LP Dispepsia Wida Fiks
LP Dispepsia Wida Fiks
OLEH
C1221035
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Dyspepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang sering
dirasakan seperti adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar diperut
(Hedisasrawan, 2014)
Dyspepsia adalah sekumpulan gejala berupa nyeri, perasaan tidak enak pada perut bagian
atas yang menetap atau berulang disertai dengan gejala lainnya seperti rasa penuh saat
makan, cepat kenyang, bersendawa, nafsu makan menurun, mual, muntah (Suratun, 2012)
Dyspepsia adalah ketidaknyamanan hingga nyeri pada saluran pencernaan terutama pada
bagian atas (Setiadi, 2016)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dyspepsia adalah
nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang menetap atau berulang sehingga
menyebabkan nafsu makan menurun.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pencernaan makanan merupakan proses merubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus. Zat makanan yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk
yang lebih sederhana. Saluran pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ
berturut-turut dimulai dari mulut (cavum oris), kerongkongan (esophagus), lambung
(ventrikulus), usus halus(intestinum), usus besar (colon), dan anus.
a. Mulut
Mulut merupakan organ pertama pada proses pencernaan. Proses pencernaan di mulai
dari masuknya ke dalam mulut. Di dalam rongga mulut terdapat alat-alat yang membantu
dalam proses pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Beberapa organ
didalam mulut, yaitu :
1. Gigi
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi halus.
keadaan ini memungkinkan enzim-enzim pencernaan mencerna makanan lebih cepat
dan efisien. Gigi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu gigi seri, gigi taring,
gigi geraham depan, dan gigi geraham belakang. Gigi seri terbentuk seperti pahat,
gigi taring berbentuk seperti pahat runcing, dan gigi geraham berbentuk agak
silindris dengan permukaan lebar dan datar berlekuk-lekuk. Gigi seri berfungsi untuk
memotong dan mengigit makanan. Gigi taring berfungsi untuk merobek makanan.
Sedangkan gigi geraham berfungsi untuk mengunyah makanan.
2. Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan membantu
mendorong makanan (proses penelanan). Lidah juga berfungsi sebagaialat pengecap
yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan asam. Setiap rasa pada zat yang masuk
ke dalam rongga mulut akan diproses oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Letak
setiap rasa, yaitu :
1) Rasa asin : lidah bagian tepi depan
2) Rasa manis : lidah bagian ujung
3) Rasa asam : lidah bagian samping
4) Rasa pahit : lidah bagian belakang/ pangkal lidah
3. Kelenjar ludah (air liur)
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam
rongga mulut ada 3 pasang, yaitu :
1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga.
2) Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Jadi, ludah berfungsi untuk membasahi dan melumasi makanan sehingga mudah
ditelan. Selain itu, ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, dingin,
asam, dan basa. Di dalam ludah terdapat enzim ptyalin (amylase).Enzim ptyalin
berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat
(amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ
pencernaan selanjutnya.
b. Kerongkongan
c. Lambung
(Setiadi, 2016)
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di sebelah kiri rongga
perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses pencernaan. Lambung terdiri dari
tiga bagian, yaitu :
1. Kardiak adalah bagian lambung yang paling pertama untuk tempat masuknya
makanan dari kerongkongan (esophagus).
2. Fundus adalah bagian lambung tengah yang berfungsi sebagai penampung
makanan serta proses pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim.
3. Pilorus adalah bagian lambung terakhir yang berfungsi sebagai jalan keluar
makanan menuju usus halus.
Di dalam lambung terjadi pencernaan secara kimiawi yang disekresikan dalam bentuk
getah lambung. Sekresi getah dipacu oleh hormon gastrin. Getah ini tersusun dari:
Setelah makanan dicerna di dalam lambung, makanan ini berubah menjadi bentuk
seperti bubur atau disebut kim (chyme) (Stanley, 2016).
d. Usus Halus
Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat
terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri dari :
1. Usus dua belas jari (duodenum)
2. Usus kosong (jejunum)
3. Usus penyerapan (ileum)
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pancreas dan saluran empedu.
Pancreas menghasilkan getah pancreas yang mengandung enzim-enzim sebagai
berikut :
e. Usus Besar
(Hedi Sasrawan, 2014).
Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki tambahan usus yang
berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari tiga bagian yaitu bagian naik
(ascending), mendatar (tranverse), dan menurun (descending). Di usus besar tidak
terjadi pencernaan. Semua sisa makanan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E.
coli dan diperoleh vitamin K. Di bagian akhir usus besar terdapat rektum yang
bermuara ke anus untuk membuang sisa makanan.
Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila kadar air pada sisa
makanan terlalu banyak, maka dinding usus besar akan menyerap kelebihan air
tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan air, maka dinding usus besar akan
mengeluarkan air dan mengirimnya ke sisa makanan. Hal ini bertujuan agar feses
(kotoran) tidak cair dan juga tidak padat.
f. Anus
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang
lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah
siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyususn rectum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Jadi,
proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya
kontraksi otot dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan
kontraksi kolon serta rectum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus (Artana,
2017).
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Penyebab dari dyspepsia yaitu ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Asam lambung
terdorong keatas mneuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari
faring ke dalam lambung, hal ini menyebabkan nyeri.
Penyebab dyspepsia secara rinci :
1. Menelan udara
2. Asam dari lambung
3. Iritasi lambung
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolestisitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan Gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan atau depresi
10. Infeksi helicobactery pylory (Widodo, 2018).
D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
Didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan membagi dyspepsia menjadi 3 tipe yaitu :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrium terlokasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Rasa tidak nyaman vertambah saat makan
3. Dyspepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti dua tipe diatas) (Masjoer, 2017).
E. PATOFISIOLOGI
Dyspepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang menetap atau
berulang sehingga menyebabkan nafsu makan menurun. Dyspepsia dibagi menjadi 2 yaitu
dyspepsia organic dan dyspepsia fungsional. Ketika seseorang mengalami dyspepsia organic
maka seseorang tersebut akan mengalami stress jika seseorang stress maka akan terjadi
perangsangan saraf simpatis nerus uagus yang menyebabkan peningkatan produksi HCL
dilambung sehingga menyebabkan mual muntah dan sehingga munculnya diagnose
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Terjadinya mual
muntah secara terus menerus juga bisa memunculkan diagnosa keperawatan kekurangan
volume cairan. Ketika seseorang mengalami dyspepsia fungsional karena disebabkan oleh
perubahan pola makan yg tidak teratur, obat-obatan terlarang, alcohol dan kopi sehingga
menyebabkan respon mukosa lambung terjadilah vasodilatasi mukosa gaster dan terjadilah
peningkatan produksi HCL dilambung, terjadinya peningkatan produksi HCL dilambung
menyebabkan HCL kontak dengan mukosa gester terjadilah nyeri dan muncul diagnosa
keperawatan nyeri akut (Suratun, 2012).
F. PATWAY
Dispepsia
Kekurangan
Volume Ciran
G. KLASIFIKASI
Dyspepsia dibagi menjadi dua yaitu:
1. Dyspepsia organic
Terjadi apabila diketahui adanya kellainan organic sebagai penyebab atay adanya
kelainan sistemik yang jelas, adanya kelainan sebagai penyebabnya sindroma dyspepsia
organic terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka)
lambung, usus dua belas jari, radang pancreas, radang empedu, gastritis, pankreatitis,
kolesititis dan lain, lain.
2. Dyspepsia non organic (dyspepsia fungsional / non ulkus)
Dyspepsia non organic atau dyspepsia fungsional (dyspepsia non ulkus), bila tidak jelas
penyebabnya atau tanpa didapat kelainan struktur organic. Dyspepsia fungsional tanpa
disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan) (Suratun, 2012).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ATAU DIAGNOSTIK
Pemeriksaan untuk penanganan dyspepsia terbagi beberapa bagian, yaitu
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitungan jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja dan urine.
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung, usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan, mual muntah, penurunan berat badan
atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk atau mengalami nyeri yang baik
atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah
lambung terinfeksi oleh helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu
emas, selain sebagai diagnostic sekaligus sebagai terapiutik. Yang dapat dilakukan oleh
endoskopi adalah :
a) Patologi anatomi
b) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
c) PCR (Polymerase Chain Reaction) hanya dalam rangka penelitian
4. Pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori
dan urea breath test (Anisa, 2017).
I.PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun
masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus DF reponsif. Obat-obatan yang
diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikoirnejik
(membambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetic (mencegah terjadinya muntah)
2. Penatalaksanaan Non farmakologi
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung menghindari faktor
risiko seperti alcohol, makanan, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress
atau pola makan (Anisa, 2017).
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis, memilih
dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format yang
didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2015). Data
fokus yang berhubungan dengan dyspepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual, muntah, nafsu makan berkurang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya
yakni adanya rasa mual, muntah dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang
kapan terjadinya mual, muntah, perdarahan. Penyebab terjadinya penyakit tersebut serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit gastritis atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita gastritis atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
tersebut.
6. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau
genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus diabetes
militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi
pembawa bakat (berupa gen).
7. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2014). Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
maniri maupun kolaborasi dan rujukan.
E. EVALUASI
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan
Tujuan :
a. Untuk menentukan status perkembangan pasien.
b. Mendapatkan umpan balik.
c. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan.
d. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
Macam-Macam Evaluasi:
a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat / setelah
dilakukan tindakan keperawatan ditulis pada catatan keperawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit
tanpa pusing.
b. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan.Ditulis pada catatan perkembangan (Asmadi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Atrana, I Wayan. 2017. Buku Ajar Keperawatan Anti Aging. Abiansemal, Badung
Anisa. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : EGC
Setiadi. 2016. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suratun dan Lusianah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Tarwoto. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika
Widodo, Joko. 2018. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.