Anda di halaman 1dari 29

Nama : Triya M Yasin

NIM : 192042055
Kelas/Smt : HES B/4
Tugas : Resume Materi (UAS)

1. Materi 1 : Pengantar
Agraria berasal dari kata agger yang artinya tanah. Tapi dalam
pengertian ini tidak semata hanya permukaan bumi saja. Tetapi juga
melingkupi apa yang ada di bawah permukaan bumi dan diatas permukaan
bumi. Jadi hukum agraria adalah keseluruhan kaidah yang baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Luas kajiannya meliputi:
Hukum agraria dalam arti luas meliputi : (Hukum Tanah, Hukum air, Hukum
ruang angkasa, hukum pertambangan, hukum perikanan, hukum kehutanan)
dan Hukum Agraria dalam arti sempit yaitu hukum agrarian mengatur hak-
hak penguasaan atas tanah (hukum tanah). Oleh karena itu hukum agraria
lebih luas dari hukum tanah. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian
wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk
berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yg boleh, wajib
dan/atau dilarang untuk diperbuat itulah yg menjadi tolok pembeda antara
berbagai hak penguasaan atas tanah yg diatur dlm hukum tanah
Pengaturan hak2 penguasaan atas tanah dlm hukum tanah dibagi menjadi 2:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yg konkret
Ketentuan hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum meliputi:
1. Memberi nama pada hak penguasaan yg bersangkutan
2. Menetapkan isinya, apa ygblh dilakukan dan apa yg tidak blh dilakukan
oleh pemegang hak
3. Mengatur mengenai sunjeknya, siapa yg bisa menjadi pemegang hak dan
syarat-syaratnya
4. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya
Sedangkan ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan
hukum yg konkret mengatur:
1. Hal-hal mengenai penciptaannya menjadi hubungan hukum yg konkret
2. Hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak2 lain
3. Hal-hal mengenai hapusnya
4. Hal-hal mengenai pembuktiannya
Hirarkhie hak-hak agraria:
1. Hak bangsa Indonesia atas tanah
2. Hak menguasai dari negara atas tanah
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
4. Hak perseorangan atas tanah

Materi 2 : Sejarah Hukum Agrari di Indonesia


Sejarah hukum agraria Indonesia
a. Sejarah hukum agraria pada masa penjajahan
b. Lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1960
c. Hukum Agraria pada masa sekarang
Dari segi masa berlakunya hukum agraria di Indonesia dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Hukum agraria kolonial
2. Hukum agraria Nasional
Hukum agraria Kolonial mempunyai 3 ciri:
1. Hukum agraria sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi2 dari
pemerintah kolonial sehingga bertentangan dgn kepentingan rakyat
2. Masih bersifat dualisme
3. Bagi rakyat asli Hukum agraria kolonial tdk menjamin kepastian hukum.
1. Masa penjajahan
A. pada masa terbentuknya VOC
Beberapa kebijakan politik tanahnya sangat menindas rakyat, di antaranya:
a. Contingenten atau pajak atas hasil tanh pertanian hrs diserahkan kpd
penguasa
b. Verlichte leveranten, kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen dgn
pembayaran yg harganya sdj ditentukan sepihak
c. Roerendiensten ata kerja rodi, yg bebankan dibebankan kpd rakyat yg tdk
mempunyai tanah pertanian
2. Masa pemerintahan Gubernur Daendles
Kebijakan yg ditetapkan diantaranya menjual tanah2 rakyat kepada orang2
China, Arab maupun bangsa Belanda sndiri
3. Masa pemerintahan Gubernur Raffles
Kebijakan yg ditetapkan pd masa ini adalah landrent atau pajak tanah yg hrs
diserahkan kpd Raja Inggris krna pada masa ini kekuasaan telah berpindah
kpd Pemerintahan Inggris
4. Masa pemerintahan gubernur van den Bosch
Pada masa ini Bosch menerapkan kebijakan pertnahan yg dikenal dhn sistem
tanam paksa atu cultuur stelsel
5. Masa berlakunya Agrarische wet stb 1870 nomor 55
Berlakunya agrarische wet politik kolonial konservatif dihapuskan dan
diganti dgn politik liberal dmn pemerintah tdk ikut campur dlm bidang usaha.
6. Masa berlakunya Agrarische Besluit stb 1870 nomor 118
Pasal 1 AB memuat suatu pernyataan yg dikenal dgn Domein verklaring,
yaitu " dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan pasal 2 dan pasal 3
AW, tetap dipertahankan bahwa semua tanah yg pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein ( milik) negara. Dgn
adanya domein verklaring, mk tanah2 d Hindia Belanda dibagi menjadi 2 ; 1.
Vrijlands domein atau tanah negara bebas, yg diatasnya tdk ada hak
penduduk, dan 2. Onvrijlands domein aau tanah negara tidk bebas, yaitu
tanah yg di atasnya ada hak penduduk.
Dalam keberlakuannya, Hukum Agraria lama beraneka warna bentuknya :
a.Sebagian merupakan hukum tertulis, yaitu : pertama, Hukum Agraria
Administratif ialah bagian dari hukum agraria lama yang terdiri atas
peraturan-peraturan dan keputusan keputusan yang merupakan pelaksanaan
politik agraria pemerintah jajahan yg dicantumkan dalam AW dan AB.
Kedua, Hukum Agraria barat perdata, yang peraturan induknya terdapat di
dalam KUH Perdata, terutama Buku ke II
b.Sebagian merupakan hukum yang tidak tertulis terutama adalah hukum
agraria adat yang bersumber pada hukum adat dapat kita katakan hukum
agraria Hindia Belanda Berstruktur ganda, dengan berlakunya bersamaan
perangkat peraturan Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat. Dengan
berlakunya dua aturan tersebut maka terjadilah dualisme hukum tanah di
Indonesia. Ini berakibat terhadap tidak adanya jaminan kepastian hukum bagi
rakyat dualisme maksudnya berlakunya hukum adat disamping peraturan lain
yg didasarkan pd hukum barat Setelah berlakunya UUPA maka hukum
agraria kita sdh dilakukan unfikasi. semua ketentuan mengenai hukum agraria
didasarkan pada UUPA. Tapi sebelum berlakunya UUPA dualisme hukum
agraria ini masih ada. kita ketahui, dalam perkembangan selanjutnya, setelah
kemerdekaan terutama kurun waktu 1945 s/d 1960, perkembangan hukum
agraria di Indonesia masih berdasarkan hukum peninggalan Hindia Belanda
sebagai konsekuensi pasal II Aturan Peralihan UUD 45 dan asas konkordansi
hal ini disebabkan Hukum agraria kolonial bagi rakyat Indonesia asli tidak
menjamin kepastian hukum.
2. dari segi pendaftaran tanah; untuk tanah-tanah yg tunduk pada hukum
barat, dilakukan pendaftaran tanah yg bertujuan memberikan jaminan
kepastian hukum dan menghasilkan tanda bukti yg sah. untuk tanah-tanah yg
tunduk pada hukum adat tidak dilakukan pendaftaran tanah sehingga tdk
memberikan jaminan kepastian hukum, melainkan untuk menetapkan siapa
yang berkewajiban membayar pajak tanah. hukum agraria pada awalnya
diatur dalam Buku II KUHP. tetapi setelah berlakunya UUPA mak ketentuan
hukum tanah dalam KUHPerdata ini dihapus dan tidak berlaku lagi Lahirnya
UUPA Di dalam perkembangan selanjutnya, setelah kemerdekaan terutama
kurun waktu 1945 s/d 1960, perkembangan pertanahan di Indonesia masih
berdasarkan hukum peninggalan Hindia Belanda sebagai konsekuensi pasal II
AP UUD 45 dan asas konkordansi. Hal ini jelas tidak cocok dengan jiwa
bangsa Indonesia dan ketentuan UUD 1945 dan persoalan ini sangat disadari
oleh pemerintahan RI pada waktu itu. maka dipersiapkanlah rancangan
ketentuan tentang pertanahan berdasarkan jiwa bangsa dan UUD 1945
sekaligus ingin mencabut ketentuan-ketentuan pertanahan peninggalan Hindia
Belanda yang berlaku pada waktu itu
Lahirnya UUPA merupakan langkah untuk mengadakan:
1. Perombakan produk hukum pertanahan
2. Perombakan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah
Sejarah lahirnya UUPA
Pada tahun 1948 dibentuk Panitia Agraria dengan Penpres RI 21 Mei
1948 yang berkedudukan di Yogyakarta. Dikenal dengan nama Panitia
Yogya. Panitia ini mengusulkan : 1. dilepaskannya asas domein dan
pengakuan hak ulayat. 2. Diadakannya peraturan yang memungkin kan
adanya hak perseorangan yang kuat Pada tahun 1951 dengan Kepres RI
tanggal 19 Maret 1951, panitia Yogya dibubarkan dan diganti dengan Panitia
Agraria Jakarta, yang berkedudukan di Jakarta. Kesimpulan panitia ini
diantaranya : 1. Batas minimum 2 hektar. 2. Batas maksimum 25 hektar. 3.
yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk
warganegara Indonesia. Tidak dibedakan ‘asli’ dan ‘bukan asli’.
Tahun 1955, Panitia Soewahjo dibentuk dengan Kepres 55/1955
diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekjen Kementrian Agraria. Tugas
Panitia ini ialah mempersiapkan rencan UU Agraria yang Nasional, sedapat-
dapatnya dalam waktu satu tahun. Tahun1957 panitia ini berhasil
menyelesaikan Rancangan UUPA. Tahun 1958, Rancangan Panitia Soewahjo
ini kemudan diajukan oleh Menteri Agraria pada waktu itu Soenarjo dengan
beberapa perubahan mengenai sistematika dan rumusan beberapa pasal.
Rancangan ini lebih dikenal dengan rancangan Soenarjo. Rancangan ini
memakai dasar UUDS 1950. Kemudian dengan berlakunya kembali UUD
1945, maka rancangan tersebut harus disesuaikan. Tahun 1960, rancangan
yang disesuaikan tersebut dengan amanat Presiden tgl 1 Agustus 1960
rancangan tsb diajukan ke DPR Gotong Royong oleh Menteri Agraria yang
baru pada waktu itu yaitu Sadjarwo. Rancangan ini dikenal dengan
Rancangan Sadjarwo. Berbeda dengan rancangan sebelumnya, rancangan
Sadjarwo ini secara tegas menggunakan hukum adat sebagai dasarnya.
Setelah beberapa kali sidang dan dilakukannya pemeriksaan pendahuluan,
pada tanggal 14 September 1960 dengan suara bulat DPRGR menerima baik
RUUPA tersebut. Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 RUU disahkan
oleh Presiden Soekarno menjadi UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal sebagai UUPA, yang
diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1960 no 104, penjelasannya
dalam Tambahan Lembaran Negara No 2043. Di seluruh Indonesia sifat
masyarakatnya bertalian erat dengan hukum tanahnya. Jiwa rakyat dan
tanahnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Ini berarti bahwa tiap perubahan
dalam jiwa rakyat menghendaki juga perubahan dalam hukum tanah.
Demikian pula perubahan dalam hukum tanah jika dilaksanakan dengan
Konsekuen akan menimbulkan perubahan dalam jiwa rakyat dan bentuk
Masyarakatnya Pembentukan ini sudah selayaknya memperhatikan bahwa
tanah adalah pusaka bangsa; tanah adalah sumber kekuatan dan jaminan
hidup bagi bangsa sejak purbakala sampai akhir zaman.Hukum tanah
mengatur tentang hubungan antara manusia dengan tanah.Dengan demikian
Hukum Tanah Indonesia mengatur tentang hubungan antara manusia,
Pemerintah yang mewakili negara sebagai badan hukum publik maupun
swasta termasuk badan keagamaan/badan sosial dan perwakilan Negara asing
dengan tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pembentukan
ini sudah selayaknya memperhatikan bahwa tanah adalah pusaka bangsa;
tanah adalah sumber kekuatan dan jaminan hidup bagi bangsa sejak purbakala
sampai akhir zaman.Hukum tanah mengatur tentang hubungan antara
manusia dengan tanah.Dengan demikian Hukum Tanah Indonesia mengatur
tentang hubungan antara manusia, Pemerintah yang mewakili negara sebagai
badan hukum publik maupun swasta termasuk badan keagamaan/badan sosial
dan perwakilan Negara asing dengan tanah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Materi 3 : Hak-hak Agraria dan Hak-hak atas tanah
Lahirnya UUPA merupakan langkah untuk mengadakan:
1. Perombakan produk hukum pertanahan
2. Perombakan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah.
“Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban,
dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai
tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib, dan/atau dilarang untuk
diperbuat itulah yang merupakan tolok pembeda antara berbagai hak
penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah negara yang
bersangkutan”.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret.
3. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum
Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret.
Ketentuan- ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebagai
berikut:
1. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum
yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu;
2. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain;
3. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain;
4. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya;
5. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan hukum tanah
Nasional adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
4. Hak perseorangan atas tanah, meliputi:
a. Hak-hak Atas Tanah
b. Wakaf tanah Hak Milik
c. Hak Tanggungan
1. Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah
a. Hak Bangsa Indonesia atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah
yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah negara,
yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-
hak penguasaan yang lain atas tanah.
b. Hak Bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, diatur dalam
Pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUPA, yang bunyinya sebagai
berikut:
1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh
rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia.
2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa
Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
3) Hubungan hukum antara Bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang
angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat
abadi.
Unsur Hak Bangsa
Hak Bangsa mengandung 2 (dua) unsur, yaitu unsur kepunyaan dan unsur
tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan
penggunaan tanah-bersama yang dipunyainya
2. Hak Menguasai dari Negara Atas Tanah
a. Hak menguasai dari Negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan
tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik.
b. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan
sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya,
Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut,
pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia
sebagai organisai kekuasaan seluruh rakyat
Hak Penguasaan Negara menempatkan negara tidak sebagai pemilik
atas tanah melainkan sebagai organisasi tertinggi dari Bangsa Indonesia yang
diberi wewenang untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan tanah;
2. Menentukan dan mengatur dan menentukan hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
1. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat diatur dalam Pasal 3 UUPA, yaitu
“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2
pelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
2. Hak ulayat adalah nama yang diberikan para ahli hukum pada lembaga
hukum dan hubungan hukum konkret antara masyarakat dan hukum adat
dengan tanah dalam wilayahnya, yang disebut tanah ulayat dan merupakan
“lebensraum” bagi warganya sepanjang masa.
3. hak ulayat sebagai wilayah suatu persekutuan
4. Persekutuan hukum (rechtsgemenschaap) atau masyarakat hukum dapat
dirumuskan sebagai segerombolan orang yang teratur yang bersifat tetap,
mempunyai kekuasaan tersendiri dan mempunyai harta benda baik yang
terlihat maupun yang tidak terlihat
5. dari hak ulayat ini lahirlah hak-hak seperti membuka tanah, hak manfaat,
hak pakai, hak pungut hasil hutan, hak numpang dan hak milik yang terbatas
sifatnya
Kriteria Hak Ulayat
1. kriteria penentu masih ada atau tidaknya hak ulayat harus dilihat pada tiga
hal, yakni:
a. Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu subyek
hak ulayat.
b. Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai Lebensraum
yang merupakan obyek hak ulayat; dan
c. Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-
tindakan tertentu.
2. Adapun mengenai keberadaan dan hapusnya hak ulayat ini ditetapkan
melalui Peraturan Daerah.
Hak-hak Atas Tanah
3. Hak-hak atas tanah termasuk salah satu hak-hak perseorangan atas tanah.
Hak-hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang
kepada pemegang haknya untuk memakai, dalam arti menguasai,
menggunakan, dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu.
Sedang hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat dari
tanah yang dihakinya.
4. Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorangan atau badan
hukum dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh oleh orang-orang, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan- badan hukum”
Hak-hak atas tanah yang dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1)
ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) jo. Pasal 53 UUPA dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap Yaitu:
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha (HGU)
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
d. Hak Pakai
e. Hak Sewa
f. Hak Membuka Tanah
g. Hak Memungut Hasil Hutan
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan UU
Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan
dengan UU, seperti Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ditetapkan dengan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara Yaitu:
a. Hak Gadai
b. Hak Usaha Bagi Hasil
c. Hak Menumpang
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.
Wakaf Tanah Hak Milik
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
4. Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu memanfaatkan harta benda
wakaf sesuai dengan fungsinya
5. Fungsi wakaf (pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum.
Hak Tanggungan
Hak Tanggungan adalah satu-satunya hak jaminan atas tanah dalam
Hukum Tanah Nasional yang merupakan hak penguasaan atas tanah yang
memberi kewenangan kepada kreditor tertentu untuk menjual lelang
bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang
tertentu dalam hal debitor cedera janji dan mengambil pelunasan dari hasil
penjualan tersebut dengan Hak Mendahulu daripada kreditor yang lain.
4. Materi 4: Tanah Negara dan Tanah Pemerintah
Klarifikasi tentang pengertian tanah negara menjadi sangat penting
mengingat dampak yang mungkin timbul bila tidak ada kesamaan persepsi
mengenai hal ini. Kasus tanah Pertamina Plumpang yang digugat oleh para
penggarapnya merupakan contoh ketidaksamaan persepsi tentang tanah
negara ini. Dalam kasus pendudukan tanah oleh penggarap tersebut, para
penggugat (penggarap) mendalilkan bahwa tanah tersebut adalah tanah
negara, sedangkan pihak Pertamina beranggapan bahwa tanah tersebut
merupakan tanah pemerintah. Pengadilan Negeri Jakarta Utara berpendapat
bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara, sedangkan PTUN berpendapat
bahwa tanah tersebut merupakan tanah pemerintah.
Lahirnya UUPA, maka secara de jure, asas domein dihapuskan dan
ditetapkan Hak Penguasaan Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUPA
yang meliputi semua bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia. Walaupun hak
menguasai dari negara itu meliputi semua bumi, air dan ruang angkasa,
namun di samping adanya tanah negara dikenal pula adanya tanah-tanah hak,
baik yang dipunyai oleh perseorangan maupun badan hukum.
Ali Achmad Chomzah mengemukakan bahwa: “Tanah negara adalah tanah
yang tidak dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Boedi Harsono tanah negara merupakan sebutan bagi tanah-tanah
yang langsung dikuasai oleh negara yaitu tanah-tanah yang belum dihaki
dengan hak-hak perorangan oleh UUPA.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanah negara mengandung 2
(dua) unsur, yaitu: Tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dan
Tanah-tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak, baik perseorangan
maupun badan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan instansi pemerintah adalah:
1. Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
2. Depatemen.
Lembaga Pemerintah non Departemen : Bank-Bank Pemerintah, Badan
Usaha Milik Negara, Pemerintah Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Daerah. Macam-macam hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh
instansi pemerintah adalah: Hak MIlik, dapat dipunyai oleh Bank Milik
Negara; Hak Guna Usaha, dapat dipunyai oleh Badan Usaha Milik Negara di
bidang Perusahaan, Pertanian, Perikanan, atau Peternakan; Hak Guna
Bangunan, dapat dipunyai oleh Badan Usaha Negara; Hak Pakai, untuk
kepentingan instansi Pemerintah yang berlaku selama dipergunakan, dapat
dipergunakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen dan
Lembaga Pemerintahan Non Departemen, sedangkan Hak Pakai dengan
jangka waktu tertentu dapat dipunyai oleh Badan Usaha Milik
Negara/Daerah; Hak Pengelolaan, dapat diberikan oleh instansi pemerintah
apabila tanah itu selain dimaksudkan untuk dipergunakan bagi kepentingan
instansi yang bersangkutan, juga ada bagian-bagian tanah yang dapat
diberikan dengan sesuatu hak yang lebih rendah kepada pihak ketiga seperti:
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, dan lain-lain. Hak Pengelolaan
dapat dipunyai oleh Departemen/Lembaga Pemerintaah Non Departemen/
Badan-badan Negara lainnya, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan
Usaha Milik Negara, Pemerintah Propinsi di Kabupaten/Kotamadya serta
Badan Usaha Milik Daerah. Jadi, yang dimaksud dengan Tanah Pemerintah
adalah tanah yang dikuasai oleh suatu instansi pemerintah baik yang berasal
dari tanah negara maupun tanah hak dan telah dilekati dengan suatu hak
tertentu.
5. Materi 5: Hak Tangungan dan Tanah Wakaf
Hak Tanggungan : hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain
obyek hak tanggungan :
1. Hak atas tanah, yang dibebani hak tanggungan yaitu Hak Milik, Hak Guna
Usaha, dan Hak Guna Bangunan
2. Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga
dibebani Hak Tanggungan
3. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut
bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Ciri-ciri dan Sifat Hak Tanggungan: Dalam Penjelasan Umum Undang-
undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 dikemukakan bahwa sebagai
lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, Hak Tanggungan harus
mengandung ciri-ciri:
1. Droitdepreferent, artinya memberikan kedudukan yang diutamakan atau
mendahului kepada pemegangnya (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1).
2. Droitdesuite, artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan
siapapun objek tersebut berada (Pasal 7).
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
Hak Tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti
ditetapkan dalam Pasal 2 UUHT. Dengan sifatnya yang tidak dapat dibagi-
bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh objek Hak
tanggungan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila hutang (kredit) yang
dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru dilunasi sebagian, maka
Hak Tanggungan tetap membebani seluruh objek Hak Tanggungan
Subjek Hak Tanggungan dalam hal ini adalah pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek Hak Tanggungan. Kewenangan tersebut harus ada pada pemberi Hak
Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan (Pasal 8 UUHT).
sedangkan Pemegang Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (Pasal 9 UUHT).
Hak Tanggungan yaitu:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan
2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan
dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak
Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak
Tanggungan.
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan
Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari
beban Hak Tanggungan.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Hapusnya Hak
Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan
tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Eksekusi Hak Tanggungan : Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni
tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka
berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan pertama atau
pemegang sertifikat hak tanggung andengantitleeksekutorial yang tercantum
dalam sertifikat hak tanggungantersebut, berhak menjual objek hak
tanggungan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak
tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Menurut
pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang
dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak
piutang tersebut jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang
sebagaimanmestimya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun
yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang
Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya
melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang
tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan
swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri. apabila debitur
wanprestasi atau cidera janji, sehingga mengakibatkan dapat dieksekusinya
objek hak tanggungan melalui pelelangan umum.
B. Tanah wakaf : UUPA memperhatikan nilai-nilai keagamaan dalam
penggunaan tanah. Bukti bahwa UUPA memperhatikan nilai-nilai keagamaan
dapat ditemukan dalam: Pertama, Konsideran UUPA di bawah Perkataan
Berpendapat Huruf a. Bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam
pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya hukum agraria nasional,
yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana, dan
menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak
mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Kedua,
Konsideran UUPA di bawah perkataan Berpendapat huruf c. Bahwa hukum
agraria nasional itu mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial, sebagai
asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar. Ketiga, Pasal 5. Hukum agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturanperaturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-
unsur yang bersandar pada hukum agama. Keempat, Pasal 14 ayat (1).
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal
9 ayat (2), serta Pasal 10 ayat (1) dan (2), pemerintah dalam rangka
sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya: a. untuk keperluan negara; b.
untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa; c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan
masyarakat, sosial, kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan; d. untuk
keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, perikanan
serta sejalan dengan itu; e. untuk keperluan memperkembangkan industri,
transmigrasi,dan pertambangan. Kelima, Pasal 49. (1) Hak milik tanah badan-
badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam
bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut
dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan
usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial; (2) Untuk keperluan
peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14
dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan Hak Pakai;
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah Wakaf tanah Hak Milik diatur dalam Pasal 49 ayat (3) UUPA,
yaitu perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Ketentuan ini memberikan tempat yang khusus bagi penggunaan
tanah yang bersangkutan dengan kegiatan keagamaan dan sosial. Dalam
Penjelasan Pasal 49 ayat (3) UUPA menyatakan bahwa untuk menghilangkan
keragu-raguan dan kesangsian, maka pasal ini memberi ketegasan, bahwa
soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluankeperluan suci
lainnya, dalam hukum agraria yang baru akan mendapat perhatian
sebagaimana mestinya. Pasal 49 ayat (3) UUPA memerintahkan pengaturan
lebih lanjut mengenai perwakafan tanah Hak Milik dengan Peraturan
Pemerintah. Peraturan perundang-undangan terakhir yang mengatur tentang
wakaf diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf jo
PP Nomor 25 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf
Pengertian wakaf menurut PP Wakaf adalah suatu perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya.
Unsur-unsur yang harus ada dalam pelaksanaan pendaftaran wakaf tanah Hak
Milik, yaitu:
1. Wakif. Pihak yang mewakafkan tanah disebut wakif.
2. Nazhir. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, nazhir
adalah pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3. Tanah yang diwakafkan.
4. Ikrar Wakaf. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,
yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang
diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan
harta benda miliknya.
5. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta
ikrar wakaf. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah pejabat yang diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri Agama. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
djabat oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan.
6. Penggunaan Tanah wakaf. Tanah Hak Milik yang diwakafkan oleh
pemiliknya dipergunakan untuk kepentingan peribadatan dan atau
kepentingan sosial lainnya, misalnya gedung pendidikan, gedung panti
asuhan, gedung kesehatan (Rumah Sakit/Pusat Kesehatan Masyarakat).
Salah satu tujuan diundangkan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk
memberikan jaminan kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk
mewujudkan tujuan jaminan kepastian hukum ditempuh melalui upaya
pendaftaran tanah. demikian pula dengan tanah wakaf.
6. Materi 6 : Penetapan Hak atas Tanah
Hak atas tanah dimulai dari pengkajian terhadap bentuk-bentuk penguasaan
tanah yang diakui sebagai miliknya dari segi riwayat perolehannya, kekuatan
hubungan hukumnya dengan tanah tersebut. Pemilik tanah akan menunjukkan
dimana letak tanahnya,batas-batasnya, dan dimana tanah tersebut diperoleh.
Mekanisme penetapan hak atas tanah adalah: 1. berdasarkan buku kedua
tentang konversi terhadap hak-hak lama yang sudah ada sebelum berlakunya
UUPA (pasal 22 ayat 3) missal Hak Epacht dikonversi menjadi hak guna
usaha, Hak postal dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom
dikonversi menjadi hak milik. dan 2. berdasarkan penetapan pemerintah
(pasal 22 ayat3). Bentuk yang paling sederhana dari penguasaan tersebut
adalah: dikuasai berdasarkan pembukaan tanah, dikuasai karena diperoleh
dari pembagian tanah dari Negara, karena penetapan undang-undang, karena
titlehokum umum seperti warisan,hibah, hadiah, jual beli, tikar menukar,
konsolidasi tanah
Tahap-tahap proses penetapan hak atas tanah secara garis besar adalah: 1.
Pemohon mengajukan bukti dan riwayat perolehan serta hubungan hukum
penguasaan dengan tanah yang dimohonnya. 2. Pemohon menunjukkan
dimana letak dan pengakuan titik-titik batas tanah yang dimohonnya tersebut
Pengujian letak dan batas-batas tanah tersebut dengan kegiatan pengukuran
yang meliputi: 1. mengukur dan menetapkan batas-batas tanah yang
ditunjukkannya; 2. menguji dengan data-data fisik, yuridis, administrasidi
kantor BPN yang bersangkutan; 3. meminta pengakuan dari pemilik tanah
yang berbatasan, dan 4. pengujian mengenai kecocokan bukti pemohon
dengan objek tanah. Serta kepentingan orang lain atas permohonen tersebut
(oleh Panitia Pemeriksa Tanah).
Proses penetapan hak atas tanah berupa: pencocokan dan pengolahan data,
penetapan/keputusan hak atas tanah, setelah adanya penetapan hak atas tanah
maka selanjutnya dilakukan pendaftran tanah
proses pendaftaran: pembuatan buku tanah dan pencatatan pada daftar isian,
penerbitan tanah bukti hak atas tanah
Pengaturan hak atas tanah tersebar dalam berbagai aturan peraundang-
undangan antara lain:
1. Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1961 tentang penetapan terhadap Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah termasuk
penghapusannya.
2. Hak Pengelolaan masih tersebut dalam Permendagri No. 1 tahu 1977 jo
PMNA/KBPN No. 9 tahun 1999, sedangkan pengaturan Hak Milik belum ada
pengaturannya.
Pengertian pendaftaran tanah pada pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No.
24 thn 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus-menerus , berkesinambungan, dan terus menerus meliputi
pengumpulan, pengolahan ,pembukuan dan penyajian serta pemberian alat
bukti sebagai hak yang kuat.
Perlu diketahui bahwa penerima hak atas tanah mempunyai kewajiban antara
lain:
1. membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dan uang pemasukan
kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2. memelihara tanda-tanda batas;
3. menggunakan tanah secara optimal;
4. mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah;
5. menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup;
6. kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya.
Pemberian tanah yang belum ada haknya atau tanah Negara dilakukan dengan
permohonan hak baru. Terhadap tanah Negara dapat dimintakan sesuatu hak
untuk kepentingan tertentu menurut prosedur tertentu. Untuk tanah Negara
yang akan dimohon untuk mendapatkan suatu
hak yang berupa : a. Tanah Negara murni yaitu tanah yang dikuasai secara
langsung dan belum dibebani suatu hak apapun, b. Tanah Negara yang
berasal dari tanah konversi hak barat yang telah berakhir waktunya, c. Bahwa
tanah yang telah dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha
dan Hak Pakai habis waktunya pada tanggal 24 september 1960 dan
kemudian menjadi tanah Negara, d. Tanah yang statusnya ditingkatkan, tanah
yang lemah pada prinsipnya dapatlah ditingkatkan menjadi hak yang lebih
kuat, misalnya Hak Pakai, dapat ditingkatkan statusnya menjadi Hak Guna
Bangunan atau Hak Milik melalui prosedur baru.
Permohonan hak milik atas tanah negara memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masih
menjadi tanggungannya;
b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan
pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat
yang berwenang, tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai Hak Milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:
a. dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat, girik, surat
kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan
atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT,
akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi
sebutkan tanggal dan nomornya);
c. jenis tanah (pertanian/non pertanian);
d. rencana penggunaan tanah;
e. status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara);
3. Lain-lain:
a. keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang
dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;
b. keterangan lain yang dianggap perlu pada dasarnya untuk membedakan
Tanah negara adalah dengan melihat hak atas tanah yang melekat ats tanah
tersebut. jika tanah yang dimaksud itu belum dilekati dengan jenis hak atas
tanah manapun maka ia adalah tanah Negara. Tanah negara adalah tanah yang
langsung dikuasai oleh negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada hak pihak
lain di atas tanah tersebut. Tanah tersebut disebut juga tanah negara bebas.
Adapun ruang lingkup tanah Negara tersebut meliputi : a. Tanah-tanah yang
diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya; b. Tanah-tanah hak yang
berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi; c. Tanah yang
pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris; d. Tanah-tanah yang
diterlantarkan, dan e. Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum
Pemberian hak Atas Tanah secara umum adalah pemberian hak atas bidang
tanah yang memenuhi kriteria tertentu kepada penerima hak yang memenuhi
kriteria tertentu yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.
7. Materi 7 : Pendaftaran Tanah
Ada 2 hal yg perlu dipahami mengenai pendaftaran tanah, pertama mengenai
pendaftaran tanah itu sendiri, dan yg kedua mengenai sistem pendaftran tanah
Setelah adanya penetapan hak atas tanah selanjutnya dilakukan pendaftran
tanah Pendaftaran tanah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1.,
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk surat pemberian tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. proses pendaftaran
tanah: pembuatan buku tanah dan pencatatan pada daftar. Pasal 19 ayat (1)
UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah
diadakan pendaftran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan Pemerintah
yang dimaksud adalah PP No. 24 Tahun 1997 Pengertian pendaftaran tanah
tersebut ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA yang meliputi :
1. Pengukuran, Perpetaan dan Pembukuan Tanah
2. Pendaftaran hak atas tanah dan Peralihan Hak-Hak tersebut
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat
Jadi, Pengertian pendaftaran tanah tersebut di atas, meliputi :
1. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali (initialregistrasion).
2. Pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)
Pendaftaran tanah di Indonesia dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN), sebagai instansi yang bertugas dan berwenang untuk mendaftarkan
tanah-tanah yang ada di Indonesia, BPN yang memiliki tugas untuk
mengelolah data Buku Tanah yang berisi daftar bidang-bidang tanah yang
telah didaftarkan.
Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah pada hakikatnya sudah ditetapkan
dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria. Yaitu bahwa pendaftaran
tanah merupakan tugas Pemerintah yang diselenggarakan dalam rangka
menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan (suatu “rechtskadaster” atau
“legalcadaster”). tujuan pendaftaran tanah tersebut dapat dirinci seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 3 PP 24 Tahun 1997 pemegang hak atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh
data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Obyek pendaftaran tanah
dapat kita lihat pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Obyek pendaftaran tanah menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 meliputi sebagai berikut:
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, dan hak pakai
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah wakaf
4. Hak milik atas satuan rumah susun
5. Hak tanggungan
6. Tanah Negara
Adapun Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan:
a. pendaftaran tanah untuk pertama kali; dan
b. pemeliharaan data pendaftaran tanah
Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah kegiatan pendaftaran tanah
yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar, baik
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang
dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistemmatik dan sporadic
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menurut Pasal 12 PP Nomor
24 Tahun 1997, meliputi :
1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik
2. Pengumpulan dan pengolahan data yuridis
3. Penerbitan sertifikat
4. Penyajian data fisik dan yuridis
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
menurut Pasal 1 angka 60 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
yaitu : “ pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali yang dilakukan serentak dan meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa atau kelurahan.
Pendaftaran ini diprakarsai atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu
kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah yang telah
ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria atau Kepala Bagian Pertanahan
Nasional. Melalui pendaftaran ini akan mempercepat memperoleh data
mengenai bidang-bidang tanah yang didaftar melalui
pendaftaran tanah secara sporadik.
jika pendaftaran tanah yang dilakukan secara massal dan diprakarsai oleh
Pemerintah, maka itu adalah pendaftaran tanah untuk pertama kali dengan
metode sistematik. Untuk melaksanakannya, Kepala Kantor Pertanahan perlu
dibantu oleh panitia yang khusus dibentuk untuk itu.
Biaya dan besaran pendaftaran tanah dalam rangka pelaksanaan kegiatan
telah diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, demikian Pasal 61 PP
24/1997, yang dimaksud dengan “Peraturan Pemerintah tersendiri” adalah
Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Atas keinginan yang
bersangkutan, Pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan pemohon dari
sebagian atau seluruh biaya pendaftaran jika pemohon dapat membuktikan
tidak mampu membayar biaya tersebut.
Biaya-biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah, meliputi
biaya untuk :
1. Pelayanan Pendaftaran Tanah
2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah
3. Pelayanan Informasi Pertanahan
4. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya
5. Pelayanan Retribusi Tanah Secara Swadaya
6. Pelayanan Penetapan Hak atas Tanah
7. Pelayanan Pendaftaran Tanah
jadi, Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan:
a. pendaftaran tanah untuk pertama kali; dan
b. pemeliharaan data pendaftaran tanah.
pendaftaran tanah untuk pertama kali terdapat dua metode yaitu :
1. Pendaftaran tanah secara sistematik,
2. Pendaftaran tanah secara sporadik
Data yang dihimpun dalam pendaftaran tanah meliputi dua bidang yaitu :
Data fisik mengenai tanahnya : lokasinya,batas-batasnya,luasnya bangunan
dan tanaman yang ada di atasnya. Data yuridis mengenai haknya : haknya
apa, siapa pemegang haknya, ada atau tidak adanya hak pihak lain. Sepanjang
data fisik dan yuridis sesuai dengan data yang ada di dalam surat ukur dan
buku tanah, maka sertifikat tanah pun terbukti keabsahannya.
8. Materi 8: Pengadaan Tanah
Pengaturan pengadaan tanah dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum menyatakan bahwa: “Pengadaan tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak.” jadi, pengadaan tanah adalah kegiatan pelepasan
hak atas tanah dengan memberikan ganti rugi yang pemanfaatannya harus
untuk kepentingan umum. Tujuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
adalah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna
peningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan
masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum para Pihak yang
berhak Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja
dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau
tujuan yang luas. Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa
dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan
segi-segi sosial, politik, psikologis, dan hankamnas atas dasar asas-asas
Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta
Wawasan Nusantara. Ditinjau dari segi sosiologis, kepentingan umum adalah
adanya keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa,
dan Negara yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan mencapai
keadilan di masyarakat yang luas dalam bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan.
Konsep kepentingan umum tidak pernah dirumuskan dengan memadai dalam
hukum positif, hal ini sebagai konsekwensi dari konsep kepentingan umum
yang tidak dapat didefinisikan pengertiannya. Kepentingan umum hanya
konsep yang dapat ditetapkan kriterianya saja.
Dalam praktek kedua cara ini sering ditempuh secara bersamaan konsep
kepentingan umum harus memenuhi dua hal yakni pertama peruntukannya,
yakni ditujukan untuk kegiatan apa dan kedua kemanfaatannya, apakah
kegiatan tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat ada 6 (enam) syarat
kepentingan umum:
1. Dikuasai dan/dimiliki oleh Negara
2. Tidak boleh diprivatisasi
3. Tidak untuk mencari keuntungan
4. Untuk kepentingan lingkungan hidup
5. Untuk tempat ibadah/tempat suci lainnya
6. Ditetapkan dengan undang-undang
Semakin banyaknya pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
pada hakikatnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum penting di
lakukan, dimana memerlukan bidang tanah dalam jumlah yang besar. Tetap
saja, pelaksanaannya perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan
memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah
Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk :
a. uang;
b. tanah pengganti
c. permukiman kembali
d. kepemilikan saha
e. bentuk lain yang disepakati para pihak
sumber dana pengadaan tanah, Pendanaan Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (“APBN”) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(“APBD”) Dengan adanya pelepasan hak, maka tanah yang bersangkutan
menjadi tanah negara. Pihak yang memerlukan tanah tersebut dapat
mengajukan permohonan hak atas tanah yang baru ke Kantor Pertanahan
setempat sesuai ketentuan undang-undang dan sesuai keperluannya. Sehingga
pihak yang bersangkutan mendapatkan hak atas tanah sesuai ketentuan
undang-undang dan sesuai keperluann Dalam Perpres No. 36 Tahun 2005 jo
Perpres No 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, mengenai Lembaga atau Tim
Penilai Tanah diatur tersendiri di luar tugas dan kewenangan Panitia
Pengadaan Tanah, meskipun Panitia Pengadaan Tanah tetap harus
berkoordinasi dengan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah sebagai salah satu
mekanisme pengadaan tanah yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah
tersebut. Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (12) Perpres Nomor 36 Tahun 2005
menegaskan bahwa Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah adalah lembaga atau
tim yang profesional dan independen untuk menentukan nilai/harga tanah
yang akan digunakan sebagai dasar guna mencapai kesepakatan atas
jumlah/besarnya ganti rugi. Ketentuan ini diperjelas dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Perka BPN No. 3 Tahun 2007), dengan memisahkan pengertian Lembaga
Penilai Harga Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah. Lembaga. Penilai Harga
Tanah adalah lembaga profesional dan independen yang mempunyai keahlian
dan kemampuan di bidang penilaian harga tanah. Sedangkan Tim Penilai
Harga Tanah adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota
atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai
harga tanah, apabila di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan atau
sekitarnya tidak terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah.
Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan pada
nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) tahun berjalan yang tercantum pada Surat Pemberitahuan Pajak
Tahunan (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan dapat berpedoman
pada variabel-variabel tertentu antara lain lokasi dan letak tanah, status tanah,
peruntukan tanah dan faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.
Selanjutnya penilaian tersebut diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota. Untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara
instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak Pada saat
pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian
wajib a. melakukan pelepasan hak b. menyerahkan bukti penguasaan atau
kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah
melalui Lembaga Pertanahan. Pasal 4 ayat (1) UU No 2/2012,
mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin
tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Pada ayat (2) Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya pendanaan untuk
kepentingan umum. Pasal 6, pengadaan tanah untuk kepentingan umum
diselenggarakan oleh Pemerintah. Di sinilah diperlukan kerja sinergi semua
komponen, sesuai pasal 7, pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, rencana pembangunan
nasional/daerah, rencana strategis, dan rencana kerja setiap instansi yang
memerlukan Pengadaan tanah sendiri dalam prosesnya tentu tidak dapat lepas
dari pembebasan tanah. Proses pembebasan tanah inilah yang sangat rentan
dan sensitif berpotensi menimbulkan konflik. Sehingga menimbulkan
sengketa kepemilikan tanah antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah.
Inilah yang sangat ditakuti, khususnya oleh pengusaha. Kerugian financial
pasti akan terjadi, bunga pinjaman tetap berjalan pihak perbankan tidak mau
tahu dengan urusan sengketa tanah. Untuk menghindari kemungkinan konflik
dan sengketa muncul, semua pihak rujukannya UU No 2/2012 dan Perpres
No 148 Tahun 2015 tentang Perubahan keempat atas Peraturan Presiden No
71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
acuan dalam pengadaan tanah sebagai mana tersirat dalam pasal 18 UUPA
adalah :
1)Kepentingan Umum;
2)Hak Atas Tanah Dapat Dicabut;
3)Dengan Memberikan Ganti Kerugian Yang Layak;
4)Diatur Dengan Suatu Undang-Undang.
masalah pokok yang menjadi sorotan atau perhatian dalam pelaksanaan
pengadaan hak atas tanah adalah menyangkut hak-hak atas tanah yang
statusnya akan dicabut atau dibebaskan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
unsur yang paling pokok dalam pengadaan hak atas tanah adalah ganti
rugi yang diberikan sebagai pengganti atas hak yang telah dicabut
atau dibebaskan. Eks pemegang hak atas tanah boleh jadi ditelantarkan
demi pembangunan untuk kepentingan umum. Sebaliknya hak-hak mereka
harus di penuhi serta memberikan perlindungan hukum secara proposioal
kepada mereka. jadi, prinsip kesepakatan menjadi prinsip yang sangat penting
penerapannya dalam pengadaan tanah selama belum ada kesepakatan
mengenai ganti kerugian dan belum ada pemberian ganti kerugian, tidak
wajib melepaskan tanah. jadi, Perolehan tanah untuk kepentingan umum
dapat ditempuh melalui pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum memerlukan persetujuan dari pihak yang berhak. Oleh
karena pihak yang berhak tidak bersedia melepaskan hak atas tanah, maka
timbul sengketa antara instansi yang memerlukan tanah dan pihak yang
berhak. Sifat sengketa dalam pengadaan tanah adalah sengketa tata usaha
negara dan sengketa keperdataan. Penyelesaian sengketa dalam pengadaan
tanah untuk kepentingan ditempuh melalui musyawarah antara instansi yang
memerlukan tanah dan pihak yang berhak, gugatan, atau keberatan kepada
pengadilan.
9. Materi 9: Sertifikat Hak atas Tanah
Adanya kemajuan ekonomi, maka makin bertambah banyak tanah rakyat
yang tersangkut dalam kegiatan ekonomi seperti : tanah dijadikan obyek
dalam jual beli hak atas tanah, juga tanah sebagai jaminan utang. Karena itu
makin terasa perlunya jaminan kepastian hukum dan kepastian hak dalam
bidang pertanahan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pasal 19
UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dari kegiatan pendaftaran
tersebut maka akan mendapatkan sertifikat hak atas tanah sebagai alat
pembuktian yang kuat pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Dalam hukum tanah
dikenal 2 (dua) macam sertifikat yaitu sertifikat hak atas tanah dan sertifikat
hak tanggungan. Sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak atas
tanah dan sertifikat hak tanggungan adalah tanda bukti adanya hak
tanggungan. Sertifikat hak atas tanah berisi : 1. data fisik (keterangan tentang
letak, batas, luas bidang tanah, serta bangunan; 2. data yuridis (status tanah
dan bangunan yang didata, pemegang hak atas tanah dan beban-beban yang
lain yang ada diatasnya.
Manfaat sertifikat Hak Atas Tanah:
1. mengurangi kemungkinan timbulnya sengketa dengan pihak lain
2. memperkuat posisi tawar menawar apabila hak atas tanah diperlukan pihak
lain untuk kegiatan pembangunan
3. mempersingkat proses peralihan serta pembebanan hak
Sertifikat menurut PP24/1997 adalah surat tanda bukti hak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan.
Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum, hak
Milik atas tanah, Hak Pengelolaan, tanah Wakaf, Hak Milik atas Sa t u a n
Rumah Susun d a n Ha k Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud oleh
pasal 1 angka 20 PP 24 tahun 1997, dibuatlah sertifikat sebagai alat
pembuktian yang kuat, maksudnya adalah bahwa sertifikat merupakan surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku
tanah yang bersangkutan
Jadi selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis
yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik
dalam melakukan perbuatan hukum seharihari maupun dalam perkara
dipengadilan.
Seseorang atau badan hukum dapat membuktikan bahwa ia mempunyai suatu
hak atas tanah, atau misalnya seorang kreditur yang akan menerima
penunjukan tanah sebagai jaminan piutangnya, maka demi untuk kepastian
hukum dan kepastian hak atas tanahnya, oleh pemerintah diselenggarakan
Pendaftaran Tanah diseluruh indonesia (Pasal 19 ayat 1 UUPA). Pendaftaran
tanah yang diselenggarakan diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 24 Tahun
1997, yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 19
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam
surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah
Memperoleh sertifikat adalah hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin
Undang-Undang. Sertifikat hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan Wakaf
menurut PP 24/1997 ini bisa berupa satu lembar dokumen yang memuat data
yuridis dan data fisik yang diperlukan
Data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam buku sertifikat harus
sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang
bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.
Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat yang mana di tegaskan dalam pasal
19 Ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 32 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Sertifikat juga merupakan produk
akhir dari kegiatan pendaftaran tanah
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik yang ada dalam
surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah
Sertifikat mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya dan fungsi itu tidak
dapat digantikan oleh benda lain. fungsi dari kepemilikan sertifikat :
1. Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat
2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank atau
kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.
3. Sertifikat hak atas tanah itu menguntungkan walaupun kegunaan itu
kebanyakan tidak langsung.
Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak
atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut
mengandung cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.
Pembatalan sertifikat dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan, yaitu
dengan cara mengajukan permohonan yang diajukan secara tertulis kepada
Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi
letak tanah yang bersangkutan alasan Cacat hukum administratif :
a. Kesalahan prosedur;
b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan subjek hak;
d. Kesalahan objek hak;
e. Kesalahan jenis hak;
f. Kesalahan perhitungan luas;
g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
h. Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
i. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif
Dalam pembuatan sertifikat cara yang dilakukan sama seperti pembuatan
buku tanah, dengan ketentuan bahwa catatan-catatan yang bersifat sementara
dan sudah dihapus tidak tercantumkan (Pasal 178 Peraturan Menteri Agraria
Nomor 3 Tahun 1997). untuk dapat dikeluarkan sertifikat hak atas tanah jika
memenuhi syarat-syarat pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah no. 24 Tahun
1997. Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan
mudah membuktikan haknya. Oleh karena itu, sertifikat merupakan alat
pembuktian yang kuat. Apabila masih ada ketidakpastian mengenai hak atas
tanah yang bersangkutan, yang ternyata dari masih adanya catatan dalam
pembukuannya, pada prinsipnya sertifikat belum dapat diterbitkan. Namun
apabila catatan itu hanya mengenai data fisik yang belum lengkap, tetapi
tidak diselenggarakan, sertifikat dapat diterbitkan. Data fisik yang tidak
lengkap itu adalah apabila data fisik bidang tanah yang bersangkutan
merupakan hasil pemetaan sementara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat ( 3 )
Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam Pasal 32
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu :
1. Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada
dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan ;
2. Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas
nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tanah tersebut dengan
itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa
mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak
terseebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkanya sertifikat itu
tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan
Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan
gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat
Dengan demikian, sertifikat sebagai akte otentik, mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna, dalam arti bahwa hakim harus terikat dengan
data yang disebutkan dalam sertifikat itu selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya oleh pihak lain. Proses memperoleh hak milik atas tanah
merupakan kewajiban Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 ayat (2)
Undang-undang Pokok Agraria, Pasal ini meliputi; a. Pengukuran, perpetaan,
dan pembukuan tanah; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan
hakhak tersebut; c. Pemberian suratsurat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
10. Materi 10: PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun. pasal 2 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Tugas PPAT adalah
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta
sebagai bukti telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum tersebut.
Perbuatan hukum yang dimaksud adalah jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama,
pemberian hak guna bangunan/hak pakai atau tanah hak milik, pemberian hak
tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak tanggungan
pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 mengatur tentang
syarat untuk bisa diangkat menjadi PPAT:
1. berkewarganegaraan Indonesia
2. berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun.
3. berkelakuan baik dan dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh
instansi kepolisian setempat
4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
5. sehat jasmani dan rohani
6. berijazah sarjana hukum dan lulusan strata dua kenotariatan atau lulusan
program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanaha
7. lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agragia/pertanahan, dan.
8. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun setelah lulus pendidikan
kenotariatan.
Pasal 5 PP No.37/1998, diatur tentang pengangkatan PPAT, sebagai berikut :
1. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
2. PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu
3. Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPA atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu
dalam pembutan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat
di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus :
a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara;
b. Kepala Kantor Pertanian untuk melayani pembuatan akta PPAT yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan
masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara
sahabat berdasarkan asas reprositas sesuai pertimbangan dari Departemen
Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.
Pasal 8 PP No.37/1998, disebutkan PPAT berhenti menjabat karena:
1. meninggal dunia; atau
2. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau
3. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas
sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kota Daerah Tingkat
II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT; atau
4. diberhentikan oleh Menteri
dalam ayat (2) pasal tersebut menyebutkan : PPAT Sementara dan PPAT
Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan b, atau
diberhentikan oleh Menteri. jadi, dikenal beberapa PPAT yaitu Notaris atau
yang khusus menempuh ujian PPAT, ada pula PPAT sementara yaitu Camat
atau Kepala Desa tertentu untuk melaksanakan tugas PPAT, karena di suatu
daerah belum cukup PPAT
Perbedaan notaris dan PPAT dari segi tugas dan wewenang: Tugas dan
Wewenang Notaris ialah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang
Perbedaan notaris dan PPAT dari kode etiknya: Setelah pengangkatan,
berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UUJN notaris yang diangkat harus mengucapkan
sumpah notaris yang isinya harus menjaga sikap, tingkah laku dan akan
menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab sebagai notaris. Amanah yaitu merahasiakan
isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan. Dalam
jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau
dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapa pun. Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi
Notaris. Kode Etik PPAT ada dalam peraturan lebih lanjut yaitu Pasal 28
ayat (2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan
PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah. Yang berwenang mengangkat dan memberhentikan dengan tidak
hormat dari jabatannya jika melanggar kode etik profesi adalah Kepala Badan
Pertanahan Nasional. Kode etik profesi PPAT disusun oleh Organisasi PPAT
dan/atau PPAT Sementara dan ditetapkan oleh Kepala BPN yang berlaku
secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006).
Perbedaan ppat dan notaris dari cara kerjanya: Cara Lingkup kerja PPAT
hanya per wilayah atau per kota, sedangkan notaris berwenang membuat akta
selama perbuatan hukum yang dilakukan ada dalam wilayah kerjanya
Perbedaan tersebut tergambar dengan jelas dari lembaga hukum yang
bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan, tugas dan
kewenangannya dalam rangka pembuatan akta-akta otentik tertentu, serta
sistem pembinaan dan pengawasan Notaris dan PPAT
Produk hukum yang dihasilkan adalah akta otentik, namun berbeda jenisnya,
di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2004, Pejabat notaris berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang, di samping itu berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 dikatakan notaris berwenang pula membuat akta yang berkaitan
dengan pertanahan. PPAT melaksanakan sebagian dari kegiatan pendaftaran
tanah dengan tugas pembuatan akta otentik sebagai bukti telah dilakukan
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu di daerah
kerjanya yang ditentukan oleh pemerintah (kompetensi absolute) yakni
kabupaten atau kota satu wilayah dengan wilayah kerja Kantor pertanahan.

Anda mungkin juga menyukai