Anda di halaman 1dari 2

Menembus Karang Waktu

“Budi, Bud... dimana kamu. ” teriak Bapak sambil membawa sabit menuju ke ladang
untuk memetik jagung. Pak Ahmad panggilan akrabnya di desa, terkenal sebagai orang yang ulet
dan pekerja keras. Didikannya kepada Budi tidak pernah sia-sia. Budi dikenal sebagai anak yang
cerdas dan tekun. Tak dapat dipungkiri Budi kerap kali menerima pekerjaan untuk mengajar
anak-anak di desanya. “Ada apa Pak? Budi masih di dapur bantu Ibu goreng ikan.” jawab Budi
kepada Bapak. “Ikut bantu Bapak ke ladang ya sekarang nak!! ” ucap Pak Ahmad dengan keras
seakan mengisyaratkan agar Budi segera melaksanakannya. “Iya Pak Budi segera siap-siap.”
Jawab Budi.
Setibanya di ladang Budi mulai memotong jagung dengan sabit. Tak lupa pula Ia
membantu Bapaknya mencangkul tanah yang akan ditanami. Hembusan angin yang segar
disertai dengan rintikkan hujan membuat Budi rehat sejenak dan memutuskan untuk berteduh di
dalam gubuk reyot yang sesak. Tiba-tiba saja Budi melihat sebuah keluarga yang turun dari
mobil dan membawa tas. Tanpa berpikir panjang Budi langsung menanyakan kepada Bapaknya.
“itu siapa ya Pak?. “Mereka anaknya Pak Somad saudaranya Dika temanmu itu loh nak.
Sepertinya Dia baru saja menyelesaikan program magister, wajar lah anaknya perangkat desa.”
jawab Pak Ahmad sambil memakan singkong yang dibawanya dari rumah. Budi tidak bisa
berkata apa-apa dia hanya kagum melihat kesuksesan anak Pak Somad tersebut.
Selesai berladang Budi memutuskan untuk mandi dan membersihkan pakaiannya dari sisa-
sisa tanah berkebun tadi. Budi mulai belajar pelajaran besoknya karena akan diadakan ulangan
harian. Sejenak Budi berpikir, keringat jatuh di bawah pipinya, dia berpikir untuk melanjutkan
mimpinya seperti anak Pak Somad tadi, namun Dia mengalami dilema yang besar. Dia
beranggapan hanya anak buruh tani yang penghasilannya tidak menentu. Untuk makan saja pas-
pasan, bekerja bukan tujuannya menjadi kaya, namun sebatas menafkahi kebutuhan. Budi pun
memutuskan untuk berkonsultasi dengan Bu Astia besok harinya.
Suara ayam mulai berkumandang menandakan waktu fajar telah tiba. Budi mulai
menyiapkan perlengkapan untuk berangkat ke sekolah hari ini. Semangat baru dan hari baru
dilakukan Budi untuk mencapai tujuannya. “Pak, Ibu Budi izin berangkat ke sekolah doakan agar
Budi bisa sukses hari ini.” Ucap Budi berpamitan dengan orangtuanya. “Iya nak hati-hati.” Budi
mulai berjalan kaki dengan menunduk sambil memikirkan kegelisahan hatinya tadi malam. Dia
bingung harus berbuat apa. Hati dan pikirannya tidak selaras. Realita memaksa dirinya untuk
berputus asa meraih impiannya. Dia gundah gulana dan menangis sedih dalam hatinya. Tidak
disadari Budi sudah sampai di sekolahnya. Budi bertemu dengan Dika dan bertanya padanya.
“Oh iya Dik, kemarin itu kakakmu ya yang turun dari mobil.”. “Iya benar, dia habis selesai S2
nya.” Jawab Dika dengan ketus. “Pasti mahal ya biayanya.” tanya Budi. “Iya loh kamu anak
petani mana paham!” balas Dika.
Waktu pembelajaran telah selesai Budi memutuskan untuk berkonsultasi dengan Bu Astia
terkait masa depannya. “Bu maaf mengganggu waktunya, saya ingin bertanya apakah ada
program beasiswa S1 Bu? Soalnya saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.”
tanya Budi.
“Ada nak, banyak lagi tapi mahal persyaratannya.” jawab Bu Astia. “ Apa ya Bu persyaratannya
apakah biayanya mahal?”. “Namanya beasiswa pasti gratis ya Bud. Persyaratannya kamu harus
tekun belajar. Oh iya besok ada tes jalur undangan kamu coba aja ya. Siapa tahu beruntung.”.
“Baik Bu terima kasih informasinya.”
Dengan penuh antusias Budi mulai belajar tanpa henti. Keinginannya sangat kuat untuk
mendapatkan beasiswa, besok waktunya tes dimulai. Budi belajar hingga larut agar lolos
beasiswanya. Keesokan harinya Ia meminta restu kepada kedua orang tuanya. “Pak Ibu mohon
restunya Budi hari ini akan mengikuti beasiswa doakan lancar dan memperoleh hasil yang
terbaik.”. “Iya nak Bapak hanya bisa berdoa sisinya Bapak serahkan semuanya kepada Tuhan.
Karena dari biaya Bapak tidak punya nak, Bapak tidak bisa membantumu.” Ucap Bapak dengan
sedih. “Budi sangat bersyukur memiliki orangtua seperti Bapak dan Ibu mohon maaf jika Budi
belum bisa membahagiakan kalian. ” jawab Budi sambil merangkul kedua orang tuanya.
Budi datang ke lokasi tes ditemani oleh Andi. Sahabat karibnya yang selalu setia menemani
Budi. “Semangat Bud jangan pesimis. Kamu Bisa!! ”. Budi kemudian memasuki tempat tes dan
hasil tesnya langsung keluar. Budi mendapatkan nilai 95 dari skala 100. Budi dinyatakan lolos
menerima beasiswa S1 di perguruan tinggi negeri. Budi sangat senang mengetahui hal ini. Budi
kemudian meminjam telepon Andi dan mengabari kedua orang tuanya. Dengan sujud syukur
kedua orang tua Budi terharu mendengar kabar ini. Di lain tempat Dika dinyatakan tidak lolos tes
untuk memperoleh beasiswa. Dika sangat menyesal karena mengejek Budi. Dia tidak berpikir
panjang dalam melakukannya. Seharusnya dia ikut belajar bersama Budi agar lolos tes beasiswa
Dika pun mengucapkan selamat kepada Budi dan meminta maaf atas perbuatannya. Budi pun
memaafkan Dika. Mereka bertiga akhirnya kembali ke desa.

Selesai...

Anda mungkin juga menyukai