A. Hakikat Manusia
Hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan makna
yang yang sebenarnya atau makna yang paling dasar dari sesuatu seperti benda, kondisi atau
pemikiran.
Dalam agama islam, ada enam peranan yang merupakan hakikat diciptakannnya
manusia. Berikut ini adalah dimensi hakikat manusia berdasarkan pandangan agama islam:
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT.
Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara
menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba,
seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa ramadhan, ,
zakat , haji dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan segenap hati
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5).
Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Alquran
cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia lain atau
dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam firman Allah SWT berikut:
“Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada
keduanya Alah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu
sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS: An Nisa:1).
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS: Al Hujurat :13).
Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi
kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang
disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk
menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat. Dalam
Alqur’an Allah SWT berfirman:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : Al araf 26-
27).
Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai
Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta
kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya. Sebagaimana disebutkan
dalam surat Al hud berikut ini:
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami
cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: Al
Hud:9).
Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia
memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan
makanan, berkembang biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup
pada umumnya. Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan,
hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian,
bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta perbuatannya harus dapat
dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT agar manusia dapat
menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi
tugas dan perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama penciptaannya.
Sebagai makhluk sosial, manusia dalam hidupnya sudah membawa fitrah sejak lahir
dan banyak memperoleh pengaruh dari lingkungannya, sebagaimana Rasullah SAW
bersabda:
“ Setiap anak dilahirkan dlm keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yg
menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim).
1. Faktor Biologis
2. Faktor Sosiopsikologis
a. Motif sosiogenesis
Motif sosiogenesis merupakan motif sekunder yang dapat memengaruhi
perilaku sosial manusia. Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat dijelaskan
meliputi motif ingin tahu, yang meliputi mengerti, menata, menduga, motif
kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan kebutuhan untu mencari identitas,
kebutuhan akan nilai dan kedambaan akan makna kehidupan serta kebutuhan akan
pemenuhan diri.
b. Sikap
Sikap adalah salah satu konsep dalam psikologi sosial yang paling banyak
didefinisikan para ahli. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif
sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula yang melihat sikap
dengan kesiapan saraf sebelum memberikan respon. Dari beberapa definisi yang ada,
Jalaludin menyimpulkan beberapa hal berikut: Sikap adalah kecenderungan
bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau
nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif lebih menetap serta
mengandung aspek evaluatif dan muncul dari pengalaman.
c. Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala
kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Coleman dan Hammen
mengungkapkan bahwa emosi dapat berfungsi sebagai pembangkit energi, pembawa
informasi tentang diri seseorang, pembawa pesan kepada orang lain dan sumber
informasi tentang keberhasilan.
Emosi berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Dari segi intensitasnya
ada yang berat, ringan dan desintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian
seseorang kepada situasi yang dihadapi disertai dengan perasan tegang sedikit. Emosi
kuat disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat. Dan emosi desintegratif terjadi
dalam intensitas emosi yang memuncak. Sementara dari segi lamanya, ada emosi
yang berlangsung singkat dan ada yang lama. Emosi ini akan mempengaruhi presepsi
seseorang atau penafsiran stimuli yang merangsang alat indra.
Selanjutnya komponen kognitif dari faktor-faktor sosiopsikologis adalah
kepercayaan. Kepercayaan di sini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib.
Akan tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar
bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Dengan demikian kepercayaan di sini
adalah yang memberikan presepsi pada manusia dalam mempresepsi kenyataan,
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek
sikap.
Sementara komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri atas kebiasaan
dan kemauan. Jalaludin mendefinisikan kebiasaan sebagai aspek perilaku manusia
yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada
waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali.
Sementara kemauan merupakan usaha seseorang dalam mencapai tujuan. Usaha di
sini tentu sangat berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang hal yang akan
dicapai tersebut.
Melalui ayat tersebut Allah subhanallahu wa ta’ala menerangkan bahwa Dia telah
mengadakan perjanjian dengan anak keturunan Adam. Allah subhanallahu wa ta’ala
mengambil persaksian mereka atas kemahakuasaan-Nya, yakni ketika mereka berada di
alam ruh sebelum diciptakan di alam bumi. Oleh karena itu, pada hari kiamat nanti
mereka tidak akan bisa mengingkari keesaan Allah. Dengan perkataan lain, ayat ini
menerangkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki kesiapan secara fitrah untuk
beragama, mengenal Allah, beriman dan mentauhidkan-Nya.
4. Faktor Situasional
Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada
di luar dirinya. Faktor ini sering disebut sebagai faktor situasional. Secara garis besar,
faktor ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari
lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang mendorong dan memperteguh
perilaku. Aspek-aspek objektif dari lingkungan yang dapat memengaruhi perilaku
seseorang terdiri atas beberapa faktor sebagai berikut:
Ikhtiar secara bahasa artinya memilih. Secara istilah ikhtiar adalah usaha seorang
hamba untuk memperoleh apa yang di kehendakinya. orang yang berikhtiar berarti dia
memilih suatu pekerjaan kemudian dia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh
agar dapat berhasil dan sukses.