Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

NASIONALISME INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN:


MEMAKNAI PERJUANGAN, MENGISI KEMERDEKAAN DAN MEMAJUKAN
BANGSA

Logo

Disusun Oleh:

UNIVERSITAS
JURUSAN
FAKULTAS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan Natie (Belanda), yang berarti
bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan
memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib, cita-
cita, dan tujuan. Nasionalisme merupakan suatu konsep penting yang harus tetap
dipertahankan untuk menjaga agar suatu bangsa tetap berdiri kokoh dalam kerangka
sejarah pendahulunya, dengan semangat nasionalisme yang tinggi maka eksistensi suatu
negara akan selalu terjaga dari segala ancaman, baik ancaman secara internal maupun
eksternal. Sasaran nasionalisme adalah penyebaran kesadaran berbangsa atau
terbentuknya sebuah nation-state. Nasionalisme melahirkan upaya untuk membentuk
bangunan kebangsaan (nation building) yaitu upaya yang terencana dan sistematis untuk
menanamkan kesadaran bahwa walaupun dari keanekaragaman ras, etnik, agama ataupun
budaya, namun itu semua merupakan dalam satu wadah yaitu bangsa.
Nasionalisme dianggap sebagai roh yang menentukan kemajuan bangsa. Upaya
mendudukkan kembali nasionalisme pada posisi yang tepat menjadi kata kunci.
Nasionalisme perlu diredefinisi sesuai konteks kekinian agar tidak menjadi jargon belaka.
Kemerdekaan Indonesia 76 tahun silam merupakan produk nasionalisme para pejuang
kemerdekaan. Mereka merefleksikannya dengan mengangkat senjata melawan penjajah,
juga berdiplomasi secara piawai di panggung internasional untuk mendapatkan dukungan
negara lain. Perkembangan nasionalisme di Indonesia pada masa penegas ditandai dengan
adanya Sumpah Pemuda 1928. Sumpah Pemuda dibentuk pada 28 Oktober 1928 yang
berisikan sebuah sumpah meliputi satu bangsa bersatu tanah air, satu bangsa, serta satu
bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Di sekitar tahun 1928, imperaliasme Belanda berhasil menyebarkan percikan
perpecahan. Berbagai perkumpulan kedaerahan mulai muncul, salah satunya Jong Java.
Hal ini kemudian memicu para tokoh revolusioner Indonesia untuk menjebol dinding
kedaerahan tersebut. Maka para pemuda revolusioner seperti Moh. Yamin, Suyono
Hadinoto, J. Leimena, Rohyani, W.R. Supratman, Adnan K. Gani, dan lainnya berinisiatif
untuk mempersiapkan suatu kongres. Tujuan dari kongres tersebut adalah untuk
mengetahui bagaimana cara mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia. Sehingga pada
tanggal 28 Oktober 1928 pukul 23.00 WIB di Wisma Indonesia, Jakarta,
dikumandangkanlah Sumpah Pemuda. Sumpah ini menjadi bentuk serangan langsung
terhadap para kaum kolonial.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu:
1. Bagaimana memaknai perjuangan melalui nasioanlisme?
2. Apa perbedaan nasionalisme setelah dan sebelum kemerdekaan?
3. Apakah dengan adanya nasionalisme dapat memajukan bangsa?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan pembahasannya yaitu untuk:
1. Untuk mengetahui cara bagaimana memaknai perjuangan melalui nasioanlisme.
2. Untuk mengetahui perbedaan nasionalisme setelah dan sebelum kemerdekaan.
3. Untuk mengetahui apakah dengan adanya nasionalisme dapat memajukan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nasionalisme
Pengertian nasionalisme menurut Ernest Gellner(via Eriksen 1993:99) adalah suatu
prinsip politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan politik seharusnya seimbang.
Tepatnya, Gellner lebih menekankan nasionalisme dalam aspek politik (lihat juga
Hobsbawm 1992:9). Lebih lanjut menurut Gellner, jika nasionalisme adalah suatu bentuk
munculnya sentimen dan gerakan, baru kita dapat mengerti dengan baik jika kita
mendefenisikan apa itu gerakan dan sentimen. Apa yang dimaksudkan sebagai suatu
sentimen adalah secara psikologis merupakan suatu bentuk antipati atau ungkapan
marah, benci, dan lain sebagainya (Kartodirdjo 1999:69). Dari penawaran Gellner
tersebut mengenai konsep sentimen dan gerakan, nampaknya telah menjadi penekanan
dari Anderson dalam melihat nasionalisme.
Secara analitis, nasionalisme mempunyai tiga aspek yang dapat dibedakan, pertama
aspek cognitive, yaitu menunjukkan adanya pengetahuan atau pengertian akan suatu
situasi atau fenomena, dalam hal ini adalah pengetahuan akan situasi kolonial pada
segala porsinya; aspek goal/value orientation, yaitu menunjukkan keadaan yang dianggap
berharga oleh pelakunya; dalam hal ini yang dianggap sebagai tujuan atau hal yang
berharga adalah, memperoleh hidup yang bebas dari kolonialisme; aspek affective dari
tindakan kelompok menunjukkan situasi dengan pengaruhnya yang menyenangkan atau
menyusahkan bagi pelakunya. Misalnya berbagai macam diskriminasi pada masyarakat
kolonial melahirkan aspek affective tersebut (Kartodirdjo, 1972: 65-66) Masih menurut
Kartodirdjo (1972:64) bahwa nasionalisme sebagai fenomena historis, timbul sebagai
jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik ekonomi dan sosial tertentu. Kondisi-
kondisi yang dimaksudkan adalah munculnya kolonialisme dari suatu negara terhadap
negara lainnya. Hal ini terjadi sebab nasionalisme itu sendiri muncul sebagai suatu reaksi
terhadap kolonialisme, reaksi yang berasal dari sistem eksploitasi yang selalu
menimbulkan pertentangan kepentingan secara terus menerus. Dan hal ini tidak hanya
dalam bidang politik, tapi juga dalam bidang ekonomi sosial dan kultural (Kartodirdjo,
1972:56-57).
2.2 Memaknai Perjuangan Melalui Nasioanlisme
Sebagai Warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan perjuangan para
pahlawan yang sudah berjuang melawan segala bentuk penjajahan dan merebut
kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia, sudah sepatutnya kita meneruskan perjuangan
tersebut. Meskipun tidak harus dengan mengangkat senjata dan berperang layaknya para
pejuang dulu, tapip setidaknya kita melakukan hal positif yang berguna bagi diri kita,
masyarakat sekitar, maupun untuk bangsa dan negara. Salah satu memaknai perjuangan
bangsa yaitu dengan terus meningkatkan nasionalisme. Nasionalisme sangat penting
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan wujud kecintaan dan
kehormatan terhadap bangsa sendiri. Dengan hal itu, pemuda dapat melakukan sesuatu
yang terbaik bagi bangsanya, menjaga keutuhan persatuan bangsa, dan meningkatkan
martabat bangsa dihadapan dunia. DI era Indonesia modern yang ditandai dengan
derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang dirayakan secara gegap gempita,
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal kesadaran berbangsa dan bernegara.
Derasnya gempuran kebudayaan asing yang terfasilitasi dengan media dan teknologi
internet dapat secara bebas leluasa hadir di tengah-tengah masyarakat kita dan berpotensi
mendominasi serta mempengaruhi kebudayaan lokal.
Ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan negara lainnya yang mengancam
kedaulatan bangsa, khususnya pasca 1998, seperti bermunculannya ideologi yang
berseberangan dengan ideologi negara, terorisme, radikalisme, serta konflik sosial
berbasis suku, ras dan agama. Singkatnya, sekelumit permasalahan bangsa di atas sedikit
banyak menjelaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait
dengan nasionalisme. Menurunnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan masyarakat
sebetulnya bukan perkara baru, melainkan permasalahan klasik yang terus dialami
bangsa ini sejak Indonesia merdeka dari penjajahan kolonial hingga saat ini. Hasil survei
LSI Denny JA patut direnungkan. Survei itu menunjukkan bahwa sejak 2005-2018
jumlah warga yang pro-Pancasila semakin berkurang setidak-tidaknya 10%. Di level
pendidikan formal, khususnya kelompok muda, jumlah pro-Pancasila juga menurun.
Hasil penelitian LSI 2019 cukup memberikan sedikit angin segar karena jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, nasionalisme masyarakat mengalami
kenaikan. Sebesar 66,4 persen warga yang masih mengidentifikasi diri sebagai bagian
dari bangsa Indonesia, 19,1 persen warga mengidentifikasi diri sebagai kelompok
penganut agama tertentu, dan 11,9 persen warga mengidentifikasi diri sebagai bagian
dari suku tertentu.
Meskipun hasil survei menunjukkan perkembangan nasionalisme cukup positif di
pada 2019, kita tidak boleh lupa bahwa 33,6 persen warga yang tidak mengutamakan
nasionalisme bukanlah angka yang kecil dan artinya nasionalisme masih berada dalam
tantangan, oleh karena itu topik ini masih relevan untuk disuarakan. Dalam upaya
mendirikan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, Soekarno
mengadopsi gagasan Ernest Renan tentang nasionalisme yang merujuk pada kesepakatan
politik untuk mencapai cita-cita masa depan bersama sebagai bangsa yang senasib
sepenanggungan dan kesediaan berkorban untuk menjaga semangat kebangsaan.
Nasionalisme dalam pandangannya bukanlah nasionalisme sempit, melainkan lebih
mencerminkan humanisme dan internasionalisme yang terlahir dari tiga kondisi yaitu
adanya eksploitasi ekonomi, kekecewaan politik akibat dominasi kekuasaan asing, dan
hilangnya hak mengembangkan kebudayaan lokal di bawah cengkeraman sistem
pendidikan kolonial. Di era kolonial, nasionalisme dibangun atas kesadaran bersama
yang dipupuk atas dasar perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan untuk terbebas
dari belenggu penjajahan kolonial. Dalam pemerintahan Orde Lama, nasionalisme
dibangun untuk membangun Indonesia ke arah yang lebih baik dengan mengedepankan
kebudayaan lokal dan nasional serta sekeras mungkin menutup keran terhadap pengaruh
kebudayaan asing.
Sementara di era Orde Baru nasionalisme dipupuk dan dibentuk dalam doktrin-
doktrin yang bersifat top-down serta terkesan digunakakan sebagai legitimasi kekuasaan
yang bersifat militeristik. Nasionalisme mendapat tantangan yang signifikan di era
reformasi. Hal ini ditandai dengan mulai terpinggirkannya muatan Pancasila di level
pendidikan formal yang sebagaian besar terfokus hanya pada perkembangan teknologi
dan ekonomi. Memudarnya nasionalisme di era ini juga dapat disoroti dari maraknya
konflik sosial berbasis ras seperti kasus Poso, Ambon, Aceh, Papua, serta lepasnya
Timor Timur dari Indonesia, bermunculannya ormas-ormas yang menegaskan identitas
kultural, serta banyaknya ideologi alternatif yang kerap bertentangan dengan ideologi
bangsa. Belum lagi, maraknya berbagai narasi primordialisme dan sentimen berbasis isu
SARA yang berkembang di masyarakat pada saat pilpres dua periode terakhir seolah
membuat sekat-sekat kultural menjadi lebih kuat dan tidak terhindarkan. Berangkat dari
kenyataan ini, nasionalisme perlu disuarakan kembali untuk menjaga kedaulatan bangsa
dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik karena jika tidak persatuan dan
kesatuan akan terancam dan generasi mendatang akan bersikap apatis terhadap negerinya
sendiri.

2.2 Perbedaan Nasionalisme Setelah Dan Sebelum Kemerdekaan


2.2.1 Sebelum Merdeka
Nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karena dengan nasionalisme yang tinggi sebuah bangsa
dapat berdiri tegak dan memiliki sebuah jati diri yang kuat. Nasionalisme
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan oleh setiap elemen bangsa dalam
setiap perjalanan bangsa tersebut, begitu pula dengan Indonesia. Indonesia
memulai istilah nasionalisme jauh sebelum Indonesia terbentuk. Ketika
membicarakan tentang sejarah nasionalisme Indonesia tentu kita tidak boleh
melupakan salah satu pembentuk nasionalisme Indonesia yaitu orang-orang Indis.
Dalam sejarah nasionalisme sering hanya dikaitkan dengan para tokoh-tokoh
kemerdekaan saja, atau kita hanya memandang nasionalisme hanya terpaku pada
sudut kecil yaitu tokoh. Padahal kalau kita kaji lebih jauh ternyata banyak factor
yang akhirnya membentuk nasionalisme Indonesia. Seperti yang telah digambarkan
di atas bahwa nasionalisme Indonesia tumbuh jauh sebelum Negara Indonesia
tertentu, seperti “sumpah palapa” yang digelorakan oleh Maha Patih Gadjah Mada
yang bertujuan untuk menyatukan nusantara, kemudian lahirnya nasionalisme Indis
yang dilakukan oleh orang darah Eropa yang mengalami hibridasi dengan bangsa
pribumi. Nasionalisme Indis tentu memberi peran penting bagi lahirnya
Nasionalisme Indonesia, karena munculnya nasionalisme Indis merupakan bentuk
dari penolakan dari adanya kolonialisme yang akhirnya melahirkan beberapa
produk yang akhirnya membantu membentuk nasionalisme.
Kemudian politik Etis Pemerintah hindia Belanda yang pada akhirnya
melahirkan Perhimpunan Indonesia juga sangat memberikan pengaruh terhadap
nasionalisme Indonesia. Kemudian dengan beberapa peristiwa tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa nasionalisme adalah alat untuk penolakan adanya
penjajahan atau sebagai antitesis sebuah penjajahan tersebut. Langkah strategis ke
depan bangsa Indonesia harus menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme yang lebih
kuat kepada generasi muda penerus bangsa ini ke depan. Karena akibat dari
lunturnya nilai-nilai nasionalisme mengalami berbagai macam masalah. Bangsa
Indonesia mengalami berbagai macam masalah mulai dari kekerasan, isu SARA,
serta masalah-masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Masalah-masalah tersebut
tentunya terjadi dari lunturnya nilai-nilai nasionalisme. Di sisi lain generasi muda
bangsa ini malah mengalami berbagai macam masalah seperti adanya tawuran
antar pelajar, masalah narkoba, seks bebas dan lain sebagainya. Akibat dari
beberapa masalah tersebut seakan memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia seakan
keluar dari jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki keberagaman dan
kesantunan. Dengan menumbuhkan sikap nasionalisme yang lebih kuat kepada
generasi muda maka bangsa Indonesia akan bisa keluar dari berbagai macam
masalah yang dialami, karena kalau kita berkaca dari sejarah generasi muda selalu
menjadi sebuah pelopor berubahnya bangsa ini mulai dari jaman kolonialisme
sampai era reformasi. Dengan menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi maka
bangsa Indonesia kedaulatan yang kuat dan pada akhirnya bangsa Indonesia bisa
mewujudkan cita-citanya yaitu sebuah Negara yang adil dan makmur.

2.2.2 Setelah Kemerdekaan


Nasionlisme sangat diperlukan dalam kelangsungan suatu negara, dengan
harapan memunculkan rasa persatuan di dalam negara tersebut. Bagaimana dengan
kondisi sekarang? Dizaman serba teknologi yaitu era globalisasi seperti ini, rasa
nasionalisme mulai berkurung, terutama dikalangan pelajar. Budaya dan teknologi
dari luar mulai menghiasi kebiasaan pelajar saat ini. Kebiasaan yang sesuai dengan
kebudayaan kita, tidaklah akan menjadi masalah. Namun kebiasaan yang
bertentangan dengan kebudayaan kita tentunya akan memunculkan beberapa
masalah yang nantinya juga berpengaruh dalam tingkat nasionalisme terhadap
bangsa. Generasi muda Indonesia adalah generasi penerus bangsa ini. Bangsa akan
menjadi maju bila para pemudanya memiliki sikap nasionalisme yang tinggi.
Namun dengan perkembangan zaman yang semakin maju, malah menyebabkan
semakin memudarnya rasa nasionalisme dikarenakan adanya pengaruh barat yang
sedang melanda generasi muda di Indonesia. Nasionalisme sangat penting terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan wujud kecintaan dan
kehormatan terhadap bangsa sendiri. Dengan hal itu, pemuda dapat melakukan
sesuatu yang terbaik bagi bangsanya, menjaga keutuhan persatuan bangsa, dan
meningkatkan martabat bangsa dihadapan dunia. Namun, dengan memudarnya rasa
nasionalisme dapat mengancam dan menghancurkan bangsa Indonesia. Hal itu
terjadi karena ketahanan nasional akan menjadi lemah dan dapat dengan mudah
ditembus oleh pihak luar.
Dengan kata lain, Bangsa Indonesia telah dijajah oleh generasi mudanya
dengan semakin memudarnya rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Bukan
dijajah dalam arti fisik, melainkan dijajah secara mental dan ideologinya.
Diperlukan sekali upaya-upaya untuk meningkatkan semangat nasionalisme pada
generasi muda terutama pelajar Indonesia sebagai penerus bangsa ini. Banyak
sekali cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan rasa nasionalisme. Salah
satunya adalah memalui pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diidapat
lewat pembelajaran sekolah. Selain itu juga dapat dilakukan dengan pembiasaan-
pembiasaan menyanyikan lagu nasional, penghormatan bendera merah putih,
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masih banyak lagi upaya yang
dapat dilakukan lewat pendidikan disekolah. Hal terpenting dalamupaya tersebut
adalah dapat dilakukan dengan sistem berkelanjutan, atau dilakukan pembiasaan
dantidak hanya dilakukan satu atau dua kali saja. Dengan demikian rasa
nasionalisme dalam diri pelajar/ generasi muda akan terus berkembang.

2.3 Pengaruh nasionalisme terhadap kemajuan bangsa


Pergerakan nasionalisme di Indonesia dimulai ketika lahirnya Budi Utomo pada
tahun 1908. Kemudian muncul organisasi lainnya, seperti Sarekat Islam, Perhimpunan
Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong
Ambon, Jong Sumatera. Organisasi menjadi ajang pergerakan nasionalisme oleh kaum
intelektual. Meski organisasi tersebut memiliki corak yang berbeda, namun memiliki
semangat dan tujuan yang sama, yaitu berjuang menumpas penjajahan. Selanjutnya,
semangat nasionalisme mendapat kulminasi pada saat Sumpah Pemuda tahun 1928,
yang mengilhami lahirnya konsep bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan
berbahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menandakan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang kuat dan menjunjung tinggi nilai nasionalisme. Setelah Indonesia merdeka,
konsep nasionalisme Indonesia dipertegas dalam bentuk dasar negara Indonesia yaitu
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Dalam
beberapa literatur, nasionalisme sering dikaitkan dengan chauvinism yaitu kecintaan
pada negara yang sangat fanatik sehingga membenarkan merusak atau menghancurkan
negara lain demi kejayaan bangsa sendiri. Sementara itu, nasionalisme yang dibangun
founding fathers bangsa Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila,
yaitu nasionalisme yang berpedoman kepada 5 (lima) sila dalam Pancasila. Disamping
itu, nasionalisme Indonesia juga dituangkan dalam UUD 1945, dimana salah satu tujuan
berbangsa dan bernegara adalah ikut menjaga ketertiban dunia. Dengan demikian,
nasionalisme Indonesia berbeda dengan paham chauvinism.
Menghadapi tantangan baik yang berasal dari dalam (radikalisme) maupun luar
(pengaruh globalisasi dan teknologi informasi) maka bangsa Indonesia harus
meningkatkan nasionalisme-nya dan wawasan kebangsaannya. Menurut Ernest Renan,
nasionalisme adalah suatu keinginan besar untuk mewujudkan persatuan dalam
bernegara. Dengan adanya persatuan ini maka kondisi negara akan menjadi kuat dan
tidak mudah diguncang dengan masalah dari dalam maupun dari luar. Tanpa adanya
sikap nasionalisme, persatuan negara tidak mungkin terwujud. Setiap warga negara akan
merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya.
Implementasi peningkatan nasionalisme dapat dilakukan dengan menanamkan secara
terstruktur, massif dan sistemik 4 (empat) pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI keseluruh lapisan masyarakat. Empat pilar
kebangsaaan tersebut harus ditanamkan di setiap jenjang pendidikan formal mulai dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Demikian juga untuk aparat penyelenggara
negara baik aparatur sipil negara maupun TNI/Polri. Mulai dari penerimaan sampai
dengan penjenjangan karir, nilai-nilai kebangsaan harus menjadi soft competency yang
dimiliki penyelenggara negara. Selanjutnya, pemerintah daerah perlu menanamkan nilai-
nilai kebangsaan tersebut kepada masyarakat mulai tingkat RT/RW sampai dengan
kelurahan. Partai politik juga menginternalisasi secara terstruktur dan massif nilai-nilai
kebangsaan tersebut kepada seluruh kadernya. Tidak kalah pentingnya, tokoh-tokoh
agama harus menjadi contoh dalam melaksanakan nilai-nilai kebangsaaan dan
mengajarkannya kepada seluruh umatnya.
Dalam mencapai tujuan bernegara seperti yang dicantumkan dalam Pembukaan
UUD 1945, maka Pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Dalam penjabarannya, pemerintah membuat perencanaan jangka panjang, menengah dan
pendek. Selama kurun waktu 5 tahun (2014 -2018), capaian pembangunan yang diraih
Indonesia cukup signfikan tergambar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17%,
angka kemiskinan yang menurun, pada tahun 2018 menjadi sebesar 9,66%, tingkat
pengangguran yang terus menurun, tahun 2018 sebesar 5,13%, Indeks Pembangunan
Indonesia (IPM) meningkat, tahun 2018 sebesar 71,39, gini ratio menurun, tahun 2018
menjadi 0,38. Disamping itu, tingkat inflasi dapat ditekan dibawah 4%, sementara itu
global competitiveness in infrastructure meningkat secara siginifikan menjadi nomor 52
dari 137 negara. Setiap tahun pengeluaran APBN meningkat secara signifikan, pada
tahun 2019 total belanja sebesar Rp2.461 triliun dengan sasaran mendorong investasi dan
daya saing melalui pembangunan SDM. Pembangunan SDM menjadi agenda penting
dalam Pembangunan Indonesia, sehingga diprediksi pada tahun 2045, Indonesia akan
masuk 5 besar negara maju di dunia. Tujuan berbangsa dan bernegara, serta Indonesia
emas 2045 bisa tercapai jika nasionalisme pada sanubari semua anak bangsa tetap
membara, sehingga tidak mudah terpecah dan bersama-sama berkontribusi dalam
pembangunan Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN

Nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena dengan nasionalisme yang tinggi sebuah bangsa dapat berdiri tegak dan
memiliki sebuah jati diri yang kuat. Nasionalisme merupakan sesuatu yang harus
diperhatikan oleh setiap elemen bangsa dalam setiap perjalanan bangsa tersebut, begitu pula
dengan Indonesia. Indonesia memulai istilah nasionalisme jauh sebelum Indonesia terbentuk.
Pergerakan nasionalisme di Indonesia dimulai ketika lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908.
Kemudian muncul organisasi lainnya, seperti Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai
Nasional Indonesia, dan organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera.
Organisasi menjadi ajang pergerakan nasionalisme oleh kaum intelektual. Meski organisasi
tersebut memiliki corak yang berbeda, namun memiliki semangat dan tujuan yang sama,
yaitu berjuang menumpas penjajahan. Selanjutnya, semangat nasionalisme mendapat
kulminasi pada saat Sumpah Pemuda tahun 1928, yang mengilhami lahirnya konsep
bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia. Sumpah Pemuda
menandakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat dan menjunjung tinggi nilai
nasionalisme.
DAFTAR PUSTAKA

Suhartono, (2001), Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo sampai


Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta: Balai Pustaka.
Sunoto, (2003), Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika,
dan Etika, Yogyakarta: Hanindita.
Ahmad Azhar Basyir, (1993), Refleksi Atas Persoalan Keislaman; Seputar Filsafat,
Hukum, Politik, dan Ekonomi, Bandung: Mizan.
Ayuningtyas, Diyah. (2019). PANCASILA SEBAGAI LANDASAN
NASIONALISME GENERASI MUDA BANGSA INDONESIA DI ERA GLOBAL.
Adisusilo, Sutarjo. 2009.” Nasionalisme – Demokrasi – Civil Society”.Jurnal Historia
Vitae.23(2)

Nurhaida dan M. Insya Musa.2015. ” Dampak pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa
Indonesia”. Jurnal pesona Dasa r.3(3):4-5

Shafer, Boyd C. 1955. Nationalism Myth and Reality. New York: A Harvest Book Harcourt

Nurhaida dan M. Insya Musa.2015. ” Dampak pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa
Indonesia”. Jurnal pesona Dasar .3(3):10-11

Anda mungkin juga menyukai