Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangunan merupakan materi fisik yang memiliki cerita dibaliknya, baik itu sejarah
pendirian, bahan baku hingga pada lintasan sejarah keberadaan bangunan bersejarah
tersebut. Pada bangunan tertentu memiliki nama, ciri dan khas tersendiri yang dijadikan
tempat tinggal oleh suatu kelompok masyarakat atau komunitas secara terus-menerus
dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan memiliki lintasan durasi sejarah
tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya (Carles,
2013). Bangunan juga memiliki potensi potensi wisata. Salah satu jenis bangunan yang
memiliki potensi wisata adalah bangunan peninggalan masa colonial. Peninggalan-
peninggalan masa kolonial merupakan aset wisata yang belum banyak tergarap. Jenis
peninggalanya yang cukup beragam, memang memerlukan penanganan tersendiri untuk
melestarikan dan memanfaatkannya, yang perlu digaris bawahi adalah, pada hakekatnya
sumberdaya arkeologi pada zaman kolonial merupakan peninggalan bersejarah yang
memiliki arti penting, baik nilai sejarahnya, nilai pengetahuan, maupun nilai budayanya
(Libra, 2008: 224).

Dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata
adalah suatu yang menjadi sasaran wisata. Pertama, daya tarik wisata ciptaan Tuhan yang
Maha Esa yang berwujud keadaan alam, flora dan fauna. Kedua, daya tarik wisata hasil
karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata
agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan kompleks hiburan.
Ketiga, daya tarik wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki gunung, gua, industri
dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah
dan lain-lain. Saat ini, terdapat banyak objek sejarah di pusat Kota Medan, namun tidak
banyak yang diketahui oleh masyarakat dan wisatawan. Menurut Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Medan tahun 2011-2021, Kota Medan memiliki 7 Kawasan Cagar Budaya

1
berupa kawasan bersejarah. Dari tujuh kawasan cagar budaya tersebut, empat di
antaranya berada dalam kawasan pusat pelayanan kota Medan. Kawasan tersebut adalah
Kawasan Kesawan, Kawasan Istana Maimun, Kawasan Polonia, dan Kawasan Kampung
Madras. Pada tahun 2014, terdapat sekitar 1.225 obyek warisan sejarah di Kota Medan,
yang kebanyakan adalah obyek tak bergerak (Fitri et al 2017).

Kini Kota Medan adalah salah satu anggota yang dibina untuk menjadi kota pusaka di
Indonesia oleh Kementrian Pekerjaan Umum melalui Program Penataan dan Pelestarian
Kota Pusaka (P3KP). Pengertian kota pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan
sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, pusaka budaya berwujud, dan pusaka
budaya tidak berwujud, serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset
pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan
dikelola secara efektif (Situs Kota Pusaka 2013). Program kota pusaka ini yakni
mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis
rencana tata ruang, bercirikan nilainilai pusaka, melalui transformasi upaya-upaya
pelestarian menuju urban (heritage) development dengan dukungan dan pengelolaan
yang baik serta penyediaan infrastruktur yang tepat. Hal ini didasarkan melalui UU Cagar
Budaya Nomor 11 Tahun 2010 dan UU Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007.

Revitalisasi dapat menjadi kunci pelestarian bangunan masa kolinial yang punya potensi
wisata heritage. sebagai daya tarik wisata sekaligus melakukan perlindungan terhadap
warisan sejarah budaya tersebut dan dapat membantu untuk menjaga agar Objek wisata
bangunan kolonial dapat berkelanjutan. Melakukan upaya pelestarian dan perhatian
terhadap keberlangsungan hidup kawasan hingga generasi-generasi mendatang,
merupakan kunci keberhasilan pengembangan sebuah objek wisata. Namun kenyataannya
banyak bangunan peninggalan masa kolonial yang terdegradasi fungsinya karena tidak
terurus dan akhirnya malah terjadi kasus vandalism di dalamnya. Salah satu bangunan
peninggalan masa kolonial yang memiliki potensi wisata heritage namun luput dari
perhatian adalah Warenhuis. Warenhuis adalah supermarket pertama di Kota Medan yang
dibangun masa kolonial Belanda. Dibangun pada tahun 1916 dan dirancang oleh arsitek
berkebangsaan Jerman G. Bos. Warenhuis diresmikan pada tahun 1919 oleh wali kota

2
pertama Medan yakni Daniel Baron Mackay. Namun supermarket pertama medan ini
hanya beroperasi sekitar 23 tahun, yakni sampai tahun 1942. Hal ini dikarenakan jepang
yang sudah memasuki wilayah Indonesia membuat kondisi Medan pada saat itu menjadi
tidak kondusif sehingga memaksa pemiliknya untuk bertolak kembali ke Belanda. Sejak
ditinggalkan, gedung kokoh itu sempat menjadi kantor departemen tenaga kerja. Setelah
itu dibiarkan terlantar dimakan usia dan belukar, lalu terbakar pada 2013. Pasca
kebakaran 2013, beberapa warga yang sehari-hari berjualan menjadikannya tempat
tinggal hingga saat ini. Kemudian, organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) juga
menjadikan gedung dingin dan megah ini sebagai sekretariatnya. Walhasil, dinding
buramnya menjadi gantungan plank nama organisasi dan spanduk parpol (Kompas
Medan, 2019)

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji tentang potensi wisata heritage yang
terdapat pada bangunan peninggalan masa kolonial yang ditinggalkan, dalam kasus kali
ini adalah Warenhuis dan mengkaji revitalisasi seperti apa yang dapat diterapkan agar
menjadikan warenhuis sebagai objek wisata heritage yang sustainable. Untuk itu judul
yang akan diambil dalam penulisan skripsi ini adalah “Kajian Revitalisasi Warenhuis
sebagai potensi wisata heritage”.

3
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dapat dirumuskan masalah dengan batasan sebagai
berikut :
1. Bagaimana Kondisi actual terkini dari Warenhuis ?
2. Apa saja potensi dari warenhuis yang dapat menjadikannya objek wisata heritage ?
3. Apa konsep revitalisasi yang tepat agar menjadikan warenhuis objek wisata heritage
yang sustainable ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengidentifikasi kondisi actual terkini dari Warenhuis
2. Mengeksplorasi potensi dari Warenhuis yang dapat menjadikannya objek wisata
heritage
3. Merumuskan konsep revitalisasi yang tepat agar menjadikan Warenhuis objek wisata
heritage yang sustainable

1.4 Manfaat penelitian


Adapun manfat yang dapat diterima dari hasil penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian terhadap pemerintah terkait
pentingnya merevitalisasi Bangunan yang memiliki nilai sejarah bangsa agar
sejarahnya juga dapat dipelajari oleh generasi dimasa mendatang
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu pengetahuan terkait Revitalisasi
Bangunan kolonial yang terbengkalai khususnya di kota Medan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah, memperbaiki dan menyempurnakan
terkait penelitian yang sudah ada sebelumnya.

4
1.5 kerangka berpikir

Kerangka Berpikir merupakan sebuah model atau juga gambaran yang berupa konsep
yang didalamnya itu menjelaskan mengenai suatu hubungan antara variabel yang satu
dengan varibel yang lainnya. Latar belakang merupakan uraian mengenai alasan
dilakukannya penelitian terkait. Latar belakang biasanya mengulas secara singkat kondisi
ideal dari poin poin indikator dari judul penelitian dan kondisi yang menjadi masalah dari
penelitian dan membahas alasan pentingnya dilakukan penelitian. Latar belakang dapat
diperkuat oleh data yang didapat peneliti dari berbagai sumber yang valid. Selain itu data
juga dapat duhubungkan dengan masalah dari penelitian dan landasan teori sebagai upaya
penyelesaian masalah dari penelitian.
Permasalahan dari penelitian dapat diperkuat oleh latar belakang dan data yang diteliti.
Setelah permasalahan penelitian dikupas dalam latar belakang maka langkah selanjutnya
adalah menentukan landasan teori yang akan dikaji dan terkait dengan penelitian.
Biasanya kajian teori bersumber dari penelitian sebelumnya yang terkait dengan objek
penelitian kita baik secara langsung maupun tidak langsung dengan latar belakang
masalah dari penelitian dan kemudian diinterpretasi ke dalam penelitian.

Setelah teori di interpretasi, langkah selanjutnya adalah menggabungkan interpretasi tadi


dengan permasalahan dab data yang ada agar dapat menghasilkan penemuan. Penemuan
didapat setelah adanya permasalahan yang diteliti, adanya data yang didapat dari
lapangan, serta landasan teori yang sudah diinterpretasi. Penemuan ini nantinya akan di
analisa.proses analisa adalah proses terpanjang dari penelitian. Analisa juga akan di
kaitkan dengan data dan landasan teori. Hasil dari analisa ini produk akhirnya akan
berupa kesimpulan dari objek yang telah diteliti. Kesimpulan sendiri nantinya akan
dikaitkan kembali dengan kajian teori dan permasalahan penelitian agar dapat menguji
keabsahan hasil penemuan

5
Latar Belakang

. Pengembangan revitalisasi pada bangunan kolonial di kota medan perlu lebih diperhatikan
lagi. Hal ini agar bangunan peninggalan masa kolonial yang terbengkalai ini dapat
memperbaiki citra kota dan menjadi objek wisata heritage agar sejarahnya dapat disampaikan
ke genrasi selanjutnya dan bukannya menjadi tempat vandalism.

Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1. Bagaimana Kondisi 1. Mengkaji kondisi actual 1. Penelitian ini diharapkan dapat


actual terkini dari terkini dari Warenhuis menjadi kajian terhadap
Warenhuis ? 2. Mengidentifikasi pemerintah terkait pentingnya
2. Apa saja potensi dari potensi dari warenhuis merevitalisasi Bangunan yang
warenhuis yang dapat yang dapat memiliki nilai sejarah bangsa
menjadikannya objek menjadikannya objek agar sejarahnya juga dapat
wisata heritage ? wisata heritage dipelajari oleh generasi dimasa
3. Apa konsep revitalisasi 3. Mengevaluasi konsep mendatang
yang tepat agar revitalisasi yang tepat 2. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadikan warenhuis agar menjadikan menjadi ilmu pengetahuan terkait
objek wisata heritage warenhuis objek wisata Revitalisasi Bangunan kolonial
yang sustainable ? heritage yang yang terbengkalai khususnya di
sustainable kota Medan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat
Studi Literatur menambah, memperbaiki dan

1. Sejarah dan kondisi menyempurnakan terkait


aktual Warenhuis ? penelitian yang sudah ada
2. Jurnal terkait revitalisasi sebelumnya.
Kesimpualn Dan Saran
kasus sejenis.

Analisis
Metodologi Penelitian
Janis penilitian Deskriptif
Konsep Revitalisasi seperti apa yang tepat agar Warenhuis
kualitatif.
menjadi Objek wisata heritage yang sustainable
Pengumpulan data dengan
Objek Penelitian
metode studi literatur,
Observasi ke Lapangan, BAB II
Supermarket pertama di Medan “Warenhuis”
dan kuisioner.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Revitalisasi
2.1.1 Pengertian Revitalisasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman
Revitalisasi Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/ kawasan
melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi
kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi
utama lindung atau budi daya (pasal 1 ayat 4).

Revitalisasi adalah proses peremajaan suatu bangunan atau kawasan dengan tujuan
menaikkan tingkat vitalitasnya. Revitalisasi sendiri biasa diterapkan di bangunan atau
kawasan yang mengalami penurunan aktivitas, biasanya ditandai dengan penurunan
aktivitas ekonomi. Tujuan awal dari revitalisasi sendiri adalah menaikkan aktivitas
ekonomi di bangunan atau suatu kawasan, sehingga bisa menjadi pemicu kegiatan lain,
sehingga dapat mmemicu pemeliharaan dan akhirnya meningkatkan karakter suatu
bangunan atau kawasan. Banyak cara agar bisa meningkatkan aktivitas ekonomi suatu
bangunan atau kawasan, bisa melalui menghidupkan kembali aktivitas yang pernah ada
atau merestrukturisasi kegiatan aktivitas ekonomi baru.

Secara lebih komprehensif, bila dikaitkan dengan paradigma berkelanjutan, Revitalisasi


merupakan sebuah upaya untuk mendaur ulang (Recycle) asset perkotaan dengan tujuan
untuk memberikan vitalitas baru, Meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan
menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada (Martokusumo, Widjaja.2008). Dengan
ini dapat disimpulkan tujuan dari revitalisasi adalah menciptakan vitalitas baru yang dapat
meningkatkan produktivitas suatu bangunan atau kawasan agar dapat berkontribusi positif
untuk aktivitas ekonomi dan sosial-budaya bangunan atau kawasan tersebut.

Tidak dapat dihindari bahwa revitalisasi kawasan harus melibatkan berbagai pihak: (1)
Government, pihak pemerintah sebagai pemeran utama dalam mengembangkan kawasan

7
perkotaan, yakni dalam menyediakan dan mengelola ruang terbuka publik, (2) Developers,
yakni pihak swasta sebagai investor, (3) Retailers, yakni pihak pedagang yang akan
berjualan di kawasan tersebut, dan (4) Community, yakni pihak masyarakat untuk opini
publik dan kepentingan lingkungan setempat.

Penetapan kriteria dan rencana revitalisasi bangunan atau kawasan dapat dilakukan dengan
mengkaji penyebab penurunan kinerja bangunan dan kawasan. Dimensi penurunan kinerja
sebuah kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut (Martokusumo, 2008):
a. Kondisi lingkungan yang buruk, artinya ditinjau dari segi infrastruktur fisik dan sosial
tidak layak lagi untuk dihuni. Kondisi buruk tersebut mempercepat proses degradasi
lingkungan yang dipastikan justru kontra produktif terhadap proses kehidupan sosial
budaya yang sehat.

b. Tingkat kepadatan bangunan dan manusia melampaui batas daya dukung lahan dan
kemampuan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang ada.

c. Efektifitas pemanfaatan lahan sangat rendah, akibat terjadinya penurunan aktifitas/


kegiatan atau dengan kata lain under utilised. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh
alokasi fungsi yang tidak tepat, termasuk lahan-lahan yang tidak memiliki fungsi yang
jelas.

d. Lahan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, karena misalnya letak yang
sangat strategis bagi pengembangan tata kota, dan tingkat percepatan pembangunan
yang tinggi.

e. Batasan luas lahan yang cukup, harga memadai dan proses pembebasan lahan
memungkinkan.

f. Memiliki aset lingkungan yang menonjol, seperti peninggalan bersejarah (bangunan


dan lingkungan) yang tidak tergantikan, misalnya tradisi penduduk yang khas terhadap
pemanfaatan lanskap/ ruang hidupnya (cultural landscape), unsur alami yang menarik,
sumber tenaga kerja, infrastruktur dasar yang relatif memadai.

8
2.1.2 Manfaat Revitalisasi
Manfaat revitalisasi lainnya menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian
Pekerjaan Umum (2013) adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kualitas ruang kota/ kawasan

b. Menguatnya identitas kota/ kawasan

c. Terselamatkannya aset pusaka kota

d. Meningkatnya vitalitas/ produktivitas ekonomi perkotaan

Revitalisasi, sebagai bagian dari pelestarian atau konservasi memiliki beberapa manfaat
bagi masyarakat di sebuah ruang kota, diantaranya adalah :
a. Identitas dan Sense of Place
Peninggalan sejarah merupakan satu-satunya penghubung kita dengan masa lalu,
menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu.

b. Nilai Sejarah
Dalam proses perjalanan sebuah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting
untuk dikenang, dihormati dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara bangunan dan
lingkungan yang bernilai historis menunjukkan penghormatan kita kepada masa lalu,
yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu.

c. Nilai Arsitektur
Salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah karena nilai
intristiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi, contohnya
seperti laggam atau seni tertentu yang menjadi landmark sebuah tempat.

d. Manfaat Ekonomi
Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti
empiris menunjukkan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih
murah daripada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah

9
berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya,
melalui urban renewal dan adaptive-reuse.

e. Pariwisata dan Rekreasi


Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik
yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.

f. Sumber Inspirasi
Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme,
gerakan sosial serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.

g. Edukasi
Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang
masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai laboratorium, orang dapat
belajar dan memahami kehidupan dalam kurun waktu yang menyangkut peristiwa,
masyarakat atau individu tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam.

2.2 Supermarket
2.2.1 Pengertian Supermarket
Supermarket atau pasar swalayan adalah sebuah toko yang menjual segala kebutuhan
sehari-hari. Kata yang secara harfiah yang diambil dari bahasa Inggris ini artinya
adalah pasar yang besar. Barang barang yang dijual di supermarket biasanya adalah barang
barang kebutuhan sehari hari. Seperti bahan makanan, minuman, dan barang kebutuhan
seperti tissue dan lain sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti
supermarket atau pasar swalayan adalah toko makanan dan minuman, barang keperluan
rumah tangga dan sebagainya dengan sistem pelayanan sendiri.

2.2.2 Sejarah Supermarket


Pada masa-masa awal ritel, produk umumnya diambil oleh asisten dari rak di belakang
konter pedagang sementara pelanggan menunggu di depan konter dan menunjukkan barang
yang mereka inginkan. Kebanyakan makanan dan barang dagangan tidak datang dalam

10
kemasan ukuran konsumen yang dibungkus secara individual, jadi seorang asisten harus
mengukur dan membungkus dengan tepat jumlah yang diinginkan oleh konsumen. Ini
menawarkan peluang untuk interaksi sosial: banyak yang menganggap gaya belanja ini
sebagai "acara sosial" dan sering "berhenti sejenak untuk percakapan dengan staf atau
pelanggan lain". Praktik-praktik ini pada dasarnya lambat dan memiliki intensitas tenaga
kerja yang tinggi dan karenanya juga cukup mahal. Jumlah pelanggan yang dapat dilayani
pada satu waktu dibatasi oleh jumlah staf yang dipekerjakan di toko. Belanja bahan
makanan juga sering kali melibatkan perjalanan ke beberapa toko khusus, seperti penjual
sayur, tukang daging, toko roti, penjual ikan, dan toko barang kering ; selain toko
umum . Susu dan barang-barang lain yang berumur pendek dikirim oleh seorang pengantar
susu .

Konsep pasar makanan murah yang mengandalkan skala ekonomi besar dikembangkan
oleh Vincent Astor . Dia mendirikan Astor Market pada tahun 1915, menginvestasikan $
750.000 dari kekayaannya ke sudut 165 'kali 125' (50 × 38 meter) di 95th dan
Broadway, Manhattan , menciptakan, pada dasarnya, sebuah mal mini terbuka yang
menjual daging. , buah, hasil dan bunga. Harapannya adalah bahwa pelanggan akan datang
dari jarak yang sangat jauh ("bermil-mil"), tetapi pada akhirnya, bahkan menarik orang dari
sepuluh blok jauhnya sulit, dan pasar gulung tikar pada tahun 1917. Konsep toko kelontong
swalayan dikembangkan oleh pengusaha Clarence Saunders dan toko Piggly
Wiggly miliknya, yang pertama dibuka pada tahun 1916. Saunders dianugerahi beberapa
paten untuk ide yang ia masukkan ke dalam tokonya. Toko-toko itu sukses secara finansial
dan Saunders mulai menawarkan waralaba.

Gambar 2.1 Astor Market 1915

11
, yang didirikan pada tahun 1859, adalah jaringan toko kelontong awal lainnya yang
sukses di Kanada dan Amerika Serikat, dan menjadi umum di kota-kota Amerika Utara
pada tahun 1920-an. Toko grosir swalayan awal tidak menjual daging atau hasil bumi
segar. Toko kombinasi yang menjual barang-barang yang mudah rusak dikembangkan
pada tahun 1920-an.

Tren umum sejak saat itu adalah ke rak persediaan di malam hari sehingga pelanggan,
keesokan harinya, dapat memperoleh barang mereka sendiri dan membawanya ke depan
toko untuk membayarnya. Meskipun ada risiko pengutilan yang lebih tinggi, biaya
tindakan pengamanan yang sesuai idealnya akan sebanding dengan pengurangan biaya
tenaga kerja.

Secara historis, ada perdebatan tentang asal mula supermarket, dengan Raja
Kullen dan Ralphs dari California memiliki klaim yang kuat. Pesaing lainnya
termasuk Weingarten dan Henke & Pillot. Untuk mengakhiri perdebatan, Food Marketing
Institute bekerjasama dengan Smithsonian Institution dan dengan dana dari HJ Heinz ,
meneliti masalah tersebut. Mereka mendefinisikan atribut supermarket sebagai "layanan
mandiri, departemen produk terpisah, harga diskon, pemasaran dan penjualan volume".

Mereka memutuskan bahwa supermarket pertama di Amerika Serikat dibuka oleh mantan
karyawan Kroger , Michael J. Cullen , pada tanggal 4 Agustus 1930, di dalam bekas garasi
seluas 6.000 kaki persegi (560 m 2 ) di Jamaika, Queens di New York Kota. Toko, ,
beroperasi dengan slogan "Tumpuk tinggi. Jual rendah." Pada saat kematian Cullen pada
tahun 1936, ada tujuh belas toko King Kullen yang beroperasi. Meskipun Saunders telah
menghadirkan layanan mandiri dunia, toko seragam, dan pemasaran nasional, Cullen
membangun ide ini dengan menambahkan departemen makanan terpisah, menjual
makanan dalam jumlah besar dengan harga diskon, dan menambahkan tempat parkir.

12
Gambar 2.2 King Kullen 1930

Jaringan toko kelontong Amerika lainnya yang mapan pada tahun 1930-an, seperti pada
awalnya menolak ide Cullen, tetapi akhirnya terpaksa membangun supermarket mereka
sendiri saat ekonomi tenggelam ke dalam Depresi Besar , sementara konsumen menjadi
sensitif terhadap harga pada tingkat tertentu. tidak pernah dialami sebelumnya. Kroger
mengambil idenya satu langkah lebih jauh dan memelopori supermarket pertama yang
dikelilingi di keempat sisinya oleh tempat parkir .

Gambar 2.3 Kroger Groceries

Ketika rantai supermarket yang lebih besar mulai mendominasi pasar di AS, mampu
memasok konsumen dengan harga yang lebih rendah yang diinginkan sebagai lawan dari
stand "mom and pop" yang lebih kecil dengan biaya overhead yang jauh lebih banyak,
reaksi dari perubahan infrastruktur ini terlihat melalui banyak anti kampanye -

13
chain. Gagasan "monopsoni", yang diajukan oleh ekonom Cambridge Joan Robinson pada
tahun 1933, bahwa satu pembeli dapat mengalahkan pasar dari banyak penjual, menjadi
perangkat retorika anti-rantai yang kuat. Dengan reaksi publik muncul tekanan politik
bahkan ke arena bermain untuk vendor kecil tanpa kemewahan skala ekonomi. Pada tahun
1936, Undang - Undang Robinson-Patman diterapkan sebagai cara untuk mencegah rantai
yang lebih besar menggunakan daya beli ini untuk mendapatkan keuntungan dibandingkan
toko yang lebih kecil, meskipun tindakan tersebut tidak ditegakkan dengan baik dan tidak
berdampak banyak pada pencegahan penyalutan rantai yang lebih besar. kekuasaan di
pasar.
Supermarket berkembang biak di seluruh Kanada dan Amerika Serikat dengan
pertumbuhan kepemilikan mobil dan perkembangan pinggiran kota setelah Perang Dunia
II . Sebagian besar supermarket Amerika Utara terletak di pusat perbelanjaan pinggiran
kota sebagai toko jangkar. Mereka umumnya bersifat regional daripada nasional dalam
branding perusahaan mereka. Kroger mungkin merupakan jaringan supermarket yang
paling berorientasi nasional di Amerika Serikat tetapi telah mempertahankan sebagian
besar merek regionalnya, termasuk Ralphs , City Market , King Soopers , Fry's , Smith's ,
dan QFC . Di Kanada, perusahaan terbesar adalah Loblaw , yang mengoperasikan toko di
bawah berbagai spanduk yang ditargetkan ke berbagai segmen dan wilayah,
termasuk Fortinos , Zehrs , No Frills , the Real Canadian Superstore, dan Loblaws, yayasan
perusahaan . Sobeys adalah supermarket terbesar kedua di Kanada dengan lokasi di seluruh
negeri, beroperasi di bawah banyak spanduk (Sobeys IGA di Quebec ). Supermarket
pertama Québec dibuka pada tahun 1934 di Montréal, di bawah spanduk Steinberg's .

Di Inggris Raya, belanja swalayan membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi
mapan. Bahkan pada tahun 1947, hanya ada sepuluh toko swalayan di negara ini. [20] Pada
tahun 1951, mantan pelaut Angkatan Laut AS Patrick Galvani, menantu ketua Express
Dairies , mengajukan tawaran kepada dewan untuk membuka rantai supermarket di seluruh
negeri. Supermarket pertama di Inggris Raya dengan merek baru dibuka
di Streatham, London Selatan, memakan waktu sepuluh kali lebih banyak per minggu dari
rata-rata toko umum Inggris pada saat itu. Rantai lain tertangkap, dan setelah Galvani kalah
dari Jack Cohen dari Tesco pada tahun 1960 untuk membeli rantai 212 Irwin, sektor

14
tersebut mengalami konsolidasi dalam jumlah besar, menghasilkan Inggris dominan 'empat
besar' saat ini: Tesco , Asda (dimiliki oleh Wal-Mart ), Sainsbury's dan Morrisons .

Pada 1950-an, supermarket sering kali menerbitkan stempel perdagangan sebagai insentif
bagi pelanggan. Saat ini, sebagian besar jaringan toko mengeluarkan "kartu anggota",
"kartu klub", atau " kartu loyalitas " khusus toko. Ini biasanya memungkinkan pemegang
kartu untuk menerima diskon khusus anggota khusus untuk barang-barang tertentu ketika
perangkat seperti kartu kredit dipindai saat check-out. Penjualan data terpilih yang
dihasilkan oleh kartu klub menjadi aliran pendapatan yang signifikan bagi beberapa
supermarket.

Supermarket tradisional di banyak negara menghadapi persaingan ketat dari


penjual diskon seperti Wal-Mart, Aldi dan Lidl , yang biasanya non- serikat dan beroperasi
dengan daya beli yang lebih baik. Persaingan lain ada dari klub gudang seperti Costco yang
menawarkan penghematan kepada pelanggan yang membeli dalam jumlah
besar. Superstore , seperti yang dioperasikan oleh Wal-Mart dan Asda, sering kali
menawarkan berbagai macam barang dan jasa selain makanan. Di Australia,
Aldi, Woolworths dan Coles adalah pemain utama yang menjalankan industri dengan
persaingan ketat di antara ketiganya. Meningkatnya pangsa pasar Aldi memaksa dua
lainnya untuk menurunkan harga dan meningkatkan rangkaian produk private label
mereka. Berkembang biaknya gudang dan superstore semacam itu telah berkontribusi pada
terus menghilangnya toko grosir lokal yang lebih kecil; ketergantungan yang meningkat
pada mobil ; perluasan daerah pinggiran kota karena kebutuhan akan ruang lantai yang luas
dan peningkatan lalu lintas kendaraan. Misalnya, pada tahun 2009 51% dari penjualan
domestik Wal-Mart senilai $ 251 miliar dicatat dari barang grosir. Beberapa kritikus
menganggap praktik umum rantai penjualan pemimpin kerugian sebagai anti-
persaingan. Mereka juga waspada terhadap kekuatan negosiasi yang besar, seringkali
dimiliki perusahaan multinasional dengan pemasok di seluruh dunia.

15
2.2.3 Warenhuis
Warenhuis adalah supermarket pertama di Kota Medan yang dibangun masa kolonial
Belanda. Dibangun pada tahun 1916 dan dirancang oleh arsitek berkebangsaan Jerman G.
Bos. Warenhuis diresmikan pada tahun 1919 oleh wali kota pertama Medan yakni Daniel
Baron Mackay. Namun supermarket pertama medan ini hanya beroperasi sekitar 23 tahun,
yakni sampai tahun 1942. Hal ini dikarenakan jepang yang sudah memasuki wilayah
Indonesia membuat kondisi Medan pada saat itu menjadi tidak kondusif sehingga memaksa
pemiliknya untuk bertolak kembali ke Belanda. Sejak ditinggalkan, gedung kokoh itu
sempat menjadi kantor departemen tenaga kerja. Setelah itu dibiarkan terlantar dimakan
usia dan belukar, lalu terbakar pada 2013. Pasca kebakaran 2013, beberapa warga yang
sehari-hari berjualan menjadikannya tempat tinggal hingga saat ini. Kemudian,
organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) juga menjadikan gedung dingin dan megah ini
sebagai sekretariatnya. Walhasil, dinding buramnya menjadi gantungan plank nama
organisasi dan spanduk parpol (Kompas Medan, 2019)

Gambar 2.4 Warenhuis

16
2.3 Pariwisata
2.3.1 Pengertian Pariwisata
Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta "pari" (berkali-kali) dan "wisata"
(bepergian). Secara harfiah, pariwisata berarti "perjalanan yang dilakukan berkali-kali ke
suatu tempat. berdasarkan undang-undang no 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan,
bahwa keadaan alam, flora, dan fauna sebagai karunia tuhan yang maha esa, serta
peninggalan sejarah, seni, dan juga budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan
sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagiman terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut mathieson & Wall dalam Pitana dan Gyatri (2005), bahwa pariwisata adalah
kegiatan perpindahan orang untuk sementara waktu ke destinasi diluar tempat tinggal dan
tempat bekerjanya dan melaksanakan kegiatan selama di destinasi dan juga penyiapan-
penyiapan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pengertian pariwisata menurut A.J Burkat dalam Damanik (2006),parwisata adalah
perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan
diluar tempat dimana mereka biasa hidup dan bekerja dan juga kegiatan-kegiatan mereka
selama tinggal di suatu tempat tujuan.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Youti, (1991:103). Pariwisata berasal dari dua
kata yaitu Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali,berputar-putar
atau lengkap. Sedangkan Wisata dapat diartikan sebagi perjalanan atau bepergian yang
dalam hal ini sinonim dengan kata “reavel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu maka
kata “pariwisata” dapat juga diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau
berputar-putar dari suatun tempat ketempat yang lain yang dalam bahsa Inggris didebut
juga dengan istilah “Tour”
Menurut Mill dan Morisson (1985). Ada bebrapa variabul sosioekonomi yang
mempengaruhi permintaan pariwisata, yaitu :
a. Umur
Hubungan antara pariwisata dan juga umur mempunyai dua komponen yaitu :
besarnya waktu luang dan aktifitas yang berhubungan dengan tingkatan umur tersebut.

17
Terdapat juga beberapa perbedaan pola konsumsi antara kelompok yang lebih tua
dengan kelompok yang lebih muda.

b. Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor terpenting dalam membentuk permintaan untuk
mengadakan sebuah perjalanan wisata. Bukan hanya perjalanan itu sendir yang
memakan biaya wistawan juga harus mengeluarkan uang untuk
Pariwisata adalah industri yang paling besar di dunia saat ini bila dilihat dari jumlah orang
yang terlibat maupun uang yang beredar di dalamnya. Bersama-sama dengan sektor
pertanian dan industri manufaktur, pariwisata adalah ujung tombak perekonomian dunia.
Industri pariwisata terbentuk dari 7 unsur, yaitu :
a. Informasi Wisata
b. Biro Perjalanan
c. Transportasi
d. Aksesibilitas
e. Destinasi Wisata
f. Atraksi Wisata
g. Unsur Penunjang (seperti pendidikan pariwisata maupun pemasaran)

Menurut Damanik dan Weber, ada beberapa peran mutlak yang menjadi tanggungjawab
pemerintah terhadap pariwisata, yaitu :
a. Penegasan dan konsistensi tentang tata guna lahan untuk pengembangan kawasan
wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan, sistem persewaan dan sebagainya.

b. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mempertanyakan daya tarik
objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumber daya lingkungan tersebut.

c. Penyediaan infrastuktur (jalan, pelabuhan, bandara dan angkatan pariwisata).

18
d. Fasilitas fiskal, pajak, kredit dan ijin usaha yang tidak rumit agar masyarakat lebih
terdorong untuk melakukan wisata dan usaha-usaha kepariwisataan semakin cepat
berkembang.

e. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khusus pariwisata di


kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata (kendaraan, jalan dan lain-lain).

f. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas lingkungan dan
mutu barang yang digunakan wisatawan.

g. Penguatan kelembagaan pariwisata dengan cara memfasilitasi perluasan jaringan


kelompok dan organisasi kepariwisataan.

h. Pendampingan dalam promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi jejaring


kegiatan promosi di dalam dan luar negeri.

i. Regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua
orang untuk berusaha di sektor pariwisata, melindungi UKM wisata, mencegah perang
tarif dan sebagainya.

j. Pengembangan sumber daya manusia dengan menerapkan sistem sertifikasi kompetensi


tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan pariwisata.

2.3.2 Jenis-jenis Pariwisata


Menurut Yoeti (1996, hal. 119-126), pariwisata dapat diklasifikasikan menurut letak
geografis, menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran, menurut alasan atau tujuan
perjalanan, menurut saat atau waktu berkunjung dan menurut obyeknya. Jenis pariwisata
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menurut letak geografis di mana kegiatan pariwisata berkembang
a. Pariwisata lokal (local tourism)
b. Pariwisata regional (regional tourism)
c. Pariwisata nasional (national tourism)
d. Pariwisata regional-internasional

19
e. Kepariwisataan dunia (international tourism)

2. Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran


a. In Tourism atau pariwisata aktif
b. Out-going Tourism atau pariwisata pasif

3. Menurut alasan atau tujuan perjalanan


a. Business tourism
b. Vocation tourism
c. Educational tourism

4. Menurut saat atau waktu berkunjung


a. Seasonal tourism
b. Occasional tourism
5. Menurut obyeknya
a. Cultural/heritage tourism
b. Recuperational tourism
c. Commercial tourism
d. Sport tourism
e. Political tourism
f. Social tourism
g. Religion tourism

Jenis-jenis pariwisata tersebut bisa bertambah, tergantung pada kondisi dan situasi
perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah. Hal ini berkaitan dengan kreativitas
para ahli professional yang berkecimpung dalam industry pariwisata. Semakin kreatif dan
banyak gagasan yang dimiliki, maka semakin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang
dapat diciptakan bagi kemajuan industri pariwisata (Pratiwi, 2015).

20
Swarbrooke dan Horner (1999) membagi jenis-jenis wisata dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Visiting Friends And Relatives (VFR)
Pada dasarnya, VFR adalah keinginan untuk bertemu dan berkumpul bersama keluarga,
teman, dan/ relasi yang berada/ tinggal di tempat yang berlainan sehingga wisatawan
mendapatkan nuansa/ pemandangan baru.
b. Wisata Bisnis (Business Tourism)
Wisata bisnis adalah wisata yang ada hubungannya dengan kegiatan bisnis. Seperti
seminar, konferensi, kunjungan ke perusahaan, kunjungan ke potential customer,
launching product, dan sebagainya.
c. Wisata Pilgrim (Religious Tourism)
Wisata Pilgrim adalah jenis wisata yang berhubungan dengan agama, sejarah, adat
istiadat, dan kepercayaan yang di anut oleh wisatawan. Tujuan wisatawan melakukan
perjalanan wisata ini dengan niat untuk mendapatkan ketenangan dan kekuatan batin,
keteguhan iman, memperoleh restu, dan banyak juga yang bertujuan untuk mencari
kekayaan dan berkah.
d. Wisata Kesehatan (Health Tourism)
Wisata kesehatan adalah perjalanan wisata ke suatu tempat untuk tujuan kesehatan,
seperti pengobatan penyakit, pengembalian vitalitas, penyegaranjasmani, dan kebugaran
tubuh. Jenis kunjungan ini disebut wisata karena wisatawan mendapatkan berbagai
bentuk hiburan di sela-sela kegiatannya.
e. Wisata Sosial (Social Tourism)
Sebuah kegiatan yang banyak melibatkan orang-orang untuk tujuan sosial. Jenis liburan
yang disubsidi dalam beberapa cara, baik oleh instansi pemerintah atau sektor sukarela
seperti organisasi non-profit atau serikat pekerja.
f. Wisata Pendidikan (Educational Tourism)
Wisata Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu penjalanan wisata dengan tujuan
untuk memperoleh pendidikan dan memperluas wawasan wisatawan mengenai suatu
fenomena. Seperti pertukaran pelajar, dimana seorang pelajar melakukan perjalanan
keluar negeri untuk mempelajari lebih banyak tentang budaya dan bahasa dari
masyarakat di negara tersebut.

21
g. Wisata Budaya (Cultural Tourism)
Wisata budaya adalah perjalanan wisata yang dilakukan untuk memperluas pengetahuan
tentang seni, adat istiadat, cara hidup, kebiasaan, dan budaya dari tempat yang
dikunjungi.
h. Wisata Alam (Scenic Tourism)
Kegiatan wisata untuk melihat pemandangan alam yang spektakuler dapat di sebut
sebagai wisata alam. seperti mengunjungi lokasi Air terjun, hiking, melihat matahari
terbit dari puncak gunung, dan sebagainya.
i. Wisata Hedonistik (Hedonistic Tourism)
Wisata Hedonistik adalah suatu wisata yang yang dimotivasi oleh keinginan akan
kenikmatan sensual, terangkum dalam empat „S‟s‟, yaitu sea, sun, sand, dan sex.
Semua kegiatan wisata yang di lakukan akan berhubungan dengan empat „S‟ tersebut.
j. Wisata Aktivitas (Activity Tourism)
Wisata aktivitas adalah sebuah kegiatan wisata yang didasarkan pada keinginan akan
sebuah pengalaman dan pandangan baru mengenai suatu objek wisata.
k. Wisata Minat Khusus (Special Interest Tourism)
Wisata minat khusus adalah jenis kegiatan wisata untuk menikmati minat tertentu di
lokasi yang baru atau lokasi yang familiar, atau mengembangkan minat baru di lokasi
yang baru atau lokasi yang familiar (Swarbrooke and Horner, 1999)
Menurut Soetomo (1994), yang didasarkan pada ketentuan WATA (World Association
of Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari yang
dilaksanakan oleh wisatawan. Pengertian wisata lebih menekankan pada kegiatan yang
dilakukan oleh wisatawan dalam suatu perjalanan pariwisata.

2.4 Wisata Sejarah


2.4.1 Pengertian Wisata Sejarah
Konsep kota wisata sejarah merupakan konsep pariwisata perkotaan yang menjadikan
sejarah sebagai daya tarik wisatanya. Komponenkomponen dari kota wisata sejarah ini
antara lain lingkungan dengan arsitektur sejarah dan morfologi perkotaan, even sejarah dan
akumulasi artefak budaya, keberhasilan artistik yang merupakan bahan baku dari konsep
ini (Ashworth dan Tunbridge, 1990).

22
Konsep pariwisata perkotaan ini harus memperhatikan upaya-upaya konservasi terhadap
peninggalan sejarah di kota. Penentuan jenis kegiatan wisata sejarah dan segmen pasar
wisatawan yang akan dituju harus disesuaikan dengan karakteristik dan sifat peninggalan
sejarah yang dijadikan daya tarik wisata (Ashworth dan Tunbridge, 1990).
Pariwisata berbasis sejarah merupakan komponen di bidang pengembangan kepariwisataan
yang saat ini makin gencar dilakukan karena pertimbangan bahwa setiap daerah memiliki
sejarah yang berbeda dan unik yang tidak dimiliki daerah lain (Mackellar, 2006).
Orientasi pengembangan pariwisata berbasis sejarah sangat menarik untuk dikembangkan,
di satu sisi memberikan dampak positif bagi penerimaan daerahdan di sisi lain memberikan
manfaat bagi penumbuh-kembangan industri kreatif yang berpengaruh bagi peningkatan
pendapatan per kapita di daerah (Saleh, 2004).
Riset tentang wisata berbasis sejarah banyak dilakukan dengan berbagai model pendekatan,
misalnya dari aspek arsitektur, arkeologi, historis, keterlibatan atau partisipasi publik, cost
budgeting, konservasi, sosio-ekonomi-budaya dan juga eksibisi yang dipromosikan
(Shipley dan Kovacs, 2008).
Wisata sejarah (historic tourism) adalah salah satu bentuk wisata budaya. Wisata budaya
sendiri didefinisikan sebagai perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan, mempelajari
keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, budaya dan seni suatu daerah
(Budiyono et al., 2012).
Pariwisata sejarah di berbagai belahan dunia saat ini menjadi populer karena memberi
pengalaman tersendiri bagi para wisatawan. Salah satu tempat wisata sejarah yang paling
terkenal saat ini adalah Tembok Besar di negara Cina (Great Wall, China). Tembok besar
Cina merupakan sebuah tembok raksasa yang membentang sepanjang 6.350 km. Tembok
besar ini dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Qin Shihuang (lebih dikenal dengan
nama Shi Huang Ti) pada tahun 221 SM, kemudian rancangannya disempurnakan pada
masa Dinasti Ming pada tahun 1368-1644. Ujung barat Tembok Besar Cina berakhir di
Top Lake, sedangkan ujung Timurnya berakhir di Shanhaiguan, Laut Bohai. Shanhaiguan
atau Shanhai Pass dijuluki sebagai “Old Dragon’s Head” atau disebut juga “Laolongtou”
karena mirip naga yang kepalanya terbenam di laut.

23
Dua tempat favorit wisatawan adalah Changtai Tower dan Nereus Temple. Changtai
Tower merupakan bangunan dua lantai dengan pondasi kayu dan bata, berfungsi sebagai
menara pemantau. Sementara itu, Nereus Temple merupakan sebuah kuil bersejarah dari
masa Dinasti Qing, dulunya menjadi tempat berdoa para kaisar kepada leluhur sebelum
melanjutkan perjalanan ke sebelah Timur Laut Cina (www.ilmusiana.com).

Gambar 2.5 Changtai Tower, salah satu tempat favorit wisatawan


Sumber : www.google.co.id

Wisatawan yang berkunjung ke Tembok Besar Cina selalu ramai dan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2001 sebanyak 2,5 juta wisatawan datang
ke tempat ini dalam setahun dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 70.000 pengunjung
dalam sehari (www.chinahighlights.com).
Tempat wisata sejarah di Indonesia juga tak kalah menarik dibanding tempat-tempat
lainnya di luar negeri. Salah satu tempat wisata sejarah yang terkenal di Indonesia adalah
kawasan Kota Tua Jakarta. Kota Tua Jakarta terletak di Provinsi DKI Jakarta dengan luas
kawasan 1,3 kilometer persegi. Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki banyak gedung-
gedung bersejarah peninggalan jaman Kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut
berupa lima buah museum (Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum
Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik Indonesia serta Museum Wayang), Gedung

24
Pos Indonesia, Gedung Kerta Niaga, Cafe Batavia, dan Rumah Merah. Terdapat juga area
terbuka yang pada akhir pekan dijadikan tempat kegiatan seni dan budaya Indonesia.
Dalam kawasan ini, pengunjung dapat berbelanja barang-barang yang dijual pedagang kaki
lima ataupun berkeliling dengan menyewa sepeda onthel (www.indotravellers.com).

Gambar 2.6 Kawasan Kota Tua Jakarta


Sumber : www.google.co.id

Daya tarik yang terdapat di Kawasan Kota Tua ini adalah museum-museum yang letaknya
berdekatan sehingga pengunjung bisa mencapainya dengan berjalan kaki dari satu museum
ke museum lain. Pengunjung dapat menikmati dan belajar mengenai sejarah di masa
perjuangan hingga kemerdekaan Indonesia di Jakarta melalui museum-museum yang
terdapat di kawasan ini (www.indotravellers.com).

Provinsi Sumatera Utara juga memiliki destinasi wisata berbasis sejarah. Salah satunya
adalah Istana Maimun yang terdapat di Kota Medan. Istana Maimun merupakan
peninggalan Kerajaan Deli yang saat itu disebut juga Istana Putri Hijau. Istana Maimun
dibangun pada tanggal 28 Agustus 1888 oleh Sultan Mahmud Al Rasyid dan selesai pada
tanggal 18 Mei 1891. Bangunan istana terdiri dari dua lantai dengan tiga bagian, yaitu
bangunan induk, bangunan sayap kanan dan bangunan sayap kiri. Istana didesain dengan
gaya tradisional Melayu dan pola India Islam (Moghul) yang terlihat dari bentuk
lengkungan atap.

25
Gambar 2.7 Istana Maimun, Medan
Sumber : www.google.co.id

Selain dapat menambah pengetahuan tentang sejarah Kerajaan Deli di Kota Medan,
wisatawan juga dapat menyewa baju adat melayu dan berfoto layaknya bangsawan Melayu
pada jaman dahulu.

2.4.2 Tempat Wisata Sejarah di Kota Medan


Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang terletak di pesisir timur
Sumatera Utara. Cikal bakal Kota Medan sudah ada sejak tahun 1590 (Bappeda Kota
Medan 2011). Dalam perkembangannya, Kota Medan mengalami perubahan masa ke masa
pemerintahan, dari masa pemerintahan Kesultanan Melayu Deli, Kolonial Hindia-Belanda,
hingga saat ini menjadi bagian dari Republik Indonesia. Peninggalan dari masa-masa
pemerintahan tersebut banyak tersebar di Kota Medan.
Kota Medan adalah salah satu anggota yang dibina untuk menjadi kota pusaka di Indonesia
oleh Kementrian Pekerjaan Umum melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
(P3KP). Pengertian kota pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang
bernilai dan memiliki pusaka alam, pusaka budaya berwujud, dan pusaka budaya tidak
berwujud, serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam
wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan dikelola secara
efektif (Situs Kota Pusaka 2013). Program kota pusaka ini yakni mewujudkan ruang kota
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis rencana tata ruang, bercirikan
nilai nilai pusaka, melalui transformasi upaya-upaya pelestarian menuju urban (heritage)
development dengan dukungan dan pengelolaan yang baik serta penyediaan infrastruktur
yang tepat. Hal ini didasarkan melalui UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 dan UU
Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007.
Saat ini, terdapat banyak objek sejarah di pusat Kota Medan, namun tidak banyak yang
diketahui oleh masyarakat dan wisatawan. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

26
Medan tahun 2011-2021, Kota Medan memiliki 6 Kawasan Cagar Budaya berupa kawasan
bersejarah. Dari tujuh kawasan cagar budaya tersebut, empat di antaranya berada dalam
kawasan pusat pelayanan kota Medan. Kawasan tersebut adalah Kawasan Kesawan,
Kawasan Istana Maimun, Kawasan Polonia, dan Kawasan Kampung Madras. Pada tahun
2014, terdapat sekitar 1.225 obyek warisan sejarah di Kota Medan, yang kebanyakan
adalah obyek tak bergerak (Fitri et al 2017).
No. Kawasan Elemen Penyusun karakter Sejarah
1 Kawasan Kesawan
- Segmen Kesawan 1. Rumah Tjong A Fie,
2. Kompleks Pertokoan Kanan-Kiri Jalan Ahmad
Yani,
3. Gedung PT PP London Sumatera,
4. Gedung Tua Warenhuis,
5. Mesjid Gang Bengkok,
6. Gedung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
7. Provinsi Sumatera Utara, Gedung AVROS, Gedung Jiwasraya,
Gereja Katolik Pemuda.
8. Gedung Jasindo
9. Restoran Tiptop
10. Bangunan Seng Hap
11. Kompleks Ruko Jalan Kumango
12. Gedung Bank Mandiri (Ex Deli Escompto Maatschappij)
- Segmen Lapangan 1. Lapangan Merdeka
Merdeka 2. Gedung Balaikota Lama Medan
3. Gedung Bank Indonesia
4. Gedung Hotel Dharma Deli
5. Gedung Kantor Pos Medan
6. Stasiun Besar Kota Medan
7. Jembatan Penyebrangan Orang “Titi Gantung”
8. Gedung Bank Mandiri (Ex-Netherlandsche
Indische Handelsbank
9. Gedung Bank Mandiri (Ex-Netherlandsche
Handels Maatschappij)
10. Gedung Kantor Pusat Perkebunan Deli
Maatschappij
11. Tugu Titik Nol Kota Medan,
12. Kantor PJKA,
13. Kantor Telkom Indonesia
2. Kawasan Istana Maimun 1. Istana Maimun
2. Mesjid Raya Al-mahsun,
3. Taman Sri Deli
3. Kawasan Polonia 1. Gedung Kediaman Residen
Sumatera Timur (Kantor Bank Standard Chartered)
2. Gedung Deli Proefstation (Kantor Gubernur Sumatera Utara)
3. Gereja Immanuel
4. Bangunan Villa Eropa Jalan Diponegoro (Mess Perusahaan
Perkebunan)
5. Beatrix School (Sekolah Immanuel)
6. St Elisabeth Park (Taman Ahmad Yani)
7. Rumah Sakit St Elisabeth
8. Gereja HKBP

27
9. Gedung Kantor HandelsVereneeging Amsterdam(Kantor PT
Perkebunan Nusantara
IV)
4. Kawasan Kampung 1. Kuil Shri Mahariaman
Madras 2. Sekolah Khusus Etnis India (Sekolah Khalsa)
5. Kawasan Pulo Brayan 1. Kompleks Villa jalan Bundar
2. Stasiun Pulo Brayan
6. Kawasan Kota Lama 1. Meshid Raya al-osmani
Labuhan Deli 2. Vihara Siu San Keng
3. Kompleks Pertokoan Pekan Labuhan
Tabel 2.1 Tabel Objek Wisata Sejarah di kota Medan

2.5 Revitalisasi Untuk Pengembangan Wisata Sejarah

Secara ringkas, revitalisasi bangunan bernilai sejarah seyogianya mengandung tiga unsur
perlakuan, yaitu :
a. Konservasi, yaitu pemeliharaan serta perbaikan bagian-bagian yang rusak (pemugaran)

b. Pemberian nilai ekonomi, yaitu penambahan fungsi atau perubahan fungsi sesuai
dengan kebutuhan manusia masa kini, sehingga alih-alih menjadi cost center bangunan
cagar budaya hendaknya menjadi profit center.

c. Pemilihan jenis penggunaan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,
dengan demikian bangunan cagar budaya tidak menjadi sarana atau wadah kegiatan
yang eksklusif (Priatmojo, 2009).

Pendekatan ekonomi sebagai hasil kebijakan memang sangat penting, tetapi aspek lain juga
perlu mendapat perhatian, sebab keberhasilan dari pengembangan sektor kepariwisataan
pasca revitalisasi tidak hanya dipengaruhi oleh objek wisata, tetapi juga dipengaruhi oleh
banyak faktor (Adi et al, 2012).
Masyarakat lokal terutama penduduk yang bermukim disekitar kawasan wisata menjadi
pemain kunci dalam pariwisata, karena merekalah yang akan menyediakan berbagai
produk dan kualitas produk pariwisata. Dalam upaya pengembangan pariwisata pemerintah
harus lebih memberdayakan masyarakat lokal, di samping perencanaan yang matang dan
bersinergi dengan berbagai kepentingan (Susanto, 2014).
Hubungan antara revitalisasi untuk pengembangan wisata sejarah yang berdampak pada
meningkatnya perekonomian secara singkat dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini:

28
Gambar 2.5 Skema hubungan Revitalisasi untuk Pengembangan Wisata Sejarah dengan
peningkatan perekonomian pada suatu kawasan/ kota

2.6 Studi Kasus Projek sejenis


2.6.1 Revitalisasi Gedung Arsip Nasional, Jakarta
Bangunan ini yang awalnya adalah rumah tinggal seorang petinggi VOC bernama Reinier
de Klerk yang merupakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda XXXI. Rancangan dasar
kompleks bangunan ini dibuat sendiri oleh de Klerk. Bangunan utamanya mengikuti model
closed Dutch style atau Indische Woonhuizen dengan ciri tanpa beranda, baik di bagian
depan maupun di belakangnya. Konon model ini sesuai untuk rumah di daerah tropis.
Jendela-jendela berukuran besar dan jumlahnya relatif banyak merupakan ciri lain dari
rumah tropis di samping langit-langit yang tinggi.

Gambar 2.8 Gedung Arsip Nasional sebelum Konservasi


Sumber : www.google.co.id

29
Sepeninggal de Klerk bangunan ini telah berganti-ganti kepemilikannya. Sampai akhirnya
pada tahun 1925, setelah dipakai untuk kantor dinas pertambangan, pemerintah
memutuskan untuk menjadikannya Landsarchief atau Arsip Negara. Berbagai perbaikan
dilakukan, taman-taman di bagian depan dan belakang rumah induk dikembalikan seperti
semula. Paviliun diperbaiki untuk menyesuaikan dengan fungsi barunya. Setelah
pengakuan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda pada 1949, Arsip Negara diubah
menjadi Kantor Arsip Negara yang berada di bawah Departemen PP&K. Pada 1961 diubah
lagi menjadi Gedung Arsip Nasional hingga sekarang.
Namun seiring usianya yang semakin menua, perlahan-lahan gedung mulai mengalami
pelapukan di sana sini, terutama yang berbahan kayu. Sistem drainase yang dirancang
sebelumnya sudah tidak lagi memadai. Sehingga ketika terjadi hujan, air menggenang di
sekitar bangunan. Keadaan lingkungan di kiri-kanan yang padat bangunan, di sepanjang Jl.
Gajah Mada, ikut menyebabkan genangan itu. Melihat kondisi yang demikian itu sejumlah
pengusaha asal Belanda di Jakarta tergerak untuk melakukan pemugaran demi
pelestariannya. Maka pada 1993 dibentuklah Stichting Commite Cadeau Indonesie (SCCI)
atau Yayasan Komite Hadiah Indonesia di Belanda, yang bertugas menghimpun dana.

Gambar 2.9 Gedung Arsip Nasional sebelum Konservasi


,
dapat dijadikan tempat resepsi pernikahan
Sumber : www.google.co.id
Revitalisasi dan renovasi melibatkan perusahaan konsultan dan kontraktor utama, yakni PT
Han Awal Architects & Partners, Budi Liem Architects & Partners, PT Decorient-Balast
Joint Operation Project, dan PT MLD (Belanda). Dalam proyek ini dilibatkan juga ahli-ahli
lain, di antaranya beberapa arkeolog dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan

30
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditbinjarah), Dirjen Kebudayaan, Depdikbud RI.
Pemugaran bangunan diarahkan ke kondisi sebelum 1925, yang tidak lain adalah bangunan
yang didirikan de Klerk. Sebab, ketika masih sebagai Landsarchief pada 1925, beranda
pada kedua paviliun di belakang rumah induk ditutup untuk kepentingan penyimpanan
arsip. Sekarang setelah mengalami renovasi, kompleks Gedung Arsip Nasional mengalami
banyak sekali perubahan, selain aspek fisik yaitu tampilan bangunan yang mengalami
peremajaan, aspek fungsi bangunan juga mengalami pertambahan. Selain dapat
difungsikan sebagai tempat penyimpanan dokumen dokumen bersejarah, bangunan ini juga
dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata sejarah di Jakarta, bahkan ada yang pernah
juga menggunakan sebagai tempat resepsi pernikahan.

2.6.2 Revitalisasi Gedung Ransoem, Sawahlunto, Sumatera Barat


Museum Gedung Ransum didirikan pada tahun 1918. Dulunya museum ini dibangun untuk
dijadikan dapur umum, tempat memasak untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi para
buruh tambang. Pada saat dapur umum ini dibangun, Pemerintah Kolonial sudah
memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memasak, yaitu dengan menggunakan teknologi
uap panas. Sejak tahun 1945, Dapur Umum tidak lagi efektif sebagai penyedia kebutuhan
makanan bagi pegawai tambang. Tempat tersebut diambil alih oleh Tentara Kedaulatan
Republik Indonesia (TKRI). Pada tahun 1948, dapur umum kembali beralih fungsi menjadi
tempat memasak makanan bagi tentara Belanda. Aktifitas memasak di dapur umum
berhenti sejak tahun 1950. Pada tahun 1950-1960, Dapur Umum dimanfaatkan sebagai
tempat penyelenggaraan Administrasi PT. BO, kemudian beralih bangunan ini berubah
fungsi menjadi tempat pendidikan formal setingkat SMP pada tahun 1970-2005. Hingga
sekarang, bangunan ini difungsikan menjadi tempat hunian bagi karyawan tambang
(www.wisatakandi.com).

31
Gambar 2.10 Kondisi Goedang Ransoem sebelum revitalisasi
Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011

Melihat latar belakangnya, bekas dapur umum tersebut begitu banyak menyimpan sejarah
perjalanan Kota Sawahlunto. Seiring visi dan misi Pemerintah Daerah yang
mencanangkan, bahwa pada tahun 2020, Sawahlunto menjadi Kota Wisata Tambang yang
Berbudaya, maka bekas dapur umum ini ditetapkan menjadi Museum Gudang Ransum
oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (www.wisatakandi.com).

32
Gambar 2.11 Kondisi Goedang Ransoem setelah revitalisasi
Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011

2.6.3 Revitalisasi Gedung Merdeka, Bandung


Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan museum khusus untuk mengabadikan
Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung pada tahun 1955 di Gedung Merdeka.
KAA berperan besar bagi perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia dan Afrika yang
pada waktu itu berada dalam kolonialisasi bangsa Eropa. Museum KAA telah terdaftar
dalam Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2009 sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya di
Kota Bandung. Museum KAA terletak di Jalan Asia Afrika No. 65 Bandung. Bangunan
yang sekarang berfungsi sebagai Museum KAA dibangun pada tahun 1895. Pada tahun
tersebut tempat ini hanya berupa bangunan sederhana, yang sebagian dindingnya terbuat
dari papan dan penerangan halamannya memakai lentera minyak tanah. Bangunan ini
berada di sudut jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika) dan Bragweg (sekarang
Jalan Braga). Sisi sebelah kanannya berdekatan dengan kali Tjikapoendoeng
(Cikapundung) yang sejuk karena banyak ditumbuhi pohon rindang (http://asianafrican-
museum.org/).

33
Gambar 2.12 Gedung Concordia tahun 1895
Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Pada tahun 1921, dilakukan pembenahan pada gedung tersebut agar lebih menarik, yaitu
dengan cara merenovasi bagian sayap kiri bangunan oleh perancang C. P. Wolf
Schoemaker dengan gaya arsitektur Art Deco. Gedung ini berubah wajah menjadi gedung
pertemuan super club yang paling mewah, lengkap, eksklusif dan modern di Nusantara
(http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.13 Gedung Concordia tahun 1921


Sumber : http://asianafrican-museum.org/

34
Societeit Concordia kembali mengalami perombakan pada tahun 1940 dengan gaya
arsitektur International Style oleh Arsitek A. F. Albers. Bangunan gaya arsitektur ini
bercirikan dinding tembok plesteran dengan atap mendatar, tampak depan bangunan terdiri
dari garis dan elemen horizontal, sedangkan bagian gedung bercorak kubisme
(http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.14 Gedung Concordia tahun 1949


Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Pada masa pendudukan Jepang, bangunan utama gedung ini berganti nama menjadi Dai
Toa Kaikan yang digunakan sebagai pusat kebudayaan. Sedangkan bangunan sayap kiri
gedung diberi nama Yamato yang berfungsi sebagai tempat minum-minum, yang kemudian
terbakar (1944).
Setelah Proklamasi Kemerdekan Indonesia (17 Agustus 1945), gedung ini dijadikan
markas pemuda Indonesia menghadapi tentara Jepang dan selanjutnya menjadi tempat
kegiatan Pemerintah Kota Bandung. Pada masa pemerintahan presiden pertama (1946 –
1950), fungsi gedung dikembalikan menjadi tempat rekreasi.
Menjelang Konferensi Asia Afrika, gedung itu mengalami perbaikan dan diubah namanya
oleh Presiden Indonesia, Soekarno, menjadi Gedung Merdeka pada 7 April 1955. Setelah
terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum tahun 1955,
Gedung Merdeka dijadikan Gedung Konstituante. Ketika konstituante dibubarkan melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, gedung ini dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang
Nasional (Bapenas), kemudian diubah menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat

35
Sementara (MPRS) dari tahun 1960-1971. Pada 1965, di gedung tersebut berlangsung
Konferensi Islam Afrika Asia (http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.15 Gedung Concordia menjadi Gedung Medeka tahun 1955


Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Setelah meletus pemberontakan G30S tahun 1965, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi
militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan tempat tahanan politik. Pada 1966,
pemeliharaan gedung diserahkan dari pemerintah pusat ke Pemerintah Daerah Tingkat I
Jawa Barat, yang selanjutnya diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II Kotamadya Bandung. Tahun 1968, MPRS mengubah surat keputusannya
dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induk gedung, sedangkan
bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang masih tetap menjadi
tanggung jawab MPRS. Tahun 1969, pengelolaan gedung diambil alih kembali oleh
Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya
Bandung (http://asianafrican-museum.org/).

36
Gambar 2.16 Lokasi Museum Asia Afrika setelah Revitalisasi Gedung Merdeka
Sumber : Fitriyani, 2014

Pada Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-25, 8 April 1980, bangunan sayap Gedung
Merdeka diresmikan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika. Gedung Merdeka dan
Museum KAA berada dibawah otoritas Kementrian Luar Negeri, adapun masalah
pengelolaan dan pemeliharaan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat
(Fitriyani, 2014).

37
Gambar 2.17 Layout dan Storyline Museum Konferensi Asia-Afrika
Sumber : Fitriyani, 2014

Gambar 2.18 Tampak Museum Konferensi Asia-Afrika dari arah Timur


Sumber : Fitriyani, 2014

38
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif mengenai kondisi


Warenhuis saat ini, pendapat masyarakat mengenai keuntungan maupun kerugian
keberadaan Warenhuis, serta dampak gedung ini di kawasan pusat kota. Penelitian
kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif
mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-
orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984), dengan mengandalkan data-data dari
kunjungan lapangan ke salah satu bangunan yang menjadi objek penelitian.

3.2 Gambaran Umum

Penelitian ini berlokasi di Kota Medan, tepatnya di Gedung Warenhuis Kota Medan. Kota
Medan terletak di Provinsi Sumatera Utara dan merupakan Ibukota dari provinsi Sumatera
Utara.
Provinsi Sumatera Utara terletak di 1o-4o LU dan 98o-100o BT dengan Luas Wilayah
72.981,23 km2 dan terdiri dari 25 Kabupaten/ Kota (BPS Provinsi Sumatera Utara,
Desember 2014).
Kota Medan terletak pada 3°30'- 3°43'LU 98°35'-98°44'BT dengan ketinggian 2,5 - 37,5
meter di atas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 55,66 km2 dengan 21 Kecamatan
dan 151 Kelurahan, luas wilayah mencapai 265,00 km² dan jumlah penduduk sekitar
2.478.145 jiwa (2017) dengan kepadatan penduduk 9.352 jiwa/km²
Kota Medan tergolong daerah tropis dan berkontur relatif datar, memiliki iklim sedang dengan
suhu maksimum rata-rata 30,3OC dan suhu minimum rata-rata 21,1OC pada tahun 2014.
Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan
keberadaan Pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu yang
merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia. Akses dari pusat kota menuju pelabuhan
dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta api. Medan adalah kota pertama di

39
Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan dengan Selat
Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di
Indonesia. Para Pengunjung yang dating ke kota Medan dapat mengelilingi Kota Medan
dengan menggunakan angkutan umum yang terintegrasi ke seluruh wilayah kota Medan
dan juga dapat menggunakan kendaraan legendaris Becak, selain itu di masa modern ini
kita juga menggunakan jasa transportasi online.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kota Medan


Sumber : www.google.co.id

40
3.2.1 Lokasi Objek Penelitian

Gedung Warenhuis terletak di Kecamatan Medan Barat, tepatnya di Jalan Jend. Ahmad
Yani VII No.42, Terletak di pusat kota Medan di kawasan heritage Kesawan. Gedung
Warenhuis yang masih berdiri terdiri atas dua lantai dengan kondisi bangunan di
sekitarnya berupa Ruko Pertokoan. Kondisi bangunan Warenhuis ini juga terlihat
terbengkalai, terlantar dan gelap ketika malam hari karena kondisi sekitanya dilengkapi
lampu jalan yang kurang memadai.
Gedung Warenhuis di sebelah Selatan berbatasan dengan jalan perdana dan pasar Hindu,
sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Jend. Ahmad Yani VII yang dipenuhi ruko
pertokoan, sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Deli dan sebelah Barat berbatasan
dengan jalan hindu yang dipenuhi ruko pertokoan juga

Gambar 3.2 Peta Lokasi Gedung Warenhuis, Kota Medan


Sumber : www.google.co.id

41
3.2.2 Potensi Objek Dalam Kawasan
Letaknya yang berada pada kawasan kesawan yang terkenal dengan bangunan bangunan
kolonialnya menjadikan gedung ini berpotensi untuk menjadi salah satu destinasi wisata
sejarah. Selain itu, kemungkinan besar setelah potensi ini dimanfaatkan dan
dikembangkan, akan memberi dampak positif bagi kawasan sekitarnya yang notebene
merupakan kawasan bersejarah. Gedung ini bisa menjadi pusat wisata sejarah yang
terhubung dengan banyak tempat wisata lainnya di kota ini, bisa menjadi tempat untuk
memperkuat citra Kota Medan sebagai kota yang tanggap terhadap warisan budayanya.

Potensi lainnya selain dari segi letaknya yang strategis, yaitu bangunan ini masih terbilang
memiliki kondisi yang baik. Bentuk arsitekturalnya masih bertahan dan dapat terlihat jelas
karakteristik bangunan gedung ini. Hanya saja, butuh beberapa perawatan yabg lumayan
besar seperti pengecatan ulang seluruh gedung dan memperbaiki beberapa bagian dari
gedung yang mulai ada keretakan. Gedung ini bisa berfungsi lagi walaupun tidak
sepenuhnya seperti fungsi awal gedung ini, yaitu sebagai Supermarket.

42
Gambar 3.3 Pemetaan Objek Heritage di Seputar Objek Penelitian

3.3 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Sugiyono, 2001) Sampel dalam
penelitian ini, yaitu Gedung Warenhuis. Adapun pendukung sampel tersebut adalah 100
orang responden yang diambil secara acak pada kawasan sekitar objek penelitian.
3.4 Variabel
Menurut Sugiyono (2001), variabel bebas (independen) adalah variabel yang
mempengaruhi suatu yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

43
(dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Gedung Warenhuis Kota Medan,
sedangkan variabel terikatnya adalah Wisata Sejarah di Kota Medan. Dengan kata lain,
keberadaan Warenhuis Kota Medan dapat meningkatkan potensi Wisata Sejarah di Kota
Medan. Variabel-variabel tersebut dikelompokkan menjadi variabel fisik yang dapat dilihat
pada Gedung Warenhuis Ria Kota Medan dan variabel non fisik yang mempengaruhi serta
menjadi pendukung Gedung Warenhuis Kota Medan.
Variabel fisik dan non fisik dapat dilihat pada tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.1 Variabel Fisik
Variabel Fisik Indikator Deskripsi
Atap bangunan
Material Bangunan Material seluruh bangunan
Badan bangunan
Fasilitas pada bangunan
Keamanan dan kenyamanan Kondisi bangunan
Temperatur dan pencahayaan
Gaya arsitektur bangunan
Nilai Sejarah Bentuk bangunan Hubungan letak bangunan dengan
kawasan bersejarah
Jenis transportasi yang dapat
Transportasi
Aksesibilitas digunakan
Sirkulasi Jalan dan pedestrian
Fasilitas Pendukung Bangunan Penginapan
Sarana dan prasarana
Pada Kawasan Bersejarah Ruang publik/ wisata sejarah
Trotoar, lampu jalan, dll.

Tabel 3.2 Variabel Non-Fisik


Variabel non-Fisik Indikator Deskripsi
Ekonomi Wujud Ekonomi Potensi lokal dan aktifitas
ekonomi di sekitar kawasan
gedung
Sosial Pandangan Masyarakat Pengaruh keberadaan gedung
yang tidak berfungsi terhadap
interaksi sosial masyarakat

44
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data-data berupa
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung di
tempat penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari hasil kajian
pustaka baik itu dari buku, jurnal maupun referensi lainnya. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Observasi, wawancara, kuesioner dan studi
literatur.
Secara singkat, metode prngumpulan data dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Metode Pengambilan Data
Jenis Data Data Metode Pengumpulan
Bentuk Fisik Bangunan Warenhuis Kota Observasi langsung (pengambilan
Medan gambar)
Ukuran gedung Bangunan Warenhuis Kota
Medan
Data Primer
Data sejarah gedung Bangunan Warenhuis Wawancara
Kota Medan
Pendapat masyarakat mengenai gedung Kuesioner Sistem Angket
Bangunan Warenhuis Kota Medan
Data sejarah gedung Warenhuis Studi Literatur melalui jurnal,
Data Sekunder
buku, thesis dan referensi internet

3.5.1 Observasi

Observasi adalah sebuah metode dengan melakukan pengamatan dimana peneliti


mengambil catatan terhadap perilaku, aktifitas dan kegiatan di lokasi penelitian. Catatan
tersebut dapat dibuat secara terstruktur maupun semi terstruktur (Creswell, 2009). Dalam
penelitian ini, objek yang akan diobservasi adalah Gedung Warenhuis kota Medan.
Variabel dan indikator teknik pengumpulan data melalui observasi dapat dilihat pada tabel
3.4 berikut:
Tabel 3.4 Variabel dan data yang diambil dengan Metode Observasi
Variabel Data Yang Di Ambil
Material Bangunan Foto eksterior dan interior bangunan
Ukuran bangunan
Kondisi Bangunan
Gambar siteplan, denah dan tampak bangunan

45
Gambar suasana bangunan dalam kawasan
Sarana dan Prasarana Foto keadaan jalan dan pedestrian sekitar bangunan
Pemetaan hubungan bangunan dengan fasilitas
umum
Pemetaan hubungan bangunan dengan kawasan
Tata Letak Bangunan
bersejarah

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode tanya jawab dengan responden baik melalui telepon atau
tatap muka secara langsung. Wawancara melibatkan pertanyaan terstruktur maupun tidak
terstruktur untuk memperoleh pandangan dan pendapat dari responden (Creswell, 2009).
Wawancara dalam penelitian ini melibatkan para tetua, pemuka masyarakat, sejarahwan,
pemerintah kota dan pemerintah provinsi. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan
digunakan dalam wawancara ini antara lain:
a. Kapan tepatnya Warenhuis dibangun? Siapa pendirinya?

b. Apa fungsi Warenhuis pada awalnya?

c. Pernahkah Warenhuis ini mengalami perubahan fisik, baik eksterior maupun


interiornya?

d. Mengapa Warenhuis tidak berfungsi lagi?

e. Apakah ada pengaruh tidak berfungsinya Warenhuis terhadap Kota Medan?

f. Apakah ada rencana pemerintah daerah untuk memfungsikan kembali Warenhuis ?

3.5.3 Kuisioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk
memperoleh data dari sumbernya secara langsung malalui proses komunikasi atau dengan
mengajukan pertanyaan (Jhon Hendri, 2009).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket untuk mengetahui pendapat
masyarakat tentang potensi dan fungsi baru yang paling sesuai dan menarik jika Gedung

46
Warenhuis Kota Medan kembali difungsikan. Kuesioner tersebut disebarkan secara acak
kepada masyarakat Kota Medan. Daftar pertanyaan kuesioner dapat dilihat pada lampiran.

3.5.4 Studi Literatur


Studi literatur didapatkan peneliti dari dokumen yang bersifat kualitatif. Dokumen ini bisa
berupa dokumen publik (misalnya koran, buku atau laporan resmi) dan dokumen pribadi
(misalnya jurnal pribadi, buku harian, surat dan e-mail) (Creswell, 2009). Kajian pustaka
melalui studi literatur dalam penelitian ini mengambil data dari buku-buku, jurnal-jurnal,
koran-koran dan laporan penelitian yang telah dilaksanakan.

3.6 Metode Analisa Data

Metode analisa data dalam penelitian ini adalah dengan mendeskripsikan data yang telah
diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan kuesioner. Adapun tahapan yang dilakukan:
a. Mengumpulkan data sejarah gedung Warenhuis kota Medan dari berbagai dokumen,
buku, laporan, jurnal dan wawancara terhadap sejarahwan, pemuka masyarakat,
pemerintah kota dan pemerintah provinsi.

b. Survei lapangan untuk mengumpulkan data-data fisik bangunan Gedung Warenhuis


kota Medan, yaitu berupa pengambilan gambar, mengamati dan menentukan
karakteristik bangunan, ukuran bangunan, gambar denah bangunan, gambar tampak
bangunan, mendata bagian-bagian yang mengalami kerusakan yang butuh perbaikan
ringan, sedang maupun berat.

c. Membagikan kuesioner kepada responden yang telah dipilih oleh peneliti.

d. Setelah semua data fisik dan sejarah terkumpul dan dianalisa serta kuesioner telah terisi
sesuai jumlah yang telah ditentukan, dilakukan analisa terhadap kuesioner yang telah
dibagikan dan diisi oleh para responden yang telah dipilih peneliti untuk mengetahui
fungsi yang sesuai terhadap bangunan Gedung Warenhuis kota Medan jika dilakukan
revitalisasi.

47
e. Hasil analisa tersebut kemudian disimpulkan oleh peneliti dengan merancang fungsi
baru yang paling sesuai terhadap Gedung Warenhuis kota Medan.

48

Anda mungkin juga menyukai