Anda di halaman 1dari 20

KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER

(F1)
PENGAMPU :
Prof. Dr. Made Suyana Utama, S.E., M.S.

Oleh : Kelompok 9

POKOK BAHASAN (RPS) : 11

1. Putu Julia Marta Diyanti (1907511002)


2. Ni Wayan Siti Sundari (1907511026)
3. Sasmita Jayanti (1907511051)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Perkembangan Kebijakan Fiskal dari
Masa ke Masa”.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen terkait dengan
RPS 11 mata kuliah Kebijakan Fiskal dan Moneter kelas EKI 405 F1. Kami mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Made Suyana Utama, S.E., M.S. selaku dosen mata
kuliah Kebijakan Fiskal dan Moneter yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitupun dengan
kami. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam pembuatan
makalah ini masih banyak sekali kekurangan yang ditemukan, baik menyangkut tampilan
maupun substansinya. Oleh karena itu, kami mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya.
Kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca umumnya dan bagi kami khususnya .

Denpasar, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................1
BAB II ..................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................2
2.1. Kebijakan Fiskal 1983-1997........................................................................................2
2.2. Kebijakan Fiskal 1988-sekarang .................................................................................6
BAB III ...............................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................16
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan belanja
negara yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Dalam catatan
sejarah, memang tak bisa dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dari masa ke
masa memang sudah melaju pesat. Namun jika ditelusuri dalam lembaran sejarah
perekonomian Indonesia, terutama pada masa orde lama, pembangunan ekonomi Indonesia
relatif statis. Berbagai ketidakstabilan politik dan kendala keterbatasan sumber daya
manusia telah menyebabkan selama waktu 20 tahun setelah kemerdekaan itu tak banyak
sumberdaya yang tergarap. Tak jauh berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang
ditorehkan oleh rezim Orde Baru. Indikator ini antara lain bisa dilihat pada kondisi utang
luar negeri, inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, defisit, dan anggaran.
Di era reformasi, bukan berarti dengan beralihnya pemegang kebijakan beralih pula
kondisi perekonomian Indonesia, dari keterpurukan menjadi kesejahteraan. Akan tetapi
persoalan-persoalan ekonomi tak akan bosan menyapa bumi pertiwi ini. Paling tidak,
terdapat tiga isu hangat yang seringkali diperbincangkan kaitannya dengan kebijakan fiskal
di Indonesia. Ketiga isu yang dimaksud adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), utang
luar negeri, dan prediksi besaran anggaran atau APBN.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana perkembangan kebijakan fiskal tahun 1983-1997 ?
1.2.2 Bagaimana perkembangan kebijakan fiskal tahun 1998-Sekarang ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui bagaimana perkembangan kebijakan fiskal tahun 1983-1997.

1.3.2 Mengetahui bagaimana perkembangan kebijakan fiskal tahun 1998-sekarang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kebijakan Fiskal 1983-1997


Penentuan sistem dan keberhasilan kebijakan fiskal sangat ditentukan oleh pengalaman
dan sejarah penerapannya dalam pengelolaan suatu negara. Dalam kenyataannya, sejarah
fiskal dibentuk karena adanya situasi atau kondisi sumber pendapatan pemerintah dari
suatu periode tertentu ke periode berikutnya, baik karena pengaruh luar negeri maupun
karena pengaruh dalam negeri. Untuk sumber pendapatan Pemerintah Indonesia dalam
tahun 1951 – 1958 sebagian terbesar bergantung dari pendapatan perdagangan luar negeri
(Anne Booth). Setelah kurun waktu ini terutama dalam tahun 1958 – 1968 pendapatan
pemerintah dari pandangan luar negeri mulai merosot di balik pendapatan lainnya belum
dapat mengimbanginya sehingga pemerintah kesulitan dalam mendapatkan dana
pembangunan, kemudian pemerintah menetapkan anggaran defisit.

Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah mencari bantuan luar negeri dan
meminjam dana di luar negeri, yang akhirnya dengan dana luar negeri berdampak pada
kenaikan harga didalam negeri atau terjadi inflasi, yang kemudian menjadi babak awal
keruntuhan ekonomi Indonesia (RM Sundrum, 1973). Dengan kondisi ini, mulai tahun
1969 – 1997 yang disebut era orde baru, pemerintah Indonesia melaksanakan beberapa
kebijakan:

a) Anggaran belanja negara yang tidak melebihi anggaran penerimaan dalam negeri.
Untuk itu, tabungan pemerintah diharap terus meningkat berbarengan dengan
pemulihan kondisi ekonomi.

b) Perpajakan yang masih sederhana segera diperluas pada objek pajak dan dilakukan
penyempurnaan cara penafsiran pajak dan cara pengumpulannya.

c) Pengeluaran pemerintah diusahakan untuk program yang mendapat prioritas.

d) Pengeluaran pemerintah diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan sumber


sumber dalam negeri secara maksimal.

2.1.1 Perubahan Pajak

Perubahan pajak dapat dilihat dari sisi pola penerimaan pemerintah pusat,
2
perkembangan penerimaan domestic bukan minyak dan pembaruan kebijakan pajak.

A. Pola Penerimaan Pemerintahan Pusat


Dalam periode tahun 1967-1975 penerimaan pemerintah pusat meningkat dengan
pesatnya yaitu kira kira 10% atau menjadi lebih besar dari 20% dari Gross Domestic
Product atau GDP serta hasil keseluruhannya berasal dari minyak (Anne Booth).
Penerimaan negara ini dikelompokan menjadi:
a) Penerimaan dalam negeri bukan minyak, yang terbagi dalam:
● Pajak langsung
● Pajak tidak langsung, dan
● Penerimaan bukan pajak.
b) Penerimaan pajak minyak.
c) Penerimaan dari luar negeri seperti pinjaman dan bantuan.

B. Pembaharuan Kebijakan Pajak

a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 ini merupakan undang-undang


pertama di Indonesia yang mengatur tentang Pajak Penghasilan setelah
Indonesia merdeka. Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 23 ayat (2)
mengatur bahwa sistem dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
merupakan landasan pelaksanaan pemungutan pajak negara, termasuk tentang
Pajak Penghasilan, harus ditetapkan dengan undang-undang. Pelaksanaan
pembangunan sebagai pengamalan Pancasila diarahkan agar negara dan bangsa
mampu membiayai pembangunan nasional dari sumber-sumber dalam negeri
dengan membagi beban pembangunan antara golongan berpendapatan tinggi dan
golongan berpendapatan rendah, sesuai dengan rasa keadilan, untuk mendorong
pemerataan pembangunan nasional dalam rangka memperkokoh ketahanan
nasional.

PPh yang merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari
pendapatan rakyat, perlu diatur dengan undang-undang yang dapat memberikan
kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam sebuah negara demokrasi.
Undang-Undang Pajak Penghasilan ini mengatur materi pengenaan pajak yang
pada dasarnya menyangkut subjek pajak (siapa yang dikenakan), objek pajak
(penyebab pengenaan) dan tarif pajak (cara menghitung jumlah pajak) dengan
pengenaan yang merata serta pembebanan yang adil. Sedangkan tata cara
3
pemungutannya diatur dalam undang-undang tersendiri dalam rangka
mewujudkan keseragaman, sehingga mempermudah masyarakat untuk
mempelajari, memahami dan mematuhinya.

b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan


perkembangan dunia usaha pada khususnya, serta dengan memperhatikan jiwa
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, diubah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1991 agar dapat menampung perkembangan dimaksud.

Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 menetapkan


bahwa dividen yang diterima atau diperoleh suatu perseroan dari penyertaannya
pada perseroan lain bukan merupakan objek pajak penghasilan, sepanjang
penyertaan tersebut meliputi minimal 25% (dua puluh lima persen) dari nilai
saham yang disetor serta kedua badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis
dalam jalur usahanya. Ketentuan ini mendorong terjadinya integrasi vertikal
yang kurang sesuai dengan semangat pemerataan kesempatan berusaha. Oleh
karena itu terhadap ketentuan di atas perlu diadakan perubahan dengan tetap
menjaga prinsip progresivitas dalam pengenaan Pajak Penghasilan.

Bentuk-bentuk usaha berupa Perusahaan Reksa-Dana (Investment Fund) dan


Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital) merupakan wahana pembiayaan
yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam pemerataan kesempatan usaha
terutama bagi para pemodal kecil dan pengusaha kecil dan menengah termasuk
koperasi. Selain itu kedua wahana pembiayaan tersebut juga dapat dimanfaatkan
untuk menunjang investasi yang pada gilirannya akan membantu perkembangan
perekonomian nasional. Oleh karena itu dipandang perlu untuk diberikan insentif
perpajakan.

Guna mendorong perkembangan perekonomian di daerah terpencil termasuk


di Indonesia bagian Timur, perlu diberikan insentif di bidang perpajakan berupa
perlakuan perpajakan atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
tertentu yang dapat lebih menarik orang bekerja di daerah terpencil. Selain itu
untuk meningkatkan penanaman modal di daerah tersebut perlu diberikan
kemudahan berupa keluwesan dalam menggunakan metode penyusutan dan
amortisasi agar lebih menarik bagi para penanam modal. Guna meningkatkan
4
penanaman modal yang berasal dari luar negeri yang pada gilirannya akan
meningkatkan kesempatan kerja maka kepada para penanam modal dari luar
negeri perlu diberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pembukuan dengan
tetap berpegang pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

c) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor


7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 7
Tahun 1991. Arah dan tujuan dari penyempurnaan Undang-Undang ini yaitu:

- Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan


pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak,

- Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam


berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan
kemampuannya,

- Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan


pertumbuhan, pemerataan pembangunan, dan investasi di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia,

- Menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor nonmigas, barang


hasil olahan, dan jasa-jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa,

- Menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan


pengembangan potensinya, dan dalam rangka pengentasan kemiskinan,

- Menunjang usaha pengembangan Sumber Daya Alam, ilmu pengetahuan


dan teknologi, pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup,

- Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan


makin bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk
penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan, peningkatan pengawasan pelaksanaan pemenuhan kewajiban
perpajakan tersebut, termasuk peningkatan penegakan pelaksanaan
ketentuan hukum yang berlaku.

Pada berbagai fase pembaharuan perpajakan nasional I telah dilakukan yaitu


dalam tahun 1983-1985, pembaharuan perpajakan yang II dilakukan dalam tahun

5
1994 dan 1997. Dalam pembaharuan perpajakan yang I melahirkan Undang-
Undang Perpajakan:

- UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

- UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

- UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas
barang mewah.

- UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB.

- UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

Dalam pembaharuan perpajakan yang II, melahirkan Undang-Undang


Perpajakan:

- UU No. 9 Tahun 1984 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. -
UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan.

- UU No. 11 Tahun 1994 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah.

- UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB.

Dalam pembaruan perpajakan yang III melahirkan Undang-Undang


Perpajakan:

- UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Negara.

- UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

- UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa.

- UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan Pajak.

- UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

2.2. Kebijakan Fiskal 1988-sekarang


2.2.1 Kebijakan Fiskal Tahun 1998 – Tahun 2000

Perekonomian Indonesia menjelang tahun 2000 yang telah diwarnai oleh krisis
ekonomi yang dimunculkan dengan krisis moneter mulai tahun 1997, membuat
pemerintah harus mengatasinya dengan memulai suatu strategi kebijakan fiskal yang

6
baru agar masyarakat percaya dengan pengelolaan fiskal yang sehat. Langkah awal
yang dilakukan oleh pemerintah adalah konsolidasi fiskal untuk memulihkan
kepercayaan dan penurunan kebangkrutan fiskal, kemudian dilanjutkan dengan
reformasi fiskal yang lebih mengakar, reformasi perpajakan, reformasi kepabeanan,
reformasi anggaran, dan reformasi departemen keuangan (Budiono, 2004).

Krisis moneter tahun 1997 telah mengubah kondisi anggaran pendapatan dan
belanja negara menjadi defisit, ekonomi sektor riil macet dan terjadi inf lasi sekitar
78%, kurs mata uang asing meningkat, dan PDB anjlok 13%. Setelah rekapitalisasi
perbankan, utang pemerintah menjadi 96% dari PDB atau sebesar Rp 1.226,1 triliun
(setara dengan US $ 60,8 miliar). Adapun Kebijakan fiskal yang ditempuh untuk
mengatasi krisis tahun 1997 antara lain dengan mengurangi ekspansi pengeluaran
pemerintah berikut merupakan kebijakan – kebijakan yang ditempuh:

a) Periode Juli – Agustus 1997 ( Temporary Adjustment)

Pemerintah melakukan konsolidasi anggaran dengan melakukan penangguhan


dan pengkajian ulang proyek BUMN yang Bermuatan impor tinggi dan yang
menggunakan sumber pendanaan luar negeri tinggi.

b) Periode September – Desember 1997

Dari sisi fiskal kebijakan yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan
disiplin anggaran yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut,

- Peningkatan penerimaan dari sumber non migas yang diusahakan melalui


peningkatan pajak barang mewah serta penerimaan bukan pajak.

- Perbaikan administrasi dan struktur perpajakan.

- Pengurangan subsidi.

- Privatisasi BUMN.

c) Periode Januari – November 1998

Kebijakan yang ditempuh antara lain mencakup pembatasan defisit anggaran


antara lain melalui pengurangan subsidi BBM, pencabutan keringan perpajakan
untuk proyek mobil nasional, dan penghentian dana anggaran dan non-anggaran
untuk proyek Industri Pesawat Terbang Nusantara ( IPTN).

2.2.2 Kebijakan Fiskal Tahun 2001 – 2008

7
Dalam tahun 2001, proses pemulihan ekonomi masih dipengaruhi oleh
ketidakpastian, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang belum pulih, nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing masih lemah, inflasi cenderung meningkat
yang didorong oleh rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar
minyak atau BBM, tarif dasar listrik atau TDL, dan pajak pertambahan nilai atau PPN
dalam Semester I tahun 2001 serta pertumbuhan nilai ekspor khususnya nonmigas
cenderung meningkat.

Januari 2001, masyarakat menuntut peningkatan tanggung jawab


penyelenggaraan pemerintahan atau penyediaan barang publik dan pembangunan
ekonomi di tingkat daerah sangat besar, khususnya dalam bidang pendidikan yang
merupakan unsur esensial dalam pembangunan daerah yang telah menjadi salah satu
bagian utama kebutuhan penduduk. Secara umum, diyakini bahwa desentralisasi
fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena kebutuhan masyarakat
daerah terhadap pendidikan dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan
lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemerintah pusat. Manfaat dari
desentralisasi fiskal adalah: (a) efisiensi ekonomis; (b) peluang meningkatkan
penerimaan pajak dari pajak daerah

Kebijakan fiskal dan APBN tahun anggaran 2002 diarahkan pada beberapa
sasaran pokok terutama upaya untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkelanjutan, menciptakan stabilitas ekonomi makro, kebutuhan memberikan
stimulus terhadap kegiatan perekonomian dalam batas-batas kemampuan keuangan
negara, serta mendukung proses pemulihan ekonomi. Kebijakan ini juga diarahkan
untuk memantapkan proses desentralisasi dengan tetap mengupayakan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah yang sepadan dengan penyerahan beberapa
wewenang kepada pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau NKRI.

Dalam tahun 2003 telah dilakukan kebijakan konsolidasi fiskal oleh Direktorat
Bea dan Cukai tentang reformasi kebijakan fiskal untuk meningkatkan penerimaan
pajak dan iklim investasi yang lebih baik, kebijakan cukai rokok untuk mengatasi
cukai palsu atas rokok sehingga penerimaan negara meningkat, reformasi
administrasi kepabeanan tentang perluasan jalur prioritas dan penyempurnaan
prosedur verifikasi kepabeanan untuk meningkatkan kepatuhan.

Pada tahun 2004 Pemerintah terus menggiring wajib pajak yang belum
8
melakukan kewajiban perpajakan dan menggiring mereka menjadi wajib pajak yang
patuh melalui: (1) penyempurnaan peraturan pajak (2) melanjutkan program
ekstensifikasi wajib pajak (3) Meningkatkan law enforcement dan intensifikasi wajib
pajak, (4)Meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak antara lain dengan
memperluas penerapan sistem e-filing dan e-payment, (5)Menegakkan kode etik di
jajaran Ditjen Pajak.

Kebijakan fiskal tahun 2005-2008 adalah kebijakan sebagai penegasan


kebijakan fiskal tahun 2004 seperti kebijakan melakukan kampanye sadar dan peduli
pajak melalui billboard, videotron, highway information system, dan komik. Pajak
untuk konsumsi anak-anak serta melalui media elektronik, pengembangan dan
pengawasan terhadap e-filling, e- registration, e-payment, dan e-counseling,
peningkatan kinerja tim optimalisasi penerimaan pajak, dan melanjutkan program
canvassing, manajemen pemeriksaan pajak,dan penagihan tunggakan pajak.

2.2.3 Kebijakan Fiskal 2009 – 2014

Berawal dari krisis subprime mortgage dan gejolak finansial di Amerika


Serikat yang mengakibatkan perekonomian dunia pada tahun 2008 mengalami
krisis global, Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka juga terkena
dampak negatif dari pelemahan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
mengalami penurunan sebesar 6,1% pada tahun 2008 setelah sebelumnya
mengalami momentum pertumbuhan .ositif sebesar 6,3% pada tahun
2007.Padatahun 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesiaberada pada titik terendah,
yaitu sebesar 4,5%.2Menurunnya perekonomian Indonesia selama kurun waktu
2007–2009 terutama disebabkan oleh merosotnya perekonomian negara-negara
tujuan ekspor utama Indonesia sehingga berpengaruhsignifikan terhadap kinerja
ekspor Indonesia .

Mengantisipasi pelambatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah mengeluarkan


program stimulus fiskal. Sebagaimana juga negara lain mengucurkan dana sangat
besar untuk membangkitkan kembali perekonomian. India dan Korea Selatan
mengalokasikan anggaran 0,9% dari PDB, Thailand 1,8%, China 0,6%, Malaysia
4,4% PDB (tertinggi di Asia) denganmengeluarkan paket kebijakan stimulus
fiskalguna menyelamatkan perekonomian nasional. Hal ini mengacu pada model
pendapatan nasional, penurunansektor luar negeri (X dan M) harus diimbangi
kenaikan sektor lain (C,I, dan G) agar perekonomian dapat stabil atau minimal
9
tidakmengalami penurunan drastis. Dalam kondisi demikian, yang palingmungkin
adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah (G).Ini merupakan bentuk tanggung
jawabpemerintah mengendalikan danmendorong perkembangan ekonomi.Tanggung
jawab inilah yang diwujudkan dalam bentuk stimulusfiskal.

. Stimulus fiskal dimaksudkan untuk merangsangperekonomian agar tetap


bergerak dan tumbuh. Peningkatanpengeluaran pemerintah selain secara langsung
akan memengaruhipendapatan nasional (Y), juga secara tidak langsung
memengaruhipendapatan nasional melalui investasi dunia usaha (I),
konsumsimasyarakat (C), dan ekspor-impor (x dan M). Artinya,
kenaikanpengeluaran pemerintah akan memberikan efek ganda (multipliereffect)
terhadap pendapatan nasional (Asrian Hendicaya ).Stimulus fiskal dimaksudkan
pemerintah untuk meningkatkan dayabeli masyarakat, daya saing dunia usaha, dan
infrastruktur.Peningkatan daya beli dimaksudkan agar masyarakat dapat
mempertahankan tingkat pemenuhan kebutuhan akibat naik nyaharga barang dan
jasa. Bentuknya berupa subsidi obat generik,subsidi minyak goreng, dan
pembebasan pajak pertambahan nilai(PPn) dll.

Upaya pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan agregat


melalui peningkatan belanja rumah tangga dan dunia usaha. Paket ke bijakan
stimulus fiskal tersebut selain berisi serang kaian kebijakan subsidi dan insentif pajak
juga berisi kebijakan stimulus fiskal insfrastruktur yang dialokasikan ke dalam
anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) pada APBN 2009 guna
menanggulangi dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengurangi
tingkat pengangguran. Kebijakan stimulus fiskal infrastruktur tersebut bertujuan
untuk mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur padat karya di berbagai
bidang, di antaranya bidang pekerjaan umum, bidang perhubungan, bidang
energi, dan bidang perumahan rakyat yang dituangkan dalam Surat Edaran
Menteri Keuangan RI No. 883/MK.02/2009 tanggal 4 Maret 2009 tentang
Tambahan Belanja Infrastruktur, Subsidi dan Penjaminan untuk Kredit Usaha
Rakyat dalam Rangka Stimulus Fiskal 2009 dengan total pagu sebesar Rp12,2
triliun

Pada tahun 2010 Pemulihan ekonomi terutama di kawasan Asia, dan semakin
kuatnya fundamental ekonomi domestik yang tercermin dari meningkatnya
petumbuhan ekspor dan investasi, terus mendorong apresiasi rupiah. Termasuk

10
meningkatnya cadangan devisa yang tercatat di akhir bulan Juni sebesar US$76,3
miliar. Data Biro Pusat Statistik juga menunjukkan bulan Mei 2010 ekspor naik 36
persen dibanding bulan yang sama tahun 2009 atau sebesar USD 12,52 miliar.
Sedangkan periode Januari Mei 2010 naik 47,68 persen atau sebesar USD 60,1 miliar
periode yang sama tahun 2009. Kenaikan ekspor impor ini menunjukkan kegairahan
dan pemulihan permintaan komoditas dunia yang sebelumnya lesu akibat krisis
finansial global. Kestabilan rupiah lainnya juga didorong oleh naiknya outlook utang
Indonesia berdenominasi rupiah dan mata uang asing sehingga rating kita naik dari
stabil menjadi positif (Ba2). Pemerintah terus melanjutkan perbaikan sistem dan
mekanisme anggaran yang lebih fleksibel.Ini penting karena bila Indonesia
menginginkan pertumbuhan yang signifikan maka penyebaran penyerapan anggaran
sebagai stimulan fiskal dapat digelontorkan sepanjang masa atau awal semester satu,
sehingga multiplier effect yang diharapkan akan lebih berkualitas dan efektif.
Demikian juga efektivitas alokasi penyerapan pada sektor-sektor yang memberikan
multiplier tinggi seperti sektor riil dalam bidang UMKM, sektor pertanian dan
produksi yang menyerap tenaga kerja tinggi serta pengembangan wilayah melalui
perbaikan infrastruktur

Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan


Fiskal Tahun 2011 ini berisikan mengenai tiga hal, yaitu: (i) Kinerja p erekonomian
tahun 2009 dan prognosa tahun 2010; (ii) Tantangan dan sasaran pembangunan tahun
2011; dan (iii) Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2010 dan tahun 2011.
Penyusunan KEM dan PPKF tahun 2011 dilakukan dalam situasi ekonomi global
yang memasuki masa pemulihan pasca krisis tahun 2008 dan 2009 yang berpengaruh
positif pada kinerja perekonomian domestik.

Kebijakan fiskal, Pemerintah menetapkan tema arah kebijakan fiskal tahun 2013
yaitu “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan melalui Upaya
Penyehatan Fiskal”. Esensi dari tema tersebut menekankan pada pentingnya
mengupayakan terwujudnya kondisi fiskal yang sehat dalam rangka mendorong
terjaganya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan fiskal tahun 2013 juga tetap diarahkan
untuk tetap menjaga kesinambungan fiskal yang ditempuh melalui 4 (empat) hal
pokok yaitu (i) Optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi
dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) Meningkatkan kualitas belanja negara melalui
efisiensi belanja yang kurang produktif dan meningkatkan belanja modal un tuk
11
memacu pertumbuhan dan peningkatan daya saing; (iii) menjaga defisit anggaran
pada batas aman (<3% PDB); (iv) Menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam
batas yang manageable. Melalui ke empat langkah tersebut diharapkan APBN dapat
dikelola secara efisiensi dan sekaligus mendorong produktivitas setiap pos dalam
APBN baik pada sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan. Dengan
mengarahkan kebijakan fiskal yang efisien dan produktif, diharapkan tidak hanya
akan memberi kontribusi yang optimal bagi kesinambungan fiskal tetapi juga
berdampak bagi peningkatan daya saing perekonomian domestik yang pada akhirnya
dapat mendorong terwujudnya stabilitas perekonomian yang mantap. Kombinasi
terjaganya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan terwujudnya stabilitas
ekonomi melalui penyehatan fiskal tersebut selanjutnya akan menjadi bantalan yang
kuat untuk mendukung pembangunan yang pada gilirannya akan memberi kotribusi
yang positif bagi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.2.4 Kebijakan Selama Pandemi Covid-19

Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia


membawa dampak pada perekonomian Indonsia, baik dari sisi perdagangan,
investasi dan pariwisata. Penyakit Corona virus 2019 (COVID-19) telah menginfeksi
jutaan orang di seluruh dunia. Dampak terhadap ekonomi diperkirakan akan besar
dan dapat menyebabkan perekonomian suatu negara terpuruk. Jutaan orang akan
jatuh ke dalam jurang kemiskinan karena semakin banyaknya pengangguran akibat
dari terhentinya beberapa kegiatan produksi karena kurangnya permintaan yang bisa
menstimulasi kegiatan produksi. Virus Corona atau Corona virus disease 2019
(Covid-19) telah membuat perekonomian Indonesia terkontraksi. Dampak Virus
Corona atau Covid-19 nampaknya berimbas pada semua sektor terutama pariwisata
dan sektor-sektor lainnya. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di tahun ini akan tertekan di level 2,1 persen. Penyebab dari menurunnya
pertumbuhan ekonomi ini karena meluasnya persebaran Covid -19 baik di dalam
negeri maupun luar negeri. Pertumbuhah ekonomi RI telah diperkirakan di bawah
Bank Indonesia (BI) diperkirakan sekitar 2,5 persen saja yang biasanya mampu
tumbuh mencapai 5,02 persen

Stimulus kebijakan fiskal juga menjadi yang paling utama dalam mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi ini terhadap kegiatan perekonomian,
12
terutama bagi pelaku usaha dan masyarakat yang terkena dampak paling besar.
Stimulus Pertama yaitu,

1. Percepatan Belanja Pemerintah. Mempercepat proses pencairan Belanja Modal,


mempercepat penunjukan pejabat perbendaharaan negara, mempercepat
pelaksanaan tender, dan lain-lain, mempercepat pencairan belanja bantuan
sosial, transfer ke dana daerah dan desa.

2. Perluasan Kartu Sembako, meningkatkan manfaat (Rp 150 ribu / bulan → Rp


200 ribu / bulan). Telah dilakukan oleh Kementerian Sosial pada Maret 2020.

3. Perluasan sasaran subsidi bunga perumahan dengan tambahan volume rumah


sekitar 175 ribu unit rumah. Saat ini sedang dalam proses penyusunan
peraturan pelaksanaan Revisi DIPA masih dalam proses berdasarkan proposal
dari Kementerian PUPR. Kontrak dengan Bank Pelaksana direncanakan untuk
April 2020.

Stimulus Kedua, yaitu,

1. Relaksasi Pajak Penghasilan. Pasal 21 Pajak Penghasilan Ditanggung


Pemerintah (DTP), pembebasan Impor Pajak Penghasilan Pasal 22,
Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25, pengembalian PPN dipercepat.

2. Simplifikasi dan Percepatan Proses Ekspor Impor. Penyederhanaan dan


pengurangan pembatasan ekspor dan impor (manufaktur, makanan dan
dukungan medis), percepatan proses ekspor-impor untuk pedagang terkemuka,
dan layanan ekspor-impor melalui Ekosistem Logistik Nasional.

Adapun kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam upaya menstimulasi


kegiatan perekonomian di tengah pendemi Covid ini, yaitu terbagi dalam dua jaring
pengaman yaitu:

1. Total tambahan Belanja dan Pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp. 405.1 Triliun
(Jaring Pengaman Sosial), yang terdiri dari, Program Keluarga Harapan ,
Program Sembako, Kartu Pra Kerja, Program Padat Karya Diskon Tarif Listrik
450 VA dan 900 VA, Insentif Perumahan bagi MBR, Tunjangan Hari Raya,
Stabilisasi Harga/Operasi Pasar, Penyesuaian Anggaran K/L.

2. Dukungan APBN : Rp70,1 T (Jaring Pengaman Ekonomi), yang terdiri dari: -


Insentif Fiskal (Peniadaan Pungutan Pajak Penghasilan & Pajak Barang

13
Impor).

- Pengurangan Pajak Badan dan Percepatan Restitusi PPN,

- Insentif Non-Fiskal (Penyederhanaan dan Percepatan Proses Exim),

- Kebijakan Relaksasi Kredit Usaha Rakyat (KUR),

- Kebijakan Bank Indonesia (BI) dan paket Kebijakan OJK.

Pasar Modal Stimulus berikutnya yaitu, pemulihan ekonomi nasional, dengan


cara: Pertama, dikeluarkan, Perppu 1 Tahun 2020; Kebijakan Keuangan Negara
(APBN) yang berisi:

1. Relaksasi Defisit melampaui 3%, namun mulai Tahun 2023 kembali ke level
maksimal 3%,

2. Relaksasi berkaitan dengan alokasi/realokasi belanja antar-organisasi, antar


fungsi, dan antar-program serta mandatory spending,

3. Relaksasi alokasi / realokasi Belanja Pemerintah Daerah,

4. Pemberian Pinjaman kepada LPS,

5. Penerbitan SUN dan SBSN untuk dapat dibeli oleh BI, BUMN, investor
korporasi dan/atau investor ritel,

6. Penggunaan sumber anggaran alternatif antara lain SAL, dana abadi pendidikan,
dan dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum.

Kedua, dikeluarkan kebijakan perpajakan:

1. Pemberlakuan penurunan Tarif PPh Badan secara bertahap,

2. Insentif Perpajakan di Pasar Modal untuk kepemilikan publik,


3. Pemajakan atas Transaksi Elektronik,

4. Perpanjangan waktu administrasi perpajakan,

5. Fasilitas Kepabeanan dalam rangka Covid-19.

Ketiga, dikeluarkan Kebijakan di Sektor Keuangan,

1. Peningkatan Koordinasi antar lembaga KSSK,

2. Memberikan kewenangan yang diperlukan kepada 4 lembaga untuk mencegah


terjadinya krisis (forward looking) dalam wadah KSSK a.l. untuk menerbitkan
instrumen, BI membeli SUN di pasar perdana, pemberian pinjaman kepada
14
LPS serta OJK dapat meminta merger atau konsolidasi Lembaga Jasa
Keuangan,

3. Pengaturan pengelolaan lalu lintas devisa (LLD) bagi penduduk,

4. Meningkatkan mosi kepercayaan masyarakat tetapi tetap tidak menimbulkan


moral hazard.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penentuan sistem dan keberhasilan kebijakan fiskal sangat ditentukan oleh
pengalaman dan sejarah penerapannya dalam pengelolaan suatu negara. Dalam
kenyataannya, sejarah fiskal dibentuk karena adanya situasi atau kondisi sumber
pendapatan pemerintah dari suatu periode tertentu ke periode berikutnya. Perubahan pajak
dapat dilihat dari sisi pola penerimaan pemerintah pusat, perkembangan penerimaan
domestic bukan minyak dan pembaruan kebijakan pajak. Pada pembaharuan kebijakan
pajak terdapat beberapa kali perubahan antara tahun 1983-1997 dan melahirkan aturan

aturan perpajakan baru seperti aturan Pph, PPN, pajak industri, pajak barang mewah dan
lain sebagainya.

Pada tahun 1998 hingga tahun 2000an kebijakan fiskal difokuskan pada upaya
perbaikan ekonomi akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Kebijakan yang
dilakukan adalah melalui konsolidasi fiskal, untuk memulihkan kepercayaan dan
penurunan kebangkrutan fiskal, kemudian dilanjutkan dengan reformasi fiskal yang lebih
mengakar, reformasi perpajakan, reformasi kepabeanan, reformasi anggaran, dan
reformasi departemen keuangan.

Pada masa pandemic Covid-19, pemerintah memberikan beberapa stimulus kebijakan


fiskal dalam upaya mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi ini
terhadap kegiatan perekonomian, terutama bagi pelaku usaha dan masyarakat yang terkena
dampak paling besar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Charles PR Joseph, Arief Hartawan, dan Firman Mochtar, 2003. “Kondisi Dan Respon
Kebijakan Ekonomi Makro Selama Krisis Ekonomi Tahun 1997-98”. Diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/312930860_KONDISI_DAN_RESPON_K
EBIJAKAN_EKONOMI_MAKRO_SELAMA_KRISIS_EKONOMI_TAHUN_1997 -
98
Edward UP Nainggolan, 2020. “Kebijakan Fiskal dan Moneter Mengadapi Dampak Covid 19”.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Diakses melalui
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13017/Kebijakan-Fiskal-dan-Moneter
Mengadapi-Dampak-Covid-19.html
Kementerian Keuangan. 2009. “Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus
Fiskal APBN 2009”. Direktorat Jenderal Anggaran.
Badan Pusat Statistik. 2010. “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jakarta”. Berita Resmi
Statistik No. 12/02/Th. XIII. 3 Badan Pusat Statistik. 2010. “Perkembangan Ekspor
dan Impor Indonesia Desember 2009”. Jakarta.
Berita Resmi Statistik No. 07/02/Th. XIII. 4 Kementerian Keuangan. (2009). “Surat Edaran
Nomor 883/MK.02/2009 Tanggal 4 Maret 2009 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 812/MK.02/2009 Tentang Tambahan Belanja Infrastruktur, Subsidi dan
Penjaminan Untuk Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Stimulus Fiskal 2009”.
Jakarta.
Satya, Eka Venti dan Dewi, Galuh Prila. 2010. “Perubahan Undang-Undang Pajak
Penghasilan Dan Perannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan. Jurnal
Ekonomi & Kebijakan Publik”, 1(1), 75-100.
Sudirman, 2011. “Kebijakan Fiskal dan Moneter, Teori & Empirikal”. Jakarta:Kencana.

17

Anda mungkin juga menyukai