd Permenpan dan RB No.

51 Tahun 2012) .

BPKP yang bertangungjawab langsung kepada Presiden melaksanakan

tugas pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan

tertentu yang meliputi: (a) kegiatan yang bersifat lintas sektoral; (b) kegiatan

kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan

selaku Bendahara Umum Negara; dan (c) kegiatan lain berdasarkan penugasan

dari Presiden. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Departemen dan

LPND dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Utama/Inspektorat

atau Deputi Pengawasan untuk kepentingan Menteri atau Kepala LPND dalam

upaya pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam kendalinya.

Pelaksanaannya tidak terbatas pada fungsi audit, tetapi juga fungsi pembinaan

terhadap pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan tugas Inspektorat Daerah

dilakukan untuk kepentingan Gubernur/Bupati/Wali Kota dalam melaksanakan

pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada didalam kepemimpinannya

(Permenpan dan RB No. 19 Tahun 2009).

APIP harus mampu merespon secara aktif terhadap berbagai permasalahan

dan perubahan yang terjadi baik di bidang politik, di bidang ekonomi maupun di

bidang sosial melalui program dan kegiatan yang ditetapkan dalam suatu

kebijakan pengawasan nasional yang berlaku secara menyeluruh untuk APIP

pusat dan daerah (Permenpan dan RB No. 19 Tahun 2009). Perubahan yang

terjadi akibat dinamika tuntutan masyarakat tercermin dari penetapan peraturan

44
perundang-undangan yang mendukung penerapan tata kelola kepemerintahan

yang baik dan peningkatan peran daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

2.1.6. Kinerja Pengawasan Auditor APIP

Pengawasan intern merupakan tugas pokok dan fungsi APIP. Auditor

APIP berkewajiban untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa suatu

instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan

fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang

telah ditetapkan, dan ketentuan. Pengawasan intern oleh APIP pada instansi

pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan

kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultansi terhadap

penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output)

individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi lebih baik (Mulyono, 2009). Untuk mewujudkan

kinerja pengawasan yang berkualitas dalam rangka mewujudkan mewujudkan

pemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung

jawab, auditor APIP harus menggunakan Standar Audit Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah sebagai acuan dalam melaksanakan audit sesuai dengan mandat

audit masing-masing (Permenpan No. 5 Tahun 2008). Standar Audit berfungsi

sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam:

1. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang dapat merepresentasikan

praktik-praktik audit yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja

45
pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah serta

menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit.

2. Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP.

3. Pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP.

4. Penilaian efektifitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi penyajian

laporan hasil audit.

Penilaian kinerja auditor harus didasarkan pada penilaian kinerja per

penugasan yang dilakukan seorang auditor dalam tahun atau periode penilaian

yang bersangkutan. Penilaian kinerja auditor dilakukan minimal sekali dalam

setahun. Penilaian kinerja auditor harus telah terpola melalui peraturan,

dilaksanakan secara konsisten, dan mudah dimengerti. Penilaian kinerja dilakukan

dengan terbuka, jujur, adil, dan obyektif serta mempunyai standar tertentu untuk

mengukur pelaksanaan kerja yang dilaksanakan secara konsisten.

Dalam pelaksanaan penilaian kinerja auditor, penilaian dilakukan secara

berjenjang, yaitu Ketua Tim melakukan penilaian terhadap anggota timnya,

Pengendali Teknis melakukan penilaian terhadap beberapa Ketua Tim yang

berada di bawahnya, Pengendali Mutu menilai kinerja beberapa Pengendali

Teknis yang berada di bawahnya dan Pengendali Mutu dinilai oleh pimpinan

APIP (Permenpan dan RB No. 19 Tahun 2009. Hasil penilaian yang diperoleh

hendaklah didiskusikan dengan auditor yang dinilai sehingga auditor yang dinilai

dapat memperbaiki kinerjanya dan tidak salah pengertian jika kepadanya terdapat

perlakuan yang berbeda dengan auditor lainnya, misalnya dalam hal kenaikan

pangkat.

46
2.1.7. Kompetensi

Kompetensi menurut Wibowo (2014) adalah suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas

keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh

pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan atau

pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu

sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. Kompetensi

merupakan aspek-aspek pribadi dari seorang yang memungkinkan orang tersebut

untuk mencapai kinerja yang maksimal (Alim et al., 2007; Ningsih dan Yaniartha,

2013).

Audit harus dilakukan oleh auditor yang kompeten (Arens et al., 2012).

Auditor yang kompeten memiliki keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) dan

pengalaman (experience) yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan audit secara

memuaskan (Lee dan Stone, 1995). Auditor yang kompeten mampu memperoleh

dan mengevaluasi bukti berdasarkan keadaan yang sebenarnya sebagai dasar

dalam memberikan opini audit. Kompetensi yang dimiliki auditor akan

membantunya dalam menghadapi situasi yang relatif kompleks (Dreyfus dan

Dreyfus, 1986; Lee dan Stone, 1995).

Pengetahuan yang harus dimiliki oleh auditor agar kompeten dalam

melakukan audit meliputi, (1) pengetahuan tentang pengauditan umum, (2)

pengetahuan tentang area fungsional, (3) pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi

yang terbaru, (4) pengetahuan tentang industri khusus, dan (5) pengetahuan

tentang bisnis umum serta penyelesaian masalah (Kusharyanti, 2003; Ningsih dan

Yaniartha, 2013). Pengetahuan-pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari

47
pendidikan formal di perguruan tinggi, pelatihan dan pengalaman (Kusharyanti,

2003; Zu'amah, 2009; Ningsih dan Yaniartha, 2013).

Kusharyanti (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan pengauditan umum

seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh dari

perguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Pengetahuan mengenai

area fungsional seperti perpajakan dan pengauditan dengan komputer sebagian

didapatkan dari pendidikan formal perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan,

dan pengalaman. Isu-isu akuntansi yang paling baru biasa didapatkan dari

pelatihan profesional yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Sementara,

pengetahuan mengenai industri khusus, hal-hal yang umum dan penyelesaian

masalah kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman (Bedard dan Chi,

1993; Kusharyanti, 2003).

2.1.8. Efikasi diri

Efikasi diri didefinisikan sebagai “people's judgments of their capabilities

to organize and execute courses of action required to attain designated types of

performances” (Bandura, 1997). Pada bagian berikut akan diuraikan secara

ringkas tentang sumber-sumber efikasi diri dan proses-proses yang diaktifkan oleh

efikasi oleh diri.

2.1.8.1. Sumber-sumber Efikasi diri

Efikasi diri seseorang dapat dikembangkan secara kognitif melalui empat

sumber utama, yaitu: mastery experiences, vicarious experience, social/ verbal

persuasion dan physiological and affective states (Bandura, 1997). Keempat

sumber pengaruh utama tersebut adalah sebagai berikut :

48
a. Mastery Experiences

Mastery experiences adalah keberhasilan yang dialami oleh seseorang

disaat melakukan suatu tugas atau pekerjaan (Bandura, 1997). Mastery

experiences adalah cara paling efektif untuk mendorong efikasi diri

(Bandura, 1994, 1997; Hayden, 2014). Keberhasilan akan membangun

keyakinan terhadap efikasi diri seseorang, kegagalan akan menghambat

efikasi, terutama bila kegagalan terjadi sebelum penghayatan efikasi itu

terbentuk secara mantap (Bandura, 1997). Pada umumnya, keberhasilan

dalam kinerja meningkatkan keyakinan terhadap efikasi personal, kegagalan

kinerja berulang-ulang akan menurunkan efikasi diri. Tingkatan yang sama

dalam keberhasilan kinerja dapat meningkatkan, tidak berpengaruh, atau

merendahkan efikasi diri tergantung dari bagaimana berbagai kontribusi

personal dan situasional diinterpretasikan dan dipertimbangkan (Bandura,

1997).

b. Vicarious Experiences

Vicarious experience adalah pengalaman kesuksesan atau kegagalan

orang lain/ model. Vicarious experience merupakan cara kedua untuk

menciptakan dan memperkuat keyakinan efikasi diri (Bandura, 1994, 1997;

Hayden, 2014). Kesuksesan atau kegagalan orang lain/ model dapat

mempengaruhi efikasi diri seseorang, terutama bila orang tersebut memiliki

persepsi bahwa orang lain atau model tersebut memiliki banyak kesamaan

dengan dirinya (Hayden, 2014). Namun demikian, kesuksesan atau

kegagalan model tidak terlalu berpengaruh terhadap efikasi diri seseorang

49
bila seseorang tersebut menganggap bahwa model sangat berbeda dari

dirinya (Bandura, 1997).

c. Social/ Verbal Persuasion

Social/ verbal persuasion atau persuasi sosial/ verbal adalah dorongan

atau persuasi dari orang atau pihak lain. Persuasi verbal merupakan cara

ketiga yang dapat menguatkan keyakinan seseorang terhadap efikasi diri

mereka (Bandura, 1994, 1997; Hayden, 2014). Orang-orang yang dipersuasi

secara verbal bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk menguasai

aktivitas tertentu cenderung untuk mengerahkan usaha yang lebih besar dan

mempertahankannya daripada mereka yang tidak mendapatkan dorongan

persuasif disaat menghadapi masalah (Bandura, 1997). Pengaruh persuasif

terhadap efikasi diri hanya sampai pada tingkatan tertentu dalam

mengarahkan orang untuk berusaha agar berhasil. Dorongan persuasif akan

meningkatkan efikasi diri. Namun demikian, penanaman efikasi diri yang

tidak realistis akan dengan cepat menghasilkan kegagalan.

d. Physiological & Affective States

Keadaan fisiologis atau emosional adalah kondisi fisiologis dan

emosional yang dihadapi seseorang. Keadaan fisiologis atau keadaan

emosional merupakan cara keempat untuk menguatkan keyakinan efikasi

diri seseorang. Keadaan fisiologis atau emosional seseorang akan

mempengaruhi keyakinan orang tersebut dalam menjalankan tugas.

Keyakinan efikasi diri seseorang dapat diperkuat dengan mengurangi

rangsangan stres seseorang dan mengubah kondisi emosional yang negatif

serta mengubah misinterpretasi keadaan fisik (Bandura, 1994, 1997;

50
Hayden, 2014). Bukan hanya kondisi emosi yang tegang dan reaksi fisik

yang penting, tapi lebih ke arah bagaimana mereka dipersepsi dan

diinterpretasikan. Orang dengan penghayatan efikasi diri yang tinggi

cenderung memandang reaksi afektif sebagai fasilitator yang memberikan

energi pada kinerja, sedangkan mereka yang mengalami keraguan pada diri

sendiri melihatnya sebagai sesuatu yang menghambat (Bandura, 1997).

2.1.8.2. Proses-proses Yang Diaktifkan Efikasi Diri

Banyak penelitian telah dilakukan pada empat proses psikologis utama

melalui mana keyakinan efikasi diri mempengaruhi human functioning. Menurut

Bandura (1994), proses-proses itu meliputi proses kognitif, proses motivasional,

proses afektif dan proses seleksi sebagai berikut :

a. Proses Kognitif

Proses kognitif adalah proses berpikir yang terjadi dalam perolehan,

pengorganisasian dan penggunaan informasi (Bandura, 1994). Bandura

(1994) menjelaskan bahwa pengaruh keyakinan efikasi diri pada proses

kognitif mempunyai berbagai bentuk. Kebanyakan tindakan pada awalnya

diatur dalam pikiran. Keyakinan seseorang mengenai bentuk efikasi yang

mereka miliki membentuk tipe skenario antisipatif yang mereka bentuk dan

latih. Mereka yang mempunyai penghayatan efikasi yang tinggi,

membayangkan skenario sukses yang memberikan tuntunan yang positif

dan dukungan untuk pelaksanaan pencapaian. Mereka yang meragukan

efikasi mereka, membayangkan skenario kegagalan dan terpaku pada

berbagai hal yang tidak kondusif.

51
b. Proses Motivasional

Motivasi adalah dorongan untuk berbuat (Bandura, 1994). Tingkat

motivasi tercermin pada tindakan yang dipilih dan dalam intensitas serta

ketekunan untuk melaksanakannya. Keyakinan efikasi diri memegang peran

penting dalam pengaturan motivasi diri (Bandura, 1997). Kebanyakan

motivasi manusia dibentuk secara kognitif. Seseorang memotivasi diri

mereka dan mengarahkan antisipasi tindakan mereka dengan melatih

pemikiran ke depan (forethought). Mereka membentuk keyakinan mengenai

apa yang dapat dilakukan. Mereka mungkin mengantisipasi hasil yang

seperti apa dari tindakan yang mengarah pada masa depan. Mereka

menetapkan tujuan untuk diri mereka dan langkah-langkah tindakan yang

dirancang untuk merealisasikan masa depan yang bermakna.

c. Proses Afektif

Proses afektif adalah proses untuk mengatur keadaan emosional dan

pengungkapan reaksi emosional (Bandura, 1994). Keyakinan seseorang

tentang kemampuan untuk mengatasi hambatan atau ancaman

mempengaruhi seberapa banyak stres dan depresi yang mereka alami dalam

situasi mengancam atau sulit, dan juga mempengaruhi level motivasi

mereka. Persepsi efikasi diri individu untuk melakukan pengendalian

terhadap pemicu stres memainkan peranan penting pada rangsangan

kecemasan. Orang yang yakin bahwa dirinya dapat mengendalikan ancaman

tidak mengalami gangguan konsentrasi. Namun, orang yang tidak yakin

akan kemampuan mereka dalam mengendalikan keadaan yang mengancam,

mengalami rasa cemas.

52
d. Proses Seleksi

Bandura (1994) menjelaskan bahwa keyakinan terhadap efikasi diri

dapat membentuk jalan kehidupan dengan mempengaruhi tipe aktivitas dan

lingkungan yang dipilih. Orang cenderung menghindari aktivitas dan situasi

yang mereka yakini di luar kemampuan mereka untuk mengatasi. Setiap

faktor yang memengaruhi tingkah laku memilih dapat memengaruhi arah

perkembangan diri seseorang. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh sosial

dalam lingkungan yang dipilih akan terus meningkatkan kemampuan, nilai

dan minat tertentu.

2.1.9. Pelatihan

Pelatihan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan kerja peserta yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku

aspek-aspek kognitif, keterampilan dan sikap (Hamalik, 2000). Dalam konteks

perusahaan, pelatihan berarti memberikan keterampilan yang dibutuhkan kepada

karyawan baru atau lama untuk melakukan pekerjaan mereka, seperti

memperlihatkan kepada tenaga penjual baru bagaimana cara menjual produk

(Dessler, 2015). Pelatihan merupakan hal yang penting (Dessler, 2015). Jika

karyawan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana

melakukannya, mereka akan berimprovisasi atau tidak melakukannya sama sekali.

Banyak diantara mereka yang akhirnya mencari tempat kerja baru karena kurang

puas akibat tidak ada pelatihan.

Pelatihan merupakan salah satu kegiatan investasi modal manusia. Modal

manusia dikembangkan dalam wujud kompetensi berupa keahlian (skill),

pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan untuk dapat

53
menyelesaikan pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010). Kompetensi yang

dibangun oleh suatu pelatihan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

kompetensi umum dan kompetensi spesifik (Salehudin, 2010). Kompetensi umum

meningkatkan modal manusia yang dapat dengan mudah diadaptasikan dan

ditransfer pada situasi dan tempat kerja yang lain, sementara kompetensi spesifik

lebih terikat dengan situasi dan tempat kerja yang ada sehingga lebih sulit

diadaptasi dan ditransfer pada situasi dan tempat kerja yang lain.

Dalam konteks audit, pendidikan profesional berkelanjutan adalah bentuk

pelatihan yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh seorang auditor untuk

memelihara dan meningkatkan kompetensinya dalam melakukan audit

(Permenpan No. 05 Tahun 2008, BPK, 2007). Setiap pemeriksa yang

melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus

menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung

meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan

pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal

yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus

dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam

tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun.

Menurut Permenpan No. 5 Tahun 2008, pendidikan profesional

berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi

profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar,

kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam proyek

penelitian yang memiliki substansi di bidang audit. Organisasi pemeriksa

54
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemeriksa memenuhi persyaratan

pendidikan berkelanjutan tersebut dan harus menyelenggarakan dokumentasi

tentang pendidikan yang sudah diselesaikan (BPK, 2007). Pendidikan profesional

berkelanjutan dimaksud dapat mencakup topik, seperti: perkembangan mutakhir

dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian atas

pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas sistem

informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen

keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan dimaksud dapat

juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti

administrasi negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industri, keuangan,

ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi informasi.

Pengaruh positif pelatihan terhadap kompetensi dan kinerja auditor

didukung oleh beberapa hasil penelitian. Widiyanto dan Yuhertiana (2004),

Cheng et al. (2009) dan Aisyah dan Isgiyarta (2014) menyatakan bahwa pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas auditor. Batubara (2008),

Mulyono (2009) dan Adityasih (2010) mendapatkan temuan bahwa pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Pelatihan merupakan salah satu sumber pembentuk efikasi diri (Bandura,

1997). Pelatihan dapat meningkatkan efikasi diri melalui pengamatan terhadap

perilaku dan aktivitas yang dilakukan oleh para instruktur maupun peserta lain

selama masa pelatihan (Hayden, 2014). Melihat orang lain yang serupa dengan

dirinya mengalami sukses melalui usaha yang terus-menerus akan meningkatkan

kepercayaan seseorang bahwa mereka juga dapat memiliki kemampuan untuk

menguasai aktivitas yang kurang lebih sama untuk mencapai keberhasilan

55
(Bandura, 1994). Pengaruh positif pelatihan terhadap efikasi diri didukung oleh

hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2012); Bikos et al. (2011);

Johari et al. (2009) dan Davis et al. (2000).

2.1.10. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan

perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non

formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada

suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Dharmawan, 2014). Suatu pembelajaran

juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan

pengalaman, pemahaman dan praktek. Seorang karyawan yang memiliki

pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal

diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari

penyebab munculnya kesalahan (Purnamasari, 2005).

Pengalaman adalah modal manusia yang berkembang secara alami

(Salehudin, 2010). Seseorang yang sudah memiliki pengalaman pada suatu bidang

dapat lebih cepat beradaptasi dan memberikan kontribusi lebih banyak sehingga

dapat meminta gaji lebih tinggi. Pengalaman kerja adalah hasil dari waktu yang

telah diinvestasikan karena bekerja pada suatu profesi atau posisi. Meskipun

demikian, perlu diperhatikan bahwa pengalaman kerja tidak sama dengan lama

kerja (Salehudin, 2010). Tambahan pengalaman yang diperoleh individu tiap

tahun akan mengalami diminishing return. Seseorang yang sudah bekerja selama

20 tahun pada suatu pekerjaan belum tentu mendapatkan pengalaman kerja yang

jauh lebih banyak daripada orang yang baru bekerja selama 2‐3 tahun saja pada

pekerjaan yang sama.

56
Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang

pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang

untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan Rohman, 2012).

Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil ia melakukan

pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikapnya dalam bertindak

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Di dalam profesi auditor, pengalaman akan terus meningkat dengan

semakin lamanya pekerjaan audit dijalani serta semakin kompleksnya transaksi

keuangan perusahaan yang diaudit (Christiawan, 2002). Pengalaman kerja dapat

menambah dan mengakumulasi dasar pengetahuan auditor dalam menganalisis

kesalahan pada laporan keuangan dan teknik mengaudit (Libby dan Frederick,

1990; Cheng et al., 2009). Auditor yang berpengalaman lebih banyak mendeteksi

kesalahan yang masuk akal dan hanya sedikit melakukan kesalahan pada

pemeriksaan laporan keuangan (Libby dan Frederick, 1990; Cheng et al., 2009).

Penelitian yang dilakukan Sukriah et al. (2009), Carolita dan Rahardjo

(2012) dan Nursamsi et al. (2013) menyimpulkan bahwa pengalaman kerja

signifikan pengaruhnya terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sementara, Aisyah

dan Isgiyarta (2014), Widiyanto dan Yuhertiana (2004) dan Cheng et al. (2009)

mendapatkan temuan bahwa pelatihan signifikan pengaruhnya terhadap

kompetensi auditor.

Pengalaman keberhasilan yang dialami sendiri oleh seseorang (mastery

experience) merupakan cara yang paling efektif meningkatkan efikasi diri

seseorang (Bandura, 1994; Hayden, 2014). Keberhasilan akan membangun atau

membangkitkan keyakinan terhadap efikasi seseorang (Bandura, 1997). Seseorang

57
akan percaya bahwa ia mampu melakukan sesuatu yang baru namun mirip dengan

apa yang sudah dilakukannya dengan baik. Penelitian yang dilakukan Usmany

(2013), Swan et al. (2011), Cunnien et al. (2009) dan Johari et al. (2009)

berkesimpulan bahwa pengalaman berpengaruh positif pada efikasi diri auditor.

2.2. Telaah Penelitian Terdahulu

2.2.1. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kompetensi Auditor

Tabel 2.1 memuat tiga penelitian terdahulu tentang pengaruh pelatihan

terhadap kompetensi auditor. Ketiga penelitian ini menggunakan tiga objek yang

berbeda pula.

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pelatihan Terhadap Kompetensi Auditor
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Aisyah dan Analisis Pengaruh Human Semakin banyak
Isgiyarta Capital Terhadap Kualitas pengembangan professional
(2014) Auditor berkelanjutan semakin baik
(Studi Empiris Pada Bank BRI kualitas auditor
Kantor Inspeksi Semarang)
2. Widiyanto dan Pengaruh Pendidikan, Pelatihan berpengaruh
Yuhertiana Pengalaman dan Pelatihan positif dan Signifikan
(2010) Terhadap Profesionalisme Auditor terhadap Profesionalisme
Pemerintah Yang Bekerja Pada Auditor Pemerintah
Badan Pengawas Kota Surabaya
3. Cheng et al. The association between auditor Pengembangan Profesional
(2009) quality and human capital berkelanjutan berasosiasi
positif dan signifikan
dengan kualitas auditor
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal yang relevan

Aisyah dan Isgiyarta (2014) melakukan studi pada bank BRI Kantor

Inspeksi Semarang. Widiyanto dan Yuhertiana (2004) mengambil lokasi

penelitian pada Kantor Badan Pengawas Kota Surabaya. Sedang Cheng et al.

(2009) menggunakan objek kantor akuntan publik di Taiwan. Ketiga penelitian ini

58
memperoleh kesimpulan yang sama, kompetensi auditor signifikan dipengaruhi

oleh pelatihan.

2.2.2. Pengaruh Pengalaman Terhadap Kompetensi Auditor

Tabel 2.2 merangkum tiga penelitian terdahulu tentang pengaruh

pengalaman terhadap kompetensi (Widiyanto dan Yuhertiana, 2004; Cheng et al.,

2009; Aisyah dan Isgiyarta, 2014). Aisyah dan Isgiyarta (2014) serta Widiyanto

dan Yuhertiana (2004) melakukan penelitian di Indonesia. Sedang Cheng et al.

(2009) mengambil tempat penelitian di Taiwan.

Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pengalaman Terhadap Kompetensi Auditor
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Aisyah dan Analisis Pengaruh Human Capital Semakin banyak
Isgiyarta Terhadap Kualitas Auditor pengalaman auditor
(2014) (Studi Empiris Pada Bank Bri semakin baik kualitas
Kantor Inspeksi Semarang) auditor

2. Widiyanto dan Pengaruh Pendidikan, Pengalaman Pengalaman


Yuhertiana dan Pelatihan Terhadap berpengaruh negatif dan
(2010) Profesionalisme Auditor signifikan terhadap
Pemerintah Yang Bekerja Pada Profesionalisme Auditor
Badan Pengawas Kota Surabaya Pemerintah
3. Cheng et al. The association between auditor Pengalaman kerja
(2009) quality and human capital berasosiasi positif dan
signifikan dengan
kualitas auditor
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) serta Cheng et

al. (2009) mendapatkan temuan yang sama, yakni, pengalaman mempengaruhi

kompetensi auditor secara positif dan signifikan. Sedang Widiyanto dan

Yuhertiana (2004) memperoleh hasil sebaliknya, pengalaman berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kompetensi auditor.

2.2.3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Efikasi Diri

59
Sebagai salah satu sumber pembentuk efikasi diri (Bandura, 1997),

pelatihan terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efikasi diri.

Hal ini didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2012);

Bikos et al. (2011); Johari et al. (2009) dan Davis et al. (2000) sebagaimana

dirangkum di dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pelatihan Terhadap Efikasi Diri
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Wardani Pengaruh Pelatihan Komunikasi Pemberian pelatihan
(2012) Efektif Untuk Meningkatkan komunikasi efektif
Efikasi Diri Mahasiswa memberikan efek yang
besar untuk meningkatkan
efikasi diri mahasiswa.
2. Bikos et al. The Effect of an Introductory Tahap awal dari program
(2011) Training Program on Teachers’ pelatihan meningkatkan
Efficacy Beliefs keyakinan efikasi para
guru

3. Johari et al. Pengaruh Jenis Latihan Guru dan Jenis Latihan Guru
(2009) Pengalaman Mengajar Terhadap signifikan pengaruhnya
Efikasi Guru Sekolah Menengah terhadap
(The Influence of Teacher efikasi guru sekolah
Training and Teaching menengah
Experience on
Secondary School Teacher
Efficacy)
4. Davis et al. The Development of Self-Efficacy Kinerja pelatihan pada
(2000) during Aviation Training tahap awal berhubungan
secara positif dengan
efikasi diri untuk
pelatihan pada tahap
lanjutan.

Sumber : Ringkasan beberapa jurnal yang relevan

Bikos et al. (2011) dan Johari et al. (2009) menyimpulkan bahwa efikasi

diri para guru dalam mengajar meningkat signifikan setelah melalui pelatihan.

Wardani (2012) mendapatkan temuan yang serupa saat meneliti pengaruh

pelatihan komunikasi efektif terhadap efikasi diri mahasiswa. Efikasi diri

60
mahasiswa dalam berkomunikasi mengalami peningkatan setelah mengikuti

pelatihan. Demikian pula halnya dengan Davis et al. (2000) yang meneliti efek

pelatihan terhadap efikasi diri dalam konteks pelatihan penerbang. Efikasi diri

peserta pelatihan meningkat secara signifikan untuk melangkah ke tahap lanjutan

setelah melalui pelatihan tahap awal.

2.2.4. Pengaruh Pengalaman Terhadap Efikasi Diri

Tabel 2.4 merangkum empat penelitian tentang pengaruh pengalaman

terhadap efikasi diri yang dilakukan pada tiga bidang yang berbeda. Keempat

penelitian tersebut mendukung sepenuhnya pernyataan Bandura (1997) yang

menyatakan bahwa pengalaman merupakan salah satu sumber utama pembentuk

efikasi diri.

Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pengalaman Terhadap Efikasi Diri
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Usmany Pengaruh Pengalaman Spesifik, Self Pengalaman spesifik
(2013) Efficacy, dan Effort Terhadap Kinerja berpengaruh positif dan
Auditor Negara : Kompleksitas signifikan terhadap self
Tugas sebagai Variabel Pemoderasi Efficacy
(Studi Empiris Pada BPK-RI di
Indonesia)
2. Swan et al. Changes in Teacher Self–Efficacy Level efikasi diri guru berada
(2011) from the Student Teaching pada level paling rendah pada
Experience through the Third Year of akhir tahun pertama mengajar
Teaching dan mencapai puncak efikasi
tertinggi pada akhir tahun
ketiga mengajar
3. Johari et al. Pengaruh Jenis Latihan Guru dan Pengalaman mengajar
(2009) Pengalaman Mengajar Terhadap signifikan pengaruhnya
Efikasi Guru Sekolah Menengah terhadap efikasi guru sekolah
menengah
4. Cunnien et Adolescent Work Experience and Pekerja musiman dan sporadis
al. (2009) Self-efficacy kurang memiliki efikasi diri
dibanding pekerja tetap
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal dan desertasi yang relevan

61
Usmany (2013) yang meneliti di bidang audit berkesimpulan bahwa

efikasi diri auditor BPK-RI dipengaruhi secara positif oleh pengalaman. Penelitian

yang dilakukan oleh Johari et al. (2009) dan Swan et al. (2011) dengan objek para

guru menemukan bahwa semakin berpengalaman seorang guru, semakin tinggi

efikasi diri mereka. Sementara, Cunnien et al. (2009) menemukan bahwa

pengalamanlah yang menyebabkan lebih tingginya efikasi diri pekerja tetap

dibanding pekerja sporadis atau musiman.

2.2.5. Pengaruh Kompetensi Terhadap Efikasi Diri

Dua penelitian yang dilakukan oleh Alkan dan Eldem pada tahun 2012 dan

2014 sebagaimana dirangkum di dalam tabel 2.5 membuktikan bahwa kompetensi

berpengaruh positif dan signifikan pada efikasi diri. Penelitian Alkan dan Erdem

(2012) menemukan bahwa terdapat hubungan persepsi kompetensi kimia dengan

keyakinan efikasi diri dari kandidat-kandidat guru kimia. Penelitian lanjutan yang

dilakukan oleh Alkan dan Erdem (2014) masih menemukan hubungan yang

positif dan medium antara kompetensi bidang khusus kimia dengan keyakinan

efikasi diri dari kandidat-kandidat guru kimia.

Tabel 2.5 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Kompetensi Terhadap Efikasi Diri
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Alkan dan The Relationship Between Terdapat hubungan
Erdem Metacognitive Awareness, persepsi kompetensi kimia
(2014) Teacher Self-Efficacy and dengan keyakinan efikasi
Chemistry Competency diri dari kandidat-kandidat
Perceptions guru kimia
2. Alkan dan The relationship between teacher Terdapat hubungan yang
Erdem self-efficacy and competency positif dan medium antara
(2014) perceptions of chemistry teacher kompetensi bidang khusus
candidates kimia dengan keyakinan
efikasi diri dari kandidat-
kandidat guru kimia
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal dan desertasi yang relevan

62
2.2.6. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Auditor

Ada empat penelitian terdahulu yang menguji pengaruh pelatihan terhadap

kinerja auditor sebagaimana dirangkum di dalam tabel 2.6. Objek penelitian yang

digunakan adalah akuntan publik (Adityasih, 2010), auditor eksternal pemerintah

yang dalam hal ini adalah BPK (Setyaningrum, 2012), serta inspektorat dan

Bawasko (Batubara, 2008; Mulyono, 2009).

Tabel 2.6 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Auditor
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Setyaningrum Analisis Faktor Faktor yang Pelatihan tidak signifikan
(2012) Mempengaruhi Kualitas Audit pengaruhnya terhadap
BPK-RI kualitas Audit BPK-RI
2. Adityasih Analisis Pengaruh Pendidikan Pendidikan Profesional
(2010) Profesi, Pengalaman Auditor, berkelanjutan mempunyai
Jumlah Klien (Audit Capacity) dampak positif signifikan
Dan Ukuran Kantor Akuntan terhadap kualitas audit
Publik Terhadap Kualitas Audit
3. Mulyono Analisis Faktor-faktor Pendidikan dan Pelatihan
(2009) Kompetensi Aparatur Inspektorat Berkelanjutan
dan Pengaruhnya Terhadap berpengaruh signifikan
Kinerja Inspektorat Kabupaten terhadap kinerja
Deliserdang Inspektorat
4. Batubara Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Berkelanjutan
(2008) Pendidikan, Kecakapan signifikan pengaruhnya
Profesional, Pendidikan terhadap Kualitas Hasil
Berkelanjutan dan Independensi Pemeriksaan
Pemeriksa Terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan (Study Empiris
Pada Bawasko Medan)
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal dan Tesis yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono (2009) dan Batubara (2008)

menyimpulkan bahwa pelatihan signifikan pengaruhnya terhadap kualitas hasil

pemeriksaan Inspektorat dan Bawasko. Penelitian yang dilakukan oleh Adityasih

(2010) pada akuntan publik juga menemukan bahwa pendidikan profesional

berkelanjutan mempunyai dampak positif signifikan terhadap kualitas audit.

63
Sedang Setyaningrum (2012) menemukan hasil sebaliknya, pelatihan tidak

signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit BPK-RI.

2.2.7. Pengaruh Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor

Berdasarkan rangkuman penelitian terdahulu tentang pengaruh

pengalaman terhadap kinerja auditor yang terdapat di dalam tabel 2.7 dapat dilihat

bahwa objek penelitian meliputi auditor internal pemerintah, auditor eksternal

pemerintah, akuntan publik dan mahasiswa.

Ada enam penelitian yang berkesimpulan bahwa pengalaman tidak

berpengaruh terhadap kualitas audit (Adityasih, 2010; Singgih dan Bawono, 2010;

Susanti, 2011; Tarigan, 2011; Ayuningtyas dan Pamudji, 2012; Queena dan

Rohman, 2012). Sedang sembilan peneliti lainnya menemukan bahwa pengalaman

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit (Sukriah et al., 2009;

Carolita dan Rahardjo, 2012; Saripudin et al., 2012; Slamet, 2012; Bolang, 2013;

Nursamsi et al., 2013; Sarsiti, 2013; Usmany, 2013; Sembiring, 2014).

Tabel 2.7 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Sembiring Pengaruh Pengalaman Dan Pengalaman
(2014) Akuntabilitas Terhadap Kualitas berpengaruh positif
Audit Internal Inspektorat Daerah terhadap kualitas audit
Istimewa Yogyakarta internal Inspektorat
Daerah Istimewa
Yogyakarta
2. Sarsiti Pengaruh Persepsi Pengalaman Terdapat pengaruh
(2013) Auditor dan Independensi Auditor persepsi pengalaman
Terhadap Kualitas Audit (Studi auditor terhadap kualitas
Kasus Mahasiswa Akuntansi Di audit
Universitas Surakarta)
3. Nursamsi et al. Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja
(2013) Independensi dan Kompetensi signifikan pengaruhnya

64
Terhadap Kualitas Audit : Etika terhadap kualitas audit
Auditor Sebagai Variabel
Pemoderasi

Tabel 2.7 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor (lanjutan)

Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
4. Usmany Pengaruh Pengalaman Spesifik, Pengalaman spesifik
(2013) Self Efficacy, dan Effort Terhadap berpengaruh positif dan
Kinerja Auditor Negara : signifikan terhadap
Kompleksitas Tugas sebagai Kinerja Auditor
Variabel Pemoderasi (Studi Empiris
Pada BPK-RI di Indonesia)
5. Bolang Pengaruh Kompetensi, Pengalaman
(2013) Independensi Dan Pengalaman berpengaruh signifikan
Terhadap Kualitas Audit Aparat terhadap kualitas audit
Inspektorat Kota Tomohon Dalam
Pengawasan Pengelolaan Keuangan
Daerah
6. Queena dan Analisis Faktor-Faktor Yang Pengalaman kerja tidak
Rohman Mempengaruhi Kualitas Audit signifikan pengaruhnya
(2012) Aparat Inspektorat Kota/Kabupaten terhadap kualitas hasil
Di Jawa Tengah pemeriksaan
7. Ayuningtyas Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja tidak
dan Pamudji Independensi, Obyektifitas, signifikan pengaruhnya
(2012) Integritas Dan Kompetensi terhadap kualitas hasil
Terhadap Kualitas Hasil Audit audit
(Studi Kasus Pada Auditor
Inspektorat Kota/Kabupaten Di
Jawa Tengah)
8. Carolita dan Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja
Rahardjo Independensi, Objektifitas, memiliki efek positif
(2012) Integritas, Kompetensi, Dan pada hasil kualitas audit
Komitmen Organisasi Terhadap
Kualitas Hasil Audit. (Studi Pada .
Kantor Akuntan Publik Di
Semarang)
9. Saripudin et al. Pengaruh Independensi, Pengalaman
(2012) Pengalaman, Due Professional mempengaruhi kualitas
Care audit
Dan Akuntabilitas Terhadap
Kualitas Audit (Survei Terhadap
Auditor KAP Di Jambi Dan
Palembang)
10. Slamet Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman Kerja
(2012) Independensi, Dan Kompetensi memiliki dampak positif

65
Auditor Terhadap Kualitas Audit pada kualitas audit
Oleh Akuntan Publik Di Surabaya
11. Tarigan Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja tidak
(2011) Independensi, Objektivitas, berpengaruh secara
Integritas Dan Kompetensi signifikan terhadap
Terhadap Kualitas Hasil kualitas hasil
Pemeriksaan pemeriksaan
Tabel 2.7 Ringkasan Penelitian Tentang
Pengaruh Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor (lanjutan)

Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
12. Susanti Pengaruh Independensi, Due Pengalaman tidak
(2011) Professional care, dan Akuntabilitas berpengaruh terhadap
Terhadap Kualitas Audit (Studi kualitas audit
Kasus Kantor BPK Perwakilan
Yogyakarta)
13. Adityasih Analisis Pengaruh Pendidikan Pengalaman Auditor
(2010) Profesi, Pengalaman Auditor, tidak signifikan
Jumlah Klien (Audit Capacity) Dan pengaruhnya terhadap
Ukuran Kantor Akuntan Publik kualitas audit
Terhadap Kualitas Audit
14. Singgih dan Pengaruh Independensi, Pengalaman tidak
Bawono Pengalaman, Due Professional signifikan pengaruhnya
(2010) Care Dan Akuntabilitas Terhadap terhadap kualitas audit.
Kualitas Audit (Studi Pada Auditor
Di Kap “Big Four” Di Indonesia)
15. Sukriah et al. Pengaruh Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja
(2009) Independensi, Obyektifitas, signifikan pengaruhnya
Integritas dan Kompetensi terhadap kualitas hasil
Terhadap Kualitas Hasil audit
Pemeriksaan
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal dan Tesis atau Desertasi yang relevan

2.2.8. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor

Penelitian-penelitian terdahulu berkenaan dengan pengaruh kompetensi

terhadap kinerja auditor dirangkum di dalam tabel 2.8. Objek penelitian yang

digunakan meliputi auditor eksternal (akuntan publik) dan auditor internal yang

bekerja di dalam institusi pemerintah.

Tabel 2.8 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)

66
1. Dirtyatama The Influence of Internal Auditor’s Kompetensi internal
(2015) Competency and Independency to the Auditor berpengaruh
Internal Auditor’s Due Professional positif terhadap
Care and the Implication to the Internal kualitas Audit Internal
Audit Quality

Tabel 2.8 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor (lanjutan)

Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
2. Bolang Pengaruh Kompetensi, Independensi Kompetensi
(2013) Dan Pengalaman Terhadap Kualitas berpengaruh signifikan
Audit Aparat Inspektorat Kota Tomohon terhadap kualitas audit
Dalam Pengawasan Pengelolaan
Keuangan Daerah
3. Perdany dan Pengaruh Kompetensi Dan Kompetensi
Suranta Independensi Auditor Terhadap Kualitas berpengaruh positif
(2013) Audit Investigatif Pada Kantor dan signifikan
Perwakilan BPK-RI Yogyakarta terhadap kualitas audit
investigatif
4. Tarigan et al. Pengaruh Kompetensi, Etika, Dan Fee Terdapat pengaruh
(2013) Audit Terhadap Kualitas Audit negatif signifikan dari
kompetensi terhadap
kualitas audit

5. Nursamsi et Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi tidak


al. Independensi dan Kompetensi Terhadap berpengaruh terhadap
(2013) Kualitas Audit : Etika Auditor Sebagai kualitas pemeriksaan
Variabel Pemoderasi
6. Slamet Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi memiliki
(2012) Independensi, Dan Kompetensi Auditor dampak positif pada
Terhadap Kualitas Audit Oleh Akuntan kualitas audit
Publik Di Surabaya
7. Saputra Pengaruh Kompetensi dan Independensi Kompetensi
(2012) Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika berpengaruh signifikan
Auditor Sebagai Variabel Moderasi terhadap kualitas audit
(Studi Empiris pada Auditor di Kantor
Akuntan Publik se-Jawa Tengahdan D.I
Yogyakarta)
8. Ayuningtyas Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi signifikan
dan Pamudji Independensi, Obyektifitas, Integritas pengaruhnya terhadap
(2012) Dan Kompetensi Terhadap Kualitas kualitas hasil audit
Hasil Audit
(Studi Kasus Pada Auditor Inspektorat
Kota/Kabupaten Di Jawa Tengah)
9. Carolita dan Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi tidak
Rahardjo Independensi, Objektifitas, Integritas, signifikan
(2012) Kompetensi, Dan Komitmen Organisasi pengaruhnya terhadap
Terhadap Kualitas Hasil Audit. (Studi kualitas hasil audit
Pada Kantor Akuntan Publik Di

67
Semarang)

Tabel 2.8 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor (lanjutan)

10. Ahmad et al. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Kompetensi


(2011) Pemeriksa Terhadap Kualitas Hasil berpengaruh positif
Pemeriksaan dalam Pengawasan dan signifikan
Keuangan daerah : Studi Pada terhadap kualitas audit
Inspektorat Kabupaten Pasaman yang dilaksanakan
oleh aparat Inspektorat
Kabupaten Pasaman.
11. Tarigan Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi
(2011) Independensi, Objektivitas, Integritas berpengaruh terhadap
Dan Kompetensi kualitas hasil
Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan pemeriksaan.
12. Efendy Pengaruh Kompetensi, Independensi, Kompetensi
(2010) dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit berpengaruh positif
Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan dan signifikan
Keuangan Daerah (Studi Empiris pada terhadap kualitas audit
Pemerintah Kota Gorontalo)
13. Sukriah et. al. Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi signifikan
(2009) Independensi, Obyektifitas, Integritas pengaruhnya terhadap
dan Kompetensi Terhadap Kualitas kualitas hasil audit
Hasil Pemeriksaan
14. Mulyono Analisis Faktor-faktor Kompetensi Kompetensi teknik
(2009) Aparatur Inspektorat dan Pengaruhnya memiliki pengaruh
Terhadap Kinerja Inspektorat Kabupaten signifikan terhadap
Deliserdang kinerja Inspektorat
15. Alim et al. Pengaruh Kompetensi Dan Kompetensi
(2007) Independensi Terhadap Kualitas Audit berpengaruh terhadap
Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel kualitas audit
Moderasi
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal dan Tesis yang relevan

Berdasarkan tabel 2.8 dapat dilihat bahwa terdapat tiga variasi temuan

penelitian yang diperoleh. Pertama, Diryatama (2015), Bolang (2013), Perdany

dan Suranta (2013), Ayuningtyas dan Pamudji (2012). Slamet (2012), Saputra

(2012), Ahmad et al. (2011), Tarigan (2011), Efendy (2010), Sukriah et al.

(2009), Mulyono (2009), dan Alim et al. (2007) mendapatkan temuan bahwa

kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Kedua,

68
Carolita dan Rahardjo (2012) serta (Nursamsi et al., 2013) berkesimpulan

sebaliknya, bahwa kompetensi tidak signifikan pengaruhnya terhadap kualitas

hasil audit. Sedang yang ketiga, Tarigan et al. (2013) menyimpulkan bahwa

kompetensi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas audit.

2.2.9. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja

Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh efikasi terhadap kinerja

yang dirangkum di dalam tabel 2.9 dikelompokkan menjadi tiga objek, yakni

kinerja dibidang akademis (Webb-Williams, 2006; Arsanti, 2009; Warsito, 2009;

Jumari et al., 2013; Tenaw, 2013), kinerja bidang manajerial (Alifuddin, 2012;

Dewi, 2012) dan kinerja bidang audit (Iskandar dan Sanusi, 2011; Iskandar et al.,

2012).

Tabel 2.9 Ringkasan Penelitian Tentang


Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja
Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
1. Warsito Hubungan Antara Self-Efficacy Efikasi diri Efikasi diri
(2009) Dengan Penyesuaian memiliki hubungan
Akademik Dan Prestasi Akademik yang signifikan dengan
( Studi Pada Mahasiswa FIP penyesuaian akademik
Universitas Negeri Surabaya ) dan prestasi akademis
mahasiswa
2. Arsanti Hubungan Antara Penetapan Tujuan, Efikasi diri memiliki
(2009) Self-Efficacy Dan Kinerja hubungan yang
signifikan dengan
kinerja
3. Alifuddin Pengaruh Motivasi Berprestasi, Efikasi diri berpengaruh
(2012) Komitmen signifikan terhadap
Organisasional Dan Efikasi Diri kinerja manajerial
Terhadap Kinerja
Manajerial
4. Tenaw Relationship Between Self-Efficacy, Efikasi diri signifikan
(2013) Academic hubungannya dengan
Achievement And Gender In prestasi
Analytical Chemistry At
Debre Markos College Of Teacher
Education

69
Tabel 2.9 Ringkasan Penelitian Tentang
Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja (lanjutan)

Peneliti
No. Judul Hasil
(tahun)
5. Jumari et al. Pengaruh Budaya Organisasi, Efikasi Terdapat pengaruh yang
(2013) Diri Dan Kepuasan positif dan signifikan
Kerja Terhadap Kinerja Mengajar antara efikasi diri
Guru SMK Negeri terhadap kinerja mengajar
Kecamatan Denpasar Selatan guru
6. Dewi Kinerja Kepala Sekolah : Pengaruh Hasil penelitian
(2012) Kepemimpinan Transformasional, menunjukkan bahwa
Konflik dan Efikasi Diri Efikasi diri secara
langsung mempengaruhi
kinerja kepala sekolah
7. Webb- Self-efficacy in the primary Efikasi diri berkorelasi
Williams classroom: An investigation into the positif dengan kinerja
(2006) relationship with performance akademis

8. Iskandar et al. Enhancing Auditors’ Performance Efikasi diri berhubungan


(2012) The importance of Motivational secara positif dengan
Factors and the kinerja judgment audit
Mediation Effect of Effort
9. Iskandar et al. Assessing The Effects Of Self- Auditor yang memiliki
(2011) Efficacy And Task Complexity On efikasi diri tinggi
Internal Control Audit Judgment memiliki kinerja
judgment audit yang lebih
baik dibanding auditor
yang memiliki efikasi diri
rendah
Sumber : Ringkasan beberapa jurnal yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Webb-Williams (2006); Arsanti (2009);

Warsito (2009); Jumari et al. (2013) dan Tenaw (2013) menyimpulkan bahwa

efikasi diri berhubungan positif dan signifikan dengan kinerja akademis.

Sementara, Alifuddin (2012) dan Dewi (2012) mendapatkan temuan bahwa

kinerja manajerial dipengaruhi oleh efikasi diri. Temuan yang sama juga diperoleh

oleh Iskandar dan Sanusi (2011) dan Iskandar et al. (2012) yang menyatakan

bahwa efikasi diri berhubungan positif dengan kinerja judgement audit.

70
2.3. Pengembangan Model Teoritikal Dasar

2.3.1. Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Kompetensi Auditor

Pelatihan dan pengalaman merupakan determinan dari kompetensi

Kusharyanti (2003). Menurut teori modal manusia, pelatihan dan pengalaman

merupakan investasi pada modal manusia yang berkontribusi pada kompetensi.

Pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kompetensi telah diuji oleh

beberapa peneliti menggunakan model sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1

Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Kompetensi Auditor

PELATIHAN

KOMPETENSI AUDITOR

. PENGALAMAN

Sumber : Widiyanto dan Yuhertiana (2004); Cheng et al. (2009); Aisyah


dan Isgiyarta (2014)

Widiyanto dan Yuhertiana (2004) menyatakan bahwa pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme auditor pemerintah

yang bekerja pada Badan Pengawas Kota Surabaya (Bawasko) Surabaya. Cheng

et al. (2009) yang menggunakan data dari "Survei Bisnis dari Kantor Akuntan

Publik" yang dikumpulkan oleh Komisi Pengawas Keuangan, Executive Yuan,

Taiwan (ROC), mengungkapkan bahwa pengembangan profesional berkelanjutan

dan pengalaman berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Pengaruh positif

dari pengalaman dan pengembangan professional berkelanjutan terhadap kualitas

71
auditor juga ditemukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang melakukan

penelitian pada auditor internal yang bekerja pada Bank BRI Semarang.

2.3.2. Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Efikasi Diri

Menurut teori efikasi diri, pengalaman dan pelatihan merupakan sumber

utama informasi pembentuk efikasi diri (Bandura, 1997). Davis et al. (2000) yang

meneliti dalam konteks pelatihan sebagai penerbang menggunakan model

sebagaimana terlihat pada gambar 2.2 menyatakan bahwa kinerja pelatihan dasar

penerbangan berhubungan secara positif dengan efikasi diri untuk pelatihan tahap

penerbangan lanjutan. Johari et al. (2009) yang meneliti tentang pelatihan

terhadap guru-guru menemukan bahwa jenis pelatihan berpengaruh terhadap

efikasi guru-guru tersebut. Masih dalam konteks pelatihan guru-guru, Bikos et al.

(2011) menemukan bahwa tahap awal dari program pelatihan pendahuluan yang

harus diikuti oleh guru-guru dapat meningkatkan efikasi para guru terhadap

strategi-strategi instruksional dan pengelolaan kelas dalam mengajar. Sementara,

Wardani (2012) yang meneliti tentang keterampilan berkomunikasi menemukan

bahwa pemberian pelatihan komunikasi efektif memberikan efek yang besar untuk

meningkatkan efikasi diri mahasiswa dalam berkomunikasi.

Gambar 2.2
Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Efikasi Diri

PELATIHAN

EFIKASI DIRI

PENGALAMAN

Sumber : Davis et al. (2000); Cunnien et al. (2009); Johari et al. (2009);
Bikos et al. (2011); Swan et al. (2011); Wardani (2012)

72
Johari et al. (2009) berkesimpulan bahwa guru-guru dengan pengalaman

mengajar lebih dari tujuh tahun memiliki efikasi diri yang lebih baik dibanding

guru-guru dengan pengalaman mengajar kurang dari tujuh tahun. Analisis

Cunnien et al. (2009) menunjukkan bahwa pekerja musiman dan sporadis kurang

memiliki efikasi diri dibanding pekerja tetap. Swan et al. (2011) menemukan

bahwa efikasi diri guru berada pada level paling rendah pada akhir tahun pertama

pengalaman mengajar dan mencapai puncak efikasi tertinggi pada akhir tahun

ketiga pengalaman mengajar.

2.3.3. Pengaruh Kompetensi Terhadap Efikasi Diri

Efikasi diri didefinisikan sebagai sebuah evaluasi diri tentang kompetensi

seseorang untuk sukses melaksanakan tindakan yang diperlukan guna mencapai

hasil yang diinginkan (Bandura, 1977, 1982, 1986; Zajacova et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan Alkan dan Erdem (2012) terhadap kandidat-kandidat

guru kimia menggunakan model sebagaimana terlihat pada gambar 2.3

menemukan hubungan yang positif dan medium antara kompetensi bidang khusus

kimia dengan efikasi diri. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Alkan dan

Erdem (2014) juga masih menemukan hubungan antara persepsi kompetensi

kimia dengan keyakinan efikasi diri dari kandidat-kandidat guru kimia.

Gambar 2.3
Pengaruh Kompetensi Terhadap Efikasi Diri

KOMPETENSI EFIKASI DIRI

Sumber : Alkan dan Erdem (2012); Alkan dan Erdem (2014)

2.3.4. Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor

73
Beberapa peneliti menguji pengaruh langsung dari variabel pelatihan dan

pengalaman terhadap kinerja menggunakan model seperti yang terlihat pada

gambar 2.4. Pelatihan dan dihipotesiskan berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kinerja auditor. Hal ini didukung oleh teori modal manusia

yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengalaman merupakan salah satu bentuk

investasi pada modal manusia. Pelatihan dan pengalaman menurut teori modal

manusia akan berkontribusi pada kinerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Batubara (2008) pada Bawasko Medan

menyimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan akan meningkatkan kualitas hasil

pemeriksaan. Mulyono (2009) juga menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan

berkelanjutan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Inspektorat

Kabupaten Deliserdang. Hasil senada juga didapatkan Adityasih (2010), bahwa

pendidikan profesional berkelanjutan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas audit.

Gambar 2.4
Pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor

PELATIHAN

KINERJA AUDITOR

PENGALAMAN

Sumber : Batubara (2008); Mulyono (2009); Sukriah et al. (2009); Carolita


dan Rahardjo (2012); Nursamsi et al. (2013); Sarsiti (2013);
Sembiring (2014)

Sukriah et al. (2009) mendapatkan temuan bahwa pengalaman kerja

signifikan pengaruhnya terhadap kualitas hasil pemeriksaan auditor yang bekerja

pada kantor Inspektorat se-pulau Lombok. Carolita dan Rahardjo (2012) yang

74
melanjutkan dan memperluas penelitian yang dilakukan oleh Sukriah et al. (2009)

juga mendapatkan temuan yang sama bahwa pengalaman kerja berpengaruh

positif terhadap kualitas hasil audit Kantor Akuntan Publik di Semarang.

Nursamsi et al. (2013) menyimpulkan bahwa pengalaman kerja signifikan

pengaruhnya terhadap kualitas audit Inspektorat Kabupaten Gresik, Kabupaten

Sidoarjo dan Kota Surabaya. Pengalaman spesifik berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kinerja Auditor BPK-RI (Usmany, 2013). Sarsiti (2013)

menyatakan bahwa terdapat persepsi pengaruh pengalaman auditor terhadap

kualitas audit pada mahasiswa akuntansi di Universitas Surabaya. Sementara,

Sembiring (2014) menemukan bahwa pengalaman berpengaruh positif terhadap

kualitas audit internal Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.3.5. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor

Usmany (2013) menyebutkan bahwa kinerja auditor telah menjadi fokus

perhatian peneliti sejak pernyataan Gibbins (1984) yang mengutip Felix dan

Kinney (1982) perihal belum baiknya pemahaman orang atas apa yang terjadi

ketika orang-orang yang berpengalaman, seperti akuntan publik menggunakan

judgment mereka untuk membuat keputusan penting ditengah tekanan, kendala,

bahaya, dan peluang dari lingkungan mereka sehari-hari. Pernyataan tersebut telah

mendorong dilakukannya banyak penelitian tentang kinerja auditor dan

determinannya.

Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output)

individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi lebih baik (Mulyono, 2009). Auditor dinilai memiliki

75
kinerja yang baik bila dapat melaksanakan audit yang berkualitas. Audit dikatakan

berkualitas bila auditor mampu menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi

klien (DeAngelo, 1981a, 1981b). Kemampuan auditor untuk menemukan salah

saji tersebut tergantung pada kompetensi auditor (DeAngelo, 1981a, 1981b;

Kusharyanti, 2003). Menurut teori atribusi, kompetensi merupakan faktor internal

dalam diri auditor yang dapat diatribusikan dengan kinerja auditnya.

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh kompetensi

terhadap kualitas audit dengan model sebagaimana terlihat pada gambar 2.5

menunjukkan hasil yang positif (Alim et al., 2007; Mulyono, 2009; Sukriah et al.,

2009; Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011; Tarigan, 2011; Ayuningtyas dan

Pamudji, 2012; Saputra, 2012; Slamet, 2012; Bolang, 2013; Perdany dan Suranta,

2013; Diryatama, 2015). Kompetensi disimpulkan signifikan mempengaruhi

kualitas audit.

Gambar 2.5
Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Auditor

KOMPETENSI KINERJA AUDITOR

Sumber : Alim et al. (2007); Efendy (2010); Sukriah et al. (2009); Mulyono (2009)
Ahmad et al. (2011); Tarigan (2011); Ayuningtyas dan Pamudji (2012);
Saputra (2012); Slamet (2012); Bolang (2013); Perdany dan Suranta
(2013); Diryatama (2015)

2.3.6. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja

Teori efikasi diri merupakan komponen penting dari teori kognitif sosial

Bandura yang lebih umum yang menunjukkan bahwa perilaku individu,

lingkungan, dan faktor kognitif (seperti, ekspektasi hasil dan efikasi diri) saling

berkait erat satu sama lain (Staples et al., 1999). Efikasi diri adalah penilaian

tentang kemampuan seseorang untuk menjalankan pola perilaku tertentu

76
(Bandura, 1978). Keyakinan efikasi diri membentuk peran sentral dalam proses

regulasi melalui mana motivasi dan pencapaian kinerja individu diatur (Wood dan

Bandura, 1989).

Gambar 2.6
Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja

KINERJA
EFIKASI DIRI

Sumber : Webb-Williams (2006); Tenaw (2013); Warsito (2009); Arsanti (2009);


Iskandar dan Sanusi (2011); Iskandar et al. (2012); Alifuddin (2012);
Dewi (2012); Jumari et al. (2013)

Penelitian-penelitian tentang pengaruh efikasi diri terhadap kinerja

dilakukan menggunakan model pada gambar 2.6. Webb-Williams (2006)

mendapatkan temuan bahwa efikasi diri berkorelasi positif dengan kinerja

akademis pada siswa yang berumur 10-12 tahun. Efikasi diri juga ditemukan

memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian akademik dan prestasi

akademis mahasiswa (Warsito, 2009). Hasil yang sama juga diperoleh Tenaw

(2013) yang menemukan hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan

prestasi akademis di bidang kimia analis mahasiswa.

Arsanti (2009) yang menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitian di

dalam sebuah eksperimen laboratorium menemukan hubungan yang signifikan

antara efikasi diri dengan kinerja. Efikasi diri berhubungan secara positif dengan

kinerja audit sehingga auditor yang memiliki efikasi diri lebih tinggi akan

berkinerja lebih baik dibanding auditor dengan efikasi diri yang lebih rendah

(Iskandar dan Sanusi, 2011; Iskandar et al., 2012). Alifuddin (2012) juga

menemukan bahwa efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial. Sementara, Dewi (2012) memperoleh temuan bahwa Efikasi diri

77
secara langsung mempengaruhi kinerja kepala sekolah. Efikasi diri juga

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar guru (Jumari et al.,

2013).

2.4. Model Teoritikal Dasar

Berdasarkan model-model terdahulu dan didukung oleh teori efikasi diri

sebagai teori utama dan teori modal manusia serta teori atribusi sebagai teori

pendukung, dibangun model teoritikal dasar yang akan diusulkan di dalam

penelitian ini. Langkah awal yang dilakukan dalam dengan membuat kombinasi

dari beberapa model penelitian terdahulu. Logika pemikiran yang digunakan

untuk membuat kombinasi ini adalah karena variabel pelatihan, pengalaman,

kompetensi dan kinerja auditor dapat dikaitkan secara empiris dan didukung

secara teoritis. Bila model-model yang digunakan di dalam penelitian sebelumnya

dikombinasikan, maka terbentuk model teoritis yang ditunjukkan oleh gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kombinasi dari Model-model Penelitian Terdahulu

PELATIHAN

KINERJA
KOMPETENSI AUDITOR

PENGALAMAN

Sumber : Dikembangkan sendiri dari model-model penelitian terdahulu

78
Menurut teori modal manusia, pelatihan dan pengalaman merupakan

bentuk investasi pada modal manusia yang memiliki kontribusi pada kompetensi

dan kinerja auditor. Teori ini didukung oleh hasil-hasil penelitian yang dilakukan

oleh Widiyanto dan Yuhertiana (2004); Batubara (2008); Cheng et al. (2009);

Mulyono (2009); Sukriah et al. (2009); Carolita dan Rahardjo (2012); Nursamsi

et al. (2013); Aisyah dan Isgiyarta (2014); Sarsiti (2013); Sembiring (2014).

Sementara, kompetensi menurut teori atribusi merupakan faktor internal dalam

diri auditor yang berpengaruh terhadap kinerja auditor. teori ini didukung oleh

hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Alim et al. (2007); Efendy (2010);

Sukriah et al. (2009); Mulyono (2009) Ahmad et al. (2011); Tarigan (2011);

Ayuningtyas dan Pamudji (2012); Saputra (2012); Slamet (2012); Bolang (2013);

Perdany dan Suranta (2013); Diryatama (2015). Di dalam kombinasi model-model

terdahulu tersebut, hanya peran variabel kompetensi sebagai pemediasi pengaruh

pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja auditor yang sepengetahuan penulis

belum ada publikasi hasil penelitiannya.

Karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mengujii peran variabel

efikasi diri sebagai pemediasi pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor,

maka, model teoritikal dasar yang diusulkan di dalam penelitian ini

dikembangkan dari kombinasi dari model-model penelitian terdahulu pada

gambar 2.7 dengan menambahkan variabel efikasi diri. Penambahan variabel

efikasi diri pada kombinasi model-model penelitian terdahulu yang didukung oleh

teori efikasi diri dan beberapa penelitian terdahulu Davis et al. (2000); Webb-

Williams (2006); Cunnien et al. (2009); Johari et al. (2009); Tenaw (2013);

Warsito (2009); Arsanti (2009); Iskandar dan Sanusi (2011); Bikos et al. (2011);

79
Swan et al. (2011); Wardani (2012); Iskandar et al. (2012); Alifuddin (2012);

Dewi (2012); Alkan dan Erdem (2012); Jumari et al. (2013); Alkan dan Erdem

(2014). Dengan demikian, model teoritikal dasar yang akan digunakan di dalam

penelitian adalah seperti ditunjukkan oleh gambar 2.8.

Gambar 2.8
Model Teoritikal Dasar

PELATIHAN

EFIKASI DIRI

KINERJA
AUDITOR

KOMPETENSI

PENGALAMAN

Sumber : Dikembangkan sendiri untuk disertasi ini

Variabel efikasi diri didalam model ini berfungsi sebagai pemediasi

pengaruh pengaruh kompetensi tehadap kinerja auditor. Penggunaan variabel

efikasi diri sebagai pemediasi karena efikasi diri mengaktifkan proses kognitif,

motivasi, dan afektif yang mengatur translasi pengetahuan dan kemampuan ke

dalam tindakan yang tepat (Bandura, 1997).

Bandura menghipotesiskan bahwa efikasi diri mempengaruhi pilihan

individu terhadap kegiatan, upaya, dan ketekunan (Bandura, 1977, 1986; Schunk,

1991). Orang-orang yang memiliki rasa efikasi yang rendah dalam menyelesaikan

80
sebuah tugas atau pekerjaan mungkin akan menghindari tugas atau pekerjaan

tersebut. Sementara, orang-orang yang percaya bahwa mereka mampu untuk

menyelesaikannya akan segera melaksanakannya. Individu yang memiliki rasa

efikasi terhadap kemampuan mereka dihipotesiskan bekerja lebih keras dan

bertahan lebih lama ketika mereka menghadapi kesulitan daripada mereka yang

meragukan kemampuan mereka. Dengan demikian, tinggi rendahnya efikasi yang

dimiliki oleh sesorang akan berpengaruh kepada pencapaian kinerjanya.

Secara teori, efikasi diri memiliki hubungan positif dengan kinerja

(Bandura, 1982; Staples et al., 1999). Hal ini juga didukung oleh berbagai hasil

penelitian yang didokumentasikan oleh Schunk dan Pajares (2009) dan penelitian-

penelitian lainnya (Webb-Williams, 2006; Arsanti, 2009; Warsito, 2009; Iskandar

dan Sanusi, 2011; Alifuddin, 2012; Dewi, 2012; Iskandar et al., 2012; Jumari et

al., 2013; Tenaw, 2013). Disisi lain, kompetensi memiliki hubungan yang positif

dengan efikasi diri (Alkan dan Erdem, 2012, 2014). Dengan demikian, auditor

dengan kompetensi yang tinggi akan memiliki efikasi diri yang tinggi pula

sehingga akan mendorong tercapainya kinerja yang tinggi.

Efikasi diri juga digunakan sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan

pengalaman terhadap kinerja di dalam model teoritikal dasar yang diusulkan.

Penggunaan variabel efikasi sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan

pengalaman terhadap kinerja karena pelatihan dan pengalaman secara teoritis

adalah dua sumber utama efikasi diri (Bandura, 1997). Pengaruh pelatihan dan

pengalaman terhadap efikasi diri juga didukung secara empiris (Davis et al., 2000;

Cunnien et al., 2009; Johari et al., 2009; Bikos et al., 2011; Swan et al., 2011;

Wardani, 2012; Usmany, 2013). Dengan demikian, efikasi diri yang dapat

81
dipupuk melalui pelatihan dan pengalaman akan tmendorong tercapainya kinerja

yang baik.

Di dalam model teoritikal dasar yang diusulkan ini juga menempatkan

variabel kompetensi sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan pengalaman

terhadap kinerja auditor yang secara empiris masih beragam hasilnya. Penempatan

variabel kompetensi sebagai pemediasi karena pengaruh pelatihan dan

pengalaman terhadap kompetensi didukung secara empiris (Widiyanto dan

Yuhertiana, 2004; Cheng et al., 2009; Aisyah dan Isgiyarta, 2014). Sementara,

pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor juga didukung oleh beberapa

penelitian terdahulu (Alim et al., 2007; Mulyono, 2009; Sukriah et al., 2009;

Efendy, 2010; Ahmad et al., 2011; Tarigan, 2011; Ayuningtyas dan Pamudji,

2012; Saputra, 2012; Slamet, 2012; Bolang, 2013; Perdany dan Suranta, 2013;

Diryatama, 2015).

2.5. Model Penelitian Empiris Dan Pengembangan Hipotesis

2.5.1. Model Penelitian Empiris

Penelitian ini mengembangkan model penelitian empiris yang didasarkan

pada model teoritikal dasar dan penelitian-penelitian sebelumnya. Karena

penelitian ini difokuskan pada kompetensi auditor APIP dalam bidang perpajakan

dan kinerja pengawasan perpajakannya, maka, semua variabel yang digunakan di

dalam penelitian ini seperti pelatihan, pengalaman, kompetensi, efikasi diri dan

kinerja pengawasan auditor APIP adalah pada bidang perpajakan. Model

penelitian empiris yang dikembangkan menggambarkan hubungan antar variabel

sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.9.

82
Gambar 2.9
Model Penelitian Empiris

PELATIHAN BIDANG PERPAJAKAN H6

H12 H13 H14

EFIKASI DIRI BDANG


H1 H3
PERPAJAKAN
H9
KINERJA PENGAWASAN PERPAJAKAN AUDITOR APIP

H5

H4 KOMPETENSI BIDANG PERPAJAKAN


H8
H2
PENGALAMAN BIDANG PERPAJAKAN

H10 H11

H7

Sumber : Dikembangkan sendiri untuk disertasi ini

Variabel efikasi diri yang digunakan sebagai pemediasi pengaruh

kompetensi terhadap kinerja auditor di dalam penelitian ini diharapkan dapat

didukung secara empiris. Dengan demikian, keragaman hasil-hasil penelitian

terdahulu tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor dapat

dijembatani. Di dalam penelitian ini, variabel efikasi diri dan variabel kompetensi

juga digunakan sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap

terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian nantinya juga diharapkan dapat

83
memberikan penjelasan terhadap keragaman hasil-hasil penelitian terdahulu

terkait pengaruh pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja auditor.

2.5.2. Pengembangan Hipotesis

2.5.2.1. Pengaruh Pelatihan Bidang Perpajakan Terhadap Kompetensi

Bidang Perpajakan Auditor APIP

Teori modal manusia menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu

bentuk investasi terhadap modal manusia. Manusia sebagai human capital

tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan

produktivitas kerja (Hernowo, 2012). Modal manusia dikembangkan melalui

pelatihan dalam wujud kompetensi berupa keahlian (skill), pengetahuan

(knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan

pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010).

Penelitian Widiyanto dan Yuhertiana (2004) berkesimpulan bahwa

pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme auditor

pemerintah yang bekerja pada Badan Pengawas Kota Surabaya (Bawasko)

Surabaya. Cheng et al. (2009) yang menggunakan data dari "Survei Bisnis dari

Kantor Akuntan Publik" yang dikumpulkan oleh Komisi Pengawas Keuangan,

Executive Yuan, Taiwan (ROC), mengungkapkan bahwa pengembangan

profesional berkelanjutan berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Pengaruh

positif dari pengembangan professional berkelanjutan terhadap kualitas auditor

juga ditemukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang melakukan penelitian pada

auditor internal yang bekerja pada Bank BRI Semarang.

84
Pelatihan bidang perpajakan merupakan bentuk investasi sumber daya

manusia pada auditor APIP. Pelatihan pada bidang perpajakan ini akan

meningkatkan kompetensi auditor APIP dalam mengawasi pelaksanaan kewajiban

perpajakan di dalam institusi pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H1 : Pelatihan bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kompetensi

bidang perpajakan auditor APIP

2.5.2.2. Pengaruh Pengalaman Bidang Perpajakan Terhadap Kompetensi

Bidang Perpajakan Auditor APIP

Pengalaman adalah determinan dari kompetensi (Kusharyanti, 2003). Hal

ini dikuatkan oleh teori modal manusia yang menyatakan bahwa pengalaman

merupakan investasi sumber daya pada manusia yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kompetensi. Pengalaman adalah modal manusia yang berkembang

secara alami (Salehudin, 2010). Seseorang yang sudah memiliki pengalaman pada

suatu bidang dapat lebih cepat beradaptasi dan memberikan kontribusi lebih

banyak.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang

pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang

untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan Rohman, 2012).

Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil ia melakukan

pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikapnya dalam bertindak

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

85
Cheng et al. (2009) yang menggunakan data dari "Survei Bisnis dari

Kantor Akuntan Publik" yang dikumpulkan oleh Komisi Pengawas Keuangan,

Executive Yuan, Taiwan (ROC), mengungkapkan bahwa pengalaman

berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Pengaruh positif dari pengalaman

terhadap kualitas auditor juga ditemukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang

melakukan penelitian pada auditor internal yang bekerja pada Bank BRI

Semarang.

Pengalaman bidang perpajakan merupakan bentuk investasi pada auditor

APIP. Pengalaman pada bidang perpajakan ini akan meningkatkan kompetensi

auditor APIP dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam mengawasi

pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam institusi pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kedua yang akan diuji di dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H2 : Pengalaman bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kompetensi

bidang perpajakan auditor APIP

2.5.2.3. Pengaruh Pelatihan Bidang Perpajakan Terhadap Efikasi Diri

Bidang Perpajakan Auditor APIP

Di dalam teori efikasi diri, pengalaman orang lain atau model (vicarious

experience) adalah salah satu sumber informasi yang digunakan untuk menilai

efikasi diri (Bandura, 1994, 1997). Dengan mengamati perilaku dan pengalaman

orang lain sebagai model dapat meningkatkan efikasi diri seseorang, terutama jika

ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari

pada orang yang menjadi model.

86
Pelatihan adalah salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mengamati

perilaku dan pengalaman orang lain yang setara maupun yang lebih baik dari

mereka. Pelatihan dapat meningkatkan efikasi diri melalui pengamatan terhadap

perilaku dan aktivitas yang dilakukan oleh para instruktur maupun peserta lain

selama masa pelatihan (Hayden, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Johari et al. (2009) menemukan bahwa

jenis pelatihan yang diikuti berpengaruh pada efikasi diri guru-guru. Sementara

itu, pemberian pelatihan komunikasi efektif memberikan efek yang besar untuk

meningkatkan efikasi diri mahasiswa (Wardani, 2012). Bikos et al. (2011) juga

menyatakan bahwa tahap awal dari program pelatihan meningkatkan efikasi diri

para guru.

Pelatihan perpajakan merupakan sarana yang dapat digunakan oleh auditor

APIP untuk mengamati perilaku dan pengalaman orang lain yang setara maupun

yang lebih baik dari mereka. Misalnya dengan mengamati perilaku dan

pengalaman para pengajar atau peserta pelatihan lainnya. Melihat orang lain yang

serupa dengan dirinya mengalami sukses melalui usaha yang terus-menerus akan

meningkatkan kepercayaan seseorang bahwa mereka juga dapat memiliki

kemampuan untuk menguasai aktivitas yang kurang lebih sama untuk mencapai

keberhasilan (Bandura, 1994).

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis ketiga yang akan diuji di dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H3 : Pelatihan bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap efikasi diri

bidang perpajakan auditor APIP

87
2.5.2.4. Pengaruh Pengalaman Bidang Perpajakan Terhadap Efikasi Diri

Bidang Perpajakan Auditor APIP

Menurut teori efikasi diri, pengalaman tentang keberhasilan pribadi

(enactives mastery experiencesI adalah sumber informasi yang digunakan untuk

menilai efikasi diri. Pengalaman tentang keberhasilan pribadi (enactives mastery

experiences) merupakan sumber ekspektasi efikasi diri yang terpenting karena

didasarkan pada pengalaman seseorang secara langsung. Prestasi yang didapatkan

oleh seseorang pada saat melakukan tugasnya akan meningkatkan keyakinan dan

penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan ini akan

meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan,

sehingga dapat mengurangi kegagalan.

Johari et al. (2009) berkesimpulan bahwa guru-guru dengan pengalaman

mengajar lebih lebih dari tujuh tahun memiliki efikasi diri yang lebih baik

dibanding guru-guru dengan pengalaman mengajar kurang dari tujuh tahun.

Analisis Cunnien et al. (2009) menunjukkan bahwa pekerja musiman dan sporadis

kurang memiliki efikasi diri dibanding pekerja tetap. Swan et al. (2011)

menemukan bahwa efikasi diri guru berada pada level paling rendah pada akhir

tahun pertama pengalaman mengajar dan mencapai puncak efikasi tertinggi pada

akhir tahun ketiga pengalaman mengajar.

Dalam konteks pengawasan perpajakan auditor APIP, pengalaman

keberhasilan atau prestasi yang diraih oleh Auditor APIP yang dalam melakukan

pengawasan pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam institusi pemerintah akan

mendorong peningkatan efikasi dirinya. Hal ini tentu akan sangat membantunya

88
untuk melaksanakan fungsi dan tugas pengawasan pelaksanaan kewajiban

perpajakan di dalam institusi pemerintah dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keempat yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H4 : Pengalaman bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap efikasi diri

bidang perpajakan auditor APIP

2.5.2.5. Pengaruh Kompetensi Bidang Perpajakan Terhadap Efikasi Diri

Bidang Perpajakan Auditor APIP

Efikasi diri merupakan persepsi kapabilitas dalam bidang tertentu (Schunk

dan Pajares, 2009). Efikasi diri didefinisikan sebagai sebuah evaluasi diri tentang

kompetensi seseorang untuk sukses melaksanakan tindakan yang diperlukan guna

mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1977, 1982, 1986; Zajacova et al.,

2005). Efikasi diri seseorang akan meningkat bila orang tersebut memiliki

persepsi bahwa ia memiliki kompetensi untuk sukses melakukan sebuah

penugasan tertentu. Sebaliknya, efikasi diri seseorang akan menurun bila orang

tersebut memiliki persepsi bahwa ia tidak atau kurang memiliki kompetensi untuk

sukses melakukan sebuah penugasan tertentu.

Penelitian yang dilakukan Alkan dan Erdem (2012) terhadap kandidat-

kandidat guru kimia menemukan hubungan yang positif dan medium antara

kompetensi bidang khusus kimia dengan efikasi diri. Penelitian lanjutan yang

dilakukan oleh Alkan dan Erdem (2014) juga masih menemukan hubungan antara

persepsi kompetensi kimia dengan keyakinan efikasi diri dari kandidat-kandidat

guru kimia.

89
Ketentuan perpajakan memiliki aturan tersendiri yang sangat teknis dan

senantiasa mengalami perubahan dari waktu-kewaktu. Auditor APIP harus

memiliki kompetensi yang memadai pada bidang perpajakan ini agar memiliki

efikasi diri yang tinggi dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

kewajiban perpajakan di dalam institusi pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kelima yang akan diuji di dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H5 : Kompetensi bidang Perpajakan berpengaruh positif terhadap Efikasi diri

bidang perpajakan auditor APIP

2.5.2.6. Pengaruh Pelatihan Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja

Pengawasan Perpajakan Auditor APIP

Teori modal manusia menyatakan bahwa pelatihan merupakan salah satu

bentuk investasi pada modal manusia. Investasi modal manusia dalam bentuk

pelatihan ini akan berkontribusi pada kinerja. Sebab, pelatihan adalah media yang

digunakan untuk mengembangkan modal manusia dalam wujud kompetensi

berupa keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang

dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010).

Pengaruh pelatihan terhadap kinerja didukung oleh penelitian Batubara

(2008) yang menyimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan sebagai bentuk dari

pelatihan yang harus diikuti oleh auditor akan meningkatkan kualitas hasil

pemeriksaan auditor internal pemerintah yang bertugas di Bawasko Medan. Hasil

senada juga diperoleh oleh Mulyono (2009) yang melakukan penelitian pada

Inspektorat Kabupaten Deliserdang. Demikian juga halnya penelitian Adityasih

90
(2010) yang menemukan bahwa pendidikan profesional berkelanjutan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Pelatihan bidang perpajakan merupakan bentuk investasi pada auditor

APIP. Investasi ini akan meningkatkan keahlian, pengetahuan dan sikap auditor

APIP sehingga dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam mengawasi

pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam institusi pemerintah dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keenam yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H6 : Pelatihan bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.7. Pengaruh Pengalaman Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja

Pengawasan Perpajakan Auditor APIP

Teori modal manusia menyatakan bahwa pengalaman merupakan investasi

sumber daya pada manusia yang dapat digunakan untuk mendorong tercapainya

kinerja yang tinggi. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis

pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar

bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan Rohman,

2012).

Menurut Libby dan Frederick (1990), kebanyakan auditor yang

berpengalaman lebih banyak mendeteksi kesalahan yang masuk akal

dibandingkan kesalahan yang tidak masuk akal, jika dibandingkan dengan auditor

yang kurang berpengalaman. Auditor yang memiliki pengalaman lebih hanya

sedikit melakukan kesalahan pada pemeriksaan laporan keuangan (Libby dan

Frederick, 1990; Cheng et al., 2009). Pengalaman kerja dapat menambah dan

91
mengakumulasi dasar pengetahuan auditor dalam menganalisis kesalahan pada

laporan keuangan dan teknik mengaudit (Libby dan Frederick, 1990; Cheng et al.,

2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Nursamsi et al. (2013) menemukan hasil

bahwa pengalaman kerja signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit. Carolita

dan Rahardjo (2012) juga memperoleh temuan bahwa pengalaman kerja memiliki

efek positif pada hasil kualitas audit.

Pengalaman bidang perpajakan merupakan bentuk investasi pada auditor

APIP. Pengalaman bidang perpajakan akan membantu auditor APIP untuk

mencapai kinerja pengawasan yang tinggi dalam melaksanakan fungsi dan

tugasnya mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam institusi

pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis ketujuh yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H7 : Pengalaman bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.8. Pengaruh Kompetensi Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja

Pengawasan Perpajakan Auditor APIP

Menurut teori atribusi, kemampuan atau kompetensi merupakan faktor

internal seseorang yang dapat diatribusikan dengan kinerja yang dicapai oleh

orang tersebut. Artinya, kompetensi yang dimiliki oleh seseorang akan

mempengaruhi kinerja yang dicapai oleh orang tersebut. Dengan demikian,

seseorang dengan kompetensi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi.

92
Sebaliknya, seseorang dengan kompetensi yang rendah akan memiliki kinerja

yang rendah pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Slamet (2012) terhadap akuntan publik di

Surabaya mendapatkan temuan bahwa kompetensi memiliki dampak positif pada

kualitas audit. Hasil senada juga didapatkan oleh Alim et al. (2007) yang

melakukan penelitian pada kantor akuntan publik di Jawa Timur. Demikian juga

halnya dengan Saputra (2012) yang melakukan penelitian pada Kantor Akuntan

Publik se-Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta.

Kompetensi juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas audit investigatif pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta (Perdany

dan Suranta, 2013). Sementara itu, Bolang (2013) dengan objek Inspektorat Kota

Tomohon, (Ahmad et al., 2011) dengan objek Inspektorat Kabupaten Pasaman,

serta Efendy (2010) dengan objek Aparat Inspektorat Kota Gorontalo juga

memperoleh temuan yang sama, kompetensi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas audit.

Ketentuan perpajakan memiliki aturan tersendiri yang sangat teknis dan

senantiasa mengalami perubahan dari waktu-kewaktu. Auditor APIP harus

memiliki kompetensi yang memadai pada bidang perpajakan untuk dapat

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan di dalam

institusi pemerintah dengan baik. Kompetensi bidang perpajakan yang memadai

tersebut akan membantu auditor APIP untuk mencapai kinerja yang tinggi dalam

melaksanakan tugasnya mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan bendahara

pemerintah.

93
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kedelapan yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H8 : Kompetensi bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.9. Pengaruh Efikasi Diri Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja

Pengawasan Perpajakan Auditor APIP

Efikasi diri sebagaimana dihipotesiskan oleh teori efikasi diri telah

terbukti dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi dan merupakan

prediktor yang baik dari kinerja dan perilaku berikutnya (Bandura, 1978). Persepsi

efikasi diri mengacu pada keyakinan pada kemampuan seseorang untuk

memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan rangkaian tindakan yang

diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional tertentu. Keyakinan diri atas

efikasi mempengaruhi tantangan yang akan dihadapi, jumlah usaha yang akan

dikeluarkan di dalam sebuah upaya, tingkat keuletan dalam menghadapi kesulitan,

apakah pola berpikir mengambil bentuk memudahkan diri (self-aiding) atau

menghambat diri (self-impeding), dan kerentanan terhadap stres dan depresi.

Efikasi diri merupakan persepsi kapabilitas dalam bidang tertentu (Schunk

dan Pajares, 2009). Efikasi diri adalah konstruk multidimensi yang bervariasi

sesuai dengan domain tuntutan (Zimmerman, 2000; Zajacova et al., 2005) dan

oleh karena itu harus dievaluasi pada level yang spesifik pada domain hasil

(Bandura, 1986; Pajares, 1995; Zajacova et al., 2005). Efikasi diri dapat

mengaktifkan proses kognitif, motivasi, dan afektif yang mengatur translasi

pengetahuan dan kemampuan ke dalam tindakan yang tepat (Bandura, 1982).

Dengan demikian, kinerja yang maksimal akan dapat dicapai.

94
Penelitian yang dilakukan Jumari et al. (2013) menyimpulkan bahwa

efikasi diri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar

guru. Sedang Alifuddin (2012) menemukan bahwa Efikasi diri berpengaruh

signifikan terhadap kinerja manajerial. Efikasi diri juga ditemukan memiliki

hubungan yang signifikan dengan kinerja akademis (Webb-Williams, 2006;

Warsito, 2009; Tenaw, 2013).

Pengawasan kewajiban perpajakan bendahara pemerintah termasuk bidang

yang spesifik dalam lingkup tugas auditor APIP. Sebab, bidang perpajakan

memiliki aturan tersendiri yang sangat teknis dan senantiasa mengalami

perubahan dari waktu-kewaktu. Diperlukan kompetensi teknis, kecermatan dan

kehatian-hatian dalam melakukan pengawasan perpajakan ini. Efikasi diri dalam

bidang perpajakan harus dimiliki oleh auditor APIP agar mereka yakin mampu

memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan rangkaian tindakan yang

diperlukan untuk melakukan pengawasan kewajiban perpajakan bendahara

pemerintah dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kesembilan yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H9 : Efikasi diri bidang perpajakan berpengaruh positif terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.10. Kompetensi Bidang Perpajakan Sebagai Pemediasi Pengaruh

Pelatihan Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja Pengawasan

Perpajakan Auditor APIP

Teori modal manusia menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu

bentuk investasi terhadap modal manusia. Manusia sebagai human capital

95
tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan

produktivitas kerja (Hernowo, 2012). Modal manusia dikembangkan melalui

pelatihan dalam wujud kompetensi berupa keahlian (skill), pengetahuan

(knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan

pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010).

Widiyanto dan Yuhertiana (2004) menyatakan bahwa pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme auditor pemerintah

yang bekerja pada Badan Pengawas Kota Surabaya (Bawasko) Surabaya. Cheng

et al. (2009) yang menggunakan data dari "Survei Bisnis dari Kantor Akuntan

Publik" yang dikumpulkan oleh Komisi Pengawas Keuangan, Executive Yuan,

Taiwan (ROC), mengungkapkan bahwa pengembangan profesional berkelanjutan

berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Pengaruh positif dari

pengembangan professional berkelanjutan terhadap kualitas auditor juga

ditemukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang melakukan penelitian pada

auditor internal yang bekerja pada Bank BRI Semarang.

Teori modal manusia juga juga menyatakan bahwa investasi modal

manusia dalam bentuk pelatihan akan berkontribusi pada kinerja. Sebab, pelatihan

adalah media yang digunakan untuk mengembangkan modal manusia dalam

wujud kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan

baik (Salehudin, 2010).

Pengaruh pelatihan terhadap kinerja didukung oleh penelitian Batubara

(2008) yang menyimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan sebagai bentuk dari

pelatihan yang harus diikuti oleh auditor akan meningkatkan kualitas hasil

pemeriksaan auditor internal pemerintah yang bertugas di Bawasko Medan. Hasil

96
senada juga diperoleh oleh Mulyono (2009) yang melakukan penelitian pada

Inspektorat Kabupaten Deliserdang.

Menurut teori atribusi, kemampuan atau kompetensi merupakan faktor

internal seseorang yang dapat diatribusikan dengan kinerja yang dicapai oleh

orang tersebut. Artinya, kompetensi yang dimiliki oleh seseorang akan

mempengaruhi kinerja yang dicapai oleh orang tersebut. Dengan demikian,

seseorang dengan kompetensi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi.

Sebaliknya, seseorang dengan kompetensi yang rendah akan memiliki kinerja

yang rendah pula.

Berdasarkan penelitian terhadap akuntan publik di Surabaya, Slamet

(2012) menyatakan bahwa kompetensi memiliki dampak positif pada kualitas

audit. Hasil senada juga didapatkan oleh Alim et al. (2007) yang melakukan

penelitian pada kantor akuntan publik di Jawa Timur. Demikian juga halnya

dengan Saputra (2012) yang melakukan penelitian pada Kantor Akuntan Publik

se-Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Kompetensi juga ditemukan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kualitas audit investigatif pada Kantor Perwakilan

BPK-RI Yogyakarta (Perdany dan Suranta, 2013). Sementara itu, Bolang (2013)

dengan objek Inspektorat Kota Tomohon, (Ahmad et al., 2011) dengan objek

Inspektorat Kabupaten Pasaman, serta Efendy (2010) dengan objek Aparat

Inspektorat Kota Gorontalo juga memperoleh temuan yang sama, kompetensi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Dari uraian tentang teori-teori dan berbagai penelitian terdahulu dapat

diketahui bahwa pelatihan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja auditor.

Kompetensi auditor juga berpengaruh pada kinerja auditor. Dengan demikian,

97
secara tidak langsung pelatihan akan mempengaruhi kinerja auditor melalui

kompetensi. Artinya, pelatihan yang diberikan kepada auditor akan

mempengaruhi kompetensinya yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja

auditnya.

Dalam konteks perpajakan, pelatihan yang dijalani oleh auditor APIP akan

bepengaruh pada kompetensi perpajakannya. Selanjutnya, kompetensi yang

dimiliki auditor dalam bidang perpajakan akan mendorong tercapainya kinerja

pengawasan perpajakan yang efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kesepuluh yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H10 : Kompetensi bidang perpajakan memediasi Pengaruh pelatihan bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.11. Kompetensi Bidang Perpajakan Sebagai Pemediasi Pengaruh

Pengalaman Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja Pengawasan

Perpajakan Auditor APIP

Pengalaman adalah determinan dari kompetensi (Kusharyanti, 2003). Hal

ini dikuatkan oleh teori modal manusia menyatakan bahwa pengalaman

merupakan investasi sumber daya pada manusia yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kompetensi. Pengalaman adalah modal manusia yang berkembang

secara alami (Salehudin, 2010). Seseorang yang sudah memiliki pengalaman pada

suatu bidang dapat lebih cepat beradaptasi dan memberikan kontribusi lebih

banyak.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang

pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang

98
untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan Rohman, 2012).

Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil ia melakukan

pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikapnya dalam bertindak

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Cheng et al. (2009) yang menggunakan data dari "Survei Bisnis dari

Kantor Akuntan Publik" yang dikumpulkan oleh Komisi Pengawas Keuangan,

Executive Yuan, Taiwan (ROC), mengungkapkan bahwa pengalaman

berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Pengaruh positif dari pengalaman

terhadap kualitas auditor juga ditemukan oleh Aisyah dan Isgiyarta (2014) yang

melakukan penelitian pada auditor internal yang bekerja pada Bank BRI

Semarang.

Menurut teori atribusi, kemampuan atau kompetensi merupakan faktor

internal seseorang yang dapat diatribusikan dengan kinerja yang dicapai oleh

orang tersebut. Artinya, kompetensi yang dimiliki oleh seseorang akan

mempengaruhi kinerja yang dicapai oleh orang tersebut. Dengan demikian,

seseorang dengan kompetensi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi.

Sebaliknya, seseorang dengan kompetensi yang rendah akan memiliki kinerja

yang rendah pula.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tehadap akuntan publik di

Surabaya, Slamet (2012) menyatakan bahwa kompetensi memiliki dampak positif

pada kualitas audit. Hasil senada juga didapatkan oleh Alim et al. (2007) yang

melakukan penelitian pada kantor akuntan publik di Jawa Timur. Demikian juga

halnya dengan Saputra (2012) yang melakukan penelitian pada Kantor Akuntan

Publik se-Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta.

99
Kompetensi juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas audit investigatif pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta (Perdany

dan Suranta, 2013). Sementara itu, Bolang (2013) dengan objek Inspektorat Kota

Tomohon, (Ahmad et al., 2011) dengan objek Inspektorat Kabupaten Pasaman,

serta Efendy (2010) dengan objek Aparat Inspektorat Kota Gorontalo juga

memperoleh temuan yang sama, bahwa kompetensi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kualitas audit.

Teori modal manusia juga menyatakan bahwa pengalaman merupakan

investasi sumber daya pada manusia yang dapat digunakan untuk mendorong

tercapainya kinerja yang tinggi. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-

jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang

besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan

Rohman, 2012).

Menurut Libby dan Frederick (1990) kebanyakan auditor yang

berpengalaman lebih banyak mendeteksi kesalahan yang masuk akal

dibandingkan kesalahan yang tidak masuk akal, jika dibandingkan dengan auditor

yang kurang berpengalaman. Auditor yang memiliki pengalaman lebih, hanya

sedikit melakukan kesalahan pada pemeriksaan laporan keuangan (Libby dan

Frederick, 1990; Cheng et al., 2009). Pengalaman kerja dapat menambah dan

mengakumulasi dasar pengetahuan auditor dalam menganalisis kesalahan pada

laporan keuangan dan teknik mengaudit (Libby dan Frederick, 1990; Cheng et al.,

2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Nursamsi et al. (2013) mendapatkan

temuan bahwa pengalaman kerja signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit.

100
Carolita dan Rahardjo (2012) juga memperoleh temuan bahwa pengalaman kerja

memiliki efek positif pada hasil kualitas audit.

Dari uraian tentang teori-teori dan berbagai penelitian terdahulu dapat

disimpulkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja

auditor. Sementara, kompetensi auditor berpengaruh pada kinerja auditor. Secara

tidak langsung, pengalaman akan mempengaruhi kinerja auditor melalui

kompetensi. Artinya, pengalaman yang dimiliki oleh auditor akan mempengaruhi

kompetensinya yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja auditnya.

Dalam konteks pengawasan perpajakan auditor APIP, pengalaman yang

dimiliki oleh auditor APIP akan bepengaruh pada kompetensi perpajakannya.

Selanjutnya, kompetensi yang dimiliki auditor dalam bidang perpajakan akan

mendorong tercapainya kinerja pengawasan perpajakan yang efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kesebelas yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H11 : Kompetensi bidang perpajakan memediasi pengaruh pengalaman bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.12. Efikasi Diri Bidang Perpajakan Sebagai Pemediasi Pengaruh

Pelatihan Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja Pengawasan

Perpajakan Auditor APIP

Di dalam teori efikasi diri, pengalaman orang lain atau model (vicarious

experience) adalah salah satu sumber informasi yang digunakan untuk menilai

efikasi diri (Bandura, 1994, 1997). Dengan mengamati perilaku dan pengalaman

orang lain sebagai model dapat meningkatkan efikasi diri seseorang, terutama jika

101
ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari

pada orang yang menjadi model.

Pelatihan adalah salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mengamati

perilaku dan pengalaman orang lain yang setara maupun yang lebih baik dari

mereka. Pelatihan dapat meningkatkan efikasi diri melalui pengamatan terhadap

perilaku dan aktivitas yang dilakukan oleh para instruktur maupun peserta lain

selama masa pelatihan (Hayden, 2014).

Penelitian yang dilakukan Johari et al. (2009) menemukan bahwa jenis

pelatihan yang diikuti berpengaruh pada efikasi diri guru-guru. Sementara itu,

pemberian pelatihan komunikasi efektif memberikan efek yang besar untuk

meningkatkan efikasi diri mahasiswa (Wardani, 2012). Bikos et al. (2011)

menyatakan bahwa tahap awal dari program pelatihan meningkatkan keyakinan

efikasi para guru.

Teori modal manusia menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu

bentuk investasi terhadap modal manusia. Kinerja yang lebih baik akan dapat

dicapai dengan adanya investasi terhadap sumber daya manusia dalam bentuk

pelatihan. Sebab, pelatihan adalah media yang digunakan untuk mengembangkan

modal manusia dalam wujud kompetensi berupa keahlian (skill), pengetahuan

(knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan

pekerjaan dengan baik (Salehudin, 2010).

Pengaruh pelatihan terhadap kinerja didukung oleh penelitian Batubara

(2008) yang menyimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan sebagai bentuk dari

pelatihan yang harus diikuti oleh auditor akan meningkatkan kualitas hasil

pemeriksaan auditor internal pemerintah yang bertugas di Bawasko Medan. Hasil

102
senada juga diperoleh oleh Mulyono (2009) yang melakukan penelitian pada

Inspektorat Kabupaten Deliserdang.

Efikasi diri sebagaimana dihipotesiskan oleh teori efikasi diri telah

terbukti dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi dan merupakan

prediktor yang baik dari kinerja dan perilaku berikutnya (Bandura, 1978). Persepsi

efikasi diri mengacu pada keyakinan pada kemampuan seseorang untuk

memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan rangkaian tindakan yang

diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional tertentu. Keyakinan diri atas

efikasi mempengaruhi tantangan yang akan dihadapi, jumlah usaha yang akan

dikeluarkan di dalam sebuah upaya, tingkat keuletan dalam menghadapi kesulitan,

apakah pola berpikir mengambil bentuk memudahkan diri (self-aiding) atau

menghambat diri (self-impeding), dan kerentanan terhadap stres dan depresi.

Jumari et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan efikasi diri terhadap kinerja mengajar guru. Sedang Alifuddin (2012)

menemukan bahwa Efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial. Efikasi diri juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan

dengan kinerja akademis (Webb-Williams, 2006; Warsito, 2009; Tenaw, 2013).

Dari uraian tentang teori-teori dan berbagai penelitian terdahulu dapat

diketahui bahwa pelatihan berpengaruh terhadap efikasi diri dan kinerja auditor.

Sementara, efikasi diri auditor berpengaruh pada kinerja auditor. Secara tidak

langsung, pelatihan akan mempengaruhi kinerja auditor melalui efikasi diri.

Artinya, pelatihan yang diberikan kepada auditor akan mempengaruhi efikasi

dirinya yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja auditnya.

103
Dalam konteks pengawasan perpajakan auditor APIP, pelatihan yang

dijalani oleh auditor APIP akan bepengaruh pada efikasi diri perpajakannya.

Selanjutnya, efikasi diri yang dimiliki auditor dalam bidang perpajakan ini akan

mendorong tercapainya kinerja pengawasan perpajakan yang efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keduabelas yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H12 : Efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh pelatihan bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.13. Efikasi Diri Bidang Perpajakan Sebagai Pemediasi Pengaruh

Pengalaman Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja Pengawasan

Perpajakan Auditor APIP

Menurut teori efikasi diri, pengalaman tentang keberhasilan pribadi

(enactives mastery experiencesI adalah sumber informasi yang digunakan untuk

menilai efikasi diri. Pengalaman tentang keberhasilan pribadi (enactives mastery

experiences) merupakan sumber ekspektasi efikasi diri yang terpenting karena

didasarkan pada pengalaman seseorang secara langsung. Prestasi yang didapatkan

oleh seseorang pada saat melakukan tugasnya akan meningkatkan keyakinan dan

penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan ini akan

meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan,

sehingga dapat mengurangi kegagalan.

Penalitian yang dilakukan oleh Johari et al. (2009) berkesimpulan bahwa

guru-guru dengan pengalaman mengajar lebih lebih dari tujuh tahun memiliki

efikasi diri yang lebih baik dibanding guru-guru dengan pengalaman mengajar

kurang dari tujuh tahun. Analisis Cunnien et al. (2009) menunjukkan bahwa

104
pekerja musiman dan sporadis kurang memiliki efikasi diri dibanding pekerja

tetap. Swan et al. (2011) menemukan bahwa efikasi diri guru berada pada level

paling rendah pada akhir tahun pertama pengalaman mengajar dan mencapai

puncak efikasi tertinggi pada akhir tahun ketiga pengalaman mengajar.

Teori modal manusia menyatakan bahwa pengalaman merupakan investasi

sumber daya pada manusia yang dapat digunakan untuk mendorong tercapainya

kinerja yang tinggi. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis

pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar

bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Queena dan Rohman,

2012).

Menurut Libby dan Frederick (1990) kebanyakan auditor yang

berpengalaman lebih banyak mendeteksi kesalahan yang masuk akal

dibandingkan kesalahan yang tidak masuk akal, jika dibandingkan dengan auditor

yang kurang berpengalaman. Auditor yang memiliki pengalaman lebih, hanya

sedikit melakukan kesalahan pada pemeriksaan laporan keuangan (Libby dan

Frederick, 1990; Cheng et al., 2009). Pengalaman kerja dapat menambah dan

mengakumulasi dasar pengetahuan auditor dalam menganalisis kesalahan pada

laporan keuangan dan teknik mengaudit (Libby dan Frederick, 1990; Cheng et al.,

2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Nursamsi et al. (2013) menemukan hasil

bahwa pengalaman kerja signifikan pengaruhnya terhadap kualitas audit. Carolita

dan Rahardjo (2012) juga memperoleh temuan bahwa pengalaman kerja memiliki

efek positif pada hasil kualitas audit.

105
Efikasi diri sebagaimana dihipotesiskan oleh teori efikasi diri telah

terbukti dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi dan merupakan

prediktor yang baik dari kinerja dan perilaku berikutnya (Bandura, 1978). Persepsi

efikasi diri mengacu pada keyakinan pada kemampuan seseorang untuk

memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan rangkaian tindakan yang

diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional tertentu. Keyakinan diri atas

efikasi mempengaruhi tantangan yang akan dihadapi, jumlah usaha yang akan

dikeluarkan di dalam sebuah upaya, tingkat keuletan dalam menghadapi kesulitan,

apakah pola berpikir mengambil bentuk memudahkan diri (self-aiding) atau

menghambat diri (self-impeding), dan kerentanan terhadap stres dan depresi.

Jumari et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan efikasi diri terhadap kinerja mengajar guru. Sedang Alifuddin (2012)

menemukan bahwa Efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial. Efikasi diri juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan

dengan kinerja akademis (Webb-Williams, 2006; Warsito, 2009; Tenaw, 2013).

Dari uraian tentang teori-teori dan berbagai penelitian terdahulu dapat

diketahui bahwa pengalaman berpengaruh terhadap efikasi diri dan kinerja

auditor. Sementara, efikasi diri auditor berpengaruh pada kinerja auditor. Secara

tidak langsung, pengalaman akan mempengaruhi kinerja auditor melalui efikasi

diri. Artinya, pengalaman yang dimiliki auditor akan mempengaruhi efikasi

dirinya yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja auditnya.

Dalam konteks perpajakan, pengalaman yang dimiliki oleh auditor APIP

akan bepengaruh pada efikasi diri perpajakannya. Selanjutnya, efikasi diri yang

106
dimiliki auditor dalam bidang perpajakan akan mendorong tercapainya kinerja

pengawasan perpajakan yang efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis ketigabelas yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H13 : Efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh pengalaman bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

2.5.2.14. Efikasi Diri Bidang Perpajakan Sebagai Pemediasi Pengaruh

Kompetensi Bidang Perpajakan Terhadap Kinerja Pengawasan

Perpajakan Auditor APIP

Efikasi diri merupakan persepsi kapabilitas dalam bidang tertentu (Schunk

dan Pajares, 2009). Efikasi diri didefinisikan sebagai sebuah evaluasi diri tentang

kompetensi seseorang untuk sukses melaksanakan tindakan yang diperlukan guna

mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1977, 1982, 1986; Zajacova et al.,

2005). Efikasi diri seseorang akan meningkat bila orang tersebut memiliki

persepsi bahwa ia memiliki kompetensi untuk sukses melakukan sebuah

penugasan tertentu. Sebaliknya, efikasi diri seseorang akan menurun bila orang

tersebut memiliki persepsi bahwa ia tidak atau kurang memiliki kompetensi untuk

sukses melakukan sebuah penugasan tertentu.

Penelitian yang dilakukan Alkan dan Erdem (2012) terhadap kandidat-

kandidat guru kimia menemukan hubungan yang positif dan medium antara

kompetensi bidang khusus kimia dengan efikasi diri. Penelitian lanjutan yang

107
dilakukan oleh Alkan dan Erdem (2014) juga masih menemukan hubungan antara

persepsi kompetensi kimia dengan keyakinan efikasi diri dari kandidat-kandidat

guru kimia.

Menurut teori atribusi, kemampuan atau kompetensi merupakan faktor

internal seseorang yang dapat diatribusikan dengan kinerja yang dicapai oleh

orang tersebut. Artinya, kompetensi yang dimiliki oleh seseorang akan

mempengaruhi kinerja yang dicapai oleh orang tersebut. Dengan demikian,

seseorang dengan kompetensi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi.

Sebaliknya, seseorang dengan kompetensi yang rendah akan memiliki kinerja

yang rendah pula.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tehadap akuntan publik di

Surabaya, Slamet (2012) menyatakan bahwa kompetensi memiliki dampak positif

pada kualitas audit. Hasil senada juga didapatkan oleh Alim et al. (2007) yang

melakukan penelitian pada kantor akuntan publik di Jawa Timur. Demikian juga

halnya dengan Saputra (2012) yang melakukan penelitian pada Kantor Akuntan

Publik se-Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta.

Kompetensi juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas audit investigatif pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta (Perdany

dan Suranta, 2013). Sementara itu, Bolang (2013) dengan objek Inspektorat Kota

Tomohon, (Ahmad et al., 2011) dengan objek Inspektorat Kabupaten Pasaman,

serta Efendy (2010) dengan objek Aparat Inspektorat Kota Gorontalo juga

memperoleh temuan yang sama, bahwa kompetensi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kualitas audit.

108
Efikasi diri sebagaimana dihipotesiskan oleh teori efikasi diri telah

terbukti dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai situasi dan merupakan

prediktor yang baik dari kinerja dan perilaku berikutnya (Bandura, 1978). Persepsi

efikasi diri mengacu pada keyakinan pada kemampuan seseorang untuk

memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan rangkaian tindakan yang

diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional tertentu. Keyakinan diri atas

efikasi mempengaruhi tantangan yang akan dihadapi, jumlah usaha yang akan

dikeluarkan di dalam sebuah upaya, tingkat keuletan dalam menghadapi kesulitan,

apakah pola berpikir mengambil bentuk memudahkan diri (self-aiding) atau

menghambat diri (self-impeding), dan kerentanan terhadap stres dan depresi.

Jumari et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan efikasi diri terhadap kinerja mengajar guru. Sedang Alifuddin (2012)

menemukan bahwa Efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial. Efikasi diri juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan

dengan kinerja akademis (Webb-Williams, 2006; Warsito, 2009; Tenaw, 2013).

Dari uraian tentang teori-teori dan berbagai penelitian terdahulu dapat

disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap efikasi diri dan kinerja

auditor. Sementara, efikasi diri auditor berpengaruh pada kinerja auditor. Secara

tidak langsung, kompetensi akan mempengaruhi kinerja auditor melalui efikasi

diri. Artinya, kompetensi yang dimiliki oleh auditor akan mempengaruhi efikasi

dirinya yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja auditnya.

Dalam konteks pengawasan perpajakan auditor APIP, kompetensi yang

dimiliki oleh auditor APIP dalam bidang perpajakan akan bepengaruh pada efikasi

109
diri perpajakannya. Selanjutnya, efikasi diri bidang perpajakan auditor APIP akan

mendorong tercapainya kinerja pengawasan perpajakan yang efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keempatbelas yang akan diuji di

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H14 : Efikasi diri bidang perpajakan memediasi pengaruh kompetensi bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain field study karena dilakukan pada

lingkungan yang sesungguhnya. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini

bersumber dari persepsi atau opini dari para auditor APIP yang menjadi

responden melalui kuesioner yang diberikan kepada mereka secara langsung.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian eksplanatori yang

bertujuan untuk menguji hipotesis dan berusaha untuk memahami sifat hubungan

antar variabel. Variabel-variabel tersebut meliputi, pelatihan bidang perpajakan,

pengalaman bidang perpajakan, kompetensi bidang perpajakan, efikasi diri bidang

perpajakan dan kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP. Sifat hubungan

antar variabel-variabel tersebut diuji berdasarkan hipotesis yang dibangun

berdasarkan pada hasil-hasil penelitian terdahulu serta teori-teori yang

mendukung.

110
3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer. Data primer adalah data

yang diperoleh dari para responden dengan cara meminta mereka untuk

menjawab sejumlah pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terdapat dalam

kuesioner. Data yang diperoleh bersifat cross section karena dikumpulkan pada

satu titik waktu tertentu. Sedang sumber data adalah auditor APIP yang bekerja

di kantor Inspektorat/ Bawasda yang tersebar di Provinsi dan 19 Kabupaten/ Kota

di Sumatera Barat.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh auditor APIP yang bekerja di kantor

Inspektorat/ Bawasda yang tersebar di 19 Kabupaten/ Kota di Sumatera Barat.

Alasan dipilihnya para auditor yang bekerja di Sumatera Barat ini sebagai

populasi adalah untuk kemudahan dan efisiensi dalam pengambilan data. Sebab,

auditor APIP di seluruh Indonesia menggunakan regulasi dan standar kerja yag

sama sehingga tidak akan ada bedanya bila populasi yang digunakan adalah

auditor APIP yang bekerja di Sumatera Barat atau bukan.

Tabel 3.1
Jumlah Auditor APIP pada Inspektorat/ Bawasda
Provinsi/ Kabupaten/ Kota Se-Sumatera Barat
NO. INSTANSI JUMLAH
1 Prov. Sumatera Barat 21
2 Kota Padang 14
3 Kota Bukittinggi 12
4 Kota Sawahlunto 5
5 Kota Solok 18
6 Kota Pariaman 11
7 Kota Payakumbuh 12
8 Kota Padang Panjang 12

111
9 Kabupaten Pasaman 11
10 Kabupaten Lima Puluh Kota 16
11 Kabupaten Agam 11
12 Kabupaten Padang Pariaman 16
13 Kabupaten Dhamas Raya 8
14 Kabupaten Sijunjung 4
15 Kabupaten Pesisir Selatan 10
16 Kabupaten Solok Selatan 5
17 KAbupaten Solok 16
18 Kabupaten Kepulauan Mentawai 3
19 Kabupaten Pasaman Barat 18
20 Kabupaten Tanah Datar 12
Jumlah 235
Sumber: Inspektorat Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan tabel 3.1, jumlah populasi auditor APIP yang bertugas di

Sumatera Barat adalah sebanyak 235 orang. Auditor APIP yang dipilih sebagai

sampel di dalam penelitian ini ditentukan secara purposive. Kriteria yang

digunakan adalah auditor APIP yang telah pernah melakukan tugas pengawasan

terhadap kewajiban perpajakan bendahara pemerintah. Namun demikian, karena

informasi tentang jumlah auditor APIP yang telah pernah melakukan tugas

pengawasan terhadap kewajiban perpajakan bendahara pemerintah tidak tersedia,

maka penentuan jumlah sampel dilakukan berdasarkan ukuran sampel minimum

10 time rule of thumb (Sholihin dan Ratmono, 2014). Panduan praktis dari 10 time

rule of thumb menyebutkan bahwa ukuran sampel minimum adalah 10 kali dari

jumlah maksimum anak panah (jalur) yang mengenai sebuah variabel laten dalam

model SEM-PLS. Panduan tersebut menyebabkan sampel minimal yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 40. Sebab, jumlah maksimum anak panah

(jalur) yang mengenai sebuah variabel laten dalam model SEM-PLS di dalam

penelitian ini adalah 4, yakni anak panah (jalur) yang mengenai variabel kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP (lihat gambar 2.9).

3.4. Metode Pengumpulan data


112
3.4.1. Desain Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan melalui sebuah kuesioner. Kuesioner yang disebarkan

terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisikan surat permohonan pengisian

kuesioner, bagian kedua memuat identitas responden dan bagian ketiga

merupakan instrumen penelitian yang memuat pertanyaan masing-masing variabel

penelitian.

Instrumen penelitian untuk mengukur variabel pelatihan bidang

perpajakan, pengalaman bidang perpajakan efikasi diri bidang perpajakan,

kompetensi bidang perpajakan dan kinerja pengawasan perpajakan dikembangkan

sendiri dengan mengacu pada teori yang digunakan, penelitian terdahulu serta

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Total pertanyaan

penelitian ini adalah 34 butir. Butir pertanyaan dalam setiap penelitian bersifat

tertutup. Secara lengkap instrumen penelitian ini dimuat dalam lampiran.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum kuesioner disebarkan

kepada responden. Pertama adalah melakukan pre-test (pra survei untuk

mengetahui pemahaman terhadap kuesioner. Tahapan berikutnya setelah

pelaksanaan pre-test adalah melakukan pilot study. Tujuan pilot study adalah

untuk menilai apakah pertanyaan dalam kuesioner dapat dipahami oleh

responden dan mudah dijawab (Morgan, 1990). Menurut Dillman (2007) dan

Widener (2007), pilot study dilakukan agar kuesioner benar-benar memenuhi

beberapa kriteria seperti dapat dimengerti, jelas, tidak membingungkan, dan

memenuhi tingkat validitas. Dillman (2007) merekomendasikan untuk

113
melakukan pilot test/ study di antara tiga kelompok orang berikut yaitu rekan

kerja/ kolega, calon responden dan pengguna data.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik survei dalam pengumpulan data. Ada

dua kelemahan melekat yang menjadi perhatian dalam penelitian teknik survei

yaitu kemungkinan terjadinya nonrespon bias dan tingkat pengembalian kuesioner

yang rendah. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kedua kelemahan tersebut

adalah dengan mengumpulkan respoden pada satu tempat dan waktu yang sama.

Sarana yang digunakan untuk mengumpulkan responden adalah dengan

menyelenggarakan workshop perpajakan bagi Auditor APIP se-Sumatera Barat.

3.5. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini beserta

pengukurannya adalah sebagai berikut :

3.5.1. Variabel Endogen

3.5.1.1. Kinerja Pengawasan Perpajakan Auditor APIP

Kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP di dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai komitmen dan ketaatan auditor APIP untuk melaksanakan

tugas pengawasan intern melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, asistensi,

sosialisasi atau konsultansi terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan bendahara

pemerintah. Pengembangan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel

kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP ini mengacu pada definisi dari

pengawasan intern sebagaimana dimuat di dalam PP No. 60 Tahun 2008 yang

menyatakan bahwa pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,

evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

114
tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai

bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan

secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP disajikan dalam tabel 3.2.

Instrumen untuk mengukur kinerja pengawasan perpajakan auditor APIP

terdiri dari 7 item pertanyaan yang diukur menggunakan skala 5 poin, mulai dari 1

(tidak pernah) sampai 5 (selalu). Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa auditor

APIP memiliki kinerja pengawasan perpajakan yang sangat tinggi. Sebaliknya,

skor yang rendah mengindikasikan bahwa auditor APIP memiliki kinerja

pengawasan perpajakan yang sangat rendah.

Tabel 3.2
Indikator-indikator Variabel Kinerja Pengawasan Perpajakan

Variabel Indikator Kode


Kinerja 1. Apakah Bapak/ Ibu selalu melakukan pemantauan KNA1
pengawasan untuk memastikan bahwa bendahara pemerintah
Perpajakan menindaklanjuti setiap rekomendasi perbaikan
pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dimuat di
dalam Laporan Hasil Audit (LHA)? KNA2
2. Apakah Bapak/ Ibu selalu menyediakan waktu untuk
memberikan konsultansi atau asistensi terhadap
bendahara pemerintah yang mengalami kesulitan KNA3
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya?
3. Apakah Bapak/ Ibu secara berkala selalu melakukan
reviu dan evaluasi terhadap akurasi perhitungan KNA4
pajak-pajak yang harus dipotong/ dipungut
bendahara pemerintah sesuai ketentuan yang
berlaku? (paling tidak sekali tiga bulan)
4. Apakah Bapak/ Ibu secara berkala selalu melakukan KNA5
reviu dan evaluasi terhadap kepatuhan bendahara
pemerintah untuk melaksanakan kewajiban
penyetoran pajak sesuai ketentuan yang berlaku KNA6
(paling tidak sekali tiga bulan)?
5 Apakah Bapak/ Ibu secara berkala selalu melakukan KNA7
reviu dan evaluasi terhadap kepatuhan bendahara

115
pemerintah untuk melaksanakan kewajiban
pelaporan pajak sesuai ketentuan yang berlaku
(paling tidak sekali tiga bulan)?
6. Apakah Bapak/ Ibu selalu melakukan sosialisasi
kepada bendahara pemerintah setiap kali ada
perubahan ketentuan perpajakan yang terkait dengan
tugas mereka?
7. Apakah Bapak/ Ibu selalu melakukan audit terhadap
kepatuhan bendahara dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya? (paling tidak sekali dalam satu
tahun)?
Sumber : Dikembangkan sendiri untuk desertasi ini

3.5.1.2. Kompetensi Bidang Perpajakan

Kompetensi bidang perpajakan di dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang perpajakan yang dapat

mendorong meningkatnya efikasi diri dan tercapainya kinerja pengawasan

perpajakan yang maksimal. Pengembangan instrumen yang digunakan untuk

mengukur kompetensi bidang perpajakan ini mengacu pada peraturan perundang-

undangan perpajakan yang mengatur pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki agar kewajiban perpajakan terlaksana sesuai dengan ketentuan perpajakan

yang berlaku. Pengetahuan dan keterampilan tersebut meliputi pengetahuan dan

keterampilan untuk menghitung pajak dengan benar, pengetahuan dan

keterampilan dalam penyetoran pajak serta pengetahuan dan keterampilan

berkenaan dengan pelaporan pajak. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

variabel kompetensi bidang perpajakan disajikan dalam tabel 3.3.

Instrumen untuk mengukur variabel kompetensi bidang perpajakan terdiri

dari 7 item pertanyaan yang diukur menggunakan skala 5 poin, mulai dari 1

(sangat tidak baik) sampai 5 (sangat baik). Skor yang tinggi mengindikasikan

bahwa auditor APIP memiliki kompetensi yang sangat tinggi. Sebaliknya, skor

116
yang rendah mengindikasikan bahwa auditor APIP memiliki kompetensi yang

sangat rendah.

Tabel 3.3
Indikator-indikator Variabel Kompetensi Bidang Perpajakan

Variabel Indikator Kode


Kompetensi 1. Sebaik apakah pengetahuan Bapak/ Ibu tentang jenis- KPS1
Bidang jenis pajak yang harus dipotong/ dipungut oleh
Perpajakan bendahara pemerintah?
2. Sebaik apakah keterampilan Bapak/ Ibu dalam KPS2
menghitung pajak-pajak yang harus dipotong/ KPS3
dipungut oleh bendahara pemerintah? KPS4
3. Sebaik apakah pengetahuan Bapak/ Ibu tentang batas KPS5
waktu paling lambat bagi bendahara pemerintah
untuk menyetorkan pajak? KPS6
4. Sebaik apakah keterampilan Bapak/ Ibu dalam
mengisi formulir-formulir yang harus digunakan oleh KPS7
bendahara pemerintah untuk menyetorkan pajak?
5. Sebaik apakah pengetahuan Bapak/ Ibu tentang batas
waktu paling lambat bagi bendahara pemerintah
untuk melaporkan pajak ke kantor pajak?
6. Sebaik apakah pengetahuan Bapak/ Ibu tentang
formulir-formulir yang harus digunakan oleh
bendahara pemerintah untuk melaporkan pajak ke
kantor pajak?
7. Sebaik apakah keterampilan Bapak/ Ibu dalam
mengisi formulir-formulir yang harus digunakan oleh
bendahara pemerintah untuk melaporkan pajak ke
kantor pajak?
Sumber : Dikembangkan sendiri untuk desertasi ini

3.5.1.3. Efikasi Diri Bidang Perpajakan

117
Efikasi diri bidang perpajakan di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

keyakinan terhadap kemampuan untuk menemukan dan meluruskan setiap

pelanggaran kewajiban perpajakan yang terjadi sehingga kinerja pengawasan

perpajakan yang maksimal dapat tercapai. Pengembangan instrumen yang

digunakan untuk mengukur variabel efikasi diri bidang perpajakan ini mengacu

pada pengertian efikasi diri sebagai keyakinan terhadap kapabilitas diri untuk

mengorganisir dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan guna mencapai

kinerja tertentu (Bandura, 1997). Instrumen yang digunakan untuk mengukur

variabel efikasi diri bidang perpajakan disajikan dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4
Indikator-indikator Variabel Efikasi Diri Bidang Perpajakan

Variabel Indikator Kode


Efikasi Diri 1. Apakah Bapak/ Ibu yakin akan mengetahui setiap ED1
Bidang ketidakakuratan yang dilakukan oleh bendahara ED2
Perpajakan pemerintah dalam menghitung pajak-pajak yang
harus dipotong/ dipungutnya? ED3
2. Apakah Bapak/ Ibu yakin akan mengetahui setiap ED4
pelanggaran yang dilakukan oleh bendahara ED5
pemerintah dalam melaksanakan kewajiban ED6
penyetoran pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku?
3. Apakah Bapak/ Ibu yakin akan mengetahui bila
bendahara pemerintah tidak melaksanakan kewajiban
pelaporan pajak ke kantor pajak sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku?
4. Apakah Bapak/ Ibu yakin mampu mengoreksi
kesalahan bendahara pemerintah dalam menghitung
pajak-pajak yang harus dipotong/ dipungutnya sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku?
5. Apakah Bapak/ Ibu yakin mampu mengoreksi
pelanggaran bendahara pemerintah terhadap
kewajibannya untuk menyetorkan pajak sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku?
6. Apakah Bapak/ Ibu yakin mampu mengoreksi
pelanggaran bendahara pemerintah terhadap
kewajibannya untuk melaporkan pajak ke kantor
pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang

118
berlaku?
Sumber : Dikembangkan sendiri untuk desertasi ini

Instrumen untuk mengukur variabel efikasi diri bidang perpajakan terdiri

dari 6 item pertanyaan yang diukur menggunakan skala 5 poin, mulai dari 1

(sangat tidak yakin) sampai 5 (sangat yakin). Skor yang tinggi mengindikasikan

bahwa auditor APIP memiliki efikasi diri yang sangat tinggi. Sebaliknya, skor

yang rendah mengindikasikan bahwa auditor APIP memiliki efikasi diri yang

sangat rendah.

3.5.2. Variabel Eksogen

3.5.2.1. Pelatihan Bidang Perpajakan

Pelatihan bidang perpajakan di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

suatu kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

peserta dalam bidang perpajakan dan efikasi diri serta kinerja pengawasan

perpajakan yang maksimal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel

pelatihan bidang perpajakan ini dikembangkan dari indikator pelatihan menurut

Mangkunegara (2005) yang meliputi materi, kemampuan instruktur atau pengajar,

metode pelatihan yang digunakan dan peserta pelatihan. Instrumen yang

digunakan untuk mengukur variabel pelatihan bidang perpajakan disajikan dalam

tabel 3.5.

Instrumen untuk mengukur variabel pelatihan bidang perpajakan terdiri

dari 7 item pertanyaan yang diukur menggunakan skala 5 poin, mulai dari 1 (tidak

pernah) sampai 5 (selalu). Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa auditor APIP

menjalani pelatihan yang sangat baik. Sebaliknya, skor yang rendah

mengindikasikan bahwa auditor APIP menjalani pelatihan yang sangat minim.

119
Tabel 3.5
Indikator-indikator Variabel Pelatihan Bidang Perpajakan

Variabel Indikator Kode


Pelatihan 1. Apakah Bapak/ Ibu selalu rutin mengikuti pelatihan PLT1
Bidang bidang perpajakan yang relevan dengan tugas untuk
Perpajakan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan
bendahara pemerintah?
2. Apakah materi pelatihan yang diberikan selalu PLT2
didasarkan pada ketentuan perpajakan yang terbaru?
3. Apakah Bapak/ Ibu selalu dilatih untuk menghitung PLT33
setiap jenis pajak yang harus dipotong/ dipungut oleh
bendahara pemerintah?
4. Apakah Bapak/ Ibu selalu dilatih untuk mengisi PLT4
formulir-formulir yang harus digunakan oleh
bendahara untuk melaksanakan kewajiban pelaporan
ke kantor pajak?
5. Apakah Bapak/ Ibu selalu dilatih untuk mengisi PLT5
formulir-formulir yang harus digunakan oleh
bendahara untuk menyetorkan pajak-pajak yang telah
dipotong/ dipungutnya?
6. Apakah Bapak/ Ibu selalu dilatih untuk menentukan PLT6
pajak-pajak apa saja yang harus dipotong/ dipungut
pada setiap transaksi yang dilakukan oleh bendahara
pemerintah?
7. Apakah Bapak/ Ibu selalu dilatih untuk menentukan PLT7
apa saja kewajiban perpajakan selanjutnya yang
harus dilakukan oleh bendahara pemerintah setelah
melakukan pemotongan/ pemungutan pajak?
Sumber : Dikembangkan sendiri untuk desertasi ini

3.5.2.2. Pengalaman Bidang Perpajakan

120
Pengalaman bidang perpajakan di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

hal-hal yang dialami di masa lalu dalam bidang perpajakan, baik langsung

maupun tidak langsung, yang berkontribusi pada kompetensi dan efikasi diri

bidang perpajakan serta kinerja pengawasan perpajakan yang maksimal.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel pengalaman bidang

perpajakan ini dikembangkan berdasarkan jenis pengalaman menurut Libby

(1995) yang meliputi, penugasan langsung, proses yang dilakukan, diskusi dengan

rekan sejawat dan membaca buku pedoman. Instrumen yang digunakan untuk

mengukur variabel pengalaman bidang perpajakan disajikan dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6
Indikator-indikator Variabel Pengalaman Bidang Perpajakan

Variabel Indikator Kode


Pengalaman 1. Apakah Bapak/ Ibu sering melakukan pengawasan PLM1
Bidang kewajiban perpajakan bendahara pemerintah melalui
Perpajakan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, asistensi,
sosialisasi atau konsultansi?
2. Apakah Bapak/ Ibu sering menemukan pelanggaran PLM2
atau penyimpangan dalam pelaksanaan kewajiban
perpajakan bendahara pemerintah?
3. Apakah Bapak/ Ibu sering melakukan koreksi atas PLM3
pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh
bendahara pemerintah dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya?
4. Apakah Bapak/ Ibu sering memonitor perubahan PLM4
peraturan perpajakan yang terjadi guna
mengantisipasi konsekuensi perubahan tersebut
terhadap kewajiban perpajakan bendahara
pemerintah yang harus diawasi?
5. Apakah Bapak/ Ibu sering bertukar informasi dengan PLM5
teman-teman sejawat tentang bentuk pelanggaran
perpajakan bendahara pemerintah yang sering PLM6
ditemukan dan kiat-kiat untuk mengungkapnya?
6. Apakah Bapak/ Ibu sering berdiskusi dengan praktisi
atau akademisi untuk membahas tentang pajak-pajak
apa saja yang harus dipotong/ dipungut dalam setiap
transaksi yang dilakukan oleh bendahara PLM7
pemerintah?

121
7. Apakah Bapak/ Ibu sering berdiskusi dengan praktisi
atau akademisi untuk membahas tentang perubahan
ketentuan perpajakan yang terjadi dan
konsekuensinya terhadap kewajiban perpajakan
bendahara pemerintah?
Sumber : Dikembangkan sendiri untuk desertasi ini

Instrumen untuk mengukur variabel pengalaman bidang perpajakan terdiri

dari 7 item pertanyaan yang diukur menggunakan skala 5 poin, mulai dari 1 (tidak

pernah) sampai 5 (sangat sering). Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa

auditor APIP memiliki pengalaman yang sangat tinggi (sangat berpengalaman).

Sebaliknya, skor yang rendah mengindikasikan bahwa auditor memiliki

pengalaman yang sangat minim (sangat tidak berpengalaman).

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Statistik Deskritif

Statistik deskriptif memberikan gambaran umum tentang karakteristik dan

deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian yang terdiri dari variabel pelatihan

bidang perpajakan, variabel pengalaman bidang perpajakan, variabel kompetensi

bidang perpajakan, variabel efikasi diri bidang perpajakan dan kinerja

pengawasan perpajakan. Deskripsi responden disajikan secara kategori dalam

bentuk frekuensi dan persentase menggunakan aplikasi statistik SPSS.

Analisis statistik deskriptif terhadap variabel penelitian dilakukan untuk

mendapatkan nilai kategori mengenai tendensi jawaban responden atas

pertanyaan-pertanyaan penelitian pada kuesioner. Analisis statistik deskriptif

dilakukan dengan menganalisis nilai kisaran teoritis dan rata-rata teoritis dengan

kisaran aktual dan rata-rata aktual untuk melihat kategori jawaban responden.

Variabel pelatihan bidang perpajakan diukur dengan 7 item indikator,

menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 7

122
(menjalani pelatihan bidang perpajakan yang sangat minim/ sangat tidak baik)

hingga 35 (menjalani pelatihan bidang perpajakan yang sangat baik) dengan nilai

rata-rata teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan pelatihan yang sangat minim/

sangat tidak baik, skor diatas 7-14 mengindikasikan pelatihan yang minim/ tidak

baik, skor diatas 14-21 mengindikasikan pelatihan yang cukup, skor diatas 21-28

mengindikasikan pelatihan yang baik dan skor diatas 28-35 mengindikasikan

pelatihan yang sangat baik.

Analisis lebih lanjut akan dilakukan terhadap setiap indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel pelatihan bidang perpajakan (7 indikator).

Tujuannya adalah untuk melihat kontribusi dari nilai rata-rata aktual setiap

indikator terhadap nilai rata-rata aktual variabel pelatihan bidang perpajakan.

Setiap indikator diukur menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 1 (menjalani pelatihan bidang perpajakan yang sangat minim/

sangat tidak baik) hingga 5 (menjalani pelatihan bidang perpajakan yang sangat

baik) dengan nilai rata-rata teoritis 3. Skor 1 mengindikasikan pelatihan yang

sangat minim/ sangat tidak baik, skor diatas 1-2 mengindikasikan pelatihan yang

minim/ tidak baik, skor diatas 2-3 mengindikasikan pelatihan yang cukup, skor

diatas 3-4 mengindikasikan pelatihan yang baik dan skor diatas 4-5

mengindikasikan pelatihan yang sangat baik.

Variabel pengalaman bidang perpajakan diukur dengan 7 item indikator,

menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis untuk variabel

pengalaman bidang perpajakan antara 7 (sangat tidak berpengalaman/ sangat

minim) hingga 35 (sangat berpengalaman/ sangat tinggi) dengan nilai rata-rata

teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan pengalaman yang sangat minim, skor diatas

123
7-14 mengindikasikan pengalaman yang minim, skor diatas 14-21

mengindikasikan pengalaman yang cukup, skor diatas 21-28 mengindikasikan

pengalaman yang tinggi dan skor diatas 28-35 mengindikasikan pengalaman yang

sangat tinggi.

Analisis lebih lanjut akan dilakukan terhadap setiap indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel pengalaman bidang perpajakan (7 indikator).

Tujuannya adalah untuk melihat kontribusi dari nilai rata-rata aktual setiap

indikator terhadap nilai rata-rata aktual variabel pengalaman bidang perpajakan.

Setiap indikator diukur menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 1 (sangat tidak berpengalaman/ sangat minim) hingga 5 (sangat

berpengalaman/ sangat tinggi) dengan nilai rata-rata teoritis 3. Skor 1

mengindikasikan pengalaman yang sangat minim/ sangat tidak berpengalaman,

skor diatas 1-2 mengindikasikan pengalaman yang minim/ tidak berpengalaman,

skor diatas 2-3 mengindikasikan pengalaman yang cukup, skor diatas 3-4

mengindikasikan pengalaman yang tinggi dan skor diatas 4-5 mengindikasikan

pengalaman yang sangat tinggi.

Variabel kompetensi bidang perpajakan diukur dengan 7 item indikator,

menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 7 (sangat

tidak kompeten/ sangat rendah) hingga 35 (sangat kompeten/ sangat tinggi)

dengan nilai rata-rata teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan kompetensi yang

sangat rendah, skor diatas 7-14 mengindikasikan kompetensi yang rendah, skor

diatas 14-21 mengindikasikan kompetensi yang cukup, skor diatas 21-28

mengindikasikan kompetensi yang tinggi dan skor diatas 28-35 mengindikasikan

kompetensi yang sangat tinggi.

124
Analisis lebih lanjut akan dilakukan terhadap setiap indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel kompetensi bidang perpajakan (7 indikator).

Tujuannya adalah untuk melihat kontribusi dari nilai rata-rata aktual setiap

indikator terhadap nilai rata-rata aktual variabel kompetensi bidang perpajakan.

Setiap indikator diukur menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 1 (sangat tidak kompeten/ sangat rendah) hingga 5 (sangat

kompeten/ sangat tinggi) dengan nilai rata-rata teoritis 3. Skor 1 mengindikasikan

kompetensi yang sangat rendah/ sangat tidak kompeten, skor diatas 1-2

mengindikasikan kompetensi yang rendah/ tidak kompeten, skor diatas 2-3

mengindikasikan kompetensi yang cukup, skor diatas 3-4 mengindikasikan

kompetensi yang tinggi/ kompeten dan skor diatas 4-5 mengindikasikan

kompetensi yang sangat tinggi/ sangat kompeten.

Variabel efikasi diri bidang perpajakan diukur dengan 6 item indikator,

menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 6 (sangat

rendah) hingga 30 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata teoritis 18. Skor 1-6

mengindikasikan efikasi diri yang sangat rendah, skor diatas 6-12

mengindikasikan efikasi diri yang rendah, skor diatas 12-18 mengindikasikan

efikasi diri yang cukup, skor diatas 18-24 mengindikasikan efikasi diri yang tinggi

dan skor diatas 24-30 mengindikasikan efikasi diri yang sangat tinggi.

Analisis lebih akan lanjut dilakukan terhadap setiap indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel efikasi diri bidang perpajakan (6 indikator).

Tujuannya adalah untuk melihat kontribusi dari nilai rata-rata aktual setiap

indikator terhadap nilai rata-rata aktual variabel efikasi diri bidang perpajakan.

Setiap indikator diukur menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran

125
teoritis antara 1 (sangat rendah) hingga 5 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata

teoritis 3. Skor 1 mengindikasikan efikasi diri yang sangat rendah, skor diatas 1-2

mengindikasikan efikasi diri yang rendah, skor diatas 2-3 mengindikasikan efikasi

diri yang cukup, skor diatas 3-4 mengindikasikan efikasi diri yang tinggi dan skor

diatas 4-5 mengindikasikan efikasi diri yang sangat tinggi.

Variabel kinerja pengawasan perpajakan diukur dengan 7 item indikator,

menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran teoritis antara 7 (sangat

sangat buruk/ sangat rendah) hingga 35 (sangat baik/ sangat tinggi) dengan nilai

rata-rata teoritis 21. Skor 1-7 mengindikasikan kinerja yang sangat rendah, skor

diatas 7-14 mengindikasikan kinerja yang rendah, skor diatas 14-21

mengindikasikan kinerja yang cukup, skor diatas 21-28 mengindikasikan kinerja

yang tinggi dan skor diatas 28-35 mengindikasikan kinerja yang sangat tinggi.

Analisis lebih lanjut akan dilakukan terhadap setiap indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel kinerja pengawasan perpajakan (7 indikator).

Tujuannya adalah untuk melihat kontribusi dari nilai rata-rata aktual setiap

indikator terhadap nilai rata-rata aktual variabel kinerja pengawasan perpajakan.

Setiap indikator diukur menggunakan skala 1-5 poin yang menghasilkan kisaran

teoritis antara 1 (sangat rendah) hingga 5 (sangat tinggi) dengan nilai rata-rata

teoritis 3. Skor 1 mengindikasikan kinerja pengawasan yang sangat rendah, skor

diatas 1-2 mengindikasikan kinerja pengawasan yang rendah, skor diatas 2-3

mengindikasikan kinerja pengawasan yang cukup, skor diatas 3-4

mengindikasikan kinerja pengawasan yang tinggi dan skor diatas 4-5

mengindikasikan kinerja pengawasan yang sangat tinggi.

3.6.2. Uji Normalitas Data

126
Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data yang

diperoleh dalam penelitian ini memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian

normalitas data perlu dilakukan sebagai dasar untuk memberikan justifikasi bagi

penelitian ini untuk menggunakan aplikasi WarpPLS yang tidak

mempermasalahkan normalitas sebagai alat untuk mengolah data. Sebab,

distribusi data yang digunakan di dalam penelitian ini kemungkinan besar tidak

normal. Hal ini terjadi akibat sedikitnya jumlah responden yang akan memenuhi

syarat untuk dapat berpartisipasi karena adanya karakteristik tertentu yang harus

dimiliki oleh setiap responden.

Uji Jarque-Bera akan digunakan untuk menguji normalitas data. Uji

Jarque-Bera merupakan uji normalitas residual dengan rumus berikut (Ghozali

dan Ratmono, 2013):

JB = n S2 + (K-3)2
6 24

n = besarnya sampel
S = koefisien skewness
K = koefisen kurtosis

Nilai JB statistik mengikuti distribusi Chi Square dengan 2 df (degree of

freedom). Bila probability > 5% maka Ho tidak bisa ditolak yang berarti residual

berdistribusi normal. Sebaliknya, bila probablity < 5% maka Ho ditolak atau Ha

diterima yang berarti residual tidak berdistribusi normal.

Aplikasi WarpPLS 5.0 menyediakan pengujian normalitas menggunakan

Uji Jarque-Bera ini untuk setiap konstruk. Hasil pengujian disajikan dalam bentuk

ya atau tidak berdistribusi normal untuk setiap konstruk. Uji Jarque-Bera ini

merupakan fitur baru yang hanya tersedia pada aplikasi WarpPLS versi 5.0.

127
3.6.3. Uji Kualitas Data

Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengujian

kualitas data. Uji kualitas data dilakukan untuk mengukur tingkat konsistensi dan

akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen penelitian (Ghozali

dan Latan, 2014). Uji kualitas data tersebut meliputi uji validitas dan Reliabilitas.

Menurut Ghozali dan Latan (2014), pengujian validitas dilakukan untuk

mengetahui kemampuan indikator-indikator sebuah variabel bentukan

menjelaskan sebuah variabel bentukan. Sedang pengujian reliabitas dilakukan

untuk mengukur konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah variabel

bentukan yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu

mengindikasikan sebuah variabel bentukan yang umum.

Pengujian validitas dan reliabilitas di dalam penelitian ini dilakukan

menggunakan WarpPLS 5.0. Pengujian validitas dan reliabilitas dijelaskan lebih

lanjut pada tahapan evaluasi model pengukuran (measurement model/ outer

model).

3.6.4. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan salah satu asumsi dalam analisis multivariate

yang mengharuskan suatu kondisi bahwa diantara variabel-variabel independen

tidak ada korelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat

diketahui dari determinan matrik kovarians. Indikasi ada tidaknya masalah

multikolinieritas atau singularitas ditunjukkan oleh nilai determinan yang sangat

kecil atau negatif, maka data tersebut tidak dapat digunakan dalam penelitian

(Ghozali dan Latan, 2014).

128
Pengujian multikolinieritas di dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

WarpPLS 5.0. Kriteria untuk model yang terbebas dari masalah multikolinieritas

vertikal dan lateral adalah nilai Full collinearity VIF harus lebih rendah dari 3,3

(Ghozali dan Latan, 2014; Sholihin dan Ratmono, 2014; Kock, 2015).

3.6.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

persamaan struktural dengan pendekatan varians atau berbasis komponen

(variance based/ component based structural equation modeling) atau yang

dikenal dengan sebutan Partial Least Square (PLS). Alat analisis ini dipilih

karena adanya kemungkinan besar bahwa distribusi data yang digunakan di dalam

penelitian ini tidak normal. Sebab, batasan atau karakteristik tertentu yang harus

dimiliki oleh sampel diprediksi akan menyebabkan kecilnya jumlah sampel yang

memenuhi syarat. Kondisi ini tidak mungkin diselesaikan dengan covariance

based structural equation modeling (Ghozali dan Latan, 2014).

Menurut Wold (1985), Ghozali dan Latan (2014), Partial Least Square

(PLS) merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan banyak

asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala

kategori, ordinal, interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama),

sampel tidak harus besar. Oleh karena lebih menitikberatkan pada data dan

dengan prosedur estimasi yang terbatas, maka mispesifikasi model tidak begitu

berpengaruh terhadap estimasi parameter.

Beberapa keunggulan dari progam WarpPLS dibandingkan dengan

software sejenis antara lain (Ghozali 2014; Sholihin dan Ratmono 2014):

1. Dapat mengestimasi nilai p untuk koefisien jalur secara otomatis,.

129
2. Dapat memberikan beberapa indikator fit model yang berguna untuk

membandingkan model terbaik antar berbagai model yang berbeda. Indikator

fit yang dhasilkan antara lain average R-squared (ARS), average path

coefficient (APC), dan average variance inflation factor (AFIV).

3. Dapat memberikan hasil koefisien dan P-value untuk model moderasi secara

langsung.

4. Dapat memberikan nilai effect size yaitu f-squared effect size yang dihitung

sebagai nilai absolut kontribusi individual setiap variabel laten prediktor pada

nilai R-squared variabel kriterion. Effect size dapat dikelompokkan menjadi

tiga kategori yaitu lemah (0,02), medium (0,15) dan besar (0,35).

5. Dapat memberikan nilai full collinearity test yang dapat digunakan untuk

menganalisis masalah multikolinearitas vertical dan lateral. Selain itu, output

full collinearity test dapat digunakan untuk mengevaluasi adanya bias metode

umum (common method bias) dalam penelitian survei kuesioner.

6. Dapat meminimalkan masalah multikolinearitas antar variabel laten meskipun

terjadi overlapping indikator.

7. Dapat memberikan output pengaruh tidak langsung (indirect effect) dan total

effect beserta P-value, standard error dan effect size. Output ini sangat

membantu untuk pengujian hipotesis variabel pemediasi (mediating/

intervening), yaitu dapat menguji signifikansi pengaruh tidak langsung.

8. Dapat memberikan nilai output nilai validitas prediktif berupa Stone-Geisser

Q-squared coefficient yang digunakan untuk menilai validitas prediktif atau

relevansi blok variabel laten prediktor terhadap variabel laten kriterion.

130
Analisis menggunakan PLS-SEM melewati enam proses tahapan (Ghozali

dan Latan, 2014), yaitu :

1. Konseptualisasi model

Pada tahap ini harus didefinisikan secara konseptual konstruk yang diteliti

dan ditentukan dimensionalitasnya untuk masing-masing konstruk tersebut.

Indikator pembentuk konstruk harus ditentukan apakah berbentuk formatif,

reflektif atau kombinasi keduanya. Selanjutnya arah kausalitas antar konstruk

yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan harus ditentukan dengan

jelas apakah mempunyai pengaruh langsung (direct effect), pengaruh

spurious (spurious effect) ataukah mempunyai pengaruh interaksi/ moderasi

(moderated effect).

2. Menentukan algoritma analisis

Model penelitian yang sudah melewati tahapan konseptualisasi model

selanjutnya harus ditentukan algoritma yang akan digunakan untuk

mengestimasi model. Dalam PLS-SEM dengan menggunakan program

WarpPLS5.0, terdapat dua pengaturan algoritma yang harus dilakukan oleh

peneliti sebelum analisis yaitu untuk outer model dan inner model (Ghozali

dan Latan, 2014).

3. Menentukan metode resampling

Karena nilai signifikansi dari estimasi model PLS tidak diketahui, maka harus

melalui prosedur penyampelan ulang atau resampling.

4. Menggambar diagram jalur

Langkah selanjutnya adalah menggambar diagram jalur dari model yang akan

diestimasi tersebut.

131
5. Evaluasi model

Evaluasi model dalam PLS-SEM melalui dua tahapan yaitu evaluasi

model pengukuran (measurement model atau outer model) dan evaluasi

model struktural (structural model atau inner model) (Ghozali dan Latan,

2014). Prosedur dan kriteria yang digunakan di dalam kedua tahapan evaluasi

model tersebut adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi Model Pengukuran (Measurement Model atau Outer Model)

Evaluasi model pengukuran dilakukan untuk menilai reliabilitas

dan validitas dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten (Ghozali

dan Latan, 2014). Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk menguji

apakah indikator dari instrumen dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran lebih dari dua kali dengan hasil yang akurat atau konsisten.

Sementara, pengujian validitas dimaksudkan untuk menguji apakah

indikator yang merepresentasi konstruk laten valid atau tidak.

Evaluasi reliabilitas instrumen penelitian pada konstruk dengan

indikator berbentuk reflektif menggunakan kriteria reliabilitas konsistensi

internal (internal consistency reliability) dengan parameternya reliabilitas

komposit (composite reliability) dan cronbach’s alpha (Ghozali dan

Latan, 2014; Sholihin dan Ratmono, 2014; Kock, 2015; Ghozali, 2016).

Instrumen penelitian dikatakan memenuhi syarat reliabilitas konsistensi

internal bila nilai reliabilitas komposit dan cronbach’s alpha ≥ 0,70.

Evaluasi validitas instrumen penelitian dilakukan menggunakan

kriteria validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan

(discriminant validity). Parameter dari validitas konvergen adalah nilai

132
loading factor dan Average Variance Extracted (AVE). Dua kriteria

loading factor yang digunakan sebagai basis untuk menyimpulkan bahwa

model pengukuran memiliki validitas konvergen yang dapat diterima

adalah P-value dari loading lebih rendah dari 0,05 dan nilai loading sama

dengan atau lebih besar dari 0,5 (Kock, 2015). Akan tetapi, beberapa ahli

lain menyatakan bahwa rule of thumb besarnya loading faktor adalah lebih

besar dari 0,70 untuk confirmatory research dan 0,60 – 0,70 untuk

exploratory research (Ghozali dan Latan, 2014). Namun demikian,

indikator dengan loading factor antara 0,40 – 0,50 dianggap cukup untuk

tahap pengembangan konstruk dan skala pengukuran atau pengembangan

instrumen penelitian (Hulland, 1999; Ghozali dan Latan, 2014; Hair et al.,

2014). Indikator dengan loading factor antara 0,40 – 0,70 baru

dipertimbangkan untuk dihapus bila penghapusan indikator tersebut dari

skala akan meningkatkan composite reliability (atau average variance

extracted) diatas ambang batas yang disarankan (Hair et al., 2014).

Sementara, rule of thumb besarnya AVE adalah lebih besar dari 0,50 untuk

confirmatory research dan exploratory research. Nilai AVE yang lebih

besar dari 0,50 ini mengandung arti bahwa lebih dari 50% variansi dari

indikator dapat dijelaskan.

Parameter dari validitas diskriminan adalah akar kuadrat AVE dan

korelasi antar konstruk laten. Rule of thumb dari validitas diskriminan

adalah nilai akar kuadrat AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk

dalam model.

b. Evaluasi Model Struktural (Structural Model atau Inner Model)

133
Evaluasi model struktural bertujuan untuk memprediksi hubungan

antar variabel laten dengan melihat seberapa besar variansi yang dapat

dijelaskan dan untuk mengetahui signifikansi dari P-value. Evaluasi model

struktural dimulai dengan melihat besarnya persentase variansi yang

dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R-Squares (R2) untuk setiap variabel

laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural, Stone-

Geisser test untuk menguji predictive relevance dan goodness of fit (GoF)

untuk mengukur fit model secara keseluruhan (Ghozali dan Latan, 2014).

Average Path Coefficient (APC), Average R-squared (ARS) dan Average

Adjusted R-Squared (AARS) adalah ukuran model fit selain GoF. Nilai

cut-off P-value untuk APC, ARS dan AARS yang direkomendasikan

sebagai model fit adalah ≤ 0,05 dengan level signifikansi 5%.

Untuk menghindari bias estimasi nilai R2 dengan semakin

banyaknya prediktor variabel di dalam model maka dianjurkan

menggunakan adjusted R2 (adj. R2). Perubahan nilai R2 atau adjusted R2

dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen

terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang

substantif. Nilai R2 atau adj. R2 ≤0,70, ≤0,45, dan ≤0,25 menunjukkan bahwa

model kuat, moderat dan lemah.

Average block Variance Inflation Factor (AFVIF) dan Average

Full collinearity VIF (AFVIF) merupakan dua ukuran model fit yang

digunakan untuk menguji masalah collinearity di dalam model PLS. Nilai

ideal untuk AVIF dan AFVIF adalah ≤ 3. Namun demikian, nilai ≤ 5

134
masih dapat diterima (Ghozali dan Latan, 2014; Sholihin dan Ratmono,

2014; Kock, 2015).

Untuk mengetahui besarnya proporsi variansi variabel eksogen

tertentu terhadap variabel endogen dapat dihitung dengan menggunakan

partial F-test atau sering disebut dengan effect size (f2). Nilai f2 ≥0,02,

≥0,15 dan ≥0,35 dapat diinterpretasikan bahwa prediktor variabel laten

memiliki pengaruh kecil, menengah dan besar pada level struktural

terhadap variabel endogen.

Di samping melihat R2, adj. R2, evaluasi model PLS dapat juga

dilakukan dengan Q2 predictive relevance untuk mengetahui apakah model

mempunyai predictive relevance atau tidak. Nilai Q2 >0 menunjukkan

bahwa model mempunyai predictive relevance, sedangkan nilai Q2 <0

menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Langkah terakhir dari evaluasi model struktural adalah dengan

melihat nilai signifikansi P-value untuk mengetahui pengaruh antar

variabel berdasarkan hipotesis yang dibagun. Nilai signifikansi yang

digunakan yaitu P-value 0,10 (level signifikansi 10%), 0,05 (level

signifikansi 5%) dan 0,01 (level signifikansi 1%).

6. Melaporkan hasil analisis

Setelah model selesai diestimasi dan dievaluasi, maka langkah terakhir

adalah melaporkan serta mengkomunikasikan hasil analisis yang telah dilakukan.

3.6.6. Model Penelitian dan Pengujian Hipotesis

3.6.6.1. Model Penelitian

135
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompetensi

perpajakan auditor APIP terhadap kinerja pengawasan perpajakannya serta peran

efikasi diri dalam memediasi pengaruh kompetensi auditor APIP di bidang

perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakannya. Penelitian ini juga akan

menguji pengaruh pelatihan dan pengalaman bidang perpajakan terhadap

kompetensi, efikasi dan kinerja pengawasan serta peran kompetensi dan efikasi

diri sebagai pemediasi pengaruh pelatihan dan pengalaman bidang perpajakan

auditor APIP terhadap kinerja pengawasan perpajakannya. Model penelitian

empiris yang dibangun di dalam penelitian ini dan dibuat menggunakan WarpPLS

5.0 adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1
Model Penelitian Empiris dengan WarpPLS 5.0

Sumber : Output WarpPLS 5.0

Keterangan
PLT : Pelatihan Bidang Perpajakan
PLM : Pengalaman Bidang Perpajakan
ED : Efikasi Diri Perpajakan
136
KPS : Kompetensi Bidang Perpajakan
KNA : Kinerja Pengawasan Perpajakan

Persamaan statistik model struktural yang dibuat berdasarkan model

penelitian empiris pada gambar 3.1 adalah sebagai berikut :

KPS = β1 PLT + β2 PLM+ ζ1


ED = β3 PLT + β4 PLM+ β5 KPS + ζ1
KNA = β6 PLT + β7 PLM +β8 KPS + β9 ED + ζ3
Keterangan
PLT : Pelatihan Bidang Perpajakan
PLM : Pengalaman Bidang Perpajakan
ED : Efikasi Diri Perpajakan
KPS : Kompetensi Bidang Perpajakan
KNA : Kinerja Pengawasan Perpajakan

3.6.6.2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang dibangun di dalam penelitian ini diuji menggunakan cara-

cara sebagai berikut :

1. Pengujian pengaruh langsung (direct effect)

Hipotesis 6 tentang pengaruh pelatihan bidang perpajakan terhadap kinerja

pengawasan perpajakan auditor APIP dan hipotesis 7 tentang pengaruh

pengalaman bidang perpajakan terhadap kinerja pengawasan perpajakan

auditor APIP akan diuji dengan cara melihat melihat pengaruh langsung

sebelum variabel pemediasi dimasukkan ke dalam model. Tujuannya adalah

untuk melihat pengaruh langsung yang sebenarnya (sebelum ada pengaruh

variabel pemediasi). Sebab, keberadaan variabel mediasi dapat menyerap

pengaruh langsung variabel prediktor terhadap variabel kriterion. Akibatnya,

pengaruh langsung variabel prediktor terhadap variabel kriterion yang

sebelumnya ada dan signifikan bisa menjadi tidak signifikan. Disamping itu,

hasil pengujian langsung tanpa memasukkan variabel pemediasi ini juga

137
bermanfaat untuk pengujian efek mediasi menurut pendekatan causal step

yang dipopulerkan oleh Baron dan Kenny (1986). Sementara, pengujian

hipotesis pengaruh langsung lainnya akan menggunakan koefisien jalur dan

sginifikansi yang terdapat di dalam full model.

2. Pengujian pengaruh mediasi

Pengujian untuk menentukan adanya pengaruh mediasi atau hubungan

tidak langsung mengacu pada pendekatan causal step yang dipopulerkan oleh

Baron dan Kenny (1986), yaitu: Pertama pengaruh langsung variabel

Independen/ variabel eksogen terhadap variabel dependen/ endogen tanpa

memasukkan variabel pemediasi harus signifikan. Kedua, ketika variabel

pemediasi dimasukkan ke dalam model, pengaruh variabel independen/

eksogen terhadap variabel pemediasi dan pengaruh variabel pemediasi

terhadap variabel dependen/ endogen harus signifikan. Ketiga, setelah

variabel pemediasi dimasukkan ke dalam model, akan dilihat apakah

pengaruh variabel independen/ eksogen terhadap variabel dependen/ endogen

menjadi berkurang tetapi masih signifikan atau menjadi tidak signifikan. Jika

pengaruh variabel independen/ eksogen terhadap variabel dependen/ endogen

berkurang dengan masuknya variabel pemediasi tapi masih signifikan, maka

bentuk mediasi adalah mediasi parsial (partial mediation). Sementara, jika

pengaruh variabel independen/ eksogen terhadap variabel dependen/ endogen

menjadi tidak signifikan dengan masuknya variabel pemediasi maka bentuk

mediasinya adalah mediasi sempurna (full mediation). Sebaliknya, jika

pengaruh variabel independen/ eksogen terhadap variabel dependen/ endogen

tetap signifikan dan nilai koefisien jalurnya tidak berubah atau tidak turun

138
dengan masuknya variabel mediator maka dapat disimpulkan tidak ada

mediasi.

DAFTAR PUSTAKA

(GAO), U. S. G. A. O. 1986. CPA Quality: Many Governmental Audits Do Not


Comply with Professional Standards (AFMD 86-33): Government Printing
Office, Washington, DC.

Adityasih, T. 2010. "Analisis Pengaruh Pendidikan Profesi, Pengalaman Auditor,


Jumlah Klien (Audit Capacity) Dan Ukuran Kantor Akuntan Publik
Terhadap Kualitas Audit", Fakultas Ekonomi Program Studi Magister
Akuntansi Universitas Indonesia, Tesis Tidak Dipublikasikan.

Ahmad, A. W., F. Sriyuniarti, N. Fauzi, dan Y. Septriani. 2011. "Pengaruh


Kompetensi dan Independensi Pemeriksa Terhadap Kualitas Hasil
Pemeriksaan Dalam Pengawasan Keuangan Daerah : Studi Pada
Inspektorat Kabupaten Pasaman". Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol.
6, No. 2, hlm: 63-73.

Aisyah, Y., dan J. Isgiyarta. 2014. "Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap
Kualitas Auditor (Studi Empiris Pada Bank Bri Kantor Inspeksi
Semarang)". Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 3 No. 2, hlm: 1-
10.

Al-Ghazawi, M. 2012. "The Impact of Investments in Human Resources


Activities on the Effectiveness of Investment in Human Capital: The Case
of Commercial Banks in Jordan". International Journal of Business and
Social Science, Vol. 3, No. 18, Special Issue-September, hlm.

Alifuddin, M. 2012. "Pengaruh Motivasi Berprestasi, Komitmen Organisasional


Dan Efikasi Diri Terhadap Kinerja Manajerial". Jurnal Ekonomi Bisnis,
Vol. 17 No. 3, No. Desember, hlm: 47-55.

Alim, M. N., T. Hapsari, dan L. Purwanti. 2007. "Pengaruh Kompetensi dan


Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai

139
Variabel Moderasi". Artikel dipresentasikan pada Simposium Nasional
Akuntansi X, di Unhas Makassar 26-28 Juli 2007.

Alkan, F., dan E. Erdem. 2012. "The relationship between teacher self-efficacy
and competency perceptions of chemistry teacher candidates". Procedia -
Social and Behavioral Sciences, Vol. 47, No., hlm: 1927-1932.

———. 2014. "The Relationship Between Metacognitive Awareness, Teacher


Self-Efficacy and Chemistry Competency Perceptions". Procedia - Social
and Behavioral Sciences, Vol. 143, No., hlm: 778-783.

Ardini, L. 2010. "Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas Dan


Motivasi Terhadap Kualitas Audit". Majalah Ekonomi, Vol. XX, No.
Desember, hlm: 329-349.

Arens, A. A., R. J. Elder, dan M. S. Beasley. 2012. Auditing And Assurance


Services: An Integrated Approach. Fourteenth Edition ed: Prentice Hall.

Ariyanto, D., dan A. M. Jati. 2010. "Pengaruh Independensi, Kompetensi, Dan


Sensitivitas Etika Profesi Terhadap Produktivitas Kerja Auditor Eksternal
(Studi Kasus Pada Auditor Perwakilan BPK RI Provinsi Bali)". Jurnal
Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 5, No. 2 Juli, hlm: 1-22.

Arsanti, T. A. 2009. "Hubungan Antara Penetapan Tujuan, Self-Efficacy Dan


Kinerja". Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 16, No. 2, September,
hlm: 97-110.

Atmanti, H. D. 2005. "Investasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan ".


Dinamika Pembangunan, Vol. 2, No. 1, juli, hlm: 30-39.

Ayuningtyas, H. Y., dan S. Pamudji. 2012. "Pengaruh Pengalaman Kerja,


Independensi, Obyektifitas, Integritas Dan Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Audit (Studi Kasus Pada Auditor Inspektorat Kota/Kabupaten di
Jawa Tengah)". Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 1 No. 2, hlm:
1-10.

Badjuri, A., dan E. Trihapsari. 2004. "Audit Kinerja Pada Organisasi Sektor
Publik". Fokus Ekonomi, Vol. 3, No. 2, hlm: 1-10.

Bakir, M., M. Sofian, F. Hussin, dan K. Othman. 2015. "Human Capital


Development from Islamic Knowledge Management Perspective".
Revelation and Science, Vol. 05, No. 01, hlm: 18-26.

Bandura, A. 1977. "Self-efficacy: Toward A Unifying Theory Of Behavioral


Change". Psychological Review, Vol. 84, No. 2, hlm: 191-215.

———. 1978. "Reflections on Self-Efficacy". Advances in Behaviour Research


and Therapy, Vol. 1, No. 4, hlm: 237–269.

140
———. 1982. "Self-Efficacy Mechanism In Human Agency". American
Psychologist, Vol. 37, No. 2, February, hlm: 122-147.

———. 1986. Social Foundations Of Thought And Action: A social Cognitive


Theory: Prentice Hall.

———. 1994. "Self-Efficacy". Pada Encyclopedia of human behavior, diedit oleh


V. S. Ramachaudran. New York: Academic Press, 71-81.

———. 1997. Self-Efficacy: The Exercise of Control: W.H. Freeman and


Company, New York.

Bapna, R., R. Gopal, A. Gupta, N. Langer, dan A. Mehra. 2013. "Human Capital
Investments and Employee Performance: An Analysis of IT Services
Industry". Management Science, Vol. 59, No. 3,March, hlm: 641-658.

Baron, R. M., dan D. A. Kenny. 1986. "The Moderator-Mediator Variable


Distinction in Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, and
Statistical Considerations". Journal of Personality and Social Psychology,
Vol. 51, No. 6, hlm: 1173-1182.

Batubara, R. I. 2008. "Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan


Profesional, Pendidikan Berkelanjutan dan Independensi Pemeriksa
Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Study Empiris Pada Bawasko
Medan)", Sekolah Pasca Sarjana Sumatera Utara, Tesis Tidak
Dipublikasikan.

Becker, G. S. 1962. "Investment in Human Capital: A Theoretical Analysis".


Journal of Political Economy, Vol. 70, No. 5, Part 2: Investment in
Human Beings (Oct.,1962), hlm: 9-49.

Bedard, J., dan M. T. H. Chi. 1993. "Expertise In Auditing". Auditing : A Journal


of Practice & Theory, Vol. 12 Supplement, No., hlm: 21-45.

"Bendahara di Pemerintahan Punya Peran Penting". 2013.


http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/02/15/mi91a8-
bendahara-di-pemerintahan-punya-peran-penting. [diakses pada 1
November 2015].

"Berkas Bendahara Bappeko Diterima Jaksa". 2012.


http://surabayapagi.com/index.php?
3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962d975656ac0cf047a189424c4d54a9
cf0. [diakses pada 7 Februari 2016].

Bikos, K., N. Tsigilis, dan V. Grammatikopoulos. 2011. "The Effect of an


Introductory Training Program on Teachers’ Efficacy Beliefs".
International Journal of Humanities and Social Science, Vol. Vo. 1 No.
14, No. October, hlm.

141
Bolang, M. S. 2013. "Pengaruh Kompetensi, Independensi Dan Pengalaman
Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kota Tomohon Dalam
Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah". Accountability, Vol. 2, No.
1, hlm.

BPK. 2007. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 01 Tahun 2007 Tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

———. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Buku II


Pemeriksaan Laporan Keuangan.

Carolita, M. K., dan S. N. Rahardjo. 2012. "Pengaruh Pengalaman Kerja,


Independensi, Objektifitas, Integritas, Kompetensi, Dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kualitas Hasil Audit. (Studi Pada Kantor Akuntan
Publik Di Semarang)". Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 1, No.
2, hlm: 1-11.

Cheng, Y.-S., Y.-P. Liu, dan C.-Y. Chien. 2009. "The Association between
Auditor Quality and Human Capital". Managerial Auditing Journal, Vol.
24, No. 6, hlm: 523-541.

Christiawan, Y. J. 2002. "Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik :


Refleksi Hasil Penelitian Empiris". Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol.
Vol.4 No.2, No. November, hlm: 79-92.

Cooper, D. R., dan P. S. Schindler. 2011. Business research methods. 11 ed: New
York: Mc GrawHill/Irwin.

Cunnien, K. A., N. Martinrogers, dan J. T. Mortimer. 2009. "Adolescent Work


Experience and Self-efficacy". Int J Sociol Soc Policy, Vol. 29, No. 3/4,
hlm: 164-175.

Davis, W. D., D. B. Fedor, C. K. Parsons, dan D. M. Herold. 2000. "The


development of self-efficacy during aviation training". Journal of
Organizational Behavior, Vol. 21, No., hlm: 857-871.

DeAngelo, L. E. 1981a. "Auditor Independence, 'Low Balling', And Disclosure


Regulation". Journal of Accounting and Economics, Vol. 3, No., hlm:
113-127.

———. 1981b. "Auditor Size And Audit Quality". Journal of Accounting and
Economics, Vol. 3, No., hlm: 183-199.

Dessler, G. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. 14 ed: Salemba Empat.

Dewi, R. 2012. "Kinerja Kepala Sekolah : Pengaruh Kepemimpinan


Transformasional, Konflik dan Efikasi Diri". Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol.
18, No. 2, Desember, hlm: 150-156.

142
Dharmawan, N. A. S. 2014. "Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman
Pemeriksa Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada
Kantor Inspektorat Kabupaten Klungkung dan". Jurnal Ilmiah Akuntansi
Dan Humanika (JINAH), Vol. 4, No. 1, hlm: 1450-1470.

Dickens, W. T., I. Sawhill, dan J. Tebs. 2006. The Effects Of Investigating In


Early Education On Economic Growth The Brooking Institution

Dillman, D. A. 2007. Mail and Internet Surveys: The Toilored Method. New
York: John Wiley & Sons.

Diryatama. 2015. "The Influence of Internal Auditor’s Competency and


Independency to the Internal Auditor’s Due Professional Care and the
Implication to the Internal Audit Quality". Research Journal of Finance
and Accounting, Vol. 6, No. 6, hlm: 179 - 189.

Dreyfus, H., dan S. Dreyfus. 1986. Mind Over Machine: The Power of Human
Intuition and Expertise in the Era of the Computer: New York: The Free
Press.

Edvinsson, L., dan M. S. Malone. 1997. Intellectual Capital: Realizing Your


Company’s True Value by Finding Its Hidden Roots. First ed. New York:
HarperCollins Publishers, Inc.

Efendy, M. T. 2010. "Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi Terhadap


Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah
(Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Gorontalo)", Program Studi
Magister Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,
Tesis Tidak Dipublikasikan.

"Eks Bendahara Dinkes Tobasa Dihukum 18 Bulan Bui Terkait Penggelapan


Pajak". 2014. http://www.entitashukum.com/eks-bendahara-dinkes-
tobasa-dihukum-18-bulan-bui-terkait-penggelapan-pajak/. [diakses pada 7
Februari 2016].

Fattah, N. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Felix, W. L., dan W. R. Kinney. 1982. "Research in the Auditor's Opinion


Formulation Process: State of the Art". The Accounting Review, Vol.
LVII, No. 2, hlm: 245-271.

Futri, P. S., dan G. Juliarsa. 2014. "Pengaruh Independensi, Profesionalisme,


Tingkat Pendidikan, Etika Profesi, Pengalaman, Dan Kepuasan Kerja
Auditor Pada Kualitas Audit Kantor Akuntan Publik Di Bali ". E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 7, No. 2, hlm: 444-461.

Desain Penelitian Kuantitatif & Kualitatif Untuk Akuntansi, Bisnis, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Peneerbit Yoga Pratama Semarang.

143
Ghozali, I., dan H. Latan. 2014. Partial Least Squares Konsep Metode dan
Aplikasi Menggunakan Program WarpPLS 4.0. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Ghozali, I., dan D. Ratmono. 2013. Analisis Mutivariat dan Ekonometrika : Teori,
Konsep dan Aplikasi dengan Eviews 8: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang.

Gibbins, M. 1984. "Propositions about the Psychology of Professional Judgment


in Public Accounting". Journal of Accounting Research, Vol. 22, No. 1,
hlm: 103-125.

Hair, J. F., G. T. M. Hult, C. M. Ringle, dan M. Sarstedt. 2014. A Primer on


Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM): SAGE
Publications, Inc.

Hamalik, O. 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Manajemen Pelatihan


Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

"Hari Ini Polda Limpahkan Dua Tersangka Penggelapan Pajak". 2015.


http://koransn.com/hari-ini-polda-limpahkan-dua-tersangka-
penggelapan-pajak/. [diakses pada 7 Februari 2016].

Hayden, J. 2014. Introduction To Health Behavior Theory. Second ed: Burlington,


MA : Jones & Bartlett Learning.

Hernowo, T. 2012. "Peranan Manajemen Modal Insani Dalam Meningkatkan


Kinerja SDM". Jurnal Ekonomi, Vol. 21, No. 2, hlm: 276-291.

Hulland, J. 1999. "Use of Partial Least Squares(PLS) In Strategic Management


Research: A Review of Four Recent Studies". Strategic Management
Journal, Vol. 20, No., hlm: 195-204.

IAI. 2007. Standar Profesional Akuntan Publik: Penerbit Salemba, Jakarta.

"Inspektorat Mitra Terdekat (KP2KP Majalengka)". 2013.


http://pajak.go.id/blog-entry/kp2kpmajalengka/inspektorat-mitra-terdekat-
kp2kp-majalengka. [diakses pada 7 Februari 2016].

Iskandar, T. M., R. Nelly Sari, Z. Mohd‐Sanusi, dan R. Anugerah. 2012.


"Enhancing Auditors' Performance". Managerial Auditing Journal, Vol.
27, No. 5, hlm: 462-476.

Iskandar, T. M., dan Z. M. Sanusi. 2011. "Assessing The Effects Of Self-Efficacy


And Task Complexity On Internal Control Audit Judgment". Asian
Academy Of Management Journal Of Accounting And Finance, Vol. 7,
No. 1, hlm: 29-52.

"Jaksa Tahan Mantan Bendahara Setwan DPRD Kabupaten Bima". 2015.


HTTP://KAHABA.NET/BERITA-BIMA/23195/JAKSA-TAHAN-MANTAN-

144
BENDAHARA-SETWAN-DPRD-KABUPATEN-BIMA.HTML. [diakses
pada 7 Februari 2016].

Johari, K., Z. Ismail, S. Osman, dan A. T. Othman. 2009. "Pengaruh Jenis Latihan
Guru dan Pengalaman Mengajar Terhadap Efikasi Guru Sekolah
Menengah (The Influence of Teacher Training and Teaching Experience
on Secondary School Teacher Efficacy)". Jurnal Pendidikan Malaysia,
Vol. 34, No. 2, hlm: 3-14.

Jumari, M. Yudana, dan I. A. Sunu. 2013. "Pengaruh Budaya Organisasi, Efikasi


Diri Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Mengajar Guru SMK Negeri
Kecamatan Denpasar Selatan". e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Administrasi Pendidikan,
Vol. 4, No., hlm.

"Kanwil DJP Bongkar Penggelapan Pajak Senilai Rp19,5 Miliar". 2010.


http://ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=8329&q=pajak
%20penghasilan%20pasal%2021&hlm=617. [diakses pada 7 Februari
2016].

Karim, M. R. 2008. "Peranan Manajemen Dalam Kebijakan Pengentasan


Kemiskinan Di Indonesia ". Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi, Vol. 3,
No. 6, hlm: 1-8.

Khalid, S. A., dan H. Ali. 2005. "Self and Superior Ratings of Organizational
Citizenship Behavior: Are there Differences in the Source of Ratings?".
Problems and Perspectives in Management, Vol. 3, No. 4, hlm: 147-153.

Kock, N. 2012. WarpPLS 3.0 User Manual: ScriptWarp SystemsLaredo, Texas


USA.

———. 2015. WarpPLS 5.0 User Manual: ScriptWarp Systems Laredo, Texas,
USA.

Kusharyanti. 2003. "Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit dan


Kemungkinan Topik Penelitian Di Masa Datang". Jurnal Akuntansi &
Manajemen, Vol. Edisi Desember, No., hlm: 25-34.

Kusumastutie, K. A., dan Raharja. 2014. "Pengaruh Kompetensi Auditor


Terhadap Kualitas Audit Dengan Kecerdasan Spritual Sebagai Variabel
Moderating (Studi persepsi Auditor pada Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah)". Diponegoro Journal Of
Accounting, Vol. 3, No. 3, hlm: 1-9.

145
Lee, T., dan M. Stone. 1995. "Competence And Independence : The Congenial
Twins Of Auditing?". Journal of Business Finance & Accounting, Vol.
22, No. 8, hlm: 1169-1177.

Libby, R. 1995. "The Role of Knowledge and Memory in Audit Judgment". Pada
Judgment and Decision Making Research in Accoounting and Auditing,
diedit oleh R. H.Ashton dan d. A. H. Ashton.: Chambridge, University
Press, 176-206.

Libby, R., dan D. M. Frederick. 1990. "Experience and the Ability to Explain
Audit Findings". Journal of Accounting Research, Vol. 28, No. 2,
Autumn, hlm: 348-367.

Lubis, H. 2009. "Pengaruh Keahlian, Independensi,Kecermatan Profesional dan


Kepatuhan pada Kode Etik Terhadap Kualitas Auditor pada Inspektorat
Provinsi Sumatera Utara", Sekolah Pasca Sarjana Sumatera Utara, Tesis
Tidak Dipublikasikan.

Luthans, F. 2011. Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach.


Twelfth Edition ed. New York: Mc Graw-Hill/Irwin.

Mangkunegara, A. P. 2005. Evaluasi Kinerja SDM: PT. Refika Aditama,


Bandung.

"Mantan Bendahara Disdikbud Gelapkan Pajak Rp 5,7 Miliar". 2013.


http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/31/mantan-bendahara-
disdikbud-gelapkan-pajak-rp-57-miliar. [diakses pada 7 Februari 2016].

"Mantan Bendahara Diskominfo Kabupaten Serang Jadi Tersangka Korupsi


Penggelapan Pajak". 2011. https://www.facebook.com/notes/fesbuk-
banten-news/mantan-bendahara-diskominfo-kabupaten-serang-jadi-
tersangka-korupsi-penggelapan-/10150241309541717/. [diakses pada 7
Februari 2016].

"Mantan Bendahara DPRD Bekasi Ditahan Karena Penggelapan Pajak". 2014.


http://bisnis.liputan6.com/read/2071327/mantan-bendahara-dprd-bekasi-
ditahan-karena-penggelapan-pajak. [diakses pada 7 Februari 2016].

"Menkeu tingkatkan kepatuhan pajak kementerian/lembaga". 2011.


http://www.pajak.go.id/content/menkeu-tingkatkan-kepatuhan-pajak-
kementerianlembaga. [diakses pada 1 November 2015].

Morgan, F. W. 1990. "Judicial Standards for Survey Research: An Update and


Guidelines ". Journal of Marketing, Vol. 54, No. 1 (Jan), hlm: 59-70.

Multon, K. D., S. D. Brown, dan R. W. Lent. 1991. "Relation to Self-Efficacy


Beliefs to Academic Outcomes, A Meta-Analytic Investigation". Journal
of Counseling Psychology, Vol. 38, No. 1, hlm: 30–38.

146
Mulyono, A. 2009. "Analisis Faktor-faktor Kompetensi Aparatur Inspektorat Dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Inspektorat Kabupaten Deli Serdang",
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tesis Tidak
Dipublikasikan.

Ningsih, A. A. P. R. C., dan P. D. Yaniartha. 2013. "Pengaruh Kompetensi,


Independensi, Dan Time Budget Pressure Terhadap Kualitas Audit". E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 4, No. 1, hlm: 92-109.

Nursamsi, A. Ridwan, dan B. Suryono. 2013. "Pengaruh Pengalaman Kerja,


Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit : Etika Auditor
Sebagai Variabel Pemoderasi". Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol. 1,
No. 2, Maret, hlm: 207-226.

Pajares, F. 1995. "Self-Efficacy in Academic Settings". Artikel dipresentasikan


pada Symposium held during the meeting of theAmerican Educational
Research Association, April 18-22, 1995, di San Francisco,.

———. 1997. "Current Directions in Self-efficacy Research". Pada Advances in


Motivation and Achievement, diedit oleh M. Maehr dan P. R. Pintrich.
Greenwich, CT: JAI Press, 1-49.

"Penggelapan Pajak: Bendaharawan Di Gorontalo Divonis 1 Tahun Penjara".


2014. http://kabar24.bisnis.com/read/20141125/78/275335/penggelapan-
pajak-bendaharawan-di-gorontalo-divonis-1-tahun-penjara. [diakses pada
7 Februari 2016].

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 51 Tahun 2010 Tentang Pedoman


Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011. 2010.

Peraturan Menteri Keuangan No. 64/PMK.05/2013 tentang Mekanisme


Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak
yang Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)/Kuasa Bendahara Umum Daerah. 2013.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 05 Tahun 2008


Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Menteri
Negara Pendayagunana Aparatur Negara. 2008.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi


Birokrasi No. 19 Tahun 2009 Tentang Pedoman Kendali Mutu Audit
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. 2009.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 03 Tahun 2007


Tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Tahun 2007-2009. 2007.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 04 Tahun 2008


Tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. 2008.

147
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
220/M.PAN/7/2008 Tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya 2008.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi No. 51


Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 220/M.PAN/7/2008 Tentang
Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. 2012.

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah. 2008.

Perdany, A., dan S. Suranta. 2013. "Pengaruh Kompetensi Dan Independensi


Auditor Terhadap Kualitas Audit Investigatif Pada Kantor Perwakilan
BPK-RI Yogyakarta". Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol. 1, No. 14, hlm.

Petty, R. M., S. Cuganesan, N. Finch, dan G. Ford. 2009. "Intellectual Capital and
Valuation: Challenges in the Voluntary Disclosure of Value Drivers".
Journal of Finance & Accountancy, Vol. 1, No. August, hlm: 1-7.

Preacher, K. J., dan A. F. Hayes. 2008. "Asymptotic and resampling strategies for
assessing and comparing indirect effects in multiple mediator models".
Behavior Research Methods, Vol. 40, No. 3, hlm: 879-891.

Purnamasari, D. I. 2005. "Pengaruh Partisipasi Terhadap Efektifitas Sistem


Informasi Dengan Pengalaman Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi".
Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, Februari, hlm: 38-
50.

Queena, P. P., dan A. Rohman. 2012. "Analisis Faktor-faktor Yang


Mempengaruhi Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kota/ Kabupaten Di
Jawa Tengah". Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 1 No. 2, hlm: 1-
12.

"Rp3,8 miliar pajak sertifikasi guru digelapkan bendahara Dikbud". 2014.


http://www.antaranews.com/berita/435969/rp38-miliar-pajak-sertifikasi-
guru-digelapkan-bendahara-dikbud. [diakses pada 7 Februari 2016].

Salehudin, I. 2010. "Invest in Your Self : Aplikasi Konsep Human Capital dari
Sudut Pandang Karyawan". Manajemen Usahawan Indonesia, Vol., No.
06/TH. XXXIX 2010., hlm.

Saputra, A. E. 2012. "Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas


Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris
pada Auditor di Kantor Akuntan Publik se-Jawa Tengah dan D.I
Yogyakarta)". JURAKSI, Vol. 1, No. 2 Februari, hlm: 34-48.

Saripudin, N. Herawaty, dan Rahayu. 2012. "Pengaruh Independensi,


Pengalaman, Due Professional Care an Akuntabilitas Terhadap Kualitas

148
Audit (Survei Terhadap Auditor KAP di Jambi dan Palembang)". e-Jurnal
Binar Akuntansi, Vol. 1, No. 1, hlm: 4-13.

Sarsiti. 2013. "Pengaruh Persepsi Pengalaman Auditor dan Independensi Auditor


Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Di
Universitas Surakarta)". Ekonomi Bisnis & Kwirausahaan, Vol. II, No. 2,
hlm: 67-90.

Schultz, T. W. 1961. "Investment in Human Capital". The American Economic


Review, Vol. 51, No. 1 March, hlm: 1-17.

Schunk, D. H. 1991. "Self-efficacy and academic motivation". Educational


Psychologist, Vol. 26, No., hlm: 207-231.

Schunk, D. H., dan F. Pajares. 2009. "Self-Efficacy Theory". Pada Handbook of


Motivation at School, diedit oleh K. R. Wentzel dan A. Wigfield. The
Taylor & Francis e-Library, 2009: Routledge, 2 Park Square, Milton Park,
Abingdon, Oxon OX14 4RN, 35-53.

Schwartz, R. M., dan J. M. Gottman. 1976. "Toward a Task Analysis of Assertive


Behavior". Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol. 44, No.
6, hlm: 910-920.

Sembiring, A. Y. 2014. "Pengaruh Pengalaman Dan Akuntabilitas Terhadap


Kualitas Audit Internal Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta". Jurnal
Ilmiah Akuntansi, Vol., No., hlm: 1-17.

"Setoran Pajak Di Bireuen Diduga Digelapkan". 2013.


http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=12836.
[diakses pada 7 Februari 2016].

Setyaningrum, D. 2012. "Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas


Audit BPK-RI". Artikel dipresentasikan pada Simposium Nasional
Akuntansi XV di Banjarmasin.

Sholihin, M., dan D. Ratmono. 2014. Analisis SEM-PLS Dengan WarpPLS 3.0
Untuk Hubungan Nonlinier Dalam Penelitian Sosial Dan Bisnis.
Yogyakarta: Andi Publisher.

Singgih, E. M., dan I. R. Bawono. 2010. "Pengaruh Independensi, Pengalaman,


Due Professional Care Dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit (Studi
pada Auditor di KAP “Big Four” di Indonesia)". Artikel dipresentasikan
pada Simposium Nasional Akuntansi XIII di Purwokerto.

Slamet, I. S. 2012. "Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Dan Kompetensi


Auditor Terhadap Kualitas Audit Oleh Akuntan Publik Di Surabaya".
Jurnal Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Vol. 1 No. 1, hlm:
102-106.

149
Stajkovic, A. D., dan F. Luthans. 1998. "Self-Efficacy And Work-Related
Performance : A Meta-Analysis". Psychological Bulletin, Vol. 124, No.
2, hlm: 240-261.

Staples, D. S., J. S. Hulland, dan C. A. Higgins. 1999. "Self-Efficacy Theory


Explanation for the Management of Remote Workers in Virtual".
Organization Science, Vol. 10, No. 6, hlm: 758-776.

Stockley, D. 2005. "Human Capital Concept - Definition And Explanation"


http://www.derekstockley.com.au/newsletters-05/018-human-capital.html.
[diakses pada.

Sukriah, I., Akram, dan B. A. Inapty. 2009. "Pengaruh Pengalaman Kerja,


Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan". Artikel dipresentasikan pada Simposium Nasional
Akuntansi 12, di Palembang.

Susanti, D. A. 2011. "Pengaruh Independensi, Due Professional care, dan


Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus Kantor BPK
Perwakilan Yogyakarta)", S2 Ilmu Akuntansi/ Akuntansi Terapan,
Universitas Gadjah Mada, Tesis Tidak Dipublikasikan.

Swan, B., K. Wolf, dan J. Cano. 2011. "Changes in Teacher Self–Efficacy from
the Student Teaching Experience through the Third Year of Teaching".
Journal of Agricultural Education, Vol. 52, No. 2, hlm: 128-139.

Tarigan, M. U., P. Bangun, dan Susanti. 2013. "Pengaruh Kompetensi, Etika, Dan
Fee Audit Terhadap Kualitas Audit". Jurnal Akuntansi, Vol. 13, No. 1,
hlm: 803-832.

Tarigan, S. 2011. "Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas,


Integritas Dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan",
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tesis Tidak
Dipublikasikan.

"Tebang Pilih Kasus Korupsi Dana Sertifikasi Guru Dan Pajak PPh 21 Di Polres
Labuhanbatu". 2015. http://www.dayline.id/nasional/tebang-pilih-kasus-
korupsi-dana-sertifikasi-guru-dan-pajak-pph-21-di-polres-labuhanbatu.
[diakses pada 7 Februari 2016].

Tenaw, Y. A. 2013. "Relationship Between Self-Efficacy, Academic


Achievement And Gender In Analytical Chemistry At Debre Markos
College Of Teacher Education". AJCE, Vol. 3, No. 1, hlm: 3-28.

Thornton, G. C. 1980. "Psychometric properties of self appraisal of job


performance". Personnel Psychology, Vol. 33, No. 2, hlm: 263-271.

Trisnaningsih, S. 2007. "Independensi Auditor Dan Komitmen Organisasi


Sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya
Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor".
150
Artikel dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi X 26-28 Juli
2007, di Unhas Makasar.

Usmany, P. 2013. "Pengaruh Pengalaman Spesifik, Self Efficacy, dan Effort


Terhadap Kinerja Auditor Negara : Kompleksitas Tugas sebagai Variabel
Pemoderasi (Studi Empiris Pada BPK-RI di Indonesia)". Disertasi Tidak
Dipublikasikan, Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro.

UU No. 16 Tahun 2009 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.5


Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 2009. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4953

Wardani, D. S. K. 2012. "Pengaruh Pelatihan Komunikasi Efektif Untuk


Meningkatkan Efikasi Diri Mahasiswa". Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, Vol. 1. , No. 02, Juni, hlm.

Warsito, H. 2009. "Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Penyesuaian


Akademik Dan Prestasi Akademik (Studi Pada Mahasiswa Fip Universitas
Negeri Surabaya)". PEDAGOGI. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol. IX
No. 1, April, hlm: 29-47.

Webb-Williams, J. 2006. "Self-efficacy in the primary classroom: An


investigation into the relationship with performance". Artikel
dipresentasikan pada the British Educational Research Association New
Researchers/Student Conference, 6 September 2006, di University of
Warwick.

Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja. Edisi Keempat ed: PT Rajagrafindo Persada.

Widener, S. K. 2007. "An Empirical Analysis of the Levers of Control


Framework". Accounting, Organizations and Society, Vol. 32, No. 6,
hlm: 757-788.

Widiyanto, A. K. D., dan I. Yuhertiana. 2004. "Pengaruh Pendidikan, Pengalaman


dan Pelatihan Terhadap Profesionalisme Auditor Pemerintah Yang
Bekerja Pada Badan Pengawas Kota Surabaya". Jurnal Bisnis dan
Ekonomi, Vol. 4, No. 1, hlm: 1-19.

Wilopo. 2001. "Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Audit pada Sektor


Publik/Pemerintah". Ventura, Vol. 4, No. 1, hlm: 27-32.

Wiratama, W. J., dan K. Budiartha. 2015. "Pengaruh Independensi, Pengalaman


Kerja, Due Professional Care Dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit
". E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 10, No. 1, hlm: 91-106.

Wood, R., dan A. Bandura. 1989. "Impact of Conceptions of Ability on Self-


Regulatory Mechanisms and Complex Decision Making". Journal of
Personality and Social Psychology, Vol. 56, No. 3, hlm: 407-415.

151
Zajacova, A., S. M. Lynch, dan T. J. Espenshade. 2005. "Self-Efficacy, Stress,
and Academic Success in College". Research in Higher Education, Vol.
46, No. 6, hlm: 677-706.

Zeyn, E. 2014. "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit Internal


Pemerintah Daerah Melalui Independensi Dan Kompetensi Auditor
Internal (Survei Pada Inspektorat Pemerintah Daerah Se-Jawa Barat)".
Artikel dipresentasikan pada SNA 17 24-27 September, di Universitas
Mataram, Lombok.

Zimmerman, B. J. 2000. "Self-Efficacy: An Essential Motive to Learn". Contemp


Educ Psychol, Vol. 25, No. 1, hlm: 82-91.

Zu'amah, S. 2009. "Independensi dan Kompetensi Auditor Pada Opini Audit


(Studi BPKP Jateng)". Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 1, No. 2
September, hlm: 145-154.

152

Anda mungkin juga menyukai