Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Bebandem
Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Bebandem
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PRAKTIK TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH
DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BEBANDEM
Oleh:
dr. IB Wirakusuma, MOH
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktu yang
moral dan mental, arahan, kritik positif, serta saran yang membangun dari semua
pihak.
menyampaikan terima kasih kepada dr. IB Wirakusuma, MOH dan drg. I Gusti
Ayu Sukaningsih selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik, dan
saran yang membangun dalam penyusunan hasil penelitian ini dan semuua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan bantuan hingga
terselesaikannya laporan penelitian ini.
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kemajuan penulis untuk ke depannya. Semoga laporan hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, 31 Maret 2016
Penulis
ABSTRAK
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK
TENTANG PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BEBANDEM
Demam berdarah selain dapat menyebabakan kematian dapat juga
menyebabkan beban ekonomi dan sosial bagi penderita dan keluarganya. Kasus
demam berdarah di Puskesmas Bebandem mengalami peningkatan dari tahun
ketahun dan pada tahun 2015 kasusnya melebihi target kasus nasional. Perilaku
yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik tentang pencegahan merupakan
salah satu yang faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus demam berdarah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik
masyarakat dalam upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas
Bebandem. Penelitian ini merupakan penelitian penelitian deskriptif kuantitatif
dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Dari 66 responden penelitian kebanyakan responden memiliki rentang usia
2640 tahun (50%), perempuan (51,6%), tingkat pendidikan sedang (51,6%),
wiraswasta (48,5%), dan pernah mendapat informasi mengenai dbd (59,1%) yang
kebanyakan adalah dari petugas kesehatan (28,8%). Kebanyakan responden
tersebut memiliki tingkat pengetahuan sedang (74,2%), sikap positif (92,4%) dan
praktik yang cukup (53%) tentang pencegahan demam berdarah. Berdasarkan
hasil penelitian juga ditemukan responden dengan tingkat pengetahuan rendah
cenderung memiliki sikap negatif, dan tabulasi silang antara tingkat pengetahuan
dan sikap terhadap praktik tidak memiliki kcenderungan tertentu kecuali pada
responden dengan sikap negatif.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Pengetahuan, Sikap, Praktik
ABSTRACT
DESCRIPTION OF LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND
PRACTICE ON PREVENTION OF DENGUE DENGUE IN WORK AREA
PUSKESMAS BEBANDEM
Besides being able causing death dengue fever can also cause social and
economic burden for patients and their families. Cases of dengue fever in
Bebandem health centers has increased from year to year and in 2015 his case
exceeded the target of national cases. Behaviour which includes knowledge,
attitudes and practices regarding the prevention is one of the factors affecting the
increase in dengue cases. This study aims to determine the level of knowledge,
attitudes, and practices of the community in prevention dengue fever in
Puskesmas Bebandem. This research is a quantitative descriptive research using
cross sectional approach.
Of the 66 survey respondents, most respondents had an age range 2640
years (50%), women (51.6%), moderate level of education (51.6%),
selfemployed (48.5%), and been informed of dbd (59.1%) were mostly from
health workers (28.8%). Most respondents have moderate knowledge level
(74.2%), a positive attitude (92.4%) and practice enough (53%) about the
prevention of dengue fever. Based on the results of the study also found
respondents with low knowledge levels tend to have a negative attitude, and cross
tabulation between knowledge and attitudes toward the practice does not have a
certain tendency except among respondents with a negative attitude.
Keywords: Dengue, Knowledge, Attitude, Practice
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK i
ABSTRACT iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue 6
2.1.1 Definisi 6
2.1.2 Etiologi 6
2.1.3 Vektor 6
2.1.4 Epidemiologi 7
2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi 9
2.1.6 Manifestasi Klinis 9
2.1.7 Tatalaksana 10
2.1.8 Pencegahan 11
2.2 Pengetahuan 12
2.2.1 Definisi Tingkat Pengetahuan 12
2.2.2 Tingkat Pengetahuan dan Domain Kognitif 13
2.3 Sikap 14
2.3.1 Definisi Sikap 14
2.3.2 Komponen Pokok Sikap 14
2.3.3 Tingkatan Sikap 14
2.3.4 Skala Lickert 15
2.4 Praktik 15
BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir 17
3.2 Kerangka Konsep 19
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Rancangan Penelitian 20
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 20
4.2.1 Lokasi Penelitian 20
4.2.2 Waktu Penelitian 20
4.3 Subyek dan Sampel Penelitian 20
4.3.1 Variabilias Populasi 20
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel 21
4.3.2 Kriteria Subjek 21
4.3.3 Besaran Sampel 22
4.4 Variabel Penelitian 22
4.4.1 Identifikasi Variabel 22
4.4.2 Definisi Operasional Variabel 23
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian 26
4.5.1 Lembar Informed Consent 26
4.5.2 Kuesioner 26
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bebandem
Tabel 5.2 Responden yang mendapatkan informasi DBD
Tabel 5.3 Tingkat Pengetahuan responden tentang pencegahan DBD di wilayah
kerja Puskesmas Bebandem (n=66)
Tabel 5.4 Gambaran Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan
Responden
Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Pengetahuan dengan responden yang pernah
mendapatkan informasi sebelumnya
Tabel 5.6 Jawaban responden dalam kuisioner tingkat pengetahuan mengenai
DBD
Tabel 5.7 Gambaran sikap responden
Tabel 5.8 Gambaran sikap responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden
Tabel 5.9. Distribusi rincian komponen sikap responden
Tabel 5.10 Gambaran Praktik Keluarga Responden
Gambar 2 . Kerangka Berpikir
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat
dalam upaya pencegahan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Bebandem
2. Untuk mengetahui sikap masyarakat dalam upaya
pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas
Bebandem
3. Untuk mengetahui tingkat praktik masyarakat dalam
upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas
Bebandem
4. Untuk mengetahui kecenderungan pengetahuan
terhadap sikap dalam upaya pencegahan DBD di
wilayah kerja Puskesmas Bebandem
5. Untuk mengetahui kecenderungan pengetahuan
terhadap praktik dalam upaya pencegahan DBD di
wilayah kerja Puskesmas Bebandem
6. Untuk mengetahui kecenderungan sikap terhadap
praktik dalam upaya pencegahan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Bebandem
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai sumber informasi dalam meningkatkan pelayanan
Kedokteran Keluarga terutama untuk melakukan intervensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Vektor
Vektor sebagai penyebar virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti dan
beberapa vektor lain seperti Aedes albocpitus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
Nyamuk tersebut tinggal dan berkembang biak pada tempat yang gelap,
lembab, bak mandi, kaleng kosong dan tempat lain yang kondisinya tidak terawat.
Di tempat tersebut pula nyamuk betina akan meletakkan telurnya untuk proses
pematangan. Telur tersebut akan menetas menjadi larva/jentik dalam waktu 2 hari,
selanjutnya berkembang menjadi nyamuk dewasa yang berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan ratarata nyamuk jenis lain. (Kusumawardani, 2012)
2.1.4 Epidemiologi
di Indonesia sebanyak 158.115, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009
sebanyak 158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota. (WHO, 2011).
Provinsi Bali pada tahun 2010 sebagai provinsi dengan angka kesakitan
DBD tertinggi di Indonesia sebesar 323,12/100.000 penduduk. Pada tahun 2013,
Provinsi Bali kembali sebagai provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi di
Indonesia yaitu 172,50/100.000 penduduk dengan angka kematian yaitu 0,08%.
Pada tahun 2011 terdapat 2.993 kasus, 1.662 kasus diantaranya berjenis kelamin
lakilaki dan sisanya 1.331 kasus berjenis kelamin perempuan, dengan jumlah
kematian 8 orang, menurun dibandingkan tahun 2010 sebanyak 35 orang.
Sedangkan tahun 2012 terjadi penurunan kasus namun tidak singnifikan menjadi
2.649 kasus, 1.517 diantaranya berjenis kelamin lakilaki dan 1.132 berjenis
kelamin perempuan, dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan kasus yang
signifikan sebesar 7.077 kasus. Dengan demikian IR DBD pada tahun 2013
sebesar 174,5 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,11%, meningkat dengan CFR
yang menurun dibandingkan tahun 2012 sebesar 65,55 per 100.000 penduduk
dengan CFR 0,30 %. Berikut ini gambaran IR DBD tahun 20052014.
Gambar 1. Grafik insiden rate DBD di provinsi Bali tahun 20052014
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota Tahun 2014
Kondisi IR tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan 3 tahun
sebelumnya. Target nasional Angka Kesakitan (IR) DBD tahun 2014 yaitu kurang
dari 51 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan DBD di Provinsi Bali
tahun 2014 adalah 210,2 per 100.000 penduduk jauh diatas target nasional.
Meningkatnya IR tahun 2014 disebabkan karena terjadi perubahan iklim,
pembukaan pemukiman baru, dan mobilisasi penduduk. Pada tahun 2014 jumlah
kasus terbanyak adalah di Kota Denpasar yaitu 1.837 kasus, Kabupaten Gianyar
sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung sebanyak 1.770 kasus, dan Kabupaten
Buleleng sebanyak 1.721 kasus. Daerahdaerah tersebut memiliki jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga
merupakan salah satu faktor resiko penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD)
(Dinkes,2014).
2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Banyak teori yang mengemukakan sebagai penyebab terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD). Salah satu mekanisme yang banyak digunakan adalah
mekanisme imunopatologis. Seseorang yang terinfeksi untuk kedua kalinya
dengan tipe serotipe yang berbeda akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk
menderita DBD dan DSS, berbeda dengan orang yang sebelumnya terinfeksi
dengan tipe serotype yang sama, karena tubuhnya sudah mempunyai antibodi
untuk melawan virus dengan tipe serotipe tersebut. Respon humoral berupa
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag. Limfosit T baik Thelper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL4, IL5, IL6, dan IL10. Monosit dan makrofag berperan dalam
2.1.8 Pencegahan
Demam berdarah merupakan penyakit yang menyebabkan kematian,
beban ekonomi dan sosial dan perlu adanya tindakan pencegahan. Pencegahannya
dapat dilakukan pada diri sendiri dan pada lingkungan. Beberapa prinsip dalam
pencegahan DBD adalah sebagai berikut :
a. Memutus rantai penularan dengan mengendalikan vector yaitu
nyamuk aedes aegypti.
b. Melakukan pemberantasan pada sarang nyamuk di pusat daerah
penyebaran dan penularan DBD yang tinggi seperti di lingkungan
rumah dengan penduduk yang padat.
Berdasarkan data yang didapat dari WHO, terdapat beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mencegah DBD, yang terdapat dalam Dengue Guidelines
For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. (WHO,2016)
1) Manajemen berbasis lingkungan
Semua perubahan yang dilakukan dalam upaya mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vector, sehingga kontak manusia dengan
vector dapat berkurang. Adapula beberapa kegiatan berbasis lingkungan yang
dapat dilakukan seperti program PSN dengan 4M Plus. Pada program 4M Plus
kita dapat yang dapat kita lakukan yaitu menguras secara teratur seminggu
sekali, menutup rapatrapat tempat penampungan air serta menimbun
sampahsampah yang berpotensi sebagai tempat berkembangnya jentik dan
mengubur kalengkaleng bekas, plastik, dan barang bekas lainnya yang dapat
menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, dan terakhir
adalah maemantau tempattempat yang dapat menampung air. Untuk plus nya
yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate pada bak penampungan
air yang sulit kita jangkau, tidak membiasakan menggantung baju
sembarangan agar nyamuk tidak berkembang disana, memakai lotion nyamuk
tidak hanya malam hari, memakai kelambu saat tidur, menggunakan
insektisida pada ruangan, memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi.
(WHO,2005)
2) Kontrol biologis
Untuk memutus siklus hidup nyamuk dapat dilakukan dengan
membasmi vector pada tahap larva. Kegiatan yang dapat dilakukan dengan
menggunakan ikan pemakan larva nyamuk.
3) Manajemen secara kimiawi
Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan dilakukan
pengasapan/fogging yang berguna untuk membunuh nyamuk dewasa,
sedangkan untuk membunuh jentik nyamuk menggunakan abate.
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusi diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman,
juga bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua,
teman, buku, dan surat kabar (Notoadmojo, 2003). Menurut Wahid et al
(2007) faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:
pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan informasi.
2.2.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkatan yang beragam (Notoadmojo, 2003). Dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan pengetahuan yaitu :
a. Tahu
Tahu diartikan mengingat kembali apa yang telah dipelajari
sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang
apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami
2.3.4 Skala Likert
Skala likert merupakan skala yang umum digunakan untuk menilai
sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Responden diminta
menjawab pertanyaan dengan memberikan jawaban atau respon dalam
skala ukur yang telah disediakan, misalnya sangat setuju, setuju, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju. Skala ukur tersebut biasanya diletakkan
berdampingan dengan pertanyaan atau pernyataan yang telah
direncanakan, dengan tujuan agar responden lebih mudah mengecek
maupun memberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan pertimbangan
mereka. (Darmadi, 2011)
2.4 Praktik
Suatu sikap tidak langsung terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perubahan nyata diperlukan faktor
pendukung yakni suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas maupun
dorongan dari petugas kesehatan atau yang lainnya. Perubahan nyata yang
dilakukan oleh suatu subjek itulah yang disebut dengan praktik. Seperti halnya
pengetahuan, praktik ini mempunyai beberapa tingkatan : (Notoatmodjo,
2003).
1) Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil.
2) Respons terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme
Seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sudah menjadi sebuah kebiasaan.
4) Adaptasi
Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan
baik yakni tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 2 . Kerangka Berpikir
Keterangan:
= Faktor yang diteliti
= Faktor yang tidak diteliti
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kuantitatif denggan menggunakan desain cross
sectional yang berarti semua variabel yang diteliti diukur dan diamati
hanya satu kali, pada satu waktu. Penelitian ini hanya akan memberikan
gambaran mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan hasil dari
pengamatan langsung tanpa memberikan intervensi pada variabel subjek
penelitian sehingga nantinya dapat dijadikan data dasar untuk penelitian
yang lebih konklusif.
4.2 Tempat dan Waktu
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bebandem
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan proses perancangan tema,
penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pengumpulan dan analisis
Besar sampel diperoleh dengan menggunakan
rumus sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
dengan menggunakan ketetapan absolut.
Keterangan :
n : jumlah sampel minimal yang diperlukan
α : tingkat kepercayaan
P : proporsi penyakit atau keadaan yang ingin dicari
Q : 1P, proporsi penyakit atau keadaan yang tidak ingin dicari
d : tingkat ketepatan absolut yang diinginkan
Pada perhitungan sampel di penelitian ini, tingkat
kepercayaan yang dihendaki adalah 95 % dan ketetapan absolut
yang diinginkan sebesar 10 %. Berdasarkan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Marlina (2007) menunjukkan tingkat perilaku
Jadi, berdasarkan perhitungan sampel di atas, jumlah
sampel minimal dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 65,92
keluarga. Jadi, berdasarkan perhitungan tersebut jumlah sampel
yang diambil adalah 66 responden dari 66 keluarga.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi Variabel
Variabelvariabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Tingkat pengetahuan
2. Sikap
3. Praktik
4. Umur
5. Pekerjaan
6. Tingkat Pendidikan
7. Informasi mengenai DBD
4.4.2 Definisi Operasional Variabel
1. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah derajat pengetahuan responden mengenai penyakit DBD
meliputi penyebab, binomik vektor , tanda dan gejala, pengobatan
serta pencegahan penyakit demam berdarah dengue. Hasil dari
tingkat pengetahuan dibagi tiga yaitu:
a. Tingkat pengetahuan tinggi: jika total skor kuesioner
1316
● Sangat setuju : 4
● Setuju : 3
● Tidak Setuju : 2
● Sangat tidak setuju : 1
Sedangkan penilaian pernyataan negative sikap keluarga tentang
pencegahan DBD juga mneggunakan skala Likert, yaitu:
● Sangat tidak setuju : 4
● Tidak setuju : 3
● Setuju : 2
● Sangat setuju : 1
4.5.2.4 Lembar observasi Praktik
Lembar observasi praktik berisi 10 poin yang harus diisi oleh
peneliti tentang praktik keluarga tentang pencegahhan DBD
dengan menggunakan skala diskontinu yaitu jika keluarga
mendapatkan nilai 1 dan jika tidak melakukan praktik
mendapatkan nilai (0).
4.6 Alur Penelitian atau Pengumpulan Data
4.6.1 Persiapan Ijin dan Kerjasama
1. Mengajukan surat permohonan bantuan kepada kepala desa
tempat melakukan penelitian
2. Melakukan koordinasi dengan kepala desa tempat dilakukan
penelitian
4.6.2 Penentuan Subjek Penelitian (Sampling)
1. Meminta daftar penduduk dusun kecicang islam kepada kepala
desa yaitu desa Buangaya kangin.
2. Setelah itu, sampling frame dibuat dengan cara memberi
penomoran kepada semua daftar keluarga yang ada.
3. Kemudian keluarga dipilih dengan menggunaan metode undian
(simple random sampling), sehingga akan didapat keluarga
yang salah satu anggota keluarganya akan dijadikan sebagai
4.7 Keterbatasan Penelitian
anggota keluarga yang ada di rumah. Pada penelitian ini juga dilakukan
pengujian tingkat pengetahuan terhadap responden yang tidak pernah
mendapatkan informasi mengenai demam berdarah, hal ini mungkin dapat
mempengaruhi hasil, sebab adanya kemungkinan responden tersebut
asalasalan menjawab pertanyaan dan secara kebetulan jawaban responden
tersebut adalah benar. Selain itu pada kuesioner tentang tingkat
pengetahuan persentase pernyataan mengenai demam berdarah itu sendiri
lebih banyak dibanding pernyataan tentang pencegahan demam berdarah,
sehingga tingkat pengetahuan yang didapat adalah lebih kepada tingkat
pengetahuan tentang demam berdarah secara keseluruhan bukan tingkat
pengetahuan tentang pencegahan saja.
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan pengambilan data di lapangan jumlah responden sejumlah 66
responden. Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah
tingkat pengetahuan, sikap, praktik, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat
pendidikan. Data ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase.
Gambaran karakteristik umur, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan
responden di Dusun Kecicang Islam, Desa Bungaya Kangin wilayah kerja
Puskesmas Bebandem dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bebandem
Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)
Umur
1825 tahun 9 13,6
2640 tahun 33 50
4164 tahun 21 31,8
≥65 tahun 3 4,5
Jenis kelamin
Lakilaki 29 43,9
Perempuan 37 56,1
Tingkat Pendidikan
Tinggi 5 7,6
Sedang 37 56,1
Rendah 24 36,4
Pekerjaan
IRT 20 30,3
Wiraswasta 32 48,5
Buruh 4 6,1
PNS 1 1,5
Karyawan swasta 4 6,1
Polisi 2 3
Dll 3 4,5
Kategori Pekerjaan
Tetap 7 10,6
Tidak Tetap 59 89,4
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa dari 66 responden, rata rata umur
responden kebanyakan berkisar antara 26 sampai 40 tahun sebanyak 33 responden
(50%), sedangkan umur pasien yang paling sedikit ≥65 sebanyak 3 responden
(4,5%). Untuk jenis kelamin diantaranya yang paling banyak adalah perempuan
sebanyak 37 responden (56,1%) dan lakilaki sebanyak 29 responden (43,9%).
Kategori tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan sedang yaitu
sebanyak 24 responden (36,4%). Sedangkan untuk pekerjaan responden yang
paling banyak adalah responden dengan pekerjaan tetap (89,4%) dimana
kebanyakan diantaranya adalah wiraswasta sebanyak 32 responden (48,5%) dan
kemudian diikuti oleh IRT sebanyak 20 responden (30,3%).
Tabel 5.2
Responden yang mendapatkan informasi DBD
Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)
Mendapatkan informasi
Pernah 39 59,1
Sumber Informasi
Teman 18 27,3
Petugas kesehatan 19 28,8
Koran atau majalah 1 1,5
Televisi atau radio 10 15,2
Tidak Pernah 27 40,9
positif dan hanya 3 responden (6.1%) yang memiliki sikap negatif. Terdapat 2
responden (28,6%) dengan tingkat pengetahuan rendah dan memiliki sikap
negatif, sementara itu 5 responden (71,4%) dengan tingkat pendidikan yang
rendah memiliki sikap positif.
Tabel 5.9 menampilkan rincian jawaban responden untuk setiap
pertanyaan. Pada pertanyaan pertama mengenai penggunaan lotion anti nyamuk
hanya pada saat malam hari saja, sebagian besar responden (54,5%) menyatakan
setuju dengan pernyataan tersebut, dan hanya satu responden yang menyatakan
sangat tidak setuju pada pernyataan tersebut. Untuk pernyataan seperti barang
bekas tempat penampungan air hujan sebaiknya dibiarkan saja, menguras bak
mandi jika sudah kotor saja, air pada vas bunga tidak perlu diganti, pakaian lebih
baik digantung didalam ruangan atau kamar , tempat yang dapat menampung air
tidak dapat di tutup, dan genangan air di lingkungan rumah sebaiknya dibiarkan
saja, jawaban responden untuk pernyataanpernyataan tersebut didominasi dengan
jawaban tidak setuju. Sementara itu untuk pernyataan mengenai rutinitas
melakukan kegiatan 4M, tidur menggunakan kelambu dapat mengurangi gigitan
dari nyamuk, penggunaan bubuk abate saya gunakan pada tempat penampungan
air yang susah saya jangkau untuk dibersihkan jawaban responden didominasi
dengan menyatakan setuju untuk setiap pernyataan tersebut.
Tabel 5.9. Distribusi rincian komponen sikap responden
Variabel Jawaban Jumlah Persentase (%)
(n)
Pemakaian lotion anti nyamuk hanya Setuju 36 54.5
digunakan saat malam hari saja Sangat setuju 6 9.1
Tidak setuju 23 34.8
Sangat tidak setuju 1 1.5
Barang bekas tempat penampungan air Setuju 3 4.5
hujan sebaiknya dibiarkan saja Sangat setuju 1 1.5
Tidak setuju 39 59.1
Sangat tidak setuju 23 34.8
Menguras bak mandi jika sudah kotor Setuju 13 19.7
saja Sangat setuju 5 7.6
Tidak setuju 41 62.1
Sangat tidak setuju 7 10.6
Air pada vas bunga tidak perlu diganti Setuju 13 19.7
Sangat setuju 2 3.0
Tidak setuju 41 62.1
Sangat tidak setuju 10 15.2
Pakaian lebih baik digantung didalam Setuju 26 39.4
ruangan atau kamar Sangat setuju 3 4.5
Tidak setuju 32 48.5
Sangat tidak setuju 5 7.6
Saya rutin melakukan kegiatan 4M Setuju 33 50.0
Sangat setuju 18 27.3
Tidak setuju 12 18.2
Sangat tidak setuju 3 4.5
Tempat yang dapat menampung air tidak Setuju 17 25.8
dapat di tutup Sangat setuju 4 6.1
Tidak setuju 34 51.5
Sangat tidak setuju 11 16.7
Genangan air di lingkungan rumah Setuju 5 7.6
sebaiknya dibiarkan saja Sangat setuju 1 1.5
Tidak setuju 41 62.1
Sangat tidak setuju 19 28.8
Tidur menggunakan kelambu dapat Setuju 43 65.2
mengurangi gigitan dari nyamuk Sangat setuju 4 6.1
Tidak setuju 16 24.2
Sangat tidak setuju 3 4.5
Penggunaan bubuk abate saya gunakan Setuju 34 51.5
pada tempat penampungan air yang Sangat setuju 11 16.7
susah saya jangkau untuk dibersihkan Tidak setuju 19 28.8
Sangat tidak setuju 2 3.0
5.4 Gambaran Praktik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, dari 66 responden hanya terdapat 12
responden yang memiliki praktik keluarga tinggi yaitu 12 orang (18,2%),
kebanyakan responden (53%) adalah keluarga dengan praktik keluarga cukup
sedangkan sisanya (28,8%) adalah keluarga dengan praktik keluarga kurang (
Tabel 5.10).
Tabel 5.10 Gambaran Praktik Keluarga Responden
Frekuensi Persentase (%)
Praktik Keluarga Responden Baik 12 18,2
Praktik Keluarga Total
Baik Cukup Kurang n (%)
n (%) n (%) n (%)
Sikap Positif 12 (19,7) 33 (54,1) 16 (26,2) 61 (100)
Sikap Negatif 0 (0) 2 (40) 3 (60) 5 (100)
Kuesioner praktik terdiri dari sepuluh pernyataan yang dijadikan sebagai
aspek untuk menilai praktik responden, kuesioner tersebut terdiri dari dua pilihan
jawaban yaitu ‘ya’ dan ‘tidak’ yang diisi oleh peneliti dengan melihat langsung
atau menanyakan kepada responden (Tabel 5.13). Berdasarkan hasil penelitian,
dari sepuluh pernyataan dalam kuesioner praktik terdapat empat pernyataan yang
kebanyakan diisi dengan menjawab pilihan ‘tidak’. Pernyataan yang paling
banyak dijawab dengan pilihan jawaban ‘tidak’diantara keempat pernyataan
tersebut adalah pernyataan tentang memelihara ikan pemakan jentik lalu di susul
dengan pernyataan memasang kawat kasa pada ventilasi udara dan kemudian
memberikan bubuk abate pada bak air yang tidak dapat dikuras dengan baik
selama sekali dua bulan.
Terdapat enam pernyataan yang kebanyakan terisi dengan pilihan jawaban
‘ya’ dalam kuesioner praktik, namun persentasenya tidak melebihi angka 65%.
Pernyataan yang paling banyak diisi dengan pilihan jawaban ‘ya’ adalah
pernyataan tentang memantau semua wadah air atau yang dapat menampung air
seminggu sekali.
Tabel 5.13 Kuesioner praktik responden
No. Praktik responden terhadap pencegahan DBD Ya Tidak
n (%) n (%)
1 Menutup bak penampungan air 40 (60,6) 26 (39,
2 Memberikan bubuk abate pada bak air yg tidak dapat dikuas dengan12 (18,2) 54 (81,
baik sekali dua bulan
3 Menguras bak penampungan air minimal satu minggu sekali 41 (62,1) 25 (37,
4 Memantau semua wadah air atau yang dapat menampung air42 (63,6) 24 (36,
seminggu sekali
responden dengan rentang umur 2640 tahun sebanyak 47,2% atau sejumlah 211
orang dari total sampel sebesar 447 responden (Itrat A. dkk, 2008).
Responden yang mengikuti penelitian peneliti didominasi dengan jenis
kelamin perempuan (56,1%), hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Itrat dkk pada tahun 2006 yang didominasi oleh lakilaki (63.3%). Pada
penelitian Itrat dkk, sampel diambil dengan cara convenience sampling pada
orangorang yang berkunjung ke rumah sakit di Karachi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena kebanyakan responden adalah ibu rumah tangga sehingg
peneliti lebih banyak bertemu ibu dan menjadikannya sebagai responden
penelitian.
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa sumber informasi terbanyak yang
diperoleh oleh responden adalah dari televisi yakni sekitar 60%, sementara dari
petugas kesehatan hanya sekitar 10% dan radio <10%. Sumber informasi yang
didapat dari majalah ataupun koran sebesar 30% dan dari teman ataupun kerabat
juga berimbang dengan sumber informasi dari majalah yakni 30 % (Itrat dkk,
2008). Hasil ini cukup berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti, pada
penelitian yang dilakukan peneliti sumber informasi yang diperoleh responden
didominasi oleh petugas kesehatan (28.8%), dilanjutkan dengan teman (27,3%),
televisi atau radio (15,2%), dan koran atau majalah hanya satu responden atau
1,5%. Perbedaan ini bisa jadi dikarenakan cara pemilihan sampel yang berbeda,
lokasi penelitian, maupun hal lainnya.
6.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebanyak 49 responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang (74,2%). Hal ini
mungkin dikarenakan masih kurangnya informasi tentang DBD yang diberikan
ataupun masyarakat yang kurang memperhatikan pencegahan DBD di lingkungan
tempat tinggal mereka. Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan adalah hasil
dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek. Menurut Wahid et al (2007) faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang antara lain pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan
pernah mendapatka informasi sama sekali mengenai demam berdarah. Hal ini bisa
saja disebabkan oleh responden yang lupa bahwa sebenarnya responden tersebut
pernah mendapatkan informasi, atau responden tidak tahu untuk menjawab namun
kebetulan saja pilihan jawaban yang respoden pilih adalah benar.
Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
responden memiliki 16 pernyataan yang benar ataupun salah, selanjutnya
responden memilih pilihan apakah menurut mereka pernyataan tersebut adalah
pernyataan yang benar atau salah dan dari keseluruhan pernyataan tersebut terdapat
lima pernyataan yang bernilai salah. Penelitian ini menemukan dari keenambelas
pernyataan terdapat empat penyataan yang kebanyakan dijawab dengan salah oleh
responden, dimana keempat pernyataan tersebut semuanya adalah pernyataan
bernilai salah. Hal ini bisa saja disebabkan oleh karena ketidaktelitian responden
dalam memperhatikan pernyataan yang ada atau bisa saja oleh karena apabila
responden tidak tahu atau ragu jawabannya tidak mengatakan tidak tahu namun
memilih pilihan jawaban benar. Hal ini dapat diperhatikan dari kelima pernyataan
bernilai salah hanya satu yang kebanyakan dijawab dengan benar oleh responden
yaitu pernyataan yang menyatakan bahwa demam berdarah tidak dapat dicegah ,
dimana pernyataan ini adalah pernyataan yang cukup mudah ditentukan benar atau
salah dibandingkan keempat pernyataan lainnya.
6.3 Gambaran Sikap Responden
Sikap merupakan pandangan atau perasaan seseorang yang disertai
kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan stimulus yang diberikan
(Purwanto H., 1998 dalam Wawan A. dan Dewi. M., 2011). Pada penelitian ini
didapatkan sejumlah 61 responden (92.4%) yang memiliki sikap positif terhadap
pencegahan demam berdarah, dan sisanya memiliki sikap negatif terhadap
pencegahan DBD. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan oleh Pangemanan dan Nelwan di kabupaten Minahasa
Utara, yakni didominasi dengan responden yang bersikap baik sebesar 100%
(Pangemanan dan Nelwan, 2010). Pada penelitian tersebut menggunakan 345
sampel yang dipilih secara acak dengan minimal usia responden diatas 15 tahun
dan tidak dibedakan status sosial ekonomi ataupun tingkat pendidikannya, hal ini
tidak jauh berbeda dengan penelitian ini yang dilakukan dengan cara pemilihan
sampel yang sama yakni dengan cara acak dan tidak dibedakan anatara status
sosial ataupun tingkat responden serta usia termuda penelitian ini diatas 15 tahun.
Pada penelitian lain didapatkan hasil yang serupa yakni sikap responden
yang didominasi dengan sikap positif namun persentasenya cukup berbeda, yakni
penelitian yang dilakukan oleh Suherman tahun 2007 di Pontianak didapatkan
hasil sebesar 64,8% responden mempunyai sikap mendukung terhadap
pencegahan penyakit DBD (Suherman E., 2007). Hasil ini didapatkan dengan
metode survei melalui pendekatan cross sectional dengan populasi penelitian
sebanyak 182 kk dan sampelnya sebesar 125 kk, sementara pada penelitian yang
peneliti lakukan di wilayah kerja Puskesmas Bebandem populasi penelitian
sebanyak 692 kk dan sampelnya 66 kk.
Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan
Kota Semarang didapatkan hasil yang cukup berbeda dari penlitian peniliti dan
penelitian di pontianak. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa persentase
responden yang sikapnya baik terhadap DBD lebih besar (50,0%) bila
dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap terhadap DBD yang sedang
(44,0%) dan responden yang memiliki sikap terhadap DBD yang buruk (6,0)
(Rahmaditia, 2011). Sementara pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Bahtiar
tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Kawalu kota Tasikmalaya dengan
pemilihan sampel secara purposif yakni tokoh masyarakat sejumlah 68 orang
didapatkan hasil sebanyak 40 orang (58.8%) bersikap negatif atau kurang
mendukung dan sebesar 28 responden (41.2%) bersikap positif atau mendukung
pengendalian demam berdarah (Bahtiar Y., 2012).
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan di desa Karangjati, kecamatan
Blora, Kabupaten blora, menyebutkan bahwa mayoritas responden mempunyai
sikap positif sebesar 71,4%. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross
sectional dengan jumlah sampel 92 orang dari pengacakan 1065 kepala keluarga.
Disebutkan pula bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
adalah komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai suatu
obyek tertentu (Nuryanti E., 2013). Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Santoso dan Budiyanto pada tahun 2005 di Palembang yang meneliti hubungan
mengenai pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat terhadap vektor DBD,
didapatkah hasil yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
responden dengan sikap responden kaitannya dengan penyakit DBD. Pada
penelitian tersebut dilakukan pengambilan sampel berdasarkan tingkat ekonomi
dan sampel dipilih secara acak (Santoso dan Budiyanto, 2008). Hasil dari
penelitian tersebut didapatkan sebanyak 228 responden bersikap baik dan
memiliki pengetahuan yang tinggi, 85 responden bersikap negatif namun memiliki
pengetahuan yang tinggi, 136 responden bersikap baik dengan tingkat
pengetahuan yang rendah, dan sebanyak 157 responden bersikap negatif dengan
tingkat pengetahuan yang rendah. Pada penelitian tersebut dengan jumlah sampel
600 responden dapat dilihat bahwa sikap baik didominasi dengan tingkat
pengetahuan yang baik dan sikap kurang atau negatif didominasi dengan tingkat
pengetahuan yang rendah, sementara pada penelitian yang dilakukan peneliti
didapatkan hasil yang berbeda.
Pada penelitian yang dilakukan peneliti tingkat pengetahuan dibagi
menjadi tiga katagori yakni tinggi, rendah, dan sedang, serta didapatkan hasili
tidak terdapat responden yang bersikap negatif diantara responden yang memiliki
tingkat pengetahuan tinggi. Pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang
sikap responden di dominasi dengan sikap positif (93,9%) dan responden dengan
pengetahuan rendah juga di dominasi dengan sikap positif (71,4%) meskipun
masih terdapat dua responden yang bersikap negatif diantara responden dengan
tingkat pengetahuan rendah. Akan tetapi terdapat penelitian lain yang memiliki
hasil tidak jauh berbeda dengan penelitian peneliti, karena pada penelitian yang
dilakukan oleh Sigarlaki didapatkan hasil sebagian besar responden (95,8%)
memiliki sikap yang baik sementara tujuh responden tergolong bersikap cukup
dan 4 responden bersikap kurang. Pada penelitian ini juga menyebutkan sebanyak
tidak terlihat kotor. Hal seperti ini juga didapatkan pada penelitian lain yang
menyebutkan bahwa sebanyak 64,0% responden menyatakan sikap setuju
terhadap membersihkan bak air minimal seminggu sekali (Rahmaditia, 2011). Air
pada vas bunga tidak perlu diganti, pernyataan tersebut tidak disetujui oleh
sebagian besar responden, namun masih ada responden yang menjawab setuju
bahkan sangat setuju. Alasan mengapa masih ada sikap responden yang bersikap
negatif pada pernyataan masih belum diketahui. Pernyataan selanjutnya ialah
pakaian lebih baik digantung didalam ruangan atau kamar, sebagian besar
responden mengatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan alasan yang
peneliti dapatkan dari responden adalah mereka terbiasa untuk langsung menaruh
ditempat pakaian kotor atau langsung dicuci, meskipun demikian masih terdapat
responden yang setuju (39,4%) dan sangat setuju (4,5%) dengan pernyataan ini.
Pada penelitian lain juga didapatkan mayoritas sikap responden terhadap
pernyataan ini tidak setuju, kurang setuju bahkan sangat tidak setuju, namun
masih ada 10% responden yang menyetujui untuk menggantung pakaian
dibelakang pintu (Rahmaditia, 2011).
Kegiatan 4M merupaka kegiatan yang meliputi menguras, mengubur,
menutup dan memantau. Kegiatan ini disetujui oleh 50,0% responden dan sangat
disetujui oleh 27,3% responden, meskipun demikian masih ada 15 responden yang
memiliki sikap negatif terhadap pernyataan kegiatan 4M ini. Pada penelitian
peneliti didapatkan 18.2% tidak setuju dengan kegiatan 4M, dan pada penelitian
lain diketahui masih terdapat 10,0% responden yang memiliki sikap serupa,
meskipun demikian mayoritas responden juga memiliki sikap positif pada
pernyataan ini (Rahmaditia, 2011). Tempat penampungan air tidak perlu ditutup,
hal ini mayoritas tidak disetujui oleh responden, karena menurut beberapa
responden penampungan air seperti bak mandi tidak perlu ditutup. Akan tetapi
masih ada responden yang menyetujui hal ini sebanyak 17 responden dan empat
responden sangat setuju dengan penutupan tempat penampungan air ini, karena
menurut beberapa responden wadah air seperti sumur dan tower harus ditutup
supaya tidak kotor.
Praktik keluarga responden baik dalam penelitian ini hanya berjumlah 12
dari 66 responden (18,2 %). Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab tingginya
kasus demam berdarah di daerah tersebut sebab praktik pencegahan demam
berdarah yang baik oleh masyarakat merupakan hal yang paling penting dan
efektif yang harus di lakukan oleh setiap anggota masyarakat untuk mencegah
demam berdarah terutama pada lingkungan yang beresiko tinggi (Wong dkk,
2015).
Responden dengan tingkat pengetahuan baik tidak memiliki perbedaan
jumlah antara responden yang memiliki praktik keluarga baik dengan responden
yang memiliki praktik keluarga kurang, sedangkan responden dengan tingkat
pengetahuan sedang lebih banyak responden yang memiliki praktik keluarga
kurang (28,6 %) dibandingkan responden dengan praktik keluarga baik (14,3 %).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaditia (2011) yang
menemukan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik memiliki proporsi
yang sama antara responden yang memiliki praktik keluarga baik dengan
responden yang memiliki praktik keluarga tidak baik, namun pada penelitian
tersebut responden dengan tingkat pengetahuan yang tidak baik kebanyakan
adalah responden dengan praktik keluarga tidak baik (80,8%).
Teori Blum menyatakan bahwa tindakan atau praktik seseorang terbentuk
dari pengetahuan atau kognitif seseorang tersebut (Supriyanto, 2011). Namun
hasil yang ditemukan dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori tersebut sebab
responden praktik keluarga baik kebanyakan bukanlah responden dengan tingkat
pengetahuan tinggi, begitupula responden dengan praktik keluarga kurang
kebanyakan bukanlah responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Tingkat
pengetahuan yang tinggi juga tidak menunjukkan praktik keluarga responden
yang baik lebih tinggi, meskipun pada tingkat pengetahuan rendah jumlah
responden dengan praktik keluarga kurang lebih banyak dibandingkan dengan
yang baik namun kebanyakan responden pada tingkat pendidikan rendah memiliki
praktik keluarga yang cukup.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian “Gambaran
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik tentang Pencegahan Demam Berdarah di
Wilayah Kerja Puskesmas Bebandem”, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan demam berdarah
di wilayah kerja Puskesmas Bebandem kebanyakan adalah sedang
2. Responden di wilayah kerja Puskesmas Bebandem kebanyakan
memiliki sikap positif terhadap pencegahan demam berdarah
3. Responden di wilayah kerja Puskesmas Bebandem kebanyakan
memiliki praktik keluarga yang cukup tentang pencegahan demam
berdarah
4. Tingkat pengetahuan rendah cenderung memiliki sikap negaif
5. Tingkat pengetahuan ketika di tabulasi silang dengan praktik tidak
memiliki kecenderungan tertentu
6. Responden dengan sikap negatif cenderung memiliki praktik keluarga
yang kurang
6.2 Saran
1. Bagi pemerintah , diharapkan dapat membantu masyarakat dalam upaya
pencegahan demam berdarah dengue dengan melakukan pemberian bubuk
abate setiap 23 bulan sekali.
2. Bagi peniliti, diharapkan untuk memperkuat validitas hasil penelitian
dengan memperjelas cara pemilihan sampel dan teknik pengambilan
sampel serta memperpanjang waktu penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
AlDubai, S.A., K. Ganasegeran, A.M. Rahman, M.A. Alshagga and R. SaifAli.
2013. Factors affecting dengue fever knowledge, attitudes and practices
among selected urban, semiurban and rural communities in Malaysia.
Southeast Asian J. Trop. Med. Public Health, 44: 3749.
Bahtiar Y. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat dengan
Perannya dalam Pengendalian Demam Berdarah di Wilayah Puskesmas
Kawalu Kota Tasikmalaya. Vol.4,No.2.Hal 7384.
Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Dengue Atlanta:Centers for
Disease Control and Prevention. [Online] Tersedia di:
http//www.cdc.gov/dengue/epidemiology/index.html [diunduh:21 maret
2016 ]
Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2014. Profil Kesehatan provinsi Bali. [Online].
Tersedia di:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Info%20Jibang/P
rofil%20Kesehatan/Profil%20Kesehatan%202014.pdf [diunduh:21 Maret
2016]
Gubler DJ. 2002. Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health,
social and economic problem in the 21st century. Trends Microbiol Vol.
10, p100–103.
Itrat A. dkk. 2008. Knowledge, Awareness and Practices Regarding Dengue Fever
Among the Adult Population of Dengue Hit Cosmopolitan. Plus One.
Vol.3,No.7.
Kemenkes RI. 2011. Informasi Umum DBD 2011. [Online] Tersedia di:
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/INFORMASI_UMUM_D
BD_2011.pdf [diunduh: 15 Maret 2016]
Murray NE, Quam MB, WilderSmith A. 2013. Epidemiology of dengue: Past,
present and future prospects. Clin Epidemiol. Vol. 5, p599309.
Rahmaditia, T. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Tindakan
Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Anak (di Wilayah Kerja
Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang).[Skripsi].Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Santoso, Budiyanto A. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP)
Masyarakat terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.7,No.2.Hal 732739
Shuaib, F., D. Todd, D. CampbellStennett, J. Ehiri and P.E. Jolly.
2010. Knowledge, attitudes and practices regarding dengue infection in
Westmoreland, Jamaica. West Indian Med. J., 59: 139146.
Sigarlaki, HJO. 2007. Karakteristik Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Penyakit
Demam Berdarah Dengue.Berita Kedokteran
Masyarakat.Vol.23.Hal:148153.
Suherman E. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga (KK)
terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (di
RW 22 Kelurahan Sungai Beliung Kota Pontianak). [Skripsi]. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Wahid, A. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wawan A, Dewi M. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Jakarta: Nuha Medika.
Wong LP, Shakir SM, Atefi N, AbuBakar S. 2015. Factors Affecting Dengue
Prevention Practices: Nationwide Survey of the Malaysian Public. Plos
One 10(4).
World Health Organization. 2010. Situation Update Of Dengue In the SEA
Region,2010. World Health Organization SouthEast Asian Region
[Internet]. Tersedia di:
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Dengue_update_SEA_2010.
pdf. [diunduh:21 Mart 2016 ]
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
No. Responden:
INFORMED CONSENT
PENELITIAN “Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik tentang
Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas
Bebandem”
Setelah mendengar penjelasan dari peneliti (secara lisan dan tertulis) mengenai
tujuan, manfaat, dan risiko bagi subyek penelitian, bersama ini saya:
Nama :…………………………………………………………
Umur :………………tahun/ Jenis kelamin: ………………….
Alamat :…………………………………………………………
No. Telp/ HP :…………………………………………………………
Menyatakan bersedia secara sukarela dan mematuhi semua prosedur sebagai
subyek penelitian.
Bila suatu saat saya ada dalam kondisi yang tidak memungkinkan mengikuti
semua prosedur penelitian, atau merasa dirugikan, maka saya berhak
mengundurkan diri sebagai subyek penelitian.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagai mana
mestinya.
Kecicang Islam, Maret 2016
Nama dan tanda tangan subyek penelitian
(…………………………………………..)
No. Responden:
IDENTITAS RESPODEN
Tempat dan Tanggal
1.
Lahir
2. Usia
3. Jenis Kelamin
IRT
Wiraswasta
Buruh
4. Pekerjaan PNS
Karyawan Swasta
TNI
Polisi
5. Tingkat pendidikan Tidak bersekolah
terakhir* SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
6. Pernah mendapatkan
informasi mengenai Ya
demam berdarah (DBD)
dan atau pencegahan Tidak
DBD sebelumnya?
7. Jika pernah, dari mana Teman
saja? Petugas Kesehatan
Koran atau majalah
Televisi atau radio
dll (sebutkan)…………
8. Pada tahun 2015 sudah
berapa kali menerima
kunjungan pemeriksaan
jentik?
9. Pada tahun 2015 sudah
berapa kali rumah
Bapak/Ibu di fogging?
No. Responden:
KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN
Benar Salah
1. Penyebab DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah virus.
2. Gigitan nyamuk merupakan sumber penularan DBD.
3. Jenis nyamuk yang menularkan DBD adalah Anopheles.
4. Ciri nyamuk DBD adalah sayap dan badannya belangbelang
atau bergarisgaris putih.
5. Nyamuk DBD berkembang biak di air yang kotor
6. Tanda atau gejala awal penderita DBD ialah demam tinggi
dan bintikbintik merah.
7. Tindakan pertolongan pertama pada pasien DBD dirumah
adalah dengan minum yang banyak.
8. DBD tidak dapat dicegah.
9. Fogging merupakan upaya untuk membasmi jentik nyamuk.
10 Program 3M merupakan upaya pencegahan DBD
.
11 Menguras tempat penampungan air merupakan bagian dari
. program 3M.
12 Program 3M meliputi meyikat, mengubur, dan menutup.
.
13 Program 4M meliputi program 3M ditambah dengan
. memantau.
14 Abatisasi (pemberian bubuk abate) merupakan upaya
. pemberantasan jentik nyamuk.
15 Upaya untuk memutus rantai penularan DBD ialah dengan
. memberantas sarang nyamuk.
16 Penerapan program 4M dan abatisasi dapat menurunkan
. angka kesakitan DBD.
No. Responden:
KUESIONER SIKAP RESPONDEN
Sangat
Sangat Tidak
Setuju tidak
setuju setuju
setuju
1. Pemakaian lotion anti nyamuk hanya digunakan
saat malam hari saja
2. Barang bekas tempat penampungan air hujan
sebaiknya dibiarkan saja
3. Menguras bak mandi jika sudah kotor saja
4. Air pada vas bunga tidak perlu diganti
5. Pakaian lebih baik digantung didalam ruangan atau
kamar
6. Saya rutin melakukan kegiatan 4M
7. Tempat yang dapat menampung air tidak perlu
ditutup
8. Genangan air di likungan rumah sebaiknya
dibiarkan saja
9. Tidur menggunakan kelambu dapat mengurangi
gigitan dari nyamuk
10. Penggunaan bubuk abate saya gunakan pada
tempat penampungan air yang susah saya jangkau
untuk dibersihkan
No. Responden:
KUESIONER PRAKTIK
No. Praktik responden terhadap pencegahan DBD Ya Tidak
1 Menutup bak penampungan air
2 Memberikan bubuk abate pada bak air yg tidak dapat dikuas dengan
baik sekali dua bulan
3 Menguras bak penampungan air minimal satu minggu sekali
4 Memantau semua wadah air atau yang dapat menampung air
seminggu sekali
5 Memasang kawat kasa pada ventilasi udara
6 Tidak membiarkan pakaian kotor bergantungan di belakang pintu
7 Memelihara ikan pemakan jentik
8 Menyemprotkan insektisida atau memasang obat nyamuk bakar atau
menggunakan kelambu saat tidur atau menggunakan baju lengan
panjang atau lotion antinyamuk secara rutin
9 Menelungkupkan barang bekas seperti ember bekas dan kaleng bekas
10 Tidak membuang sampah plastik, keramik, kaleng dll yang
berpotensi menampung air bekas sembarangan
Lampiran 2. Dokumentasi
Gambar 1. Responden sedang melakukan pengisian angket kuesioner tentang
tingkat pengetahuan dan sikap yang ditemani oleh peneliti (sedang
mengambil gambar)
Gambar 2 dan 3. Responden sedang melakukan pengisian lembar inform consent
dan identitas responden ditemani oleh peneliti (sedang mengambil gambar)