Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

1. Perbuatan Tuhan

Semua aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan.
Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan
untuk melakukannya.

1. 1.Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan
Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan
tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa
Tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk
medukung pendapatnya di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23 dan Surat Ar-Rum ayat 8
Qadi abd Al-jabar seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi
petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Dengan
demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang di kenal baik,
apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu di tanya mengapa ia melakukan perbuatan itu,
adapun ayat ke dua, menurut Al-Jabbar, mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan
tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata Tuhan melakukan perbuatan buruk,
pernyatan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentu tidak
benar atau merupakan berita bohong.
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang ke’adilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan
faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong
kelompok Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadpa manusia.
Kewajiban-kewajiban itu dapat di simpulkan dalam suatu hal, yaitu kewajiban tersebut baik bagi
manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat bak, bukan yang terbaik (ash-shalah waal-ashshla)
mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memuculkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban dari luar kemampuan manusia.
Memberikan beban di luar kemampuan manusia (taklifma la yutaq) adalah bertentangan dengan
paham berbuat baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengna paham mereka tentang keadilan
Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang terlalu berat kepada manusia.
b. Kewajiban Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib,
pengiriman Rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul
kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi
akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan
alam gaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan
mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia
dan di akhriat nanti

1. Kewajiban Menempati Janji (al-Wa’d) dan ancaman (al-Wa’d)

Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini
erat hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika
tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik, dan menjalankan
ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Selanjutnya ke’adaan tidak menepati janji dan tidak
menjalankan ancaman berbentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu,
menepati janji dan menjalankan ancaman wajib bagi Tuhan.

2. Aliran Asy’ariyah

Menurut aliran asy’ariyah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia
ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat di terima karena
bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini di tegaskan al-
ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi
manusia. Dengan demkian, aliran asy’ariyah tidak menerima paham Tuhan mempunyai
kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk sebagaimana di katakan
al-ghazali, perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun darinya yang
mempunyai sifat wajib.
Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak mempunyai
kewajiban apa-apa, aliran asy’ariyah menerima paham pemberian beban diluar kemampuan
manusia. Al- Asya’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam al-luma, bahwa Tuhan dapat
mengatakan beban yang tak dapat di pikul pada manusia. Al-ghazali pun mengatakan hal itu
dalam al-iqtisad.
Walaupun pengiriman rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliran asy’ariyah menolaknya
sebagai kewajiban Tuhan. Hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Paham ini dapat membawa akibat yang tidak
baik, sekiranya Tuhan tidak mengutus rasul kepada umat manusia, hidup manusia akan
mengalami kekacauan. Tanpa wahyu, manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dari
perbuatan buruk. Ia akan berbuat apa saja yang di ketahuinya. Namun, sesuai degan paham
asy’ariyah tetang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tak menjadi permasalahan bagi
teologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Kalau Tuhan menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam paham aliran ini tidak berbuat untuk
kepentingan manusia.

3. Aliran maturidiyah

Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkand
dan maturidiah bukhara. Aliran maturidiyah samarkand, yang juga memberikan batas pada
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah
menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga pemikiran rasul dipandang
maturidiyah samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun maturidiyah bukhara memiliki pandangan yang sama dengan asy’ariyah mengenai
paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban namun, sebagaimana di jelaska oleh badzawi,
Tuhan pasti menempati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik,
walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat dosa besar
adapun pandangan muturidiyah bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan paham mereka
tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat
mungkin saja

Anda mungkin juga menyukai