Bangunan
Bangunan
DISUSUN OLEH:
IMANIA SALMA FARIZAH
KELAS 4a
MIM KAUMAN
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
1. Candi Borobudur (Magelang)
Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi
kurang lebih 86 km di sebelah barat Surakarta, 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Borobudur juga merupakan candi atau kuil Buddha serta monumen Buddha terbesar di
dunia.
Candi Borobudur
Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang
membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur
diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760
dan 830 M, yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, dimana
masa itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan
menghabiskan waktu 75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa
pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi
bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian
disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa
bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan
hidup Sang Buddha.
Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha
Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama
menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya
keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling
bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut Hindu. Pastinya,
dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat dukungan
keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha
aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya,
dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan
secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti Siwagrha tertulis
bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan
tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai
Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan.
Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan
dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam konstruksi candi.
Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung
sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.
Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro
Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang
dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun
seribu candi untuknya.
Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-
Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada mulanya kegiatan
administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan
berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan bertambahnya kebutuhan
personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan
NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara.
Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan
pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor
administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung Bodjongweg Semarang
(sekarang Jalan Pemuda).
Benteng Rotterdam
Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua
yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo
menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama
Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja
memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini
kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia
bagian timur.
Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya
terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan
Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.
Benteng Vredeburg
Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono
I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar
diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat menjaga
keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang
sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di
dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang
menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat
dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade terhadap kraton.
Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.
Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian
dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin
pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. Sebelum
dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta),
ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat
sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut
seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayapurusa (sudut timur laut),
Jayawisesa (sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara) dan Jayaprakosaningprang (sudut
barat daya).
6. Taman Sari (Yogyakarta)
Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
Taman sari dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya,
taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan
sekitar 57 bangunan baik berupa kolam pemandian, gedung, jembatan gantung, danau buatan,
pulau buatan, kanal air serta lorong bawah air. Taman Sari yang digunakan secara efektif antara
1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara
kompleks Magangan. Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah
yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Taman Sari
Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh
Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri.
Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro. Seluruh
biaya pembangunan ditanggung oleh Tumenggung Prawirosentiko besrta seluruh rakyatnya. Di
tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah
Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa
bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng pertahanan
terakhir jika istana diserang oleh musuh.
Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan
menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan
dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita,
bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri
mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang Yasid. Suatu ketika,
datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya.
Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan
Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi
keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta
tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini
terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan
di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman
Istana Maimun.
Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain
interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam,
Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki
lima.
Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang
adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini dipengaruhi
oleh 3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk
di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama
yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama
beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai
tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera
Selatan modern ini.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar
serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang
bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki
berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari
simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada
tanggal 1 Shofar.
Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di
antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan
Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut
merupakan sumbangan Sunan Kalijaga.
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas dan
pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan kultural
(budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah
masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha.
Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas
pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.
Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi
berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang
terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di
Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan Aceh,
mereka mulai melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada
5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf
Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198
pasukan. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam
peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas akibat ditembak dengan
menggunakan senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat
tertembaknya pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu
masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada
Bulan Shafar 1290 Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar.
Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik
perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di
bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh
yang terakhir.
13. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah.
Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan
Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya
yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar, Masjid ini dibangun pertama kali
oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah
putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu keistimewaan Masjid Agung Banten adalah masjid ini dibangun oleh tiga orang arsitektur
yang berbeda sehingga mempunyai ciri khas tiap-tiap arsitektur yang membangunnya. Yang
pertama adalah Raden Sepat, arsitek Majapahit yang juga membangun beberapa masjid di
nusantara. Yang kedua adalah arsitektur dari Tiongkok yang bernama Cek Ban Su yang ikut ambil
bagian dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid yang bentuknya bersusun 5, mirip
dengan pagoda Tiongkok pada umumnya.
Arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel yang merupakan arsitek dari Belanda yang kabur dari
Batavia. Ia ikut turut andil dalam membangun Tiyamah serta Menara Masjid di komplek Masjid
Agung Banten. Tiyamah adalah bangunan bertingkat bergaya Belanda kontemporer yang pada
dahulu digunakan untuk pertemuan penting, namun sekarang dialih fungsikan sebagai tempat
museum benda peninggalan.
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang.
Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak
menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali.
Gereja Katedral
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh
Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati
pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J., Vikaris Apostolik Jakarta. Katedral
yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena
Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu
terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca
yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.
Daftar Bangunan Bersejarah di Indonesia
1 Istana Maimun
Istana Maimun dikenal sebagai salah satu ikon di Sumatera Utara, tepatnya di ibu
kotanya, Medan. Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid lah yang mendirikan bangunan
sedangkan desain dibuat oleh seorang arsitek berkebangsaan Italia. Meski sudah
berusia tua, bangunan ini menjadi tujuan wisata terkenal.
2 Jam Gadang
Menara jam ini juga dikenal dengan sebutan jam besar yang bisa dikunjungi ketika
datang ke Bukittinggi, Sumatera Barat. Bangunan yang menjadi objek wisata terkenal
ini selesai dibangun pada tahun 1926.
3 Jembatan Mahakam
Jembatan bersejarah ini juga dikenal sebagai Jembatan Mahkota I di mana wilayah
kecamatan Samarinda Seberang dan kawasan Samarinda kota dihubungkan di atas
alur Sungai Mahakam. Tahun 1987 proses pembangunan selesai dan Presiden
Soeharto sendirilah yang meresmikannya.
4 Gedung Sate
Gedung satu ini pastinya berada di kota Bandung, Jawa Barat dan dikenal dengan
ornamen khasnya yang berbentuk tusuk sate tepat di puncak menaranya. Sekalipun
sudah cukup tua, bangunan ini masih eksis dan aktif digunakan sebagai pusat
pemerintahan Jawa Barat.
5 Masjid Istiqlal
Masjid satu ini adalah salah satu dari 10 bangunan bersejarah di Indonesia yang
terkenal sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara dan terletak di Jakarta. Arsitek dari
bangunan ini bernama Frederich Silaban.
6 Lawang Sewu
Bangunan yang menjadi ikon kota Semarang ini cukup seram juga. Dengan adanya
banyak pintu, maka bangunan ini dinamai Lawang Sewu alias Seribu Pintu. Proses
pembangunannya pun hanya membutuhkan waktu 3 tahun dari 1904 sampai 1907.
7 Gereja Blenduk
Gereja satu ini dikenal sebagai bangunan di mana masyarakat Belandalah yang
membangunnya pada tahun 1753 dan juga sebagai gereja Kristen paling tua yang
berlokasi di Jawa Tengah. Setiap hari Minggu gereja ini masih aktif dipakai untuk
beribadah sampai sekarang.
8 Benteng Vredeburg
Bangunan ini terletak di sekitar titik nol Yogyakarta dan sekarang dijadikan sebuah
museum. Dahulu, benteng yang dibangun dengan bentuk persegi dengan empat sudut
yang memiliki menara pantau ini dijadikan pusat pertahanan dan pemerintahan residen
Belanda.
9 Taman Sari
Tempat ini adalah bagian dari Keraton Yogyakarta dan biasanya orang dapat
membandingkan taman ini dengan Kebun Raya Bogor yang dikenal sebagai kebun
Istana Bogor. Desain dari kebun kerajaan ini pun disebut-sebut dibuat oleh seorang
arsitek yang berasal dari Portugis.
10 Fort Rotterdam
Benteng ini juga dikenal sebagai Benteng Ujung Pandang yang tentunya berlokasi di
ibu kota Sulawesi Selatan, Makassar. Bangunan ini memang sudah sangat tua, namun
setiap bagian benteng masih bagus;
Istana Maimun
Istana Maimun telah dinobatkan sebagai bangunan terindah di Kota Medan, Sumatera Utara. Terletak di kawasan Jl.
Brigjen Katamso, istana megah ini selesai dibangun sekitar tahun 1888 dan merupakan warisan dari Sultan Deli
Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sapuan warna kuning pada gedung ini merupakan warna khas Melayu.
Arsitekturnya yang unik adalah daya tarik utama dari Istana Maimun. Pengaruh Eropa terlihat jelas pada balairung
atau ruang tamu, jendela, pintu dan sebuah prasasti di depan tangga yang bertuliskan huruf Latin, berbahasa
Belanda. Sedangkan, ciri Islam muncul pada atapnya yang bergaya Persia yang melengkung, style yang banyak
dijumpai pada bangunan-bangunan di kawasan Timur Tengah.
Bagian dalam Istana Maimun juga menarik untuk disusuri. Di balik dinding-dindingnya yang kokoh, terdapat
puluhan kamar yang tersebar di dua lantai. Kemegahan pun terlihat pada singgasana, lampu kristal Eropa, kursi,
meja maupun lemari. Foto-foto keluarga, senjata-senjata kuno, termasuk ruang penjara, juga ada di istana ini.
Walaupun masih menyimpan benda-benda bernilai sejarah, Istana Maimun masih membolehkan wisatawan untuk
berkunjung dan menikmati kemegahan sekaligus menyelami kejayaan Kesultanan Deli masa lalu.
Mesjid Raya Medan yang berdiri angkuh tak jauh dari Istana Maimun adalah bangunan yang juga
menjadi jejak kejayaan Deli. Dibangun pada tahun 1906, semasa pemerintahan Sultan Makmun Al
Rasyid, mesjid ini masih berfungsi seperti semula, yaitu melayani umat muslim di Medan yang ingin
beribadah.
Kubahnya yang pipih dan berhiaskan bulan sabit di bagian puncak, menandakan gaya Moor yang dianutnya. Seperti
mesjid lainnya, sebuah menara yang menjulang tinggi terlihat menambah kemegahan dan religiusnya mesjid ini.
Aplikasi lukisan cat minyak berupa bunga-bunga dan tumbuhan yang berkelok-kelok di dinding, plafon dan tiang-
tiang kokoh di bagian dalam mesjid ini, semakin menunjukkan tingginya nilai seni mesjid ini.
Mesjid Istiqlal
Jakarta yang serba modern dan dipenuhi gedung kaca, ternyata masih memiliki bangunan bersejarah
dengan desain yang indah, yaitu Mesjid Istiqlal. Rumah ibadah umat muslim yang megah ini telah lama
menjadi salah satu landmark Jakarta. Kokoh berdiri di atas areal seluas 9,5 hektar dan berkapasitas
hingga 8.000 orang, mesjid hasil karya arsitek Indonesia, F Silaban ini, pernah menjadi yang terbesar di
Asia Tenggara, sekaligus menjadi kebanggaan umat muslim Ibukota dan Indonesia. Dibangun pada
masa-masa awal kemerdekaan, mesjid ini memang melambangkan kemerdekaan, sesuai dengan arti
dari nama yang disandangnya.
Mesjid Istiqlal mempunyai sebuah kubah raksasa berwarna putih yang bentuknya seperti bola dibelah dua. Layaknya
mesjid lain di dunia, Mesjid Istiqlal ini juga dilengkapi sebuah menara yang tingginya menggambarkan jumlah ayat
yang ada pada kitab suci Al Qur'an. Sebuah bedug raksasa ikut menambah keunikan mesjid ini. Ukurannya yang
amat besar, menobatkan bedug ini sebagai bedug terbesar di Indonesia!
Gereja Katedral
Gereja Katedral yang berada tak jauh dari Mesjid Istiqlal adalah bangunan berdesain unik yang selalu
menjadi perhatian wisatawan. Usia bangunan bergaya neo gothic ini memang sudah lebih dari seabad.
Tidak heran bila bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi
kelestariannya.
Walaupun begitu, Gereja Katedral yang resmi digunakan pada tahun 1901 ini, masih berdiri kokoh dan elegan di
tengah "berisiknya" Jakarta. Keunikan dari gereja hasil rancangan seorang pastornya yang bernama, Antonius
Dijkmans ini, terlihat pada dua menara yang mengapit pintu masuk. Di atas menara tersebut ada dua menara kecil
lain yang tersusun dari rangkaian besi. Demikian juga dengan menara ketiga. Pada puncak setiap menara terdapat
lonceng kuno yang dibuat sekitar tahun 1800 sampai awal 1900-an.
Gedung Sate
Di Kota Bandung yang sejuk, Anda juga bisa menjumpai sebuah bangunan dengan arsitektur yang lain
dari yang lain. Dibangun pada era kolonial Belanda, Gedung Sate, demikian gedung ini banyak disebut,
merupakan salah satu daya tarik yang ada di Kota Kembang. Nama Gedung Sate sendiri muncul karena
sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di puncak menara utamanya.
Gedung Sate hasil rancangan Ir.J.Gerber, arsitek kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delf Nederland dan timnya ini,
selesai dibangun pada tahun 1924.
Bangunan ini mengadopsi gaya arsitektur era Renaissance Italia. Namun, pada bagian tengahnya terdapat menara
bertingkat yang mirip dengan atap meru atau pagoda. Oleh sebab itulah, kalangan arsitek menilai bahwa Gedung
Sate memiliki rancangan yang "berani beda" dan tak populer di zamannya.
Kini, di depan bangunan ini terdapat sebuah monumen untuk mengenang gugurnya para pejuang Jawa Barat saat
mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurka. Setiap hari Minggu atau hari libur nasional, gedung ini
selalu dipenuhi wisatawan.
Usai menikmati kemegahan gedung ini dari luar, Anda bisa menuju menaranya untuk menyaksikan benda-benda
bersejarah. Atau bisa juga sekadar bersantai di kafe yang ada di gedung ini sambil menikmati suasana dan udara
Kota Bandung yang sejuk dan segar.
Lawang Sewu
Membahas tentang arsitektur atau bangunan tua di Indonesia, tentu tak bisa lepas dari sebuah bangunan
legendaris yang berdiri kokoh di Kota Semarang, tepatnya di kawasan Simpang Lima, yaitu Lawang
Sewu. Bangunan yang artinya adalah "seribu pintu" ini, sesungguhnya bukan nama sebenarnya yang
diberikan untuk bangunan ini.
Nama tersebut menjadi legendaris karena banyaknya jumlah pintu yang terdapat pada gedung keno ini. Dahulu,
Lawang Sewu yang bergaya art deco adalah kantor perusahaan kereta api Belanda, NV Nederlandsch Indische
Spoorweg Mastshappij (NIS) dan bangunan ini merupakan salah satu karya terbaik arsitek Prof. Jacob K.
Klinkhamer dan B.J. Oudang.
Pemerintah Kota Semarang sendiri telah menetapkan Lawang Sewu sebagai salah satu gedung yang dilindungi.
Predikat ini layak disandang oleh Lawang sewu karena gedung ini juga merupakan saksi sejarah Indonesia saat
pecahnya perang sengit selama 5 hari di Semarang, antara Angkatan Muda Kereta Api melawan kompetai dan Kido
Buati, Jepang.
Gereja Blendug
Sebagai bangsa yang paling lama "menduduki" negeri ini, Belanda juga meninggalkan jejaknya di Kota
Semarang. Coba saja lihat kawasan kota lama yang ada di Ibukota Provinsi Jawa Tengah itu. Anda akan
menjumpai banyak bangunan tua yang bergaya masa kolonial. Dari sekian gedung yang berjajar di tepi
jalan, Gereja Blendug adalah salah satu bangunan tua yang menarik.
Dibangun sekitar tahun 1753 oleh komunitas Belanda yang dulu menghuni kawasan ini, Gereja Blendug merupakan
gereja tertua di Jawa Tengah yang masih terawat sampai sekarang. Blendug sendiri berasal dari bahasa Jawa yang
berarti kubah, mengacu pada atap yang ada di gereja ini.
Bentuk atapnya yang melengkung dan berwarna merah, terasa kontras dengan dindingnya yang dicat warna putih.
Empat pilar kokoh serta menara kembarnya yang khas di bagian depan juga menjadi ciri khas gereja yang kini
bernama resmi GPIB Immanuel ini. Gereja Blendug telah menjadi ikon Kota Semarang dan selalu menjadi lokasi
persinggahan wisatawan sejarah maupun para pecinta fotografi.
Taman Sari
Taman bunga yang indah. Begitulah kira-kira arti dari nama Taman Sari. Areal pemandian ini merupakan
kompleks bangunan yang sangat indah dan menjadi aset Keraton Yogyakarta. Dibangun setelah
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, tempat ini memang didesain sebagai tempat pengasingan diri Sultan
Yogyakarta dan keluarganya dari hiruk pikuk dunia. Meskipun sempat luluh lantak terguncang gempa,
saat ini Taman Sari sudah kembali terlihat cantik.
Taman Sari memang dirancang sedemikian rupa agar bisa menghadirkan ketenangan bagi siapapun yang berada di
dalamnya. Bangunan ini juga mencerminkan style yang multikultur (Portugis, Belanda, Cina, Jawa, Hindu, Buddha,
Nasrani, dan Islam). Kolam mungil dengan air mancurnya yang jernih dan pohon-pohon berbunga, menambah
keasrian tempat ini. Sekaligus menjadikannya sebagai lokasi peristirahatan yang sempurna.
Tongkonan
Selain bangunan peninggalan kolonial, Indonesia juga memiliki sejumlah rumah adat dengan bentuk atau
desain yang unik. Bangunan ini memang bukan karya seorang arsitek era modern yang menguasai
segudang teori. Melainkan kreasi sekelompok manusia yang masih mencintai serta menjunjung tinggi
adat istiadat yang diwariskan oleh leluhurnya. Dan Tongkonan, rumah adat masyarakat Tana Torja di
Sulawesi Selatan, adalah salah satunya.
Tongkonan memang memiliki ciri khas tersendiri dibanding rumah adat lainnya. Rumah ini berupa rumah panggung
dari kayu. Atapnya yang terbuat dari susunan bambu yang dilapisi ijuk hitam serta bentuknya yang melengkung
seperti perahu telungkup, membuat rumah ini mirip dengan Rumah Gadang, rumah adat masyarakat Minang atau
Batak. Dinding rumah yang terbuat dari kayu, juga diukir dengan aneka ukiran khas Toraja.
Ciri lain yang paling menonjol pada Tongkonan adalah adalah kepala kerbau beserta tanduknya yang meliuk indah
yang disusun pada sebuah bang utama di depan setiap rumah. Jumlah kepala kerbau yang ada di setiap rumah bisa
berbeda. Semakin banyak "hiasan" ini di sana, maka semakin tinggi derajat keluarga yang tinggal di dalamnya.
Karenanya. Tongkonan juga menjadi salah satu daya tarik wisata Tator dan banyak diminati para pecinta foto.
Jembatan Mahakam
Bicara soal arsitektur tak terbatas hanya pada bangunan, rumah atau gedung. Nah, untuk kategori ini,
Jembatan Mahakam 2 atau yang juga dikenal dengan Jembatan Tenggarong di Kalimantan Timur,
menjadi salah satu pilihan.
Melintang di atas Sungai Mahakam di tepian Kota Tenggarong, jembatan ini adalah yang ke dua setelah Jembatan
Mahakam I yang berada di tengah Kota Samarinda. Namun demikian, Jembatan Mahakam 2 mempunyai desain
yang menarik dibanding "saudara tuanya" atau jembatan lainnya di Nusantara. Jembatan ini tergolong suspension
cable bridge dan berdesain nyaris sama dengan Golden Gate di San Francisco, Amerika Serikat.
Wajar saja bila jembatan yang membentang sejauh sekitar 710 meter ini tak hanya berfungsi sebagai sarana
transportasi, tapi juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Tenggarong. Menjelang senja, lampu-
lampu yang terpasang pada tiang dan kebel-kabelnya akan menyala dan menyajikan sebuah panorama yang indah.
Bangunan bersejarah apa saja yang menjadi peninggalan jaman Belanda?
Ya! Museum yang satu ini sudah pasti Anda tahu. Bangunannya yang megah ditambah
dengan seluruh ruangan tahanan yang masih lestari membuat penasaran pengunjung yang
datang ke sana. Berfoto dan melihat - lihat apa saja isi museum menjadi kegiatan yang
sering Anda lihat. Yang paling menarik perhatian di museum ini adalah penjara bawah
tanah yang masih lengkap dengan sel besi dan borgol bersambung dengan bola besi.
Siapa yang tidak tahu monumen tinggi ini. Monas yang selalu dikunjungi oleh ribuan
pengunjung ini memiliki sejarah yang berharga. Monas atau Tugu Monas adalah monumen
peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan
perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial
Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di
bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat
perjuangan yang menyala-nyala.
5. Monumen Proklamator
Monumen yang berada di Jl. Pegangsaan Timur no.56 Jakarta Pusat memperlihatkan
Ir.Sukarno yang sedang membaca naskah proklamasi dan diseberangnya patung Drs.
Mohammad Hatta. Diantara keduanya ada sebuah batu marmer yang berupa piagam
peresmian monumen proklamator oleh Bapak Soeharto presiden ke-2 bangsa Indonesia
dalam marmer putih.
Bangunan bersejarah yang ada di Jakarta :
1. Pelabuhan sunda kelapa
Pada awalnya merupakan Pelabuhan Kerajaan Pajajaran di muara Ciliwung, yang
kemudian berkembang menjadi Kota Jakarta (sekarang). Menurut sejarahnya,
pelabuhan Sunda Kelapa dibangun tahun 1610 dengan kanaal sepanjang 810 m. Tahun
1817 pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1,825 m. Setelah jaman
kemerdekaan dilakukan rehabilitasi sehingga memiliki kanaal sepanjang 3,250 m dan
dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem Susun Sirih. Sampai sekarang
pelabuhan ini masih berfungsi sebagai pelabuhan yang melayani kapal-kapal
tradisional, yaitu angkutan antar pulau di Indonesia, dan berdasar SK Gubernur DKI
Jakarta tanggal 6 Maret 1974 nama Sunda Kelapa di pakai lagi sebagai pelabuhan di
DKI Jakarta untuk kapal antar pulau. Di kawasan ini sekarang diadakan pemugaran-
pemugaran, antara lain untuk gedung Museum Bahari (dulu bernama Pasar Ikan).
2. Museum Bahari
Pada masa pendudukan Belanda bangunan ini dulunya adalah gudang yang berfungsi
untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang
merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan yang
berdiri persis di samping muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal
dengan sebutan Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap
mulai tahun 1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang
Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya
yang sekarang digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk
menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh,
tembaga, timah, dan tekstil.
3. Menara Syahbandar
Menara Syahbandar atau “Tower of The Harbourmaster” terletak di depan museum
bahari. Menara ini dibangun pada tahun 1839 yang berfungsi sebagai menara
pengawas kapal yang keluar masuk pelabuhan Batavia kala itu. Sobat bisa menaiki
menara ini dan melihat kegiatan pelabuhan sunda kelapa dari atas menara.
Galangan Kapal VOC merupakan Bangunan yang dulunya pernah digunakan sebagai
kantor pusat kegiatan perusahaan dagang Hindia Belanda (VOC), Bangunan ini
dibangun pada tahun 1628. Dulunya tempat ini dijadikan tempat menyimpan dan
memperbaiki kapal-kapal besar yang akan berlayar, selain kapal besar ditempat ini
juga tempat pembuatan kapal-kapal kecil. Wisata Bangunan Bersejarah di Jakarta ini
terletak di Jl. Kakap No. 1-3, Penjaringan, Jakarta Utara.
Wisata Bangunan Bersejarah di Jakarta yang terletak di Jl. Taman Fatahillah No.1 ini
pada awalnya adalah gedung kantor Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Gedung ini
dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn dan digunakan sebagai
gedung balaikota (Stadhuis) pada tahun 1707-1710. Baru pada tahun 1974, gedung ini
dialih fungsikan menjadi Museum Sejarah Jakarta sebagai tempat penyimpanan
rekaman sejarah berdirinya kota Jakarta sejak tahun 1527.
7. Museum Tekstil
Museum Tekstil terletak di Jl. KS Tubun No.4 Bangunan museum ini pada awalnya
merupakan tempat tinggal warga prancis yang dibangun pada abad ke 19. Setelah
beberapa kali berganti kepemilikan serta fungsi, pada tanggal 28 juni 1976 diresmikan
penggunaannya sebagai Museum Tekstil. Di museum ini ditampilkan koleksi yang
berhubungan dengan proses pembuatan tekstil seperti alat pemintal benang, alat
tenun, kain tenun, serta kain dari kulit kayu dan kulit binatang. Museum Tekstil juga
memiliki kegiatan yang berkaitan dengan tekstil seperti kursus membatik, pelajaran
merawat kain, serta pelatihan teknik pewarnaan alam dan pemasangan payet. Baru-
baru ini telah dibuka galeri batik di museum ini. Bagi sobat yang ingin mempelajari
berbagai jenis kain, wisata bangunan bersejarah di Jakarta ini cocok untuk
dikunjungi.
Gedung Arsip Nasional pada abad ke-18 adalah tempat tinggal gubernur jenderal VOC
Reinier de Klerk (tahun 1777 – 1780). Pada tahun 1992 bangunan ini direnovasi dan
diresmikan sebagai cagar budaya nasional, arsitektur dan perabotan rumah yang ada
di dalamnya masih tetap dipertahankan seperti aslinya. Gedung Arsip Nasional selain
sebagai museum juga biasa digunakan sebagai tempat acara dan pameran. Wisata
bangunan bersejarah di Jakarta ini terletak di Jl. Gajah Mada No. 111.
9. Museum Nasional
Museum Seni Rupa dan Keramik ini pada awalnya adalah kantor dewan hakim dan
benteng Batavia yang dibangun pada tahun 1870, bangunan gedung bergaya Eropa
dengan pilar-pilar yang tinggi memperlihatkan kemegah gedung ini. Pada tahun 1972
gedung ini dijadikan cagar budaya yang dilindungi sebagai bentuk perlindungan
terhadap bangunan historis di Indonesia. Setelah beberapa kali berganti fungsi, pada
tahun 1990 bangunan ini digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang
dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.