Anda di halaman 1dari 7

Lex et Societatis, Vol. II/No.

4/Mei/2014

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM masyarakat adat, juga diatur; Kanon 1089
KANONIK DALAM MENYELESAIKAN dan Kanon 1090 tentang penculikan dan
MASALAH PERKAWINAN DALAM SISTEM penahanan serta kejahatan; Kanon 1091
HUKUM INDONESIA1 tentang hubungan saudara; dan Kanon
Oleh : Rita Purnama Sari Sitinjak 2 1094 tentang adopsi; c). UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yang mana
ABSTRAK keduanya mengatur tentang dasar
Kedudukan dan Kekuatan hukum gereja perkawinan, syarat perkawinan, putusnya
dalam menyelesaikan masalah perkawinan perkawinan, batalnya perkawinan dan
dalam Gereja katolik memperoleh lembaga yang berwenang, sifat perkawinan
kedudukan dan kekuatannya dalam (a). dan pengadilan perkara perkawinan.
Kitab Suci dan dalam tradisi gereja yang Walaupun memiliki perbedaan sedikit,
diwariskan sejak zaman para rasul sampai namun dalam hal-hal prinsipil, keduanya
dengan gereja zaman ini sebagaimana memiliki aturan yang sama, misalnya
termuat dalam ajaran gereja; (b). Teologi mengenai perkawinan yang monogam dan
dan Liturgi Gereja; dan (c). Kekuatan dan adanya lembaga yang berwenang mengatur
kekuasaan yuridis dalam Kitab Suci, Ajaran perkawinan ini.
Gereja (Misalnya: Konsili Vatikan II: Kata Kunci : Kanonik, Perkawinan
Gaudium et Spes No. 48, Familiaris
Concortio dekrit tentang Keluarga No. 20, PENDAHULUAN
Instrusksi Dignitas Connubii - Martabat A. Latar Belakang
Mempelai yang dikeluarkan paus tentang Perkawinan menurut pandangan gereja
anulasi perkawinan, dan Katekismus Gereja katolik adalah sebuah sakramen. Menurut
Katolik 1644-1645; dan Kitab Hukum UU No.1/1974, perkawinan adalah ikatan
Kanonik. Kitab Hukum Kanonik yang lahir batin antara seorang pria dengan
merupakan hasil perumusan dari para seorang wanita sebagai suami isteri dengan
uskup sedunia. Tentang perkawinan tujuan membentuk keluarga (rumah
diutarakan dalam buku IV yang berbicara tangga) yang bahagia dan kekal
tentang TUGAS GEREJA MENGUDUSKAN, berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.3
judul VII (Kan 1055 – 1165). Kedudukan dan Kedudukan dan kekuatan Kitab Hukum
Kekuatan hukum gereja dalam Kanonik dalam menyelesaikan masalah
menyelesaikan masalah perkawinan dalam perkawinan dalam negara RI, mendapat
sistem hukum Indonesia memiliki dasar dan pendasaran dan kekuatannya dalam UUD
kedudukannya dalam: a). Pancasila dan 1945 dan dalam Pancasila. Dalam UUD
Undang-undang Dasar 1945, yakni sila 1945, dalam Pasal 28B ayat (1) atau 28E
pertama pancasila dan pembukaan UUD ayat (1) dan ayat (2), UUD 1945 (disamping
1945 alinea keempat, pasal 28B ayat (1) hukum-hukum lainnya).4
dan 28E ayat (1) dan ayat (2); b). Hukum
Adat. Hal ini bisa dijumjpai dalam Hukum 3
Pasal 1 ayat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Kanonik Gereja Katolik, misalnya dalam Tentang Perkawinan.
4
Kanon-kanon berikut: Kanon 1083 tentang UUD 1945, Pasal 28B ayat (1) berbunyi: “Setiap
Usia perkawinan; Kanon 1084 tentang Orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
Impotensi; Kanon 1085 tentang adanya sah.” Sedangkan Pasal 28E ayat (1) menyatakan:
ikatan perkawinan yang mana dalam “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan
1
Artikel Skripsi. pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
2
NIM 100711308. Mahasiswa Fakultas Hukum kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
Unsrat, Manado wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak

44
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tertulis bentukan lembaga pembuat


diketahui bahwa semua agama memiliki undang-undang seperti hukum kanonik
kedudukan dan kekuatannya dalam oleh institusi tertinggi Gereja Katolik, UU
menyelesaikan masalah perkawinan dan No. 1/1974, BW dan peraturan
dilindungi serta diakui oleh negara perundangan lain tentang hukum
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. perkawinan di Indonesia, serta norma
Sebagai lex generalisnya hal itu tertuang hukum tertulis buatan pihak-pihak yang
juga dalam UU No.1/1974. Melihat berkompeten (kontrak, dokumen hukum,
fenomena ini, maka penulis merasa tertarik laporan hukum, catatan hukum, dan
untuk menulis tentang bagaimana Rancangan Undang-Undang), oleh karena
kedudukan dan kekuatan hukum agama, itu, penulisan hukum normatif ini disebut
khususnya hukum Kanonik Gereja Katolik juga penelitian hukum teoretis/dogmatik,
dalam menyelesaikan masalah Perkawinan karena tidak mengkaji pelaksanaan atau
dalam sistem hukum Indonesia, dengan implementasi hukum.5
Judul: “Kedudukan Dan Kekuatan Hukum
Kanonik Dalam Menyelesaikan Masalah PEBAHASAN
Perkawinan Dalam Sistem Hukum A. Kedudukan Dan Kekuatan Hukum
Indonesia” Kanonik Dalam Menyelesaikan Masalah
Perkawinan Dalam Gereja Katolik
B. Rumusan Masalah dalam hubungannya dengan Berbagai
Masalah yang hendak dipecahkan dalam Sistem Perundangan Perkawinan Yang
skripsi ini adalah: berlaku di Indonesia
1. Bagaimanakah kedudukan dan kekuatan 1. Dari Segi Sumber Hukumnya
hukum Kanonik dalam menyelesaikan Dalam konteks kedudukan dan
masalah perkawinan sebelum dan kekuatannya, perkawinan Katolik
sesudah perkawinan dalam Gereja sebagaimana diatur dalam Kitab Hukum
Katolik jika dilihat dalam hubungannya Kanonik, sumber hukumnya terletak pada
dengan hukum yang berlaku di Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Sedangkan
Indonesia? sumber hukum adat adalah pada struktur
2. Bagaimanakah kedudukan dan kekuatan masyarakat adat yang dianut oleh
hukum Kanonik dalam menyelesaikan masyarakat adat dalam daerah adat
masalah perkawinan dalam sistem tertentu. Untuk agama islam, sumber
Hukum Indonesia? hukumnya adalah Al-Quran dan Hadits,
sedangkan untuk seluruh masyarakat
C. Metode Penulisan Indonesia secara keseluruhan, sumber
Kedua masalah ini akan dipecahkan hukumnya adalah sistem perundangan
dengan menggunakan jalan atau metode yang berlaku, yakni UU No. 1/1974.
yuridis-normatif. Penelitian hukum yuridis
normatif karena dalam penulisannya, 2. Dari Segi teologi dan liturginya atau
penulis menggunakan instrumen hukum ajaran dan tata caranya
yang berlaku sebagai norma hukum positif Dari segi ajaran atau tata caranya, gereja
Katolik memiliki kekuatan dan
kembali.” Ayat (2): “setiap orang berhak atas kedudukannya dalam mengatur
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan perkawinan pada liturgi dan teologi.
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
Redaksi Interaksara, Amandemen Undang-undang
5
Dasar 1945; perubahan pertama, kedua, ketiga dan Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum,
keempat, (Tangerang: Interaksara), hlm. 43 dan 45. Universita Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 43.

45
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Berbeda dengannya, umat Islam apa pun (Kanon 1141). Perkawinan putatif6
berpatokan pada apa yang diajarkan bahwa adalah perkawinan yang diteguhkan
pernikahan dilakukan dihadapam dua saksi dihadapan gereja secara tidak sah namun
yang beragama islam untuk yang sesama dengan itikad baik sekurang-kurangnya
Islam dan boleh dari agama lain untuk oleh satu pihak (suami atau isteri) menurut
perkawinan campur, dilakukan di rumah tata peneguhan yang diwajibkan.7
mempelai, atau di Masjid dengan Perkawinan campuran ada dua jenis, yakni
melakukan ijab dan kabul sebagai tata perkawinan beda agama (disparitas cultus)
caranya, sedangkan untuk perkawinan adat, dan perkawinan beda gereja (mixta religio).
bersumber dari ajaran tradisi para leluhur
yang sudah diwariskan turun-temurun B. Kedudukan Dan Kekuatan Hukum
dengan mengikuti tata cara yang sudah Kanonik Dalam Menyelesaikan Masalah
diatur menurut aturan adat daerah Perkawinan Dalam Sistem Hukum
tersebut. Indonesia
Umat Katolik meyakini bahwa 1. Kedudukan dan Kekuatan Kitab Hukum
perkawinan adalah campur tangan Allah Kanonik dalam menyelesaikan masalah
yang mau menguduskan manusia. Oleh Perkawinan dalam Pancasila dan UUD
karena itu memiliki kedudukan dan 1945, yakni sila pertama pancasila dan
kekuatan yang kuat dan bersumber selain pembukaan UUD 1945 alinea keempat,
dalam kitab suci dan tradisi gereja, juga pasal 28B ayat (1) dan 28E ayat (1) dan
diajarkan dalam teologi dan liturgi gereja ayat (2);
2. Dalam Hukum Adat. Hal ini bisa
3. Berbagai Masalah Perrkawinan dan dijumjpai dalam Hukum Kanonik Gereja
Cara Penyelesaiannya dalam Sistem Katolik, misalnya dalam Kanon-kanon
Hukum Gereja Katolik Roma
berikut: Kanon 1083 tentang Usia
Perkawinan Invalidum adalah
Perkawinan tidak sah dikarenakan adanya perkawinan; Kanon 1084 tentang
cacat dalam kesepakatan nikah, atau Impotensi; Kanon 1085 tentang adanya
adanya halangan yang sifatnya ikatan perkawinan yang mana dalam
menggagalkan, atau karena tidak masyarakat adat, juga diatur; Kanon
ditepatinya tata peneguhan kanonik. 1089 dan Kanon 1090 tentang
Perkawinan nullum (tidak ada) adalah penculikan dan penahanan serta
perkawinan yang tidak sah (invalidum).
kejahatan; Kanon 1091 tentang
Perkawinan legitimum adalah perkawinan
sah non sakramental antara seorang Katolik
dengan seorang yang tidak dibabtis. 6
perkawinan ratum tantum (hanya ratum) Kata sifat “putativus/putativa/putativum” berarti
“tampaknya” dan “imajiner”. Kata keterangan
jika perkawinan sah antara dua orang “putative” berarti “berdasarkan pendapat” atau
dibabtis tidak atau belum diikuti dengan “menurut apa yang tampak”. Perkawinan putativum
persetubuhan khas suami isteri. sering disebut juga perkawinan “coloratum”, yang
Perkawinan ratum et consummatum berarti bahwa perkawinan itu sebenarnya tidak sah,
(sah dan halal/telah ada persetubuhan) ini namun diteguhkan dengan itikad baik oleh
sekurang-kurangnya salah satu dari pasangan,
dalam hukum gereja tidak dapat diputuskan sehingga perkawinan tidak sah itu memberi warna,
oleh kuasa manusiawi dan dengan alasan kesan, penampakan seolah-olah suatu perkawinan
yang sah.
7
Bdk. Alf. Catur Raharso, Paham Perkawinan Dalam
Hukum Gereja Katolik, (malang: Dioma, 2006), hlm.
226.

46
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Kitab Hukum
hubungan saudara; dan Kanon 1094 No Item UU No. l Tahun l974
Kanonik
mencapai umur 16 otoritas Gereja.
tentang adopsi; (enam belas) tahun (Kan. 1086); Tidak
3. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang (Pasal 7 ayat 1); terikat Tahbisan
suci (Kan. 1087);
Perkawinan yang mana keduanya Tidak terikat kaul
kemurnian (Kan.
mengatur tentang dasar perkawinan, 1088); Tidak
karena Penculikan
syarat perkawinan, putusnya dan penahanan
(Kan. 1089); Tidak
perkawinan, batalnya perkawinan dan karena Kejahatan
(Kan. 1090); Tidak
lembaga yang berwenang, sifat ada hubungan
Persaudaraan
perkawinan dan pengadilan perkara (Kan. 1091); Tidak
ada hubungan
perkawinan. Walaupun memiliki semenda (Kan.
1092); Tidak ada
perbedaan sedikit, namun dalam hal-hal cacat dalam tata
peneguhan dan
prinsipil, keduanya memiliki aturan yang konkubinat yang
diketahui publik.
sama, misalnya mengenai perkawinan (Kan. 1093); dan
Tidak ada pertalian
yang monogam dan adanya lembaga hukum lewat
adopsi (Kan. 1094).
yang berwenang mengatur perkawinan 3. Putusnya Pasal 38, karena: Kanon 1141:
Perkawinan kematian, perceraian Perkawinan tidak
ini. dan atas keputusan dapat diputus oleh
Pengadilan. kuasa manusiawi
4. Kedudukan dan Kekuatan Kitab Hukum mana pun juga dan
atas alasan apa
Kanonik dalam menyelesaikan masalah pun, selain
Perkawinan dalam perbandingannya 4. Batalnya Pasal 22 Apabila para
kematian.
Batalnya
dengan Kedudukan dan Kekuatan Perkawinan pihak tidak memenuhi Perkawinan diatur
dan syarat-syarat untuk dalam Kanon
instrumen hukum lain yang berlaku Lembaga melangsungkan 1676-1691.
yang perkawinan. Pasal 28 Batalnya
tentang teknis pelaksanaan Berwenang Batalnya suatu Perkawinan
Untuk menjelaskan kedudukan dan perkawinan dimulai berhubungan
setelah keputusan dengan
kekuatan hukum Kanonik dalam Pengadilan pernyataan tidak
mempunyai kekuatan sahnya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, hukum yang tetap. perkawinan
berikut ini diberikan sedikit gambaran (proses anulasi);
pemutusan ikatan
perbandingan kedua instrumen hukum perkawinan (ratum
non
ini, antara lain sebagaimana tertera consummatum);
dan pemutusan
dalam tabel berikut ini: ikatan perkawinan
demi iman (in
favorem fidei).
Tabel 1. Perbandingan KHK dan UU No. 1/1974 Lembaga yang
Kitab Hukum berwenang dalam
No Item UU No. l Tahun l974
Kanonik mengurusi perkara
1. Dasar Ketuhanan Yang Kitab Suci perkawinan yang
Perkawinan Mahaesa (Pasal 1) (Misalnya: Mrk dibatalkan adalah
10:2-12; Mat 5:31- tribunal; Tribunal
Hukum masing-masing 32; 19:2-12; Luk tingkat pertama,
agama dan 6:18); Tribunal tingkat
kepercayaan (Pasal 2) Ajaran Gereja kedua dan tribunal
(Misalnya: Konsili takhta Apostolik.
Vatikan II (GS 48), 6. Sifat Monogam, Poligam Monogam dan tak
Familiaris perkawinan dengan izin Pengadilan terceraikan (Kanon
Concortio 20, (Pasal 3). 1056; 1101 ayat 2;
Katekismus Gereja dan Kan. 1125 ayat
Katolik 1644-1645. 3).
2. Syarat Persetujuan kedua Syarat umur (Kan 7 Pengadilan Pengadilan Agama Tribunal atau
Perkawinan calon mempelai (Pasal 1083); Tidak bagi mereka yang Pengadilan Gereja;
6 ayat 1); Impoten (Kan. beragama Islam; dan Tribunal tingkat
Mencapai umur 21 1084); Tidak Pengadilan Umum pertama, Tribunal
(duapuluh satu) tahun Adanya ikatan bagi lainnya (Pasal 63) tingkat kedua dan
(Pasal 6 ayat 2); perkawinan (Kan tribunal takhta
Pria sudah mencapai 1085); Tidak ada Apostolik. (Kanon
umur 19 (sembilan halangan beda 1421-1445).
belas) tahun dan pihak Agama, kecuali
wanita sudah ada dispensasi dari

47
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Sumber: Hasil Olahan dari KHK dan No Ket. Katolik Islam Adat
Hukum
Negara
UU No. 1/1974 mau
mencintai
dan
menghorm
5. Kedudukan dan Kekuatan Kitab Hukum atinya
seumur
Kanonik dalam menyelesaikan masalah hidup.
Demikianla
h janji saya
Perkawinan dalam perbandingannya demi Allah
dan injil
dengan Kedudukan dan Kekuatan suci ini”
Materia

instrumen hukum lain yang berlaku sacramenti:


semua
unsur tanda
tentang teknis pelaksanaan baik yang
berasal dari
a. Sebelum perkawinan alam
(materia
remota)
Tabel 2. Kedudukan Perkawinan Pra Nikah dalam maupun
dari
KHK dengan Hukum Lain tindakan
Hukum manusia
No Keterangan Katolik Islam Adat
Nagara yang
1 Administratif Melaporkan Pelaporan Pelaporan kepada Pelaporan menyertain
dan kepada pemangku adat ke kantor ya (materia
Pencatatan penghulu/ (tergantung dari pencatatan proxima).
di Gereja Ustad aturan masing-masing sipil atau Dalam
Paroki masyarakat adat) pegawai konteks
yang sakramen
berwenang perkawinan
2 Prosedur Ada Kesepakatan Relatif (bisa melalui Harus ada , yang
kesepakatan mempelai kesepakatan kesepakatan menjadi
antara atau mempelai namun juga orangtua materia
kedua orangtua bisa melalui dan sacramenti
mempelai pengaturan mempelai adalah
orangtua/perjodohan) Pernyataan
3 Persiapan Kebijakan Peminangan Pemberitahuan Melapor ke Janji Nikah.
perkawinan ordinaris pada keluarga, peminangan pegawai Halangan Halangan Menurut Pada a. berhub
wilayah keluarga dan antar harta pencatatan nikah hukum umumnya ungan
paroki mempelai sipil berasal dari Islam, dalam darah
masing- wanita hukum ilahi perkawinan masyarakat dalam
masing dengan jika yang adat, apa garis
(antara 1 harta serta halangan dilarang yang diatur keturu
sampai 6 seperangkat itu (haram) dalam UU nan
bulan) alat bersumber dapat perkawinan lurus
sholat/tunai dari hukum dibedakan tidak kebaw
kodrat yang antara yang semuanya ah
Sumber: Hasil Olahan dari dibuat dan dilarang sama dan ataupu
diatur oleh untuk diakui oleh n
perundangan (KHK, Hukum Islam, Allah selama- masyarakat keatas;
hukum adat dan UU No. 1/1974) sendiri
dalam tata
lamanya
dan
adat. Hal ini
dipengaruhi
b. berhub
ungan
ciptaan. dilarang oleh darah
halangan ini untuk struktur dalam
adalah: sementara kehidupan garis
b. Setelah perkawinan impotensi
seksual
waktu.
Yang
masyarakat
adat yang
keturu
nan
Hal ini dapat dijelaskan dalam bentuk yang
bersifat
dilarang
untuk
berlainan di
negeri ini.
menya
mping
tetap selama- yaitu
tabulasi berikut ini: (kanon lamanya antara
1084); ialah saudar
Tabel 3. Kedudukan Perkawinan Setelah ikatan
perkawinan
perkawinan
yang
a,
antara

Nikah dalam KHK dengan Hukum Lain sebelumnya


(kanon
dilakukan
karena
seoran
g
Hukum 1085); dan pertalian denga
No Ket. Katolik Islam Adat
Negara hubungan darah, n
Tata Dilangsungk Dilakukan Dilakukan Dilakukan darah pertalian saudar
Peneguhan an di Gereja di mesjid dihadapan di kantor dalam garis semenda, a
atau atau di pemangku pencatatan lurus, baik pertalian orang
tempat lain tempat lain adat sipil atau ke atas susuan dan tua
di hadapan di hadapan dengan tempat lain maupun ke sebab dan
imam dan ustad dan peneguhan dengan bawah perzinaan. antara
dua orang saksi sesuai menghadirk (kanon Yang seoran
saksi dengan an pegawai 1091 ayat dilarang g
aturan adat pencatatan 1). untuk denga
yang sipil Halangan sementara n
berlaku di nikah waktu, ialah saudar
daerah adat dikatakan mengawini a
Forma & Forma Forma: saya Forma dan Forma: bersifat dalam nenek
Materia sacramenti: nikahkan.... Materia: Penandatan gerejawi waktu yang nya;
Dirumuskan dengan ..... Tergantung ganan surat karena sama c. berhub
dengan dengan mas masyarakat nikah diciptakan wanita ungan
kata-kata kawin adat yang oleh bersaudara, semen
“Dihadapan seperangka bersangkut Materia: otoritas kawin lebih da,
imam dan t alat sholat an Formulir Gereja dari empat yaitu
para saksi, dibayar Surat Nikah dalam Kitab wanita mertua
saya…. tunai dan KK Hukum dalam , anak
Menyataka Materia: Kanonik, waktu yang tiri
n dengan harta mas adalah: sama, istri menan
tulus ikhlas kawin dan halangan yang telah tu dan
bahwa…yan alat sholat umur ditalak tiga ibu/ba
g hadir di (kanon kali, wanita pak
sini sejak 1083); istri orang tiri;
sat ini halangan lain, dan d. berhub
menjadi beda wanita yang ungan
isteri/ agama masih susuan
suami saya. (kanon dalam idah , yaitu
Saya 1086); dari orang
berjanji halangan perceraian. tua
akan tetap tahbisan susuan
setia suci (kanon , anak
kepadanya 1087); susuan
dalam halangan ,
untung dan kaul saudar
malang, kemurnian a
dan saya yang susuan

48
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Hukum Hukum
No Ket. Katolik Islam Adat No Ket. Katolik Islam Adat
Negara Negara
bersifat dan adopsi
publik dan bibi/pa (Kan. 1094).
kekal dalam man Sifat Monogam Monogam Monogam Monogam
tarekat susuan perkawinan (tertutup), terbuka dan terbuka
religius ; tak poligami
(kanon e. berhub terceraikan (tergantung
1088); ungan dan masyarakat
halangan saudar sakramen adat
penculikan a bersangkut
(kanon denga an)
1089); n isteri
halangan atau Sumber: Hasil Olahan dari perundangan (KHK, Hukum
kriminal sebaga
(kanon i bibi Islam, hukum adat dan UU No. 1/1974)
1090); atau
halangan kemen
hubungan akan
darah garis
menyampin
dari
isteri,
DAFTAR PUSTAKA
g (kanon
1091 ayat
dalam
hal Anonim, 1988, Modul Pendidikan KB Bagi
2); seoran
halangan
hubungan
g
suami
Generasi Muda – Pendewasaan Usia
semenda
(kanon
beriste
ri lebih
Perkawinan, Badan Koordinasi Keluarga
1092); dari
halangan seoran Berencana Nasional, Jakarta.
kelayakan g; dan
publik
(kanon
f. memp
unyai
................., 1991, Kitab Hukum Kanonik
1093); dan
halangan
hubun
gan (Codex Iuris Canonici), KWI, Yogyakarta:
pertalian yang
hukum
(kanon
oleh
agama
Sekretariat KWI, Penerbit Obor.
1094). nya
atau
................., Konstitusi Pastoral Gereja
peratu
ran Lumen Gentium (LG), KWI, No.35.
lain
yang
berlak
................., Amandemen Undang-undang
u,
dilaran Dasar 1945; perubahan pertama, kedua,
g
kawin. ketiga dan keempat, Redaksi
Syarat- Syarat Umur tidak Sangat Persetujuan
syarat umur (Kan
1083);
ditentukan
batas
fleksibel
tergantung
kedua calon
mempelai
Interaksara, Tangerang: Interaksara.
Tidak
Impoten
maksimal
dan
dari
masing-
(Pasal 6
ayat 1); ................., 1996, Pedoman Gereja Katolik
(Kan. 1084); minimal masing Mencapai
Tidak
Adanya
namun
kebanyakan
daerah adat
yang ada di
umur 21
(duapuluh
Indonesia, Sidang agung KWI-umat
ikatan
perkawinan
mengikuti
UU No 1
Indonesia. satu) tahun
(Pasal 6 Katolik, Jakarta: Konferensi Wali Gereja
(Kan 1085); thn 1974. ayat 2);
Tidak ada Persetujuan Pria sudah Indonesia.
halangan kedua mencapai
beda
Agama,
mempelai
dan orang
umur
(sembilan
19 ................., 1996, Iman katolik, KWI,
kecuali ada
dispensasi
tua kedua
mempelai
belas)
tahun dan Yogyakarta: Kanisius.
dari Tidak pihak
otoritas
Gereja.
adanya
pertalian
wanita
sudah
................., 1976, Upacara Perkawinan,
(Kan. 1086);
Tidak
darah;
disahkan di
mencapai
umur 16 PWI-Liturgi, Flores: Arnoldus Ende.
terikat muka saksi (enam
Tahbisan dan belas) Apeldoorn, L. J. van., 2005, Pengantar Ilmu
suci (Kan. pemimpin tahun
1087);
Tidak
agama (Pasal
ayat 1);
7 Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita.
terikat kaul
kemurnian
(Kan. 1088);
Tidak
karena
Go, Piet O.Carm., 2003, Hukum Perkawinan
Penculikan
dan Gereja Katolik teks dan komentar,
penahanan
(Kan. 1089);
Tidak
Malang: Dioma.
karena
Kejahatan
Hadikusuma, H. Hilman, 2007, Hukum
(Kan. 1090);
Tidak ada Perkawinan Indonesia, Bandung: Mandar
hubungan
Persaudara
an (Kan.
Maju.
1091);
Tidak ada Heuken, Adolf, 1993, Ensiklopedi Gereja,
hubungan
semenda Jakarta: Cipta Loka Caraka.
(Kan. 1092);
Tidak ada
cacat dalam
Malik, Ichsan Dkk., Menyeimbangkan
tata
peneguhan Kekuatan-Pilihan Strategi Menyelesaikan
dan
konkubinat
yang
Konflik atas Sumber Daya Alam, (Jakarta:
diketahui
publik. Yayasan Kemala, 2003).
(Kan. 1093);
dan Tidak
ada
pertalian
hukum
lewat

49
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Marsch, Michael, Penyembuhan Melalui


Sakramen, (Yogyakarta:
Kanisius, 2006).
Martasudjita, E., Sakramen-sakramen
Gereja (Yogyakarta:Kanisius,
2003).
Marsudi, H. Subandi Al, Pancasila dan
UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008).
Prajogo, Soesilo, Kamus Hukum
Internasional dan Indonesia, (Jakarta:
Wacana Intelektual, 2007).
Raharso, Alf. Catur, Paham Perkawinan
dalam Hukum Gereja Katolik,
(Malang: Dioma, 2006).
Rubiyatmoko, Robertus, Perkawinan Katolik
Menurut Kitab Hukum Kanonik,
(Yogyakarta: Kanisius, 2011).
Sallis, Edward, Total Quality Management
in Education-Manajemen Mutu
Pendidikan, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010).
Sarwat, Ahmad, Seri Fiqih Kehidupan (8)
Pernikahan, (Jakarta: DU Publishing,
2011).
Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian
Hukum, (Universita Indonesia: Jakarta,
1986).
Sugiyono, Metode Penelitian Kulitatif,
Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfa
Beta, 2009).
Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar-
Manusia dan Fenomena Sosial Budaya,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Tentang
Perkawinan.
Witanto, D.Y., Hukum Keluarga Hak dan
Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Raya, 2012).
http://wikipedia.org/wiki/perkawinan.html
http://sesukakita.wordpress.com/2011/07/
10/kedudukan-hukum-islam-dalam-
negara-republik-indonesia/

50

Anda mungkin juga menyukai