Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DISPEPSIA

OLEH

Kadek Widayanti, S.Kep

C1221035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Dyspepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang sering
dirasakan seperti adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar diperut
(Hedisasrawan, 2014)
Dyspepsia adalah sekumpulan gejala berupa nyeri, perasaan tidak enak pada perut bagian
atas yang menetap atau berulang disertai dengan gejala lainnya seperti rasa penuh saat
makan, cepat kenyang, bersendawa, nafsu makan menurun, mual, muntah (Suratun, 2012)
Dyspepsia adalah ketidaknyamanan hingga nyeri pada saluran pencernaan terutama pada
bagian atas (Setiadi, 2016)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dyspepsia adalah
nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang menetap atau berulang sehingga
menyebabkan nafsu makan menurun.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Pencernaan makanan merupakan proses merubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus. Zat makanan yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk
yang lebih sederhana. Saluran pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ
berturut-turut dimulai dari mulut (cavum oris), kerongkongan (esophagus), lambung
(ventrikulus), usus halus(intestinum), usus besar (colon), dan anus.

a. Mulut

(Hedi Sasrawan, 2014)

Mulut merupakan organ pertama pada proses pencernaan. Proses pencernaan di mulai
dari masuknya ke dalam mulut. Di dalam rongga mulut terdapat alat-alat yang membantu
dalam proses pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Beberapa organ
didalam mulut, yaitu :

1. Gigi
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi halus.
keadaan ini memungkinkan enzim-enzim pencernaan mencerna makanan lebih cepat
dan efisien. Gigi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu gigi seri, gigi taring,
gigi geraham depan, dan gigi geraham belakang. Gigi seri terbentuk seperti pahat,
gigi taring berbentuk seperti pahat runcing, dan gigi geraham berbentuk agak
silindris dengan permukaan lebar dan datar berlekuk-lekuk. Gigi seri berfungsi untuk
memotong dan mengigit makanan. Gigi taring berfungsi untuk merobek makanan.
Sedangkan gigi geraham berfungsi untuk mengunyah makanan.
2. Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan membantu
mendorong makanan (proses penelanan). Lidah juga berfungsi sebagaialat pengecap
yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan asam. Setiap rasa pada zat yang masuk
ke dalam rongga mulut akan diproses oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Letak
setiap rasa, yaitu :
1) Rasa asin : lidah bagian tepi depan
2) Rasa manis : lidah bagian ujung
3) Rasa asam : lidah bagian samping
4) Rasa pahit : lidah bagian belakang/ pangkal lidah
3. Kelenjar ludah (air liur)
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam
rongga mulut ada 3 pasang, yaitu :
1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga.
2) Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Jadi, ludah berfungsi untuk membasahi dan melumasi makanan sehingga mudah
ditelan. Selain itu, ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, dingin,
asam, dan basa. Di dalam ludah terdapat enzim ptyalin (amylase).Enzim ptyalin
berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat
(amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ
pencernaan selanjutnya.

b. Kerongkongan

(Hedi Sasrawan, 2014)

Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara rongga mulut


dengan lambung. Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah
dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot kerongkongan dapat berkontraksi secara
bergelombang sehingga mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Gerakan
kerongkongan ini disebut gerak peristalsik. Gerak ini terjadi karena otot yang
memanjang dan melingkari dinding kerongkongan mengkerut secara bergantian. Jadi,
gerak peristalsikmerupakan gerakan kembang kempis kerongkongan untuk
mendorong makanan masuk ke dalam lambung.
Makanan berada didalam kerongkongan hanya sekitar enam detik. Bagian pangkal
kerongkongan (faring) berotot lurik. Otot lurik pada kerongkongan bekerja secara
sadar menurut kehendak kita dalam proses menelan. Artinya, kita menelan jika
makanan telah dikunyah sesuai kehendak kita.

c. Lambung

(Setiadi, 2016)

Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di sebelah kiri rongga
perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses pencernaan. Lambung terdiri dari
tiga bagian, yaitu :
1. Kardiak adalah bagian lambung yang paling pertama untuk tempat masuknya
makanan dari kerongkongan (esophagus).
2. Fundus adalah bagian lambung tengah yang berfungsi sebagai penampung
makanan serta proses pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim.
3. Pilorus adalah bagian lambung terakhir yang berfungsi sebagai jalan keluar
makanan menuju usus halus.

Di dalam lambung terjadi pencernaan secara kimiawi yang disekresikan dalam bentuk
getah lambung. Sekresi getah dipacu oleh hormon gastrin. Getah ini tersusun dari:

1. HCl : Membunuh mikroorganisme dan mengktifkan pepsinogen


menjadi pepsin.
2. Pepsin : Merubah protein menjadi molekul yang lebih kecil (pepton).
3. Rennin : Merubah kaseinogen pada susu menjadi kasein.
Selanjutnya kasein digumpalkan oleh I Ca2+.
4. Lipase : Merubah lemak menjadi asam lemak dam gliserol.
5. Musin : Protein yang berfungsi untuk melicinkan makanan.

Setelah makanan dicerna di dalam lambung, makanan ini berubah menjadi bentuk
seperti bubur atau disebut kim (chyme) (Stanley, 2016).
d. Usus Halus

(Hedi Sasrawan, 2014)

Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat
terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri dari :
1. Usus dua belas jari (duodenum)
2. Usus kosong (jejunum)
3. Usus penyerapan (ileum)

Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pancreas dan saluran empedu.
Pancreas menghasilkan getah pancreas yang mengandung enzim-enzim sebagai
berikut :

1. Amylopsin (amylase pancreas) yaitu enzim yang mengandung zat tepung


(amilum) menjadi gula lebih sederhana (maltose).
2. Steapsin (lipase pancreas) yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.
3. Tripsinogenjika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim
yang mengubah protein dan peptonmenjadi dipeptida dan asam amino yang siap
diserap oleh usus halus.
Di usus halus juga diproduksi enzim enterokinase dan erepsinogen. Enterokinase
adalah enzim yang mengubah tripsinogen menjadi tripsin dan mengubah erepsinogen
menjadi erepsin. Tripsin dan erepsin berfungsi untuk mencerna protein menjadi asam
amino.

Hasil pencernaan selanjutnya akan menuju ke usus penyerapan (ileum). Di dalam


usus ini, sari-sari makanan akan diserap melalui jonjot-jonjot usus atau vili dan
selanjutnya akan diedarkan ke seluruh tubuh. Khusus untuk hasil pencernaan lemak
tidak diangkut lewat pembuluh darah melainkan melalui pembuluh getah bening.

e. Usus Besar
(Hedi Sasrawan, 2014).

Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki tambahan usus yang
berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari tiga bagian yaitu bagian naik
(ascending), mendatar (tranverse), dan menurun (descending). Di usus besar tidak
terjadi pencernaan. Semua sisa makanan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E.
coli dan diperoleh vitamin K. Di bagian akhir usus besar terdapat rektum yang
bermuara ke anus untuk membuang sisa makanan.
Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila kadar air pada sisa
makanan terlalu banyak, maka dinding usus besar akan menyerap kelebihan air
tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan air, maka dinding usus besar akan
mengeluarkan air dan mengirimnya ke sisa makanan. Hal ini bertujuan agar feses
(kotoran) tidak cair dan juga tidak padat.

f. Anus
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang
lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah
siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyususn rectum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Jadi,
proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya
kontraksi otot dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan
kontraksi kolon serta rectum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus (Artana,
2017).

C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Penyebab dari dyspepsia yaitu ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Asam lambung
terdorong keatas mneuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari
faring ke dalam lambung, hal ini menyebabkan nyeri.
Penyebab dyspepsia secara rinci :
1. Menelan udara
2. Asam dari lambung
3. Iritasi lambung
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolestisitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan Gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan atau depresi
10. Infeksi helicobactery pylory (Widodo, 2018).
D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
Didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan membagi dyspepsia menjadi 3 tipe yaitu :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrium terlokasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Rasa tidak nyaman vertambah saat makan
3. Dyspepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti dua tipe diatas) (Masjoer, 2017).

E. PATOFISIOLOGI
Dyspepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang menetap atau
berulang sehingga menyebabkan nafsu makan menurun. Dyspepsia dibagi menjadi 2 yaitu
dyspepsia organic dan dyspepsia fungsional. Ketika seseorang mengalami dyspepsia organic
maka seseorang tersebut akan mengalami stress jika seseorang stress maka akan terjadi
perangsangan saraf simpatis nerus uagus yang menyebabkan peningkatan produksi HCL
dilambung sehingga menyebabkan mual muntah dan sehingga munculnya diagnose
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Terjadinya mual
muntah secara terus menerus juga bisa memunculkan diagnosa keperawatan kekurangan
volume cairan. Ketika seseorang mengalami dyspepsia fungsional karena disebabkan oleh
perubahan pola makan yg tidak teratur, obat-obatan terlarang, alcohol dan kopi sehingga
menyebabkan respon mukosa lambung terjadilah vasodilatasi mukosa gaster dan terjadilah
peningkatan produksi HCL dilambung, terjadinya peningkatan produksi HCL dilambung
menyebabkan HCL kontak dengan mukosa gester terjadilah nyeri dan muncul diagnosa
keperawatan nyeri akut (Suratun, 2012).
F. PATWAY
Dispepsia

Dyspepsia Organic Dispepsia Fungsional

Stress Kopi dan Alkohol

Perangsangan Saraf Simpatis Respon Mukosa Lambung


NU (Neurus Uagus)
Intoleransi
aktivitas

Peningkatan Produksi HCL Lambung Vasoldilatasi Mukosa Gester Eksfeliasi

Ketidakseimba Mual HCL kontak dengan


ngan nutrisi
mukosa gester
kurang dari
kebutuhan
tubuh Muntah Nyeri
Gangguan pola
tidur

Kekurangan
Volume Ciran
G. KLASIFIKASI
Dyspepsia dibagi menjadi dua yaitu:
1. Dyspepsia organic
Terjadi apabila diketahui adanya kellainan organic sebagai penyebab atay adanya
kelainan sistemik yang jelas, adanya kelainan sebagai penyebabnya sindroma dyspepsia
organic terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka)
lambung, usus dua belas jari, radang pancreas, radang empedu, gastritis, pankreatitis,
kolesititis dan lain, lain.
2. Dyspepsia non organic (dyspepsia fungsional / non ulkus)
Dyspepsia non organic atau dyspepsia fungsional (dyspepsia non ulkus), bila tidak jelas
penyebabnya atau tanpa didapat kelainan struktur organic. Dyspepsia fungsional tanpa
disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan) (Suratun, 2012).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ATAU DIAGNOSTIK
Pemeriksaan untuk penanganan dyspepsia terbagi beberapa bagian, yaitu
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitungan jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja dan urine.
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung, usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan, mual muntah, penurunan berat badan
atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk atau mengalami nyeri yang baik
atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah
lambung terinfeksi oleh helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu
emas, selain sebagai diagnostic sekaligus sebagai terapiutik. Yang dapat dilakukan oleh
endoskopi adalah :
a) Patologi anatomi
b) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
c) PCR (Polymerase Chain Reaction) hanya dalam rangka penelitian
4. Pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori
dan urea breath test (Anisa, 2017).

I.PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun
masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus DF reponsif. Obat-obatan yang
diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikoirnejik
(membambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetic (mencegah terjadinya muntah)
2. Penatalaksanaan Non farmakologi
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung menghindari faktor
risiko seperti alcohol, makanan, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress
atau pola makan (Anisa, 2017).
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis, memilih
dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format yang
didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2015). Data
fokus yang berhubungan dengan dyspepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual, muntah, nafsu makan berkurang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya
yakni adanya rasa mual, muntah dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang
kapan terjadinya mual, muntah, perdarahan. Penyebab terjadinya penyakit tersebut serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit gastritis atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita gastritis atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
tersebut.
6. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau
genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus diabetes
militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi
pembawa bakat (berupa gen).
7. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.

b. Pola Nurtisi –Metabolik


Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan pola
makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,makanan kesukaan.
c. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri dll), penggunaan kateter,
frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih dll.
d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan
satu sama lain, Range Of Motion (ROM), riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama
dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian
fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap
tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat
klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan
orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang
lain).Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk
mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah
gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dan lain-
lain.
f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energi. Jumlah jam tidur
pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,
penggunaan obat, mengeluh letih.
g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide
diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia
akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem terbuka,
manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam
pandangan secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri,
dampak sakit terhadap diri, kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa
tak berdaya, gugup atau relaks.
h. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya
rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.
i. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan
seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae
sendiri, riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.
j. Pola Mekanisme Koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan penggunaan sistem
pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stres, interaksi dengan orang terdekat,
menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap
tingkat stres.
k. Pola Keyakinan dan Spiritual
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang
lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit (Tarwoto, 2015).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
pasien mengatakan mual
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan dan terjadi penurunan
berat badan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring ditandai dengan keuarga klien
mengakatan aktivitas klien di bantu
C. INTERVENSI DAN RASIONAL

NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Manajemen a. Memberikan
pola tidur asuhan lingkungan rasa nyaman
berhubungan keperawatan a. Ciptakan pada pasien
dengan pola diharapkan tingkat lingkungan b. Agar pasien
tidur tidak pola tidur yang tenang merasa nyaman
menyehatkan Kriteria Hasil : dan dengan
a. Pola tidur mendukung lingkungan yang
dipertahan b. Sediakan bersih
kan pada lingkungan c. Memberikan
skala yang aman rasa nyaman
3( cukup dan bersih dengan suhu
terganggu c. Sediakan ruangan yang
ditingkatka suhu ruangan sesuai
n ke skala yang sesuai d. Meningkatkan
5 ( tidak paling kualitas tidur
terganggu) menyamanka pada malam hari
b. Kualitas n individu
tidur jika
dipertahan memungkink
kan pada an
skala 3 d. Sesuaikan
( cukup pencahayaan
terganggu) untuk
ditingkatka memenuhi
n ke skala kebutuhan
5 (tidak kegiatan
terganggu) pasien,
c. Kesulitan hindari
memulai cahaya
tidur langsung
dipertahan pada mata
kan pada
skala 3
(sedang)
ditingkatka
n skla 5
( tidak ada)

2. Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Manajemen a. Untuk


cairan berhubungan asuhan cairan mengembalikan
dengan kehilangan keperawatan a. Pertahankan keseimbangan
cairan aktif ditandai diharapkan cairan intake tubuh
dengan pasien kekurangan volume dan output b. Untuk
mengatakan mual cairan teratasi yang akurat mengurangi
b. Dorong dehidrasi
pasien untuk c. Untuk menambah
Kriteria Hasil : menambah cairan elektrolit
1. Tekanan darah asupan oral
tidak terganggu seperti
2. Turgor kulit minum air
tidak terganggu c. Kolaborasi
3. Mukosa bibir pemberian IV
lembab
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Manajemen a. Untuk
nutrisi kurang dari asuhan nutrisi mengetahui
kebutuhan tubuh keperawatan a. Kaji adanya apakah pasien
berhubungan dengan diharapkan status alergi memiliki alergi
faktor biologis nutrisi asupan makanan makanan atau
ditandai dengan makanan dan b. Berikan tidak
pasien mengatakan cairan teratasi informasi b. Agar pasien
tidak nafsu makan Kriteria Hasil : tentang memahami
dan terjadi 1. Asupan kebutuhan pentingnya
penurunan berat makanan nutrisi kebutuhan nutrisi
badan adekuat c. Monitor mual c. Untuk
2. Asupan cairan muntah mengetahui
adekuat d. Dorong perkembangan
3. Tidak ada konsumsi pasien apakah
penurunan berat makanan masih mengalami
badan pasien mual muntah
e. Berikan d. Agar kebutuhan
minum yang nutrisi pasien
cukup terpenuhi
e. Agar tidak terjadi
dehidrasi

Intoleransi aktivitas 1. Toleransi terhadap 2. Terapi Aktivitas


berhubungan dengan aktivitas a. Pertimbangkan kemampuan klien
tirah baring ditandai a. Saturasi oksigen ketika dalam berpartisipasi melalui aktivitas sp
dengan keuarga beraktivitas (5) tidak b. Pertimbangkan kemampuan klien untuk
klien mengakatan terganggu. meningkatkan frekuensi dan jarak aktiv
aktivitas klien di b. Frekuensi nadi ketika c. Dorong aktivitas kreatif yang tepat
bantu berktivitas (5) tidak d. Bantu klien untuk mengidentifikasi
terganggu. aktivitas yang diinginkan
c. Frekuensi pernafasan ketika e. Bantu klien untuk mengidentifikasi
beraktivitas (5) tidak aktivitas yang bermakna
terganggu. 3. Bantuan Perawatan Diri
d. Kemudahan bernafas ketika a. Pertimbangkan budaya pasien ketika
beraktivitas (5) tidak meningkatkan aktivitas perawatan diri
terganggu. b. Pertimbangkat usia pasien
e. Hasil EKG (5) tidak ketika meningkatkan aktivitas perawata
terganggu. c. Monitor kemampuan perawatan diri sec
f. Kemudahan dalam d. Berikan lingkungan terapeutik
melakukan aktivitas hidup dengan memastikan (lingkungan ) y
harian (5) tidak terganggu. pengalaman individu
2. Daya tahan
a. Melakukan aktivitas rutin
(5) tidak terganggu.
b. Aktivitas fisik (5) tidak
terganggu.
c. Daya tahan otot (5) tidak
terganggu.
d. Oksigen darah ketika
beraktivitas (5) tidak
terganggu.
e. Kelelahan (5) tidak ada.
.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2014). Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
maniri maupun kolaborasi dan rujukan.

E. EVALUASI
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan
Tujuan :
a. Untuk menentukan status perkembangan pasien.
b. Mendapatkan umpan balik.
c. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan.
d. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.

Macam-Macam Evaluasi:
a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat / setelah
dilakukan tindakan keperawatan ditulis pada catatan keperawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit
tanpa pusing.
b. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan.Ditulis pada catatan perkembangan (Asmadi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Atrana, I Wayan. 2017. Buku Ajar Keperawatan Anti Aging. Abiansemal, Badung

Anisa. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : EGC

Asmadi. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : EGC

Manjoer. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Nursallam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Sasrawan, Hedi. 2018. Anatomi dan fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC

Setiadi. 2016. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Stanley. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC

Suratun dan Lusianah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Tarwoto. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika
Widodo, Joko. 2018. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai