Anda di halaman 1dari 17

OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom


untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dasar hukum otonomi daerah :

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


 Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI.
 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi:
tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.

Tujuan otonomi daerah

Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:

 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


 Pengembangan kehidupan demokrasi.
 Keadilan nasional.
 Pemerataan wilayah daerah.
 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
 Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.

Syarat-syarat Pembentukan daerah Otonom Wilayah NKRI

a. Kemampuan ekonomi Untuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus


mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai agar jalannya pemerintahn
tidak tersendat-sendat dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.
b. Luas daerah Untuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah
tertentu, sehingga keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari pemerintah
daerah dapat dijalani dengan baik.
c. Pertahanan dan Keamanan Nasional Hankam suatu daerah merupakan
modal penting utama bagi jalannya sebuah pemerintahan.
d. Syarat-syarat lain Artinya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan daerah
untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pembinaan kestabilan politik
serta persatuan dan keatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Asas Desentralisasi adalah segala pelimpahan kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah.
Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah gubernur
sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah.
Asas Pembantuan adalah asas yang menyatakan turut serta dalam pelaksanaan
urusan pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah
daerah dengan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas.
Berdasarkan pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pemberian
urusan kepada daerah termasuk sumber keuangannya, maka dicantumkan sumber-
sumber pendapatan daerah terdiri atas :
1.    Pendapatan asli daerah yaitu :
a.    Hasil pajak daerah
b.    Hasil retribusi daerah
c.    Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan
d.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2.    Dana Perimbangan
3.    Pinjaman daerah

2.1.     PENDAPATAN ASLI DAERAH


Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-
sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah dimana
pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif
daerah Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa
pendapatan asli daerah terdiri dari: 
a.   Pajak Daerah
Menurut Kaho pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk Public Investment. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan
yang ditetapakan sebagai badan hukum publik dalam rangka membeiayai rumah
tangganya. Denga kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang
pungutannya ada pada daerah dan pembangunan daerah hal ini dikemukakan oleh
Yasin.
Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentang pajak daerah yaitu :
1)  Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah sendiri
2)  Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapi pendapatan tarifnya
dilakukan oleh Pemda.
3)  Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.
4)  Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi
pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan
(opsen) oleh Pemda.

Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 disebutkan bahwa pajak


daerah adalah, yang selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan pembengunan daerah.

Pasal 2 ayat (1) dan (2) didalam Undang –Undang nomor 18 tahun 1999
disebutkan bahwa jenis pajak daerah yaitu :
1)      Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari :
a)      Pajak kendaraan bermotor
b)      Bea balik nama kenderaan bermotor
c)      Pajak bahan bakar kenderaan bermotor
2)      Jenis pajak dearah Tingkat II terdiri dari :
a.     Pajak hotel dan restoran
b.     Pajak hiburan
c.     Pajak reklame
d.     Pajak penerangan jalan
e.     Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C.
f.      Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

Selanjutnya pasal 3 ayat (1) dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari
masing-masing jenis pajak sebagai berikut :

1)     Pajak kendaraan bermotor 5 %


2)     Pajak balik nama kenderaan bermotor 10 %
3)     Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 5 %
4)     Pajak hotel dan restoran 10 %
5)     Pajak hiburan 35 %
6)     Pajak reklame 25 %
7)     Pajak penerangan jalan 10 %
8)     Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C
9)     Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20 %

Tarif pajak untuk daerah Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan
penetepannya seragam diseluruh Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II,
selanjutnya ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah
tentang pajak tidak dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber pendapatan asli
daerah sebagaimana tersebut diatas, terlihat sangat bervariasi.

b.      Retribusi Daerah


Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada
negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara,
artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakai jasa atau karena
mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa
yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat,
sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh
masyarakat.
Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan
pemerintah kepada yang membutuhkan.
Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut Davey adalah :
                  1)       Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada
total cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan
                  2)       Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada
kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan.

Disamping itu menurut Kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :


1)     Retibusi dipungut oleh negara
2)     Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis
3)     Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
4)     Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang badan yang menggunakan
/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

Sedangkan jenis-jenis retribusi yang diserahkan kepada daerah Tingkat II


menurut Kaho berikut ini :
1)     Uang leges
2)     Biaya jalan / jembatan / tol
3)     Biaya pangkalan
4)     Biaya penambangan
5)     Biaya potong hewan
6)     Uang muka sewa tanah / bangunan
7)     Uang sempadan dan izin bangunan
8)     Uang pemakaian tanah milik daerah
9)     Biaya penguburan
10)   Biaya pengerukan wc
11)   Retribusi pelelangan uang
12)   Izin perusahaan industri kecil
13)   Retribusi pengujian kenderaan bermotor
14)   Retribusi jembatan timbang
15)   Retribusi stasiun dan taksi
16)   Balai pengobatan
17)   Retribusi reklame
18)   Sewa pesanggrahan
19)   Pengeluaran hasil pertanian, hutan dan laut.
20)   Biaya pemeriksaan susu dan lainnya
21)   Retribusi tempat rekreasi

Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang


meliputi :

1)     Retribusi jasa umum, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan.
2)     Retribusi jasa usaha, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor
swasta.

c.   Perusahaan Daerah


Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan
perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.
Menurut Wayang mengenai perusahaan daerah sebagai berikut :
1)  Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat :
a)  Memberi jasa
b)  Menyelenggarakan pemanfaatan umum
c)  Memupuk pendapatan
d)  Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah
khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang
adil dan makmur.
2)    Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah
tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok
pemerintahan daerah.
3)    Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup
orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

d.  Pendapatan Asli Daerah Yang Sah


Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut
Devas bahwa : kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat
II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat
dan bahan jasa. Penerimaan dari saswa, bunga simpanan giro dan Bank serta
penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber
penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.2.     DANA PERIMBANGAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi”. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.

Dana perimbangan terdiri dari :


a.      Dana Bagi Hasil
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) “Dana bagi hasil
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi”.
Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana
menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal
dari pajak terdiri dari :
1.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2.      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
3.      Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”.

Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004,


Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari :
1.      Kehutanan,
2.      Pertambangan umum,
3.      Perikanan,
4.      Pertambangan minyak bumi,
5.      Pertambangan gas bumi,
6.      Pertambangan panas bumi ”.

Proporsi Dana Bagi Hasil menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
sebagai berikut:

a.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah meliputi
16,2% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas
Umum Daerah Provinsi, 64,8% untuk daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan
dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan 9% untuk
biaya pemungutan.
Sedangkan 10% bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan
kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota yang didasarkan atas realisasi
penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan imbangan sebesar 65%
dibagikan secara merata kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota, dan sebesar
35% dibagikan sebagai intensif kepada daerah Kabupaten dan Kota yang realisasi
tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

b.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP)


Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTP sebesar 80% dengan rincian
16% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas
Umum Daerah Provinsi, dan 64% untuk daerah Kabupaten dan Kota penghasil
dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan 20%
bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTP dibagikan dengan porsi yang sama
besar untuk seluruh Kabupaten dan Kota.

c.   Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29


Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 merupakan bagian daerah adalah
sebesar 20% yang dibagi antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dimana 60% untuk Kabupaten/Kota dan 40% untuk Provinsi.

d.  Kehutanan
Penerimaan dari sektor Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak
Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20%
untuk Pemerintah dan 60% untuk daerah. Sedangkan penerimaan yang berasal
dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% untuk Pemerintah dan
40% untuk daerah.
e.   Pertambangan Umum
Dana Bagi Hasil dari penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan
dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% untuk
Pemerintah dan 80% untuk daerah.

f.    Perikanan
Dana Bagi Hasil dari penerimaan perikanan yang diterima secara nasional
dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk seluruh
Kabupaten dan Kota.

g.  Pertambangan Minyak Bumi


Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah
penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari
wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan 15,5% untuk
daerah.Dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi untuk daerah sebesar
15% dibagi dengan imbangan 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan,
6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 6% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.Sedangkan sisa dana
bagi hasil dari pertambangan minyak bumi untuk daerah yang sebesar 0,5%
dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1%
dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan

h.  Pertambangan Gas Bumi


Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah
penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari
wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah dan 30,5%
untuk daerah.
Dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah sebesar 30%
dibagi dengan imbangan 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 12%
dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota dalam provinsi bersangkutan.
Sedangkan sisa dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah
yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar,
dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan

i.    Pertambangan Panas Bumi


Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah.
Dana bagi hasil dari penerimaan pertambangan panas bumi yang
dibagikan kepada daerah dibagi dengan imbangan 16% untuk Provinsi yang
bersangkutan, 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 32% untuk
Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan.

b.     Dana Alokasi Umum


Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) “Dana Alokasi
Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”Dana Alokasi Umum merupakan
komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis
dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Sony Yuwono, Dwi
Cahyono Utomo, Suheiry Zein, dan Azrafiany A.R (2008) Dana Alokasi Umum
digunakan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan
penguasaan pajak antara pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah
minimal sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari penerimaan dalam negeri
neto. Sedangkan H.A.W Wijaya (2007) mengungkapkan bahwa dana alokasi
umum menekankan aspek pemerataan dan keadilan dimana formula dan
perhitungannya ditentukan oleh undang-undang.
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan
Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap
pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti
pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.

c.   Dana Alokasi Khusus


Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:107) “Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”.
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang
dimaksud adalah:

·         Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus
alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan
kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan
beberapa jenis investasi / prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan
terpencil, serta saluran irigasi primer.

·         Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi,


biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah,
dan lain-lain biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi
umum.

2.3.     PINJAMAN DAERAH


Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 33/2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam
UU tersebut disebutkan dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desntralisasi
fiskal untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemeriintah daerah
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun
demikian mengingat pinjaman memiliki berbagai resiko seperti resiko
kesinambungan fiskal, resiko tingkat bunga resiko pembiayaan kembali, resiko
kurs, dan resiko operasional, maka menteri keuangan selaku pengelola fiskal
nasional menetapkan batas- batas dan rambu – rambu pinjaman daerah.
Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang keuangan negara bab V mengenai
hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
serta pemerintah / lembaga asing disebut bahwa selain mengalokasikan dana
perimbangan kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat dapat memberikan
pinjama dan/ atau himba kepada pemerintah daerah. Dengan demikian pinjaman
daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemrintah daerah.

a.   Dasar Hukum


1)     UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara
2)     UU NO.1 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara
3)     KUU NO.25 tahun 2004 tentang system pencernaan pembangunan nasional.
4)     UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
5)     UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
6)     PP No.10 tahun 2011 tentang cara pengadaan pinjaman luas negeri dan
penerimaan hibah.
7)     PP No. 30 tahun 2011 tentang pinjaman daerah.
8)     Peraturan Menteri Negara perencanaan pembangunan nasional / kepala
BAPPENAS No.005/ M.PPN/06/2006 tentang tata cara perencanaan dan
pengajuan usulan serta penilaian kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan / atau
hibah luar negeri.
9)     Peraturan Menteri Keuangan No.45 / PMK.02/2006 tentang pedoman pelaksaan
dan mekanisme pemantauan defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah dan
pinjaman daerah.
10)   Peraturan Menteri Keuangan No. 147/PMK. 07/2006 tentang tata cara
penerbitan, pertanggung jawaban dan publikasi Informasi Obligasi Daerah.

b.  Prinsip Dasar Pinjaman Daerah.


Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah diantranya sebagai berikut:
1)     Pemerintahan daerah dapat melakukan pinjaman daerah.
2)     Pinjaman daerah harus merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan pemerintahan daerah.
3)     Pinjaman daerah merupakan alternative sumber pendanaan APBD yang
digunakan untuk menutup defisit APBD,pengeluaran, pembiayaan, dan
kekurangan KAS.
4)     Pemerintah daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada luar negri.
5)     Pemerintah daerah tidak dapat memberikan pinjaman terhadap pihak lain.
6)     Pinjaman daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi
pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian.
7)     Pendapatan daerah dan atau barang daerah tidak boleh dijadikan jaminan
pinjaman daerah.
8)     Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang jaminannya milik
daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi
Daerah.
9)     Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah
dicantumkan dalam APBD.

c.   Sumber Pinjaman


Pinjaman daerah bersumber dari:
1)     Pemerintah Pusat berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah
penerusan Pinjaman Dalam Negeri atau Pinjaman Luar Negeri.
2)     Pemerintah daerah lain.
3)     Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan Hukum di Indonesia dan mempunyai
tempat kedudukan dalam wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)     Lembaga keuangan Bukan Bank , yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan
hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
5)     Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum
kepada masyarakat dipasar modal dalam Negeri.

d.  Jenis Dan Jangka Waktu Pinjaman


1)     Pinjaman Jangka Pendek
Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman jangka pendek yang
meliuti pokok pinjaman, bunga, dan / atau kewajiban lainnya. Seluruhnya harus
dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenan.
2)     Pinjaman Jangka Menengah
Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran
dan kewajiban pembayaran kembali. Pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya
lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan
kepala daerah yang bersangkutan.
3)     Pinjaman Jangka Panjang
Kewajiban pembayaran kembali pinjaman jangka pnajang yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan / atau kewajiban lain. Seluruhnya harus dilunasi pda tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian yang bersangkutan.

e.   Penggunaan Pinjaman


Penggunaan pinjaman daerah telah diatur sebagaiman jenis pinjamannya, yaitu:
1)     Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus
kas.
2)     Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai pelayan publik yang
tidak mengahasilkan penerimaan.
3)     Pinjaman jangkan panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi
prasaraan dan / atau sarana dalam rangkapenyediaan pelayanaan public yang
mengahasilkan penerimaan langsung, menghasilkan penerimaan tidak langsung
memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
4)     Khusus pinjaman jangkan penjang dalam bentuk Obligasi Daerah digunakan
untuk membiayao kegiatan investasi prasarana dan / atau srana dalam rangka
penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang
diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/ atau sarana tersebut.

f.    Prosedur Pinjaman Daerah


1)     Pinjaman daerah dari pemerintah yang dananya bersumber dari pinjaman luar
negeri
2)     Pinjaman daerah dari pemerintah yang danannya bersumber dari pusat Investasi
pemerintah.
3)     Pinjaman daerah yang dananya bersumber dari Perbankan.
4)     Pinjaman daerah yang dananya bersumber dari masyarakat ( obligasi daerah).

g.  Larangan Penjaminan


1)     Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain
2)     Pendapatan daerah dan/ atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan
3)     Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang
melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

h.            Pembayaran Kembali Pinjaman


1)     Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam
APBD tahun anggaran yang bersangkutan.
2)     Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada
pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan
DAU( Dana Alokasi Pusat) dan Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah
tersebut.

i.       Pelaporan Pinjaman.


1)     Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban
pinjaman kepada pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
2)     Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, pemerintah dapat menunda
penyaluran dana pembagian.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah


Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai