Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Vertebra atau tulang belakang terdiri dari 33 ruas yaitu terdiri dari 7
V.Cervical, 12 V.Thorakal, 5 V.Lumbal, 5 V.Sakrum dan 4 V.Coxigeus. Vertebra
Lumbal adalah vertebra terbesar diantara vertebra yang lainnya karena harus
menopang beban terberat. Kelainan-kelaianan yang dapat terjadi pada lumbal
antara lain yaitu disc disorder, spondylolysis, spondylolisthesis, rheumatoid
Arthritis, neoplastic diseases, metabolic bone disease (Deviyanti, et al., 2013).

Sebagaimana diketahui bahwa sekitar 80% populasi pernah mengalami


keluhan Nyeri pada punggung bawah dan sekitar 25-60% diantaranya bisa
mengalami keluhan berulang dalam kurun waktu l tahun. Nyeri punggung
merupakan keluhan nyeri yang sering menyebabkan aktifitas sehari-hari
terganggu serta menghabiskan banyak biaya untuk pengobatannya, ditambah lagi
apabila keluhan tersebut berlanjut menjadi nyeri kronik.

Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan


Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita nyeri
punggung bawah sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi
sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara
nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi nyeri
PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita nyeri punggung bawah
dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46 ± 2,56 yang berarti nyeri sedang sampai
berat. Lima puluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60
tahun.

Tujuan umum penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat menyelesaikan


tugas kepaniteraan klinik di RSUD dr. Moh. Saleh Pobolinggo, Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, dan untuk mengetahui proses
penatalaksanaan fisioterapi, menambah wawasan dan pengetahuan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling tegap
konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya.
Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan beberapa
gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu diskus intervertebralis
yang terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang
dan berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan
ini terdiri dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus
pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung banyak air. Dengan
adanya bantalan ini memungkinkan terjadinya gerakan pada tulang belakang
dan sebagai penahan jika terjadi tekanan pada tulang belakang seperti dalam
keadaan melompat (Guyton & Hall, 2008). Jika terjadi kerusakan pada bagian
ini maka tulang dapat menekan syaraf pada tulang belakang sehingga
menimbulkan kesakitan pada punggung bagian bawah dan kaki. Struktur
tulang belakang ini harus dipertahankan dalam kondisi yang baik agar tidak
terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan cidera (Cailliet, 2005).

B. Fisiologi
Ukuran tulang vertebra lumbal semakin bertambah dari L1 hingga
L5 seiring dengan adanya peningkatan beban yang harus disokong. Pada
bagian depan dan sampingnya, terdapat sejumlah foramina kecil untuk suplai
arteri dan drainase vena. Pada bagian dorsal tampak sejumlah foramina yang
lebih besar dan satu atau lebih orificium yang besar untuk vena basivertebral.
Corpus vertebrae berbentuk seperti ginjal dan berukuran besar, terdiri dari
tulang korteks yang padat mengelilingi tulang medular yang berlubang-
lubang (honeycomb-like). Permukaan bagian atas dan bawahnya disebut
dengan endplate. End plates menebal di bagian tengah dan dilapisi oleh

2
lempeng tulang kartilago. Bagian tepi end plate juga menebal untuk
membentuk batas tegas, berasal dari epiphyseal plate yang berfusi dengan
corpus vertebrae pada usia 15 tahun.
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis
besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra,
diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamnetum
longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas
pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus
yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebra.
Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (Haldeman et al, 2002). Diskus intervertebralis baik anulus fibrosus
maupun nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri,dan
yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
 Lig. Longitudinale anterior
 Lig. Longitudinale posterior
 Corpus vertebra dan periosteumnya
 Articulatio zygoapophyseal
 Lig. Supraspinosum Fasia dan otot
C. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Vertebra

1. Processus spinosus
2. Processus tranversus/costarius
3. Processus accecorius

3
4. Pediculus arcus vertebra
5. Lamina arcus vertebralis
6. Incisura vertebralis superior
7. Incisura vertebralis inferior
8. Corpus vertebra
9. Processus articularis superior
10. Processus articularis inferior

1. Bagian- bagian Vertebra


a. Canalis Spinalis
Konfigurasi canalis spinalis pada potongan melintang
terutama terbentuk oleh bagian posterior lengkung syaraf dan
permukaan posterior corpus vertebrae di bagian anteriornya.
Bentuk canalis adalah oval pada vertebrae L1 dan berbentuk
segitiga pada vertebrae L5. Karena saraf lumbalis yang paling
besar terdapat pada L5, sedangkan di daerah tersebut terjadi
penyempitan, maka terdapat kemungkinan adanya penjepitan
syaraf oleh struktur-struktur pembentuk foramen. Corda spinalis
akan berakhir dengan conus medullaris setinggi batas inferior
vertebra L1. Area lumbosakral dari canalis spinalis mengandung
cauda equina.
b. Diskus Intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan struktur hidrodinamik
elastik, penghubung utama antara dua vertebrae yang berurutan.
Membentuk sepertiga bagian (33%) dari seluruh panjang vertebrae
lumbal (20% pada vertebrae thoraks dan cervical) dan terbentuk
dari tiga komponen. Berfungsi sebagai sendi universal, sehingga
dapat menyebabkan pergerakan yang lebih besar antara corpus
vertebrae daripada jika tulang vertebrae dihubungkan langsung satu
dengan yang lainnya.

4
Komponen pertama, nukleus pulposus, merupakan suatu
substansi proteoglikan yang mengandung jaringan fibril kolagen
tipe II yang tersusun acak, berbentuk seperti gel yang dipadatkan
dalam suatu bentuk mukoprotein terbuat dari air dan sejumlah
mukopolisakarida (88% air pada bayi baru lahir dan 70% pada
orang tua berumur kurang lebih 70 tahun), sehingga dapat
menyerap cukup banyak tekanan. Matriks ini bersifat hidrofilik,
mendapatkan air melalui mekanisme imbibisi dan osmosis.
Menurunnya kandungan air sejalan dengan pertambahan usia
disebabkan oleh karena berkurangnya kandungan proteoglikan
secara absolut dan terjadinya perubahan rasio proteoglikan. Proses
hilangnya kandungan air ini akan menyebabkan berkurangnya
kemampuan nukleus pulposus untuk berfungsi seperti gel dan
menahan tekanan. Nukleus pulposus mencakup 40% total area
potong lintang diskus. Terletak di posterosentral dan dipisahkan
dari tepi perifernya oleh lamellae konsentrik fibrocartilagenous dan
protein fibrous dari annulus fibrosus yang membentuk komponen
kedua diskus intervertebralis dan tepi luar diskus.
Annulus fibrosus terdiri dari 10 hingga 20 lamela
konsentrik yang memisahkan vertebral endplate dengan nucleus
pulposus dan menyebabkan pergerakan terbatas antar vertebra yang
berdekatan. Dari permukaan nucleo-annular ke arah luar, ketebalan
lamella bertambah secara bertahap. Di setiap lamella, serabut
kolagen berjalan oblique dan helicoidal membentuk orientasi
sebesar 300 terhadap bidang sendi. Serabut dari lamellae yang
berikutnya mempunyai susunan yang serupa, tetapi berjalan dengan
arah yang berlawanan sehingga membentuk sudut 1200 satu dengan
yang lainnya. Orientasi tersebut berfungsi penting ketika serabut
merespon gaya yang dipaparkan pada diskus. Kombinasi gaya yang
dipaparkan pada diskus akan menyebabkan timbulnya
kemungkinan rusaknya serabut annulus.

5
Komponen ketiga diskus adalah kartilago hialin yang
terletak di permukaan tulang subchondral yang mendatar disangga
oleh bagian spongiosa corpus vertebra. Pada permukaan tulang
subchondral ini terdapat sejumlah perforasi kecil yang
menyebabkan adanya kontak langsung (tidak berpenetrasi) antara
pembuluh darah pada sumsum tulang belakang dan permukaan
kartilago. Jalur inilah yang merupakan jalur nutrisi yang utama
untuk diskus. Nutrisi untuk diskus dilakukan dengan cara imbibisi
yang terjadi karena adanya kompresi dan relaksasi intermiten.

Gambar 2. Anatomi Lumbal

c. Cauda Equina
Cauda Equina Syndrome (CES) adalah kondisi neurologis
serius yang disebabkan oleh kerusakan atau gangguan di Cauda
Equina yang menyebabkan hilangnya fungsi plexus lumbalis
(serabut saraf) di area dibawah conus medullaris

6
Gambar 3. Cauda Equina Syndrome

2. Hubungan Antar Vertebra


Terdapat 2 macam persendian antar vertebra, yakni :
 Diarthrosis
Antara fascies artic superior (vertebra bawah) dengan fascies artic
inferior (vertebra atas)
 Synchondrosis
Hubungan antara tiap corpus vertebra (atas dan bawah) yang
diantaranya terdapat diskus intervertebralis.
 Tepi :berbentuk cincin : anulus vibrosus

Gambar 4. Anulus vibrosus

 Inti : lunak/cairan : nukleus pulposus

7
Gambar 5. Nukleus Pulposus

 Syndemosis
Hubungan antar corpus vertebra karena adanya ligamentum

Gambar 6. Antar Ligamentum

 1. Ligamentum Flavum : Hubungkan 2 arcus vertebra


 2. L. Interspinale : Hubungkan 2 Proc spinosus
 3. L. Supraspinale : Hubungkan puncak spinosus
 4. Longitudinale anterius : permukaan kolumna
vertebra
 5. Longitudinale posterior vertebra : permukaan canalis vertebra
 6. L. Intertranversarium : hubungkan 2 proc
transversus

3. Muskulus yang menginervasi vertebra lumbal


Lapisan paling superfisial di bawah jaringan sub kutan
mengandung fascia lumbodorsal. Di bagian medial, fascia ini melekat pada
bagian dorsal procesus spinosus, bagian inferior dengan crista iliaca dan
crista lateral sacrum, bagian lateral berfungsi sebagai origo otot latissimus
dorsi dan transversus abdominis, serta bagian superior melekat pada sudut

8
tulang iga di regio thoraks. Fascia ini juga dikelilingi oleh otot-otot
sacrospinalis. Dibawah fascia terletak otot-otot multisegmental superficial,
yang secara kolektif disebut dengan nama otot erector spinae. Origo fascia
ini adalah sebuah tendon tebal yang melekat pada bagian posterior dari
sacrum, crista iliaca, processus spinosus dan ligamen supraspinosus.

a. Rotator
Rotasi vertebrae lumbal dilakukan oleh kontraksi
unilateral otot yang mengikuti arah oblique tarikan; semakin
oblique arahnya maka efek rotasinya semakin menonjol. Sebagian
besar dari ekstensor dan lateral fleksor berjalan dalam arah
oblique dan menghasilkan rotasi ketika komponen utamanya
dinetralisisr oleh kelompok otot antagonis.
b. Sirkumduksi (Fleksi, Fleksi Lateral, Ekstensi)
Batang tubuh sebetulnya dapat melakukan gerakan
sirkumduksi, tetapi tidak sering dipergunakan dalam pergerakan.
Sirkumduksi batang tubuh merupakan hasil dari kombinasi
berurutan dari fleksi, fleksi lateral, hiperekstensi, dan fleksi lateral
ke sisi lain. Walaupun bukan bagian anatomis dari punggung
bawah, tetapi otot-otot anterior abdominal, seperti rectus
abdominis, external abdominal oblique, internal abdominal
oblique, transversalis (fleksor pinggul dan batang tubuh),
hamstrings (fleksor lutut), quadriceps (ekstensor lutut),
gastrocnemius dan soleus (plantar fleksor kaki), merupakan
struktur penyangga yang penting dari vertebrae lumbosacral.
Kelainan dari otot-otot ini (pemendekan, peningkatan tonus otot)
akan menyebabkan kinetik yang abnormal dari vertebrae
lumbosacral dan nyeri pinggang. Lokasi dan fungsi otot
lumbosacral dan abdominal yang mempengaruhi pergerakan
spinal.
D. Vaskularisasi

9
1. Arteri
Vertebra lumbal mendapatkan suplai darah langsung dari aorta.
Empat buah verterbra lumbal pertama suplai darah arterinya berasal dari
empat pasang arteri lumbal yang berasal langsung dari bagian posterior
aorta didepan corpus ke empat vertebrae tersebut. Setiap arteri segmental
atau lumbal bercabang dua sebelum memasuki foramina sacralis.
Lumbal 5, sacrum dan coccygeus diperdarahi oleh cabang medial
arteri superior gluteal atau hipogastrik. Arteri ini akan mengikuti kontur
sacrum dan memberikan percabangannya kepada setiap foramen sacralis
anterior. Arteri ini akan memberikan suplai pembuluh darah untuk
canalis sacralis dan keluar dari foramina sacralis posterior untuk
memberikan percabangannya ke otot punggung bawah

2. Vena
Pola pembuluh darah untuk drainase vena berjalan dengan jalur
yang sama dengan suplai arteri. Sistem vena mengalirkan darah dari
sistem vena internal dan eksternal ke dalam vena cava inferior.
Drainage venous berasal dari jaringan vena postcapillary yang
mengosongkan isinya kedalam sistem subarticular horizontal collecting
melalui vertical channels yang menembus endplates (Gb.2.30). Dari
sistem ini, venules akan berjalan ke saluran vena besar di pusat
(Gb.2.31A) yang kemudian akan mencabangkan satu atau dua vena
basivertebral yang besar. Darah selanjutnya akan dialirkan kedalam
plexus vena vertebral internal. Plexus ini terletak didalam canalis spinalis
antara duramater dan vertebra. Dasar plexus ini terbentuk dari dua pasang
saluran vena yang berjalan longitudinal, satu di anterior saccus dural dan
satu pada bagian posterior, yang beranastomose satu dengan yang lainnya
serta dengan plexus vena eksternal.
Plexus anterior eksternal berjalan di depan tubuh vertebra, diskus
dan ligamen longitudinal anterior dan berhubungan dengan vena
segmental, left ascending lumbar vein, dan bila ada, right ascending

10
lumbar vein. Bagian posterior pleksus vena eksternal terdapat pada
bagian permukaan posterior lamina dan sekitar spinosus, articular, dan
processus transversus, beranastomose dengan pleksus internal, dan
berakhir di vena segmental atau lumbal.

E. Persyarafan Lumbal
Syaraf sinuvertebral dianggap merupakan struktur utama syaraf
sensoris yang mempersyarafi struktur tulang belakang lumbal. Berasal dari
syaraf spinal yang terbagi menjadi divisi utama posterior dan anterior. Syaraf
ini akan bergabung dengan cabang simpatetis ramus communicans dan
memasuki canalis spinalis melalui foramen intervertebral, yang melekuk ke
atas di sekitar dasar pedikel menuju garis tengah pada ligamen longitudinal
posterior. Syaraf sinuvertebral mempersyarafi ligamen longitudinal posterior,
lapisan superfisial annulus fibrosus, pembuluh darah rongga epidural,
duramater bagian anterior, tetapi tidak pada duramater bagian posterior
(duramater posterior tidak mengandung akhiran syaraf), selubung dural yang
melingkupi akar syaraf spinal dan periosteum vertebral bagian posterior.

Gambar 7. Persyarafan

11
1. Sistem Dermatom

Gambar 8. Sistem Dermatom

• L1 : Semua ekstremitas bawah, menyebar sampai lipat paha dan


bagian belakang dari bokong
• L2 : Ekstremitas bagian bawah kecuali sepertiga atas anterior paha
• L3 : Ekstremitas bawah dan daerah sadel
• L4 : Sama dengan lesi L3, kecuali anterior paha
• L5 : Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstremitas bawah
dan area sadel

F. Pergerakan lumbal

12
Pergerakan terbesar vertebra lumbal tampak pada saat fleksi ke depan
dan ekstensi. Pergerakan yang lebih kompleks akan melibatkan kombinasi
fleksi ke depan, menekuk ke samping, dan berputar. Pergerakan tulang
belakang sendiri sering merupakan gabungan, contoh ketika satu vertebra
bergerak relatif terhadap yang lainnya maka akan terjadi rotasi dan translasi
pada waktu yang bersamaan. Pergerakan vertebrae lumbal dilakukan dalam
hubungannya dengan komponen komponen lain tulang belakang dan pelvis.
Lumbar-pelvic rhythm adalah aktivitas neuromuskuler dasar dalam proses
kembalinya secara simultan lumbar lordosis dan perubahan posisi pelvis.
Komponen lumbal dari ritme ini menyebabkan tulang belakang lumbosacral
berubah dari konkaf, ke lurus ke konfigurasi konvex. Selama perubahan yang
progresif, komponen pelvis akan merotasikan pelvis disekitar aksis
transversal yang menghubungkan dua sendi pinggul untuk meningkatkan
sudut lumbar.

13
Gambar 9. Lumbo-Peliv rythim

Gambar 10. Pergerakan vertebra

Pergerakan vertebrae lumbal adalah fleksi, ekstensi, fleksi lateral,


dan rotasi. Keluasan pergerakan pada bidang-bidang gerak ini dibatasi oleh
ekstensibilitas ligamen longitudinal, permukaan artikuler dan kapsul, cairan
dalam diskus, dan kelenturan otot. Ekstensi vertebrae lumbal mempunyai
rentang luas gerak 300 dan dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior. Fleksi
ke depan mempunyai rentang luas gerak untuk vertebra lumbal 450, yang
terjadi paling besar (75%) di ruang antara L5- S1. Lateral fleksi dibatasi 20 0
hingga 300. Rentang segmental maksimal antaral L3 dan L4 dan minimal
antara L5 dan S1. Untuk kolumna lumbal sebagai suatu kesatuan, rentang
rotasi dihitung kurang lebih hanya sebesar 10 0. Rotasi sangat tajam dibatasi
oleh orientasi vertikal permukaan artikular sendi facet terhadap vertebrae
lumbal. Sendi apophysial facet menahan terjadinya torsi sebesar 45 %
(menurut Farfan) dan 10% oleh ligamen inter dan intraspinosus. Struktur
capsuloligamentuous posterior serta otot erector spinae juga melindungi
jaringan annular diskus pada gerakan rotasi. Pada fleksi ke depan, sendi
lumbal mengadakan fleksi dan otot ekstensor akan menurunkan batang tubuh.
Setelah 450 fleksi, tegangan ligamen meningkat dan kontraksi otot paraspinal
menurun. Bila fleksi berlanjut, pelvis akan berotasi lebih jauh disertai dengan
adanya relaksasi hamstring dan otot gluteus. Seiring dengan kembalinya

14
batang tubuh ke posisi tegak, urutan pengaktifan otot terjadi sebaliknya
dengan kontraksi awal dari hamstrings, lalu glutei, yang akan merotasikan
pelvis untuk fleksi sebesar 450, di titik dimana otot erector spinae menjadi
aktif dan mengembalikan batang tubuh ke posisi tegak.

Fleksi dan endorotasi M. Iliopsoas L1-L3


paha

Fleksi dan endorotasi M. Sartorius L2-L3


tungkai bawah

Ekstensi tungkai bawah M . Quadriceps L2-L4


pada tungkai lutut Femoris

Adduksi Paha M. Pektineus L2-L3


M. Aduktor L2-L3
Longus
M. Aduktor L2-L4
Brevis
M. Aduktor L3-L4
Brevis
M. Grasilis L2-L4
Aduksi dan eksorotasi M. Obturator L3-L4
paha eksternus
Fleksi tungkai atas pada M. Tensor fasia L4-L5
pinggul (abduksi dan lata
endorotasi)
Dorsofleksi dan M. Tibilais L4-L5
supinasi kaki anterior
:

Supinasi dan fleksi M. Tibialis post L4-L5


plantar kaki erior

15
G. Sendi pada lumbal
A. Sendi Apophyseal/ Facet
Fungsi mekanik sendi facet adalah menahan gaya putaran (shear)
intervertebral dan kompresi. Sendi facet juga mencegah pergerakan
berlebihan yang akan merusak diskus dengan cara melindungi annulus
posterior pada pergerakan torsi oleh permukaan sendi facet lumbal dan
pada fleksi oleh ligamen kapsular sendi facet. Pada vertebrae lumbal,
bidang pergerakan sendi facet terletak pada arah vertikal, sehingga dapat
dilakukan pergerakan fleksi dan ekstensi tulang belakang secara penuh.

Gambar 11. Sendi Facet

H. Cedera pada Lumbal


Penyebab utama cedera punggung yang paling sering terjadi adalah :
 Postur yang tidak baik
 Mekanika tubuh yang salah
 Kehidupan yang penuh tekanan dan kondisi pekerjaan
 Hilangnya kekuatan dan fleksibilitas
 Penurunan menyeluruh kebugaran fisik.

16
 Cedera oleh karena terjatuh, strain rotasional dan kompresi lebih jarang
terjadi.

Gambar 12. Cedera pada Lumbal

I. Penyakit pada lumbal


 Proses degeneratif : osteoartritis, spondylosis lumbalis
 Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
 Low Back Pain (LBP)
 Lumbal spinal canal stenosis
 Lordosis lumbal
 Sindrom radikular lumbal
 Disc disorder
 Spondylolysis
 Spondylolisthesis
 Rheumatoid Arthritis
 Neoplastic diseases
 Metabolic bone disease

J. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan, dimana pemeriksaan
tersebut memlihat pasien secara langsung dan mengidentifikasi tanda –
tanda dari keluhan yang pasien alami. Pemeriksaan inspeksi ada dua,
yaitu secara statis dan dinamis. Inspeksi statis merupakan inspeksi yang
dilakukan saat pasien tidak bergerak atau dalam keadaan diam,

17
sedangkan inspeksi dinamis merupakan inspeksi yang dilakukan saat
pasien bergerak.
Inspeksi secara statis kondisi umum pasien baik, ekspresi wajah
pasien tidak menahan rasa sakit. Inspeksi secara dinamis terlihat
abnormal postur saat berjalan, yaitu bahu kanan lebih rendah dari bahu
kiri. Pada saat flexi lumbal terlihat scapula kanan lebih tinggi atau
menonjol daripada yang kiri.
2. Palpasi
Palpasi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara memegang,
menekan dan meraba bagian tubuh pasien. Bertujuan untuk mengetahui
adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu lokal, tonus, oedema dan
perubahan bentuk. Dari pemeriksaan ini didapatkan nyeri tekan pada m.
erector spinae dan tidak terdapat bengkak.
3. Gerakan dasar
a. Gerak aktif
Gerak aktif merupakan gerak yang dilakukan secara mandiri
oleh pasien. Pada pemeriksaan gerak aktif yang dilakukan, diperoleh
hasil yaitu pasien dapat melakukan gerakan aktif pada daerah lumbal
dengan baik, full ROM, tidak terdapat nyeri, seperti gerakan flexi
lumbal, lateral flexi dextra, lateral flexi sinistra, namun hanya saja
sedikit terbatas pada gerak extensi lumbal.
b. Gerak pasif
Gerak pasif merupakan gerak yang dibantu oleh pemeriksa,
pasien dalam keadaan diam, dan pemeriksa yang sepenuhnya
menggerakkan tubuh pasien. Pada pemeriksaan gerak pasif yang
dilakukan, pada saat posisi pasien berdiri, secara pasif trunk pasien
digerakkan ke arah flexi, lateral flexi dextra dan lateral flexi sinistra
tidak terbatas dan tidak timbul nyeri. Sedangkan untuk gerakan
ekstensi dilakukan pada saat pasien tengkurap, dan diperoleh
informasi yaitu pasien mengalami keterbatasan karena timbul nyeri
pada punggung bawah.

18
c. Gerak isometrik melawan tahanan
Gerak isometrik melawan tahanan merupakan gerak aktif,
namun mendapatkan tahanan dari pemeriksa, dan dari gerakan ini
tidak menimbulkan gerakan atau perubahan lingkup gerak sendi.
Diperoleh data bahwa, pada gerakan flexi trunk dapat dilakukan
tanpa timbulnya nyeri, dan pada gerakan ekstensi trunk timbul nyeri.

Gambar 13. Gerak isometrik

4. Pemeriksaan spesifik
Pemeriksaan spesifik yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan
problematik, tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Derajat Nyeri
Pemeriksaan nyeri dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Verbal Discriptive Scale (VDS). Cara pengukuran derajat nyeri
dengan menggunakan VDS terdapat tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak
nyeri, nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri
tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri berat, nilai
7 nyeri tak tertahankan. Dalam pemeriksaan nyeri yang dilakukan
pada regio lumbal, diperoleh hasil sebagai berikut: Nyeri diam = 1
(tidak nyeri) Nyeri tekan (m. erector spinae) = 3 (nyeri ringan) Nyeri
gerak (ekstensi) = 4 (nyeri tidak begitu berat).

19
Dalam pemeriksaan nyeri yang dilakukan pada regio lumbal,
diperoleh hasil sebagai berikut:
Nyeri diam = 1 (tidak nyeri)
Nyeri tekan (m. erector spinae) = 3 (nyeri ringan)
Nyeri gerak (ekstensi) = 4 (nyeri tidak begitu berat)

Gambar 14. VDS

b. Kekuatan Otot
Pengukuran kekuatan otot dilakukan dengan cara
menggunakam Manual Muscle Testing (MMT). Manual Muscle
Testing (MMT) merupakan salah satu bentuk pemeriksaan kekuatan
otot yang paling sering digunakan. Hal tersebut karena
penatalaksanaan, intepretasi hasil serta validitas dan reliabilitasnya
telah teruji. Namun demikian tetap saja, manual muscle testing tidak
mampu untuk mengukur otot secara individual melainkan group /
kelompok otot. (Bambang, 2012).

Nilai otot Fleksor trunk Ekstensor trunk

Nilai 1 Mengangkat kepala Mampu


mengkontraksikan
ototnya tanpa disertai
gerakan
Nilai 2 mengangkat kepala Mengangkat kepala
dengan dengan

20
kedua tangan lurus di kedua tangan lurus di
samping badan, samping badan
bagian atas
scapula terangkat

Nilai 3 Mengangkat kepala Mengangkat kepala


dengan dan
kedua tangan lurus di sternum, ekstensi
samping badan, lumbal
scapula dengan kedua tangan
terangkat penuh lurus
di samping badan
Nilai 4 Mengangkat kepala Mengangkat kepala,
dengan dada
kedua tangan dan costa serta ekstensi
menyilang lumbal dengan kedua
dada, scapula tangan di samping
terangkat badan
penuh

Nilai 5 Mengangkat kepala Mengangkat kepala,


dengan dada
kedua tangan di dan costa serta ekstensi
belakang lumbal dengan kedua
leher, scapula tangan di belakang
terangkat leher
penuh

21
c. Lingkup Gerak Sendi
Lingkup gerak sendi (LGS) adalah luas lingkup gerakan sendi
yang mampu dicapai / dilakukan oleh sendi. Pengukuran lingkup
gerak sendi yang sering digunakan adalah goniometri, tapi untuk
sendi tertentu menggunakan pita ukur (misalnnya pada vertebra).
(Bambang, 2012).
Pengukuran LGS untuk trunk dapat dilakukan dengann
menggunakan pita ukur. Yang diukur yaitu gerakan flexi, ekstensi,
lateral flexi dextra dan lateral flexi sinistra.
1) Flexi dan ekstensi
Pada pengukuran lingkup gerak sendi pada flexi dan
ekstensi trunk menggunakan pita ukur, dilakukan dengan posisi
berdiri. Dan pemeriksa mengukur jarak antara VC7 – VS1.
Untuk pengukuran gerakan flexi, pasien diminta untuk
membungkukkan badan sampai seoptimal mungkin, sedangkan
untuk pengukuran gerakan ekstensi pasien diminta untuk
menengadah kebelakang sebisa mungkin dan diukur selisih
antara VC7 – VS1.
2) Lateral flexi
Pada gerakan lateral flexi, posisi pasien masih sama dengan
pengukuran flexi dan ekstensi yaitu pada posisi berdiri.
Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan pita ukur pada
jari tengah pasien hingga lantai, kemudian pasien diminta untuk
melakukan gerakan lateral flexi dextra dan lateral flexi sinistra.
Setelah melakukan gerakan tersebut diukur selisih antara
pengukuran sebelum melakukan gerakan dan sesudah
melakukan gerakan.

22
Gambar 15. Gerak Lingkup Sendi

5. Pemeriksaan Khusus
a. SLR (Straight Leg Rissing)
Posisi pasien tidur terlentang dengan hip fleksi dan knee
ekstensi. Secara perlahan kita gerakkan pasif fleksi hip kurang dari
30 derajat. Positif bila pasien merasakan nyeri yang menjalar dari
punggung bawah sampai tungkai bawah dan ankle. Dari pemeriksaan
yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil negatif.

Gambar 15. Straight Leg Raising

b. Bragard test
Posisi pasien tidur terlentang, kemudian pemeriksa
menggerakkan fleksi hip secara pasif dengan knee lurus disertai
dorsi fleksi ankle dengan sudut 30 derajat. Positif bila pasien
merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar ke tungkai.

23
Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil
negatif.

Gambar 16. Bragard Test

c. Tes Neri
Gerakan sama dengan tes SLR hanya ditambah gerakan fleksi
kepala secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60 derajat.
Positif bila dirasakan nyeri sepanjang distribusi n. Ischiadicus. Dari
pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil
negatif.

d. Forward Bending Test (Adam Test)


Forward bending test dilakukan untuk mengetahui perbedaan
tinggi scapula, hal ini dilakukan dengan cara melakukan flexi
lumbal. Dari pemeriksaan yang dilakukan diperoleh hasil yaitu
scapula dextra lebih tinggi dari pada scapula sinistra.

Gambar 17. Forward Bending Test

e. Cobb Methode

24
Cobb methode dilakukan untuk mengetahui sudut dari
kemiringan scoliosis. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur sudut
kemiringan vertebra pada foto rontgen pasien. Dari pemeriksaan
tersebut diperoleh hasil sudut kemiringan scoliosis sebesar 15o, yang
artinya termasuk scoliosis derajat ringan, dengan ciri timbul keluhan
nyeri pada pinggang, rheumatic, Hernia Discus Intervertebralis atau
gangguan muskuloskeletal (bahu sudah mulai tampak asimetris,
namun belum begitu terlihat).

Gambar 18. Cobb Metode

K. Penatalaksanaan
1. Micro Wave Diathermy (MWD)
Pastikan pasien bukan kontra indikasi dari terapi ini. Test
sensibilitas pasien menggunakan air hangat dan air dingin. Kemudian
bebaskan area yang akan di terapi dari kain, sebagai gantinya alasi
area yang akan diterapi mengggunakan handuk. Tidak lupa jelaskan
kepada pasie tentang manfaat pemberian dan efek yang ditimbulkan
dari pemberian terapi MWD ini, yaitu timbulnya rasa hangat. Posisi
pasien pun harus senyaman mungkin dan jika dapat pasien diposisikan
tengkurap.

25
Gambar 19. MWD

2. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)


Pastikan pasien bukan kontra indikasi dari terapi ini. Test
sensibilitas pasien menggunakan benda tajam dan tumpul. Kemudian
bebaskan area yang akan di terapi dari kain. Tidak lupa jelaskan
kepada pasien tentang manfaat pemberian dan efek yang ditimbulkan
dari pemberian terapi TENS ini, yaitu timbulnya rasa seperti tertusuk
– tusuk ringan. Posisi pasien pun harus senyaman mungkin dan jika
dapat pasien diposisikan tengkurap.

Gambar 20. TENS

26
3. Terapi Latihan
A. Gerakan William Fleksi
a. William Fleksi
Pasien tidur terlentang diatas matras dengan kedua
tungkai ditekuk dan kedua telapak kaki rata dengan permukaan
matras. Lalu gerakan yang dilakukan adalah pasien
menekankan pinggangnya ke arah matras, sehingga permukan
punggung menjadi rata, dengan cara mengkontraksikan otot
perut. Setiap kontraksi ditahan 5 hitungan, kemudian rileks dan
diulang 5-8 kali.

b. William Fleksi 2
Pasien diminta untuk mengkontraksikan otot perut dan
menekuk kepala sehingga dapat menyentuh dada. Tahan 5
hitungan, kemudian rileks dan diulang 5-8 kali.

c. William Fleksi 3
Pasien diminta untuk menekuk salah satu lututnya ke
arah dada, dengan kedua tangan memegang paha belakang,
pada saat bersamaan pasien diminta untuk menekuk kepala
sehingga bahu atas terangkat, tahan 5 hitungan, kemudian

27
rileks, ulangi 5-8 kali. Kemudian pasien ulangi oada kaki
satunya.

d. William Fleksi 4
Gerakan sama seperti no.3 namun pasien diminta untuk
menekuk kedua lututnya bersamaan, tahan 5 hitungan lalu
ulangi 5-8 kali.

e. William Fleksi 5
Posisi pasien berdiri tegak dan punggung menempel
dinding, dengan satu tungkai juga menempel, sedangkan
tungkai yg lain lebih kedepan. Pasien diminta untuk
menekankan punggungnya ke dinding, sehingga kurva vertebra
lurus, tahan 5 detik lalu ulangi 10 kali.

28
B. Streching Thorak
Pasien berdiri tegak, salah satu tangan diletakkan pada
punggung, lalu pasien melakukan gerakan mengangkat tangan
kanan dan kiri bergantian secara aktif, setiap gerakan ditahan 5
detik, kemudian dilakukan kembali secara bergantian.
C. Lower Back Streching
Pasien dalam posisi merangkak lalu menggerakkan
punggung fleksi dan ekstensi yang dilakukan sebanyak 10 kali
hitungan, 5 kali repetisi.

L. Edukasi
Edukasi yang diberikan untuk pasien ini yaitu melaksanakan secara
aktif latihan yang seperti di contohkan oleh terapis, yaitu program Terapi
Latihan seperti William Flexi, flexibilitas punggung, stretching thorak, dan
juga lower back stretching. Latihan ini akan membantu pasien untuk
memperbaiki postur tubuhnya. Selain itu untuk memperbaiki postur tubuh
pasien, cara bangun dari tidur dan bangkit dari duduk juga perlu diperhatikan,
semua posisi tubuh diusahakan tetap tegak. Selain aktif melaksanakan latihan,
pasien dianjurkan untuk mengurangi kegiatan yang dapat memperberat nyeri
dan scoliosis yang di derita pasien, seperti mengangkat benda berat. Terapi
Latihan dapat dilakukan dengan 8 kali hitungan dan 8 kali pengulangan.

M. Evaluasi
Evaluasi penatalaksanaan fisioterapi pada Low Back Pain akibat
Spondilosis dan Scoliosis bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

29
terapi selama enam kali, dengan modalitas yang diberikan yaitu MWD,
TENS, massage dan Terapi Latihan. Dan pengukuran yang dipergunakan
yaitu:
1. Pemeriksaan nyeri menggunakan Skala Verbal Descriptive Scale
(VDS).
2. Lingkup gerak sendi menggunalan pita ukur (Scoober).
3. Kekuatan otot menggunakan Manual Muscle Testing (MMT).
4. Aktivitas fungsional menggunakan Skala Oswestry.

30
DAFTAR PUSTAKA

Vitriani., 2001. Aspek Anatomi dan Biomekanik Tulang Lumbosacral dalam


Hubungannya dengan Nyeri Pinggang. FKUI.

Priyanti, D., 2015. Asuhan Keperawatan pada Penyakit di Punggung. Fakultas


Ilmu kesehatan UMP.

Deviyanti, M.E., Sugiyanto., Indrati, R. 2014. Studi Perbandingan Artefak Antara


MRI Lumbal T1 Spin Echo Dengan Pre Saturasi dan T1 Spin Echo
Tanpa Pre Saturasi. Dosen Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah
Saraf.
Yueniwati, Y., 2014. Prosedur Pemeriksaan Radiologi untuk Mendeteksi Kelainan
dan Cedera Tulang Belakang. Malang. Universitas Brawijaya Press.

Bambang Trisnowiyanto, 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian


Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai