Anda di halaman 1dari 20

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Untuk mengetahui patomekanisme dari semua aspek tentang gatal.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1) Definisi gatal
2) Etiologi gatal
3) Proses imunitas tubuh
4) Patomekasime gatal
5) Diagnosis banding

STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Diskusi kelompok difasilitasi oleh tutor.


2. Diskusi kelompok tanpa tutor (Diskusi mandiri, yang bisa dilakukan kapan saja)
3. Konsultasi pada pakar.
4. Kuliah khusus dalam kelas.
5. Aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar,
majalah,slide, tape atau video dan internet (untuk mencari informasi tambahan).

TUGAS MAHASISWA
1. Setelah membaca dengan teliti scenario diatas, anda harus mendiskusikannya dalam satu
kelompok diskusi yang terdiri dari 8-10 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan sekretaris
yang dipilih oleh kelompok anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-
ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh tutor atau secara
mandiri.
2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual diperpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video dan internet untuk mencari informasi tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat bebas
antar anggota kelompok untuk menganalisa atau mensintesa informasi dalam
menyelesaikan masalah.
4. Melakukan penilaian atas pelaksanaan tutorial pada umumnya dan kinerja tutor.
5. Melakukan penilaian atas kinerja mahasiswa lain dalam kelompoknya.
6. Berkonsultasi pada narasumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanya pakar).
7. Mengikuti kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau
tidak ditemukan jawabannya.
Penjelasan :
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan
selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi dirasa
cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam
bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan
atas hal-hal yang belum jelas.

PROSES PEMECAHAN MASALAH

Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa


diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu dengan mengikuti 7
langkah penyelesaian masalah di bawah ini:

1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam scenario di atas, dan tentukan kata/ kalimat
kunci skenario diatas.
2. Identifikasi problem dasar scenario diatas dengan, dengan membuat beberapa pertanyaan
penting.
3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas.
4. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingindi capai oleh mahasiswa atas kasus tersebut
diatas.
6. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka. Langkah 6
dilakukan dengan belajar mandiri.
7. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi yang baru ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok diskusi dengan tutor.
Penjelasan :

Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya
dilakukan lagi langkah 7.

Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi
dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam
bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas
hal-hal yang belum jelas.

JADWAL KEGIATAN

Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 8-10 orang tiap kelompok.

1. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk penjelasan dan
tanya jawab. Tujuan : menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan
membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama buku modul dibagikan.
2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih menjadi
ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan :
* Memilih ketua dan sekretaris kelompok,
* Brain-storming untuk proses 1 – 5,
* Pembagian tugas
3. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan
informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klassifikasi,
analisa dan sintese dari semua informasi.
4. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru yang
diperlukan,
5. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah cukup,
diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi
mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal.
6. Pertemuan keempat (terahir): diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan
hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah pada
skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa diselesaikan oleh
para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian dibuat oleh kelompok dalam
bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja.
7. Masing-masing mahasiwa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang salah
satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada skenario yang didiskusikan pada
kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan lengkap.
Catatan :
 Laporan penyajian kelompok serta semua laporan hasil diskusi kelompok serta
laporan kasus masing-masing mahasiswa diserahkan satu rangkap ke
koordinator PBL MEU melalui ketua kelompok.
 Semua laporan akan diperiksa dan dinilai oleh pakarnya masing-masing, dan
dikembalikan ke mahasiswa melalui koordinator untuk perbaikan.
 Setelah diperbaiki, dua rangkap masing-masing laporan diserahkan ke
koordinator PBL MEU
 Semua mahasiswa wajib menyalin laporan dari kelompok dan mahasiswa lain
untuk dipakai sebagai salah satu bahan ujian.

TIME TABLE

I II III IV V VI

Pertemuan Tutorial I Mandiri Tutorial II Kuliah Diskusi


I kosultas panel
Mencari (Laporan
i
(Penjelasan tambahan informasi baru Tanya
(Brain
) informasi Klassifikasi pakar
Stroming
Analisa &
KlassifikasiAn
sintese)
alisa &
Praktiku
sintese )
m

CSL
 Dosen pengampu
NO. NAMA BAGIAN KET

1. dr. Marhaeni Hasan,SpA ILMU KESEHATAN DEKAN FK


ANAK UNKHAIR

2. dr. Husain Assagaf, M.Kes, SpA ILMU KESEHATAN KOORDINATOR


ANAK BLOK

3. dr. Fasni Halil, M.Kes, SpPK PATOLOGI KLINIK

4. dr. Andi Sitti Nur Afiah, PATOLOGI KLINIK


M.Kes,SpPK

5. dr. Abd. Azis Manaf, SpPD, ILMU PENYAKIT


FINASIM DALAM

6. Dr. Eko Sudarmo D. Prihanto, ILMU PENYAKIT


SpPD, FINASIM DALAM

7. dr. Nurul Hikmah Petrana, SpOG OBS-GYN

8. dr. Dewi Darmayanti, SpRad RADIOLOGI

9. dr. Arif Santosa, SpB,(K)Onk BEDAH ONKOLOGI

11. dr. Hartati, SpKK IK KULIT DAN


KELAMIN

12. Drs. M. Nasir, Apt, M.Kes FARMAKOLOGI

14. dr. Anindhita Wijaya MEU

15. dr. Fera The FISIOLOGi

16. dr. Nur Upik En Masrika BIOKIMIA

NAMA DOSEN TUTORIAL


KELAS NAMA DOSEN
1 dr.Husain Assagaf, M.Kes, Sp.A
2 dr. Ferdian Hidayat, SpB
3 dr. Dewi Damayanti, Sp.Rad
4 dr. Andi Sitti Nur Afiah, M.Kes,Sp.PK
5 dr. Fasni Halil, M.Kes, Sp.PK
SUMBER INFORMASI

Buku Ajar & Jurnal:


1. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. Jakarta : FKUI.
2007
2. Marcdante, etc. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi keenam. IDAI.2014
3. Karionsentono, Hariyono. Dermatitis Atopi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret. 2006
4. Rehatta MN. Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In : Update on
Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu. Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga
Surabaya. 2000
5. Greenberg, M; Glick, M; Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment
10th editions. BC Decker Inc.2003.
6. Laskaris George. Treatment of Oral Disease : A Concise Textbook, Thieme,
2005.
7. Regezi,J; Sciubba, J;Jordan,R; Oral Pathology; Sunders, St Louis; 2008.
8. Arwin dkk. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak Edisi Kedua. Penerbit: Balai
Penerbit IDAI. Jakarta.2008
9. Rifa, Muhaimin. Alergi dan hipersensitif. Universitas Brawijaya. Malang.
2011
10. Tanra,H. Patofisiologi dan Penatalaksanaan syok anafilaktik. Universitas
Hasanuddin.Makassar. 2012
11. Oktaria,S. Lupus Eritematosus. Universitas Indonesia. Jakarta
12. Israr,Y. Retinopati SLE. Universitas Riau. Pekanbaru.2009
13. Radji, M. Imunologi dan Virologi. Isfi Penerbitan. Jakarta. 2015
14. Abbas,A dkk. Imunologi Dasar Abbas edisi ke lima. Elsevier Inc. 2016
 Bahan handout dan diktat kuliah
 Sumber lain :
3.1. VCD./CD
3.2. Internet.
3.3. Slide.
3.4. Tape/radio/majalah(Jurnal).

KASUS

SKENARIO 1 : Gatal pada Kulit.


Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa orang tuanya ke UGD dengan
keluhan gatal-gatal pada hampir seluruh tubuh dan bengkak kemerahan pada wajah
disertai sesak napas. Keluhan dialami sejak 2 jam sebelum ke UD. Sebelumnya pasien
demam dan minum obat dari mantri. Sebelum minum obat pasien makan siang dengan
udang goreng. Kakak pasien memiliki riwayat asma.
LEMBAR KERJA

KLARIFIKASI KATA/ KALIMAT SULIT

1. Gatal
2. Asma

KATA/ KALIMAT KUNCI

1) Anak perempuan berusia 5 tahun


2) Gatal pada seluruh tubuh dan bengkak kemerahan pada wajah disertai sesak nafas.
3) Keluhan dialami sejak 2 jam sebelum ke UGD.
4) Sebelumnya pasien demam dan minum obat dari mantri
5) Sebelum minum obat pasien makan udang
6) Kakak pasien memiliki riwayat asma

PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Apa yang dimaksud dengan gatal


2. Apa penyebab terjainya gatal
3. Bagaimana proses imunitas tubuh
4. Bagaimana patomekanisme gatal
 Sebutkan tipe-tip hipersensitifitas
 Sebutkan mediator mediator radang berperan pada reaksi hipersentisifitas
 Mekanisme dasar dari pruritus secara umum
 Patomekanisme dari keluhan lain
5. Apa diagnosis banding dari gatal
 Sebutkan gambaran klinis dari penyakit yang berhubugan dengan gatal
 Diagnosis dari penyakit
 Faktor resiko ari masing-masing penyakit
 Pencegahan dari jenis penyakit
 Penatalaksanaan dari penyakit

MENJAWAB PERTANYAAN

1. Adalah sensasi kulit yang tidak menyenangkan yang mencetuskan keinginan untuk
menggosok dan menggaruk kulit untuk keinginan menghilangkannya .
2. Terdiri dari: Eksogen dan Endogen
Diantaranya:
a. Pruritus lokal
b. Gangguan sistemik
c. Gangguan pada kulit
d. Pajanan pada faktor tertentu
e. hormon
3. Proses imunitas

4. A. Tipe hipersensitivitas I
Memiliki antibodi: igE
antigen/ target => eksogen
Mediator radangnya adalah Histamin,prostaglandin,
Waktu reaksi yang terjadi : < 30 menit
Histologi: Basofil, eusinofil
Tanda/ gejala: Rubor, calor,
Contoh penyakit : Anafilaksis, asma bronkial
B. Tipe hipersensitivitas II
Memiliki antibodi :IgG, IgM
Dengan antigen/target: Sel darah merah, trombosit
Mediator radang: Komplemen
Waktu reaksi yang terjadi : menit-jam
Histologi: Reaksi antibodi dan komplemen. Netrofil, eusinofil, makrofag, NK
Tanda/gejala: lisis
Contoh penyakit: trombositopeni
C. Tipe hipersensitivitas III
Memiliki antibodi: IgE, IgA, IgM
Dengan antigen/target : Kuman malaria, jaringan sendiri, bahan yang terhirup.
mediator radang: Komplemen
waktu reaksi yang terjadi :Jam-hari-minggu
histologi: Komplemen dan Netrofil
tanda/gejala: Inflamasi, glomerekulonefritis, nekrosis
contoh penyakit: LES ( lupus eritematosus sistemik)
D. Tipe hipersensitivitas IV
Memiliki antibodi : Limfosit T
Dengan antigen/target: Mycobacterium tuberculosais, bahan kimia.
Mediator radang: sitokin
Waktu reaksi: 24-72 jam (>24 jam)
Histologi: Limfosit T
Tanda/gejala: Eritem, indurasi
Contoh penyakit: Dermatitis kontak alergi

 Mekanisme dasar pruritus secara umum


GATAL
5. Diagnosis banding dari gatal
a. Asma bronkial
Gambaran klinis: Batuk, mengi, dan sesak napas
Faktor resiko: Influenz, pemajanan alergen, olahraga ,dll.
Pencegahan:
Pengobatan: Mencegah ikatoan dengan – IgE
Pengobatan menurut GINA
b. Anafilaksis

Pendahuluan :

 Reaksi sistemik akut, sering mengakibatkan kematian, pertama kali ditemukan


pada beberapa spesies selama percobaan imunisasi dengan toksin-toksin asing
 Reaksi anfilatik merupaan reaksi tipe I yang dimediasi IgE dan dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab
 Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelah terpajan
satu allergen, keterlambatan timbulnya reaksi yang lebih lama dari satu jam
sangat jarang terjadi.
 Pelepasan mediato-mediator , seperti : histamine, triptase, tumor necrosis
factor,platelet-activating factor, leukotrien,prostaglandin, dan sitokin inilah
yang akan menimbulkan gambaran klinis anafilaksis

Etiologi :

 Reaksi sistemik akut umumnya timbul setelah penyuntikan antigen yang poten
(alergen) pada orang yang sangat peka, walaupun jarang, reaksi ini dapat
terjadi setelah menelan agen tersebut.
 Belakangan ini, penyuntikan antibiotik menjadi penyebab utama, sedangkan
serum , insulin dan obat-obat lain menjadi penyebab yang lebih jarang.
 Reaksi-reaksi yang sebanding dapat juga timbul setelah terkena gigitan dan
sengatan serangga pada pasien yang sudah disitisasikan sebelumnya
 Penyebab anfilaksis pada anak:
 makanan
 obat-obatan
 olahraga
 vaksinasi
gambaran klinis :
pada anak dan dewasa :
 temuan dikulit yang ringgan hingga reaksi fatal. sekitar 90% mempelihatkan
gejala dikulit, antara lain:
 urtikaria
 angiodema
organ lain yang mungkin terken :
 traktus respiratorius (rinore,edema orofaring, edema arin, suara yanag kasar,
sridor,mengi,dispenea,dan asfiksia)
 sistem kardiovaskuler (takikardi,hipotensi,syok,sinkop,dan aritmia)
 traktus gastrointestinal (nausea,nyeri abdomen,diare dengan sakit perut, dan
muntah)
 sistem neurologis (sinkop,kejang,pusing, dan sensasi seperti akan kiamat)
beratnya reaksi anafilatik biasanya proporsional denagn kecepatan onset gejala

pemeriksaan laboratorium :
 pengukuran mediator sel mast, histamine, dan triptase, dapat membantu
apabila diagnosis anafilaksis agak meragukan
 kadar triptase merupakan pemeriksaan yang lebih bermanfaat karena
histamine dilepaskan dengan cepat, mempunyai waktu yang paruh yang
singkat, dan seringkali sulit dideteksi diserum
 kadar serum triptase puncak tercapai Dalam 1-1,5 jam setelah anafilaksis,
peningkatan kadar ini dapat bermanfaat untuk menegakan diagnosis,namun
kadar triptase normal tidak menyingkirkan diagnosis
 waktu yang terbaik untu memeriksa kadar triptase serum adalah 1-2 jam
setelah onset gejala
 pemeriksaan ini dapat diminta secara retrospektif pada serum yang telah
diambil sebelumnya dan disimpan kurang dari dua hari

tatalaksana :
pada anak dan dewasa :
 langkah pertama dan yang terpenting dalam memberikan pengobatan pada
reaksi anafilatik adalah membebaskan jalanya udara dann mempertahankan
konsentrasi oksigen di dalam arteri
 pemberian oksigen dan caran intravena harus diberikan denagn anak
berbaring dan posisi terlentang
 jalan napas harus dijaga : intubasi atau trakeostomi
 tambahan terapi seperti farmakologi lain :
kortikosteroid,antihistamin,antagonis reseptor, dan bronkodilator dapat
diberikan utuk memperbaiki gejala
pencegahan :
 rujukan ke spesialis alergi untuk anamnesis lengkap, pemeriksaan diagnostik,
dan rekomendasi untuk pencegahan disarankan untuk pasienn yang baru
mengalami reaksi berat atau anafilaksis
 edukasi pasien dan angota keluarga tentang tanda dan gejala anafilaksis dan
penggunaan epinefrinsuntik mandiri lebih cepat akan memberikan luaran
yang lebih baik
 obat-obatan seperti b-locker,inhibitor enzim konversi angiotensin, dan
inhibitor moamin oksidase harus dihentikan karena data menyebabkan
anafilaksis atau mempengaruhi pengobatan

c. Urtikaria
Utikaria merupakan suatu kelainan yang terbatas padabagian superfisial kulit
berupabentol (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang
eritematous. Utikaria merupakan edema non pitting yang dapat terjadi secara
tersendiri atau bersamaan. Selain dikulit, kelainan yang sama dapt terjadi pada
permukaan mukosa.
Etiologi
 Makanan:telur, susu, gandum, kacang tanah, kacang pohon, kedelai, kerang,
ikan, stoberi (degranulasisel mast secara langsung).
 Obat- obatan :curigal semuaobat- obatan, bahkan obat- obat hemeopatik yang
d jual bebas.
 Sengatan serangga: hymenoptera (lebah madu, yellow jacket, hornets, wasp,
semutapi), serangga yang mengigit (urticarial popular).
 Infeksi :bakteri (faringiti streptokokus grup A, mikoplasma, sinusitis); virus
(hepatitis B, mononucleosis (EBV), virus coxsackie A dan B); parasite
(Ascaris, Ancylostoma, Echinococcus, Fasciola, Filaria, Schistosoma,
Strongyloides, Toxocara, Trichinella); jamur ( dermatologis candida).
 Alergi kontak : latex, pollen, air liur hewan, tanaman nettle, ulat bulu
 Reaksitransfusi : Darah, produk darah, atau pemberian IVIG
 Idiopatik.
Patofisiologiutikaria
Urikaria terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan permiabilitas dari kapiler
atau pembuluh darah kecil sehingga terjadi ransudasi cairan dari pembuluh darah di
kulit. Hal ini karena adanya pelepasan mediator kimiadari sel mast atau basophil
terutama histamin.
Pelepasan mediator ini dapat terjadi melalui mekanisme:
 Imunologi (terutama reaksi hipersensivitas tipe I kadang- kadang tipe II)
 Non imunologi (“chemical histamine liberator”, agen fisik, efek kolinergik).

Gambaran klinis: Gejalaklinikutikaria

 Klinis tampak bentol (plaques edemateus) multiple yang berbatas tegas,


berwarna merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang
dikelilingi warnamerah. Warna merah biladitekan akan memutih. Ukurantia
plesi bervariasidari diameter beberapa millimeter sampai beberapa centimeter,
berbentuk sirkular atau sepiginosa (merambat).
 Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapidapat timbul lesi
baru.
 Pada dermografis melesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar lesi
terdapa tpada bagian tubuh yang terbuka. Pada utikaria dingin dan panas. Lesi
utikaria kolinergik adalah kecil- kecildengan diameter 1-3 milimeter
dikelilingi daerah warna merahdan terdapat didaerah yang berkeringat. Secara
klinis urtikaria kadang- kadang disertai angioedema yaitu pembengkakan
difusi yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi di muka, daerah peri
orbita dan perioral, kadang- kadang di genitalia. Kadang –kadang
pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring sehingga dapat
mengancam jiwa.

Faktor resiko: Infeksi (panas, batuk, pilek)

 Aktifitasmeningkat (Menangis, Berlari, Tertawakeras)


 Udaradingin
 Udarapanas
 Stress
 Gangguan hormonal (kehamilan, menstruasi)
Pencegahan utikaria

 Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap


makanan, obat-obatan danb eberapa situas iseperti panas, dingin atau stress
emosional.
 Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik
golongan penisilin, aspirin dan lainnya.

Pengobata nutikaria

Menghindari alergen prioritas utama pengobatan utikaria adalah eliminasi


bahanpenyebab, bahan pencetus atau antigen, yang sebenarnya lebih mudah
diucapkan dari padadi lakukan. Menghin dari alergen penyebab urtikaria kontak atau
anafilaksis, seharusnya akan dapat menyelesaikan masalah.

 Pengobatan lini pertama. Mayoritas pasi enurtikaria kronik, mendapatkan


pengobatan simtomatis dengan antihistamin 1 (AH1) klasik. Keberhasilan obat-
obat tersebut agak terbatas, karena timbulnya efek samping berupa sedasidan
mulut kering. Seperti telah di ketahui, bahwa sel mast kulit
dapatmengalamidegranulasioleh berbagaimacam stimulasi yang kadang- kadang
tidakdiketahui, dengan mengeluarkan bermacam- macam mediator. Mediator-
mediator tersebut,terutamaadalah histamine dantripase. Dengan keterangan sepert
iini, sangat sesuai memberikan antihistamin sebagai cara profilaksis dari pada
saat terjadiny aurtikaria.
 Jenis antihistamin dandosisnya:
- Dipenhydramin HCL i.m.

D. 10-20 mg/ dosis, 3-4 kali/ 24 jam

a.0.5 mg/ kg/ dosis 3 kali/ 24 jam

- Kloerfeniraminmaleat D.3-4 mg/ dosis, 3 kali/ 24 jam.

A.0.09.mg/ kg/ dosis 3 kali/ 24 jam

- Hydroxyzine HCI D. 25 mg/ dosis, 3-4 kali/ 24 jam .


A.0.5 mg/ kg/ dosis, 3 kali/ 24 jam
- Syproheptadin HCI D.4 mg/ dosis, 3-4 kali/ 24 jam.
Pengobatan lini kedua. Walaupun umumnya antihistamin dapat mengatasige
jalaurtikaria, padabeberapa kasus yang berat memerlukan kortikosteroid
 Pengobatan lini ketiga. Plasma feresis pernah berhasil dilakukan padabe
berapa pasien urtikaria kronik yang terjadisepanjang waktu. Pada kasus tersebut,
didapatkan bukti- buktiadanya auto antibodi yang dapat mencetuskan pelepasan
histamin. Obat- obat imunosupresan yang cukupm enjanjikan, seperti
siklosporinA dan immunoglobulin secara intravenadapat dipergunakan dengan
evaluasi yang ketat. Namun demikian, penggunaannya masih amat terbatas pada
pusat- pusat rujukan tertentu.

d. LES ( lupus eritematosus sistemik)


Adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibody yang diproduksi
terhadap banyak antigen diri dan pembentukan kompleks imun. Penyakit ini
tergolong penyakit autoimun non organ specific. Penderita umumnya adalah
wanita dengan perbandingan wanita terhadap pria 9 : 1 , kebanyakan menjangkiti
usia produktif, namun dapatjuga eterjadi pada masa kanak-kanak . gejala
kliniknya dapat sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai kepada yang khas,
begitu juga dengan intensitasnya, dari yang ringan sampai yang berat.

Patogenesis :

Cacat dasra pada LES adalah kegagalan untuk mempertahankan toleransi diri, yang
menyebabkan produksi autoantibody dalam jumlah besar yang dapat secara langsung
maupun dalam bentuk endapan kompleks imun. Seperti terjadi pada penyakit autoimun
lain, pathogenesis LES merupakan gabungan dari factor genetic lingkungan. Penellitian-
menpenelitian mutakhir menghasilkan mekanisme yang menarik tentang pathogenesis
dari penyakit yang rumit ini.

Gejala klinik khas :

- Ruam kulit pada pipi dan hidung yang menyerupai gambar kupu-kupu,
- Atritis
- Demam,
- Pleuritis
- Fotosensitif

Gejala umum:

- Demam tanpa diketahui sebabnya


- Atritis yang menyerupai atritis rheumatoid atau demam reuma
- Rambut rontok
- Anemia/kelainan hematologic lainnya
- Peradangan mukosa
- Kelainan ginjal
- Gejala neurologic berupa kejang bahkan psikosis,
- Serositis

Karena sangat bervariasinya gejala klinik, maka untuk menegakkan diagnosis


telah dibuat criteria tertentu oleh oleh American Rheumatism Association (ARA). Jika
penderita menunjukan sekurang-kurangnya 4 dari 11 gejala secara berurutan atau
bersamaan dalam suatu interval waktu tertentu, maka diagnosis LES dapat ditegakkan.ke-
11 gejala tersebut adalah :

1. Ruam malar, kemerahan pada kulit di eminens malar


2. Ruam discoid,kemerahan kulit disertai pembentukan sisik
3. Fotosensitif, yaitu kemerahan kulit yang berlebihan setelah terpajan sinar matahari
4. Arthritis, non-erosif, pada 1 atau lebih sendi kecil ditandai dengan
pembengkakan/efusif dan nyer
5. Serositis, bisa berupa pleuritis, perikarditis
6. Kelainan ginjal, ditandai dengan proteinuria, sedimen torak eritrosit atau Hb
7. Gejala neurologic, berupa kejang dan psikosis yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya
8. Kelainan hematologic,seperti anemia, lekopenia, limfopenia atau trombositopenia
9. Kelainan imunologik,seperti ANA, antibody anti Sm, sel LE, dan
10. Titer ANA yang tinggi pada serum sewaktu

Perjalanan penyakit ini bersifat ronik dan hilang timbul. Penderita dapat menunjukan gejala
klinik yang berat dan dapat meninggal beberapa bulan setelah diagnosis, atau dapat hidup
bertahun-tahun bahkan puluhan tahun dengan gejala penyakit yang hilang timbul. Penyebab
kematian utama adalah gagal ginjal, infksi interkuren srta keterlibatan susunan saraf
pusatsecara difus.

Factor etiologi.

1. Genetic : factor ini dibuktikan peranannya melalui adanya fakta dimana kejadian
penyakit serupa pada kembar monozigotik sebanyak kira-kira 20% diabndingkan pada
kembar digizotik yang hanya 3 %. kemudian juga ditemukan fakta bahwa anggota
keluarga yang tidak manifest secara klinik, ternyata menunjukan adanya autoantibody
di serum. Fenomena terakhir ini juga merupakan indikasi bahwa manifestasi klinik
penyakit autoimun ditentukan juga oleh genetic. Selanjutnya , jenis HLA tertentu
yang dulu dianggap predisposisi terhadap penyakit autoimun,ternyataberkaitan
dengan pembentukan autoantibody tertentu seperti anti ds-DNA, anti sm dan
antifofolipid.
2. Non-genetik : obat-obatan seperti hidralazin, procainamid dan D-penicillamin dapat
mencetuskan lupus eritematosus pada manusia. Sinar matahari, khususnya UV juga
berefek serupa karena memacu keratinosit membentuk IL-1. Hal lainnya adalah virus
serta hormone seksual. Eksaserbasi yang terjadi seiring dengan daur haid merupakan
petunjuk peran hormone seks ini.
3. Imunologik : kelainan fungsi system imun diduga mendasari proses terjadinya lupus.
Letak kelainan masih controversial, semula diduga sebagai akibat sel B yang
hiperaktif pada perangsangan polikonal, namun belakangan ini ditemukan
indikasibahwa letak kelainan adalah pada sel T penolong. Mekanisme imunologik
yang mendasari kerusakan jaringan pada umumnya adalah hipersensitifitas tipe III.
Manifestasi :
- Nefritis
- Lesi kulit dan arthritis (disebabkan oleh endapan kompelks imun),
- Abnormalitas hematologic
- neurologik
DAFTAR PUSTAKA
- Kamus Kesehatan
- Kamus Dorland 1996
- Perhimpunana Dokter Paru Indonesia, Asma, Pedoman Diagnosisi Dan
Penatalaksanaan Di Indonesia . Jakarta: Indah Oggset Citra Grafika; 2004.P.I-II
- Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. Jakarta : FKUI. 2007
- Buku Ajar Patofisologi Umum

Anda mungkin juga menyukai