Anda di halaman 1dari 11

Disusun Oleh;

Alfian syahrul amin (204104030008)


Dosen pengampu;ustadz moh iqbal bulgini, S. S., M Si
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI TARIKH AL-ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH AHMAD SHIDDIQ JEMBER
2021
PENDAHULUAN
Dalam Sejarah Islam, dua dinasti besar berhasil membawa Islam ke puncak kejayaannya.
Dinasti Abbasiyyah di Baghdad dan Dinasti Umayyah II di Andalusia (sekarang Spanyol)
adalah dua dinasti Islam yang saling berlomba meraih kejayaan Islam. Persaingan keduanya
menjadikan Islam mencapai masa puncak keemasaannya dalam berbagai bidang, meliputi
bidang kebudayaan, sosial, politik, militer, dan ekonomi.

Sastra (al-Adab) merupakan salah satu unsur kebudayaan yang mencapai masa keemasannya
pada masa itu. Sastra adalah salah satu unsur kebudayaan yang paling terkenal dalam
Renaisans Andalusia yang diprakarsai oleh Abdurrahman al-Dakhil sehingga mirip dengan
tradisi istana Troubadour Perancis (penyair dan penyanyi keliling pada abad ke-11 sampai
abad ke-13).

Kebangkitan sastra pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah terkait dengan kemajuan budaya,
keadaan politik, ekonomi, dan sosial masyarakat Andalusia.

PEMBAHASAN
A. Syair Andalusia
Karya sastra sebagai cermin kehidupan, dalam tema dan idenya sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan penyairnya. Baik lingkungan alam, ekonomi dan politik. Begitu juga
dengan sya’ir-sya’ir Arab Andalusia. Karena panjangnya rentang waktu keberadaan Islam di
Andalusia, karya-karya sastranya dibagi berdasarkan perkembangan politik:
1. Periode yang dimulai dengan kemenangan Islam tahun 93 H / 712 M dan berakhir dengan
berdirinya daulah bani umayyah di Andalusia dibawah kekuasaan Abdurrahman Ad-Dakhil
tahun 138 H / 755 M.
2. Periode pembentukan pemerintahan dimulai dari berkuasanya daulah umayyah di
andalusia dibawah pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil dan keturunannya sampai tahun
238 H / 852 M.
3. Periode konflik pemerintahan mulai sejak berkuasanya Abdurrahman Ausath dan dan
keturunannya berakhir pada tahun 316 H / 929 M.
4. Periode Khilafah atau Masa keemasan Islam di Andalusia di bawah kekuasaan Khalifah
An-Nashir Lidinillah (Abdurrahman III) berakhir pada tahun 366 H / 976 M.
5. Periode kemunduran yang berakhir pada tahun 399 H / 1009 M.
Macam-macam tujuan syair andalusia:
1. Madh (Pujian)
Syair ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa senang dan cinta terhadap orang yang pernah
berjasa atau orang yang sangat dihormati dan juga merupakan sarana untuk mencari
kehidupan. Penyair Andalusia merupakan generasi dari penyair timur. Penyair ini tetap
memelihara dengan baik gaya bahasa yang terdahulu dan ditujukan untuk kerajaan. Penyair
Madh yang paling terkenal di Andalusia yaitu, Ibnu Hani, Ibnu Darraj, Ibnu Zaidun, Ibnu
Syahid, dan Lisanuddin bin Al-Khotib. Contoh syair di bawah ini mengikuti style Mutanabbi,
yang ditujukan untuk memuji Khalifah, sebagaimana perkataan al-Mu’iz liddinillah al-
Fatimi:

‫ما شئت ال ما شاءت األقدار فاحكم فأن الواحد القهار‬


S‫هذا الذي ترجى النجاة بحبه وبه يحـط األصر واألوزار‬
S‫فكـأنمـا أنت الـنبي محمد وكأنما أنصارك األنـصار‬

Aku tidak memiliki kekuasaan apapun, sedangkan ia memiliki kekuasaan


Tetapkanlah keputusan, sesungguhnya Ia Maha Esa lagi Maha Perkasa
Inilah keselamatan yang diharapkan dengan cintanya
Dengannya turun jaminan dan perlindungan
Seakan-akan engkau Mabi Muhammad
Dan seakan-akan penolongm adalah Kaum Anshor

2. Risa’(Ratapan / elegi)
Kesedihan dengan jatuhnya kota-kota Andalusia, menimbulkan kreasi-kreasi elegi sebagai
ekspresi kesedihan sekaligus penyadaran masyarakat agar bersatu merebut kembali harta
mereka. Penyair yang terkenal dengan tujuan syair ini yaitu Ibnu ‘abd Rabbihi, Ibnu Hani’,
Ibnu zaidun. Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang fakih yang juga penyair Abdullah bin
Farag al-Yahshuby yang dikenal dengan sebutan Ibnu al-Ghassâl, yang terpaksa mengungsi
ke Granada saat jatuhnya kota Toledo tahun 1094 M yang keruntuhannya diibaratkan dengan
pakaian yang carut marut, dia berkata:

‫فمـا المقام بهـا إال من الغـلط يا أهل أندلس شدوا رحالكم‬


‫سلك الجزيرة منسوال من الوسط السلك ينسل من أطرافه وأرى‬
‫كيف الحياة مع الحيات في سفط من جاور الشر ال يأمن عواقبه‬

“Wahai penduduk Andalus, tunggangilah kuda-kudamu


Karena menetap di Toledo adalah kesalahan
Pakaian akan ditanggalkan dari ujung-ujungnya
Dan aku melihat pakaian Andalus tertanggalkan dari pusatnya
Barang siapa yang meng-akrabi kejahatan tidak akan lepas dari akibatnya
Bagaimana manusia bisa hidup dengan ular-ular dalam satu kantong?”

3. Hija’ (Ejekan)
Penyair Andalusia jika mengejek mereka tidak terlalu memperpanjang dan cenderung untuk
bersikap toleransi, memaafkan dan tidak sampai melampaui batas dalam ejekannya. Penyair
yang terkenal dengan tujuan syair ini adalah Ibnu hani’, Ibnu Khufajah, Abu bakar al-
makhzumi, Ibnu jubair. Ibnu Jubair al-Andalusi berkata:

‫فداؤك نفسي كيف تلك المعالم فيا راكب الوجناء هل أنت عالم‬
“Wahai penunggang unta yang galak, apakah kamu tahu tebusanmu adalah diriku bagaimana
petunjuk jalan itu?”
4. Ghazal (Rayuan)
Syair ini banyak beredar di andalusia, bahkan pola syairnya lebih umum dan luas, penduduk
andalusia lebih terkenal dengan kelembutan dan kecendrungannya. Beberapa syair ini suci
nan indah, dan menggambarkan pencitraan perempuan dan deskripsi dari pesonanya. Syair
ini mencerminkan kepribadian penyair. Penyair yang terkenal dengan tujuan syair ini yaitu
yahya bin hakam, ibnu zaidun, abu amir bin syahid, ibnu ‘abd rabbihi. Ibnu ‘abd rabbihi
berkata:

‫ بتقطيع القلوب رفيقا يا لؤلؤا يسبي العقول أنيقا‬S‫ورشأ‬


“Duhai intan mutiara yang elok nan menawan hati
Serta nan lemah lembut untuk mengambil hati yang halus”
5. Asketisme – Sufisme
Syair-syair sufi untuk mengekspresikan cinta kepada Allah , beberapa penyair Andalusia
membimbing orang untuk berzuhud, selain apa yang telah terjadi kepada orang-orang
Andalusia dari kemalangan di negara mereka sendiri yang telah membuat mereka cenderung
untuk bersikap protes dan berzuhud, menjauhi dosa, meninggalkan segala hal yang berbau
duniawi dan untuk mengendalikan diri. Penyair yang terkenal dengan tujuan syair ini ibnu
arabi, ibnu hani’. Ibn ‘Arabi mengemukakannya lewat syairnya:

‫يا ليت شعوري من المكلف العبد رب والرب عبـد‬


‫أو قـلت رب أنّى يـكلف إن قلت عبد فذاك رب‬

“ Hamba adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba


Demi syu’ur ku, siapakah yang mukallaf?
Jika engkau katakan hamba, padahal dia Tuhan juga.
Atau engkau katakan Tuhan, lalu siapa yang dibebani taklif?”

6. Syair alam dan diskripsi


Andalusia unggul dalam bidang deskripsi dan penggambaran alam di atas penyair Timur, dan
membawa keindahan yang abadi. Puisi alam adalah jenis puisi yang berkaitan dengan penyair
alam yang dituangkan melalui pendeskripsian dan penggambaran. Penyair yang terkenal
dengan tujuan syair ini yaitu ibnu khufajah ibnu zaidun. Seperti syair Ibnu Khufajah
menyifati sungai:

‫ من لمى الحسناء هلل نهـر سـال فى بطحاء‬S‫أحلى ورودا‬


‫والزهر يـكنفه مجر سمـاء متعطف مثل السوار كأنه‬
“Demi Allah, alangkah indahnya sungai yang mengalir di Lembah Bath-ha itu
Airnya lebih manis daripada tahi lalat si cantik jelita
Sungai itu berbelok-belok bagaikan gelang
Dan bunga yang menghiasinya bagaikan gugusan bima sakti”

7. Kerinduan
Penyair timur mereka lebih suka mengarah pada puisi nostalgia, di Andalusia mengikuti
penyair timur, dan diterapkan dalam seni ini, Dan mengacu pada dua hal:
a. Penduduk Andalusia pergi ke Arab Timur untuk mencari ilmu pengetahuan.
b. Sebagian besar penyair Andalusia membuat syair dengan hati dan makna yang paling
penting dari puisi seputar keterasingan mereka, kerinduan pada tanah air, pengalaman di
negeri asing, dan menggambarkan masa kecil.
Seperti penyair Ibnu zaidun membuat syair untuk seorang gadis bernama Wiladah dan
tentang pengalaman bercinta dengannya tetapi kemudian terhalang oleh keberadaannya di
penjara, membuat syair romantisnya sangat indah, lahir dari jiwa yang jernih, rasa yang tajam
dan kerinduan yang menggelora. Dalam salah satu syairnya yang melimpahkan emosi
kerinduan pada Wiladah:

‫واألفق طلق ووجه األرض قد راقا إني ذكرتك بالزهراء مشتق‬


“Aku merindukanmu disaat bunga-bunga mekar
Disaat ufuk terang dan wajah bumi memikat”
8. Syair ta’limi
Hubungan syair nadzam ini dengan syair yang lain terbatas pada wazan dan qafiyah.
Andalusia juga memberikan kontribusi pada pola ilmu pengetahuan, dan khususnya yang
berkaitan dengan sejarah dan nadzam ilmu-ilmu seperti ilmu nahwu karya alfiyah ibnu malik
dan alfiyah ibnu al-khathib yang membahas ilmu fiqh. Seperti Nadzam Alfiyah Ibnu Malik:

‫ لإلسم تميز حصل بالجر والتنوين والندا وأل‬S‫ومسند‬


“Ciri ma’rifat itu dengan jar, tanwin, nida’, al ma’rifah, musnad, dan isim”

Pada awal kekuasaan Islam di Andalusia, bentuk sya’irnya masih mengikuti style sya’ir Arab
di Jazirah Arab dan penyairnya pun masih penyair rantau. Kemudian berkembang dari segi
tema, style, dan struktur sya’ir. Style sya’ir Arab Andalusia terkenal dengan kelembutan dan
kehalusan dalam pemilihan diksi, dan gaya bahasa terutama dalam tasybih (perumpamaan)
dan majaz isti’arah (personifikasi).
Di masa ini pula lahir satu bentuk puisi yang oleh ahli sastra dipandang juga sebagai benih
lahirnya puisi Arab bebas, yaitu al-muwasysyah. Bentuk puisi ini cukup popuper di
Andalusia pada abad III H. Meskipun jenis puisi ini kemudian juga menyebar ke dunia
Timur, orang-orang Andalusia dalam hal kreasi al-muwasysyah ini lebih unggul dari pada
orang-orang Timur.
Secara etimologis, al-muwasysyah merupakan derivasi dari kata al-wusyah yang berarti
sebuah kalung dari permata dan mutiara yang masing-masing dirangkai dan dihubungkan
sedemikian rupa serta dipakai kalung oleh wanita. Ungkapan ‘saubun muwasysyahun’ berarti
baju yang dibordir dan dihias. Secara terminologis, al-muwasysyah memiliki banyak definisi.
Salah satunya adalah yang dinyatakan oleh Ibnu Sina’ al Malik al Misry dalam bukunya Dar
al-Tiraz. Menurutnya, al-muwasysyah adalah ungkapan yang berwazan, metrik tertentu
dengan qafiyah, rima yang berlainan; paling banyak terdiri dari enam qafl dan lima larik yang
selanjutnya disebut al-muwasysyah al taam dan minimal terdiri dari lima qafl dan lima larik
yang kemudian disebut al-muwasysyah al aqra’. Yang pertama diawali dengan qafl dan yang
kedua dimulai dengan bait, larik.
Bentuk al-muwasysyah sendiri cukup beragam, tetapi yang paling populer adalah penyair
menulis dua larik yang masing-masing sadrnya berima sama dan masing-masing ‘ajznya juga
memiliki rima lain yang sama. Dua larik itu lalu dikuti oleh tiga larik yang masing-masing
sadrnya sama dan masing-masing ‘ajznya juga berima sama. Kemudian diikuti dua larik yang
kedua sadr dan ‘ajznya mempunyai rima yang sama dengan awal al-muwasysyah.
Selanjutnya penyair menulis lima larik lain yang susunannya sama. Bentuk lain al-
muwasysyah adalah penyair menulis satu larik yang sadr dan ‘ajznya berima sama, lalu tiga
syatr dengan satu rima yang berlainan dengan larik, kemudian dua syatr yang rimanya sama
dengan larik pertama, dan seterusnya.
Muwasysyah muncul karena corak kehidupan masyarakat Andalusia yang sarat kemewahan,
kesenangan, dan hiburan. Al-Muwasysyah merupakan bentuk ekspresi yang sesuai dengan
kecenderungan itu. Bentuk ini merupakan satu pembaharuan dalam tipografi puisi Arab,
bukan dalam isinya.
Penyair pertama yang meretas jenis puisi ini menurut Ibnu Khaldun adalah Miqdam bin al
Mu’afy al Qubry dan diikuti oleh Abu Umar Ashmad bin Abd Rabbah, pengarang buku al
‘Iqd. Sedangkan yang berhasil mempopulerkan al-muwasysyah ke seluruh Andalusia adalah
Ibadah bin Ma’ al-Sama’ (w. 422 H). Sepeninggalnya muncul beberapa penyair al-
muwasysyah Andalusia, antara lain yang populer adalah : Yahya bin Baqqy, Abu Bakar bin
zahr, Ibnu Sahl, dan Lisan al Din bin al Khatib.
Sebagai sebuah pembaharuan dalam bentuk atau tipografi dan bukan dalam isi maka tema-
tema yang diusung al-muwasysyah tetap berkisar pada masalah-masalah seperti cinta,
khamer, dan pemerian alam. Setelah itu baru masuk pada tema-tema madah (eulogi), hija’
(satire), dan risa (elegi). Terkadang sebuah al-muwasysyah memuat lebih dari satu tema. Ahli
Tasawuf di masa kemunduran Islam bahkan pernah menjadikannya sebagai media untuk
menyampaikan gagasan dan pemikirannya yang sarat nasehan dan pujian agama.
Biasanya, al-muwasysyah terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Al-Matla’ atau al-mazhab, yaitu pembuka al-muwasysyah. Matla’ ini disebut qafl pertama.
Apabila qafl pertama ada maka disebut al-muwasysyah al-taam dan bila tidak ada maka
disebut al-muwasysyah al-aqra’.
2. Al Qafl, yaitu bagian al-muwasysyah yang rimanya berulang enam kali dalam al-
muwasysyah al-taam atau lima kali dalam al-muwasysyah al-aqra’. Qafl-qafl itu memiliki
satu rima dalam keseluruhan al-muwasysyah. Qafl terakhir disebut al-kharjah.
3. Al Daur, yaitu bagian yang terletak setelah al-matla’ dalam al-muwasysyah al-taam. Dalam
al-muwasysyah al-aqra,’ al-daur ini terletak di permulaan al-muwasysyah. Daur ini berulang-
ulang setelah setiap qafl. Ia terdiri dari tiga bagian dan hanya sedikit yang lebih dari lima.
4. Al Bait, yaitu daur itu sendiri atau daur dengan qafl yang mengiringinya.
5. Al Kharjah, yaitu qafl terakhir. Metrik (wazan), rima (qafiyah), dan jumlah bagian al-
kharjah sama dengan matla’ dan qafl. Dalam kharjah dimungkinkan adanya dialek, kata
asing, atau ungkapan tidak baku “ammy,” dan terkadang melalui perantaraan bahasa hewan.
6. Al Samt, yaitu satu istilah untuk menyebut setiap syatr dalam daur. Paling sedikit jumlah al
samt dalam satu daur itu tiga. Terkadang samt ini terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat
fiqrah. Setiap fiqrah memiliki satu rima yang diulang-ulang dalam samt-samt sebuah daur
akan tetapi dalam setiap daurnya, rima itu berlainan. Kata “qultu,” “qalat,” “Gana,” dan
“Syada” seringkali terdapat pada bagian terakhir al samt yang mempunyai kharjah.
7. Al Gusn, yaitu sebutan untuk setiap syatr matla’, qafl, atau kharjah dalam al muwasysyah.
Jumlah al gusn dalam matla,’ qafl, dan kharjah harus sama.

‫ يصف فيها الطبيعة‬:‫ من موشحة ألبي الحسن علي بن مهلل الجلياني‬:‫المثال‬.


(( ‫)) المطلع‬
‫ الغصون النهر سل حساما‬S‫على قدود‬
(( ‫)) الدور‬
‫وللنسيم مجال‬
‫والروض فيه اختيال‬
‫مدت عليه ظالل‬
(( ‫)) القفل‬
‫وجدا بتلك اللحون والزهر شق كماما‬
(( ‫)) الدور‬
‫أما ترى الطير صاحا‬
‫والصبح في األفق الحا‬
‫والزهر في الروض فاحا‬
(( ‫)) القفل‬
‫ ساق الغماما‬S‫تبكي بدمع هتون والبرق‬
Sungai menghunus pedangnya yang tajam di atas dahan yang tinggi
Untuk memecah air
Dan Taman yang dihiasi tumbuh-tumbuhan
Bayangan yang dibentangkan
Dan bunga membelah kelopak bunga, marah dengan perkataan itu
Andai kau lihat burung muncul
Dan subuh terbit di cakrawala
Dan bunga menyerbakkan bau harumnya di Taman
Kilat menyingkapkan awan, kau menangis dengan terus menerus meneteskan air mata
B. Penyair Andalusia
1. Ibnu zaidun (394-463 H/1003-1071 M)
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin abdullah bin ahmad bin ghalib bin zaidun al-makhzumi
dan lahir di cordoba. Ibnu Zaidun diangkat oleh penguasa pemerintahan Islam di Spanyol,
Al-Mutadhid Al-Abbadi sebagai pejabat. Ibnu zaidun adalah penulis dan penyair yang
dinamakan dengan, “Buhturi di Barat”, di mana gaya bahasa beliau termasyhur dengan
kelembutan, indah didengar dan perumpamaan yang indah. Ibnu Zaidun dianggap sebagai
penyair terbesar Andalusia. Ia berasal dari keluarga bangsawan Makhzum, salah satu
keturunan Quraisy. Ia tak hanya memiliki kemampuan dalam menggerakkan pena. Ia pun
memiliki kekuasaan pedang, karena ibnu zaidun juga menjabat sebagai komandan pasukan.
Ibnu zaidun bergelar dzu al-wizaratain atau penguasa dua kementerian. Ibnu Zaidun terkenal
dengan tujuan syair madh, ritsa’, hanin, alam.

‫واألفق طلق ووجه األرض قد راقا إني ذكرتك بالزهراء مشتق‬


“Aku merindukanmu disaat bunga-bunga mekar
Disaat ufuk terang dan wajah bumi memikat”

2. Ibnu khufajah (450-533 H/1058-1138 M)


Abu ishaq ibrahim bin abi al-fath bin khufajah, Ia menghabiskan waktunya di sebuah desa
kecil sebelah selatan Valensia dan memutuskan untuk tetap berada di keterasingan. Ia tak
tertarik mendekati para pejabat istana. Ibun khufajah terkenal dengan syair deskripsi, alam,
madh.

‫ من لمى الحسناء هلل نهـر سـال فى بطحاء‬S‫أحلى ورودا‬


‫والزهر يـكنفه مجر سمـاء متعطف مثل السوار كأنه‬
“Demi Allah, alangkah indahnya sungai yang mengalir di Lembah Bath-ha itu
Airnya lebih manis daripada tahi lalat si cantik jelita
Sungai itu berbelok-belok bagaikan gelang
Dan bunga yang menghiasinya bagaikan gugusan bima sakti”
3. Ibnu Malik (1204 – 1274 Masehi)
Abu Abdillah Muhammad Jamaluddin bin Abdillah bin Malik al-Andalusia, pakar bahasa
yang termasyhur berasal dari Andalusia, spanyol yang bermadzhab Maliki.. Beliau pernah
menjadi pakar rujukan di dalam ilmu qiraat dan nahwu. Beliau telah menyusun beberapa
antologi syair di mana yang termasyhurnya ialah antologi yang terkenal dengan nama “Alfiah
bin Malik”. Antologi tersebut memuatkan sebanyak seribu bait ringkasan kaedah bahasa
Arab.
‫ لإلسم تميز حصل بالجر والتنوين والندا وأل‬S‫ومسند‬
“Ciri ma’rifat itu dengan jer, tanwin, nida’, al ma’rifah, musnad, dan isim”

4. Ibn Abd Rabbihi (246-326 H / 860-940 M)


Nama lengkapnya adalah abu umar ahmad bin Muhammad bin abd rabbihi, Ia berasal dari
Kordoba. Dengan kemahiran yang dimiliki di bidang sastra, ia menjadi penyair kesayangan
Khalifah Abd al-Rahman III. Semula, Rabbihi merupakan seorang budak. Ia dibebaskan oleh
Khalifah Hisyam I.Selain sebagai penyair kesayangan khalifah, Rabbihi berhasil menuliskan
buku yang juga melambungkan namanya. Judul bukunya, at-Iqd al-Farid atau kalung antik.
Buku ini berisi tentang gubahan-gubahan syair yang menggugah hati. Buku ini pun menjadi
buah bibir di kalangan para cendekia. Selain sastra Rabbihi juga menulis tentang sekretaris.
Dalam buku itu, Rabbihi menuliskan tentang jenis-jenis jabatan sekretaris yang berkembang
pada masa ia hidup. Jabatan tersebut, banyak dipegang oleh mereka yang menguasai bidang
bahasa. Rabbihi menulis juga tentang soal politik, pemerintahan, militer, dakwah, etika,
biografi, anekdot, maupun hadis. Adapun kriteria syairnya yakni ghazal, madh.

‫ بتقطيع القلوب رفيقا يا لؤلؤا يسبي العقول أنيقا‬S‫ورشأ‬


“Duhai intan mutiara yang elok nan menawan hati
Serta nan lemah lembut untuk mengambil hati yang halus”

5. Ibnu Arabi (560-638 H/ 1165-1246 M)


Muhyiddin Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Arabi al-Hatimi ath-Tha’i al-Andalusi,
yang dilahirkan pada tanggal 27 Ramadhan 560 H atau 7 Agustus 1165 M di Murcle,
Andalusia, Spanyol. Ibnu Arabi wafat pada tanggal 28 Rabi’utsani 638 H atau 16 November
1246 M. Pada tahun 578 H, Ibnu Arabi mulai belajar agama dengan usia yang masih muda.
Beliau mempelajari al-Qur’an di bawah bimbingan Ibn Safi al-Lakhimi (meninggal
589/1189) yang mengajarkan haditsnya. Selama menetap di Seville, Ibn al-Arabi dengan
memanfaatkan perjalanannya untuk mengunjungi para sufi dan sarjana terkemuka. Salah satu
kunjungannya yang sangat mengesankan ialah ketika berjumpa dengan Ibn Rusyd (w. 595 /
1198) di Cordova. Percakapannya dengan filsuf besar ini membuktikan kecermelangannya
yang luar biasa dalam wawasan spiritual dan intelektual dan syairnya banyak bertujuan
asketisme.

‫يا ليت شعوري من المكلف العبد رب والرب عبـد‬


‫أو قـلت رب أنّى يـكلف إن قلت عبد فذاك رب‬

“ Hamba adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba


Demi syu’ur ku, siapakah yang mukallaf?
Jika engkau katakan hamba, padahal dia Tuhan juga.
Atau engkau katakan Tuhan, lalu siapa yang dibebani taklif?”

Penyair tersohor kalangan wanita yaitu Ayesah , Hasana al-Tamimiyah, Umm al-Ula, Al-
walladah (seorang wanita berbakat), al-Aruziyah wanita yang mahir dalam bidang retorika,
Maria (dari Seville, salah satu guru wanita pada masa ini, ia mengajarkan ilmu retorika, syair
dan kesusastraan), Hafsah binti al-Hajj (selain terkenal sebagai wanita cantik, ia berbakat
dalam berbagai bidang dan hidupnya kaya raya).

KESIMPULAN
Karya sastra sebagai cermin jernih kehidupan, dalam tema dan idenya sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan penyairnya. Baik lingkungan alam, ekonomi dan politik. Di segi
tema, sya’irnya berkembang berdasarkan gejolak politik, pesona alam (perbedaan alam
Andalusia dan Arab yang sangat kontras melahirkan kekaguman yang luar biasa bagi
penyairnya).
Style sya’ir Arab Andalusia terkenal dengan kelembutan dan kehalusan dalam pemilihan
diksi, dan gaya bahasa terutama dalam tasybih (perumpamaan) dan majaz isti’arah
(personifikasi). Dalam struktur, sya’ir Andalusia biasa mengunakan bahasa pengantar. Dan
penyair masa ini menciptakan corak baru bernama Tausyih atau muwasysyah. Tausyih
biasanya terdiri dari beberapa bagian, tiap bagian terdiri dari 5 bait. Bait pertama sampai
ketiga dalam setiap bagian mempunyai rima atau qafiyah berbeda, sedangkan bait keempat
dan kelima mempunyai rima yang sama pada semua bagian. Berbeda dengan susunan syair
Arab biasa yang terikat dengan Prosodi dan rima yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Maki, Ath-Thahir, Dirasat andalusiah fi al-adab wa at-tarikh wa falsafah, Libanon: Darul
Ma’arif, 1987

Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 1997

Al-mujiz fi al-adab al-araby wa tarikhuh, Libanon: Darul Ma’arif, 1962

Ar-Rubayyi’, Muhammad bin Abdurrahman, Al-adab al-‘arabi wa tarikhuhu jilid 2, Riyadh: Jami’ah al-
Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiah, 1422 H

Al-Tunjy, Muhammad, al-Mu’jam al-Mufassal fi al-Adab I & II, Beirut:Dar al Kutub al ‘Ilmiyah, 1993

Dawud, anis, al-Tajdid fi Syi’r al-Mahjar, Mesir: Dar al Katib al ‘Araby li al Tiba’ah wa al Nasyr, 1967

Haikal, Ahmad, Dirasat adabiah, Libanon: Darul Ma’arif, 1980

http://www.averroes.or.id/thought/pengaruh-sastra-arab-terhadap-andalusia-dan-barat.html

Lubis, Nabilah, Almu’in fi al-adab al-‘arabi wa tarikhihi, Jakarta: FAH UIN, 2005

Usman, Ahmad & Cahya Buana, Al-adab arabi fil’ashil al-‘abasi wa al-andalusi wa ‘ashri al-inhithath,
Jakarta: kulliyatul adab wa ‘ulum al-insaniah, 2010
Wahba, Majdy & Kamil Muhandis, Mu’jam al Mustalah fi al Lugah wa al Adab, Libanon: Maktabah
Lubnan, 1984

Anda mungkin juga menyukai