Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGHILANGAN PAKSA AKTIVIS

TAHUN 1998 DARI PERSFEKTIF HUKUM PIDANA INTERNAIONAL

Shinta Agustina, Iwan Kurniawan, dan Siska Elvandari*

Abstract

Promoting for betere Human Rights Protection is one of the primary trigger factors that had led the reform
movement in 1998. Unfortunately the movement itself must have been occured along with manyseriuously
vioiating of human rights. One of them is the enforced disappearance of persons (activist) in 1997-1998
early in the beginning of reform movement. National Commission on Human Rights (Komnas HAM) has
investigated the case in 2006 and found that there was a gross violation of human rights. The Commission
submitted the report both to the legislative board and to the Attorney General Office. After a long process
Legislative Board has recommended the government to establish an adhoc human rights court as stipulated
in article 43, law number 26,2000 to try the case

Kata kunci: Penghilangan PaksaAktivis, Hukum Pidana Internasional

Promosi dan perlindungan hak asasi manusia kemanusiaan yang terjadi pasca jajak pendapat di
(HAM) yang lebih baik merupakan salah satu faktor Timor Timurtahun 1999.
pemicu utama (primary trigger factor) gerakan Pemerintah bahkan telah membentuk suatu
reformasi yang bergulir tahun 1998.1 Kehendak akan pengadilan khusus untuk mengadili para pelaku
penghargaan terhadap HAM tesebut dilatarbelakangi pelanggaran berat HAM dalam berbagai peristiwa
praktik penegakan HAM yang buruk selama masa tersebut, berdasarkan Undang-undang Nomor 26
Orde Baru. Bukan rahasia lagi bahwa pada masa itu, Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
negara kita dikenal sebagai negara yang rendah (selanjutnya ditulis UU Pengadilan HAM).
penghargaannya terhadap HAM. Meski pemerintah Pembentukan pengadilan ini menjadi bukti dari
telah meratifikasi berbagai konvensi internasional keinginan pemerintahan yang baru di bawah Presiden
tentang HAM, tidak serta merta menaikkan peringkat BJ Habibie ketika itu, untuk menunjukkan
Indonesia di dunia internasional sebagai negara yang kesungguhan pemerintah dalam melindungi dan
menghargai hak asasi warga negaranya dengan baik. menegakkan HAM. Terlepas dari semua kontroversi2
Ironisnya adalah gerakan reformasi yang yang mengiringi kelahiran pengadilan tersebut, harus
menghendaki perubahan dalam kehidupan politik, diakui bahwa pengadilan khusus tersebut merupakan
pemerintahan, hukum, dan ekonomi, termasuk HAM, yang pertama di dunia sebagai pengadilan terhadap
ke arah yang lebih baik, hams dibarengi dengan pelanggaran HAM.
berbagai peristiwa yang justru melanggar HAM. Pemerintah juga telah membentuk Pengadilan
Diantaranya terjadi tragedi Trisakti, Peristiwa HAM ad hoc3 untuk mengadili pelaku pelanggaran
Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan berat HAM dalam peristiwa jajak pendapat di Timor
paksa para aktivis, sampai pada kejahatan terhadap Timur. Melalui pengadilan tersebut beberapa pelaku
Shinta Agustina, SH,MH, Iwan Kumiawan, SH dan Siska Elvandari, SH.MH adalah dosen Hukum Pidana Internasional & Sistem Peradilan Pidana Universitas
Andalas, Kampus Limau Manis Padang.
Muladi, 2003. Pengadilan HAM dalam Konteks National dan Internasional. Makalah disampaikan pada Penataran Hukum Pidana dan HAM, Padang, 5-6 September
2003, him 13
Pengadilan HAM dibentuk pada tahun 1999 berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM. Namun Perpu tersebut ditolak oleh DPR karena tidak
memiliki klausul yang memungkinkan pengadilan tersebut mengadili pelaku pelanggaran berat HAM yang terjadi sebelum pengadilan tersebut berdiri. Pemerintah
kemudian mengajukan RUU Pengadilan HAM yang didalamnya terdapat Pasal 43, yang menentukan bahwa terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi
sebelum beriakunya UU ini dapat dibentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili pelakunya. Lihat Shinla Agustina, 2006. Hukum Pidana Internasional Dalam
TerohdanPraktik. Padang: Unand Press, him 147.
Dengan landasan hukum Pasal 43 UU Pengadilan HAM tersebut pemerintah mengeiuarkan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang pembentukan Pengadilan HAM
ad hoc untuk Kasus Timor Timur dan Tanjung Priok. Luasnya yurisdiksi dalam Keppres tersebut akhimya direvisi dengan Keppres Nomor 91 Tahun 2001. Lihat Eddy
JunaedyKarnasudirja, 2003. DanPengaditanMiliter Intemasional Nuremberg ke Pengadilan HAM /ndbnes/a Jakarta: PTTatanusa, him 132.

178
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998 Terhadap Hukum Pidana Internasional

pelanggaran berat HAM pada peristiwa tersebut telah tidak dapat melakukan penyidikan jika Pengadilan
diputus bersalah dan mendapatkan hukuman4. HAM ad hoc untuk kasus tersebut belum dibentuk.7
Pengadilan HAM ad hoc ini telah berkerja selama Terakhir Kejaksaan berdalih bahwa kasus tersebut
lebih kurang 5 tahun dan dibubarkan setelah semua sebenarnya telah selesai dengan dilakukannya
terdakwa selesai diproses. proses hukum terhadap Tim Mawar yang telah diadili
Dibentuknya pengadilan khusus HAM dan proses di Pengadilan Militer dan dinyatakan bersalah
yang berlangsung di Pengadilan HAM ad hoc untuk melakukan penculikan dan penghilangan paksa
Timor Timur dan Kasus Tanjung Priok cukup terhadap beberapa aktivis pada tahun 1998 tersebut.8
memberikan harapan akan perbaikan penghargaan Dari berbagai alasan yang dikemukakan oleh
terhadap HAM. Namun harapan tersebut semakin Kejaksaan Agung tadi, terlihat upaya secara sitematis
lama semakin memudar karena pemerintah tidak untuk menghentikan proses hukum terhadap kasus
melakukan hal yang sama terhadap peristiwa ini. UU Pengadilan HAM mengamanatkan kepada
pelanggaran HAM lainnya. Salah satu kasus Komnas HAM untuk menyerahkan h a s i l
pelanggaran HAM yang terjadi pada awal gerakan penyelidikannya kepada Penyidik, dalam hal ini
reformasi dan sampai saat ini masih belum Kejaksaan Agung dan kepada DPR. Penyerahan
memperlihatkan penyelesaian hukum yang benar kepada DPR bertujuan agar DPR merekomendasikan
adalah kasus penculikan dan penghilangan paksa kepada pemerintah untuk membentuk Pengadilan
para aktivis yang terjadi sejak akhir 1997 sampai HAM ad hoc atas peristiwa pelanggaran berat HAM
pertengahan1998. yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM keluar.9
Komnas HAM sudah membentuk Tim Penyelidik Komnas HAM telah melaksanakan kewajiban
yang beranggotakan beberapa orang sebagai wakil tersebut, namun DPR mengatakan bahwa Kejaksaan
dari Komnas HAM (Komisi Nasiona! Hak Asasi Agung seharusnya melakukan penyidikan terlebih
Manusia) dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan dahulu, barulah DPR akan merekomendasikan
Tim ini menyimpulkan terdapat pelanggaran berat pembentukan Pengadilan HAM ad hoc setelah proses
HAM dalam kasus penghilangan paksa 24 aktivis penyidikan menghasilkan luaran yang sama bahwa
pada tahun 1997-1998 tersebut.5 Berkas penyelidikan dalam peristiwa tersebut terdapat pelanggaran berat
telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung selaku HAM.10 Namun di paruh kedua tahun 2008 pandangan
Penyidik dalam perkara pelanggaran berat HAM. DPR terhadap kasus tersebut berubah, dengan
Namun Kejaksaan Agung yang menerima berkas menyatakan akan melakukan pemeriksaan terlebih
hasil penyelidikan dari Tim tersebut tidak pernah dahulu sebelum memutuskan merekomendasikan
melakukan tindakan penyidikan terhadap kasus pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus
tersebut. Setelah menyimpan hasil penyelidikan tersebut. DPR memulai proses pemeriksaan dengan
selama lebih kurang satu tahun, Kejaksaan melakukan pemanggilan kepada beberapa jenderal
mengembalikan berkas kepada Komnas HAM, yang diperiksa terkait kasus tersebut dalam proses
dengan mengatakan bahwa hasil penyelidikan penyelidikan yang telah dilakukan Komnas HAM.11
tersebut belum memadai untuk diteruskan ke tingkat Berbagai perkembangan terkait penanganan
penyidikan.6 Kejagung juga beralasan bahwa mereka kasus penghilangan paksa para aktivis
tadi,

4 Meski Pengadilan HAM adhoc untuk Timor Timur teiah bekeija, namun tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa putusan pada pengadilan tersebut tidak memenuhi
rasa keadilan masyarakat luas, karena membebaskan para terdakwa. Hanya mantan Gubemur Timor Timur Abilio Soares dan Ketua Besi Merah Putin Eurico Guteres
yang dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran berat HAM dan dijatuhi pidana. Putusan tersebut juga dibatalkan oleh MA di tingkat Kasasi dan Peninjauan
Kembali.
5 HarianKompas,Selasa9Desember2008,hlm2.
6 Harian Kompas, Sabtu, 13 Desember2008, hlm2.
7 Harian Kompas, Kamis, 11 Desember2008, hlm2.
8 Tim Mawar adalah nama sandi dari sebuah tim yang beranggotakan prajurit Kopassus. Tim ini telah menjalani proses hukum di Pengadilan Militer DKI Jakarta pada
tahun 2002.
9 Pasal 43ayat(2)UUPengadilanHAM.
10 Harian Kompas, Rabu 10 Desember2008, him2
11 Harian Kompas, Kamis4 Desember2008, hlm4. Upaya DPR ini lebih kental nuansa politisnyadaripada nuansa hukum, karena di antara para jenderal punawirawan
yang diperiksa dalam proses penyelidikan kasus tersebut terdapat beberapa nama yang sekarang mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam Pilpres tahun
2009. Hal ini disebabkan kewenangan DPR untuk merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan
Komnas HAM, tanpa harus melakukan pemeriksaan lagi. Periksa pernyataan Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim dalam Harian Kompas tersebut, di him 2.DPR bahkan
tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sebuah kasus pelanggaran berat HAM baik penyelidikan maupun penyidikan. LihatPasal UU
43ayat{2) Pengadilan HAM.

179
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998Terhadap Hukum Pidana Intemasional

atau perkumpuian yang didasari persamaan which have emerged and developed along
paham politik, ras, kebngsaan, etnis, budaya, different paths to become complementary and co-
agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah extensive. They are: the criminal law aspects of
diakui secara universal sebagai hat yang dilarang international law and the international aspects of
menurut hukum intemasional; national criminal law.
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid. (Hukum Pidana Intemasional adalah suatu hasil
penggabungan dua disiplin hukum yang berbeda,
Dari isi pasal di atas dapat disimpulkan bahwa yang muncul dan berkembang dengan cara berbeda,
penghilangan orang secara paksa merupakan salah agar dapat saling melengkapi, yaitu: aspek-aspek
satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, yang pidana dari hukum intemasional dan aspek-aspek
merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat intemasional dari hukum pidana nasional).
HAM menurut UU Pengadilan HAM. Sementara itu Roling mengatakan bahwa
Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) UU Pengadilan "International Criminal Law is the law which
HAM menentukan bahwa "penyelidik dalam perkara determines what national criminal law will apply to
pelanggaran berat HAM adalah Komnas HAM". offences actually committed if they contain an
Dalam melaksanakan kewenangan tersebut Komnas international element".'6 (Hukum Pidana Intemasional
HAM akan membentuk sebuah Tim Penyelidik yang adalah hukum yang menentukan hukum pidana
anggotanya terdiri dari anggota Komnas HAM dan nasional mana yang akan diterapkan terhadap
unsur-unsur masyarakat. Terkait. Dengan pelanggaran yang terjadi jika di dalamnya terdapat
kewenangan ini Komnas HAM telah pernah unsurinternasional).
membentuk sebuah Tim Penyelidik Kasus Dari dua pengertian Hukum Pidana Intemasional
Penghilangan Paksa tersebut pada tahun 2004. Tim tadi dapat disimpulkan bahwa Hukum Pidana
bekerja hampir selama dua tahun dan menyampaikan Intemasional adalah peraturan hukum pidana
hasilnya kepada Komnas HAM yang kemudian nasional dan peraturan (instrumen) hukum (pidana)
menyerahkannya kepada DPR pada tanggal 7 intemasional yang mengatur tentang kejahatan
Desember2006.14 intemasional dan cara penegakan hukumnya.
Hasil Penyelidikan Tim Komnas HAM Dengan kata lain jika terjadi suatu peristiwa yang
menyimpulkan bahwa dalam peristiwa penghilangan merupakan kejahatan internasional, sebagaimana
orang secara paksa pada periode pertengahan 1997 diatur dalam instrumen hukum internasional dan
hingga akhir 1998, terdapat unsur-unsur pelanggaran hukum pidana nasional di suatu negara, maka proses
HAM berat. Dalam kesimpulan Tim tersebut juga penanganan dan peradilan kasus tersebut
disebutkan nama dan pihak-pihak yang dianggap berlangsung sesuai aturan yang terdapat dalam
bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Tim juga instrumen hukum internasional dan hukum pidana
memerikan rekomendasi terhadap tindak lanjut kasus nasional yang berlaku di negara tersebut.17
tersebut, yaitu agar DPR merekomendasikan kepada Kejahatan internasional menurut M.Cherif
pemerintah untuk membentuk Pengadilan HAM Bassiouni adalah: "any conduct which is designated
adhoc bagi kasus tersebut. as a crime in a multilateral convention with significant
number of state parties to it, provided the instrument
Hukum Pidana Intemasional dan contains one of the ten penal characteristics"18.
Kejahatan Intemasional. (kejahatan internasional adalah tiap perbuatan yang
M, Cherfi Bassiouni, yang dikenal sebagai bapak ditetapkan sebagai kejahatan dalam suatu konvensi
hukum pidana intemasional mengatakan, bahwa:15 yang bersifat multilateral dengan jumlah negara
International Criminal Law is a product of the peserta yang signifikan, dan memuat satu dari
convergence of two different legal disciplines sepuluhkarater pidana).

14 Harian Kompas, Selasa 29 September 2009, him 1 dan 15.


15 M.Cherif Bassiouni, 1986. International Criminal Law, volume 1: Crimes. NewYork: Transnational Publisher, him 1.
16 BVA.RolingsebagaimanadikutipdalamRomliAtmasasmita, 1995. Pengantar Hukum Pidana Intemasionai. Bandung: PenerbiiEresco, hlm34.
17 LihatjugaWilliamA.Schabbas, 2004. An introduction tothe International Criminal Court, Oxford: Oxford University Press, hlm23.
18 M.Cherif Bassiouni, op.c/r, hlm2-3.

181
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan PaksaAktivis Tahun 1998 Terhadap Hukum Pidana International

sebelumnya proses hukum tersebut telah dilakukan oleh Pansus untuk menindaklanjuti hasil
berlangsung. Dimulai ketika Komnas HAM pada penyelidikan tersebut. Kinerja Pansus baru terdengar
tahun 2004 membentuk sebuah Tim Penyelidik di akhir tahun 2008 ketika Pansus mencoba
berdasarkan Pasal 18 ayat (1), yang menentukan memanggil beberapa pihak yang terkait, terutama
bahwa: Penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang nama-nama yang diperiksa dan disebut
berat dilakukan oleh Komnas HAM. Hasil bertanggungjawab atas peristiwa tersebut dalam hasil
penyelidikan menyimpulkan bahwa dalam peristiwa penyelidikan Tim Komnas HAM.25 Beberapa pihak dari
penghilangan orang secara paksa pada periode pemerintah dan militer yang dipanggil seperti Menteri
pertengahan 1997 hingga akhir 1998, terdapat Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan, PanglimaTNl,
unsur-unsur pelanggaran HAM berat. Tim dan beberapa mantan jenderal lainnya, tidak datang
menyerahkan hasil penyelidikan mereka kepada memenuhi panggilan tersebut. Oleh karenanya
Kejaksaan Agung pada bulan Desember 2006 Pansus hanya mendasarkan pembahasan terhadap
sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (2) bahwa dalam hasil penyelidikan tersebut atas masukan dari
waktu tujuh hari setelah Tim menyampaikan Komnas HAM, korban dan keluarga korban, para
kesimpulannya, Komnas HAM harus menyerahkan saksi, dan penggiatHAM.26
hasil penyelidikan kepada Penyidik. Di penghujung masa tugasnya, Pansus
Berdasarkan Pasal yang sama dalam ayat (3) nya menyelesaikan pula tugas mereka untuk kasus ini
Penyidik dapat mengembalikan berkas kepada dengan memberikan empat rekomendasi kepada
penyelidik dalam waktu 30 hari dengan petunjuk untuk rapat Paripurna DPR pada tanggal 28 September
diperbaiki. Namun Jaksa Agung selaku penyidik baru 2009.27 Rapat paripurna DPR pada hari itu juga
melakukaknnya pada paruh kedua tahun 2008. Itu menerima hasil kerja Pansus dan merekomendasikan
pun dilakukan tanpa petunjuk untuk perbaikan kecuali empat hal tersebut kepada pemerintah.28 Keempat
pernyataan kepada publik bahwa hasil penyelidikan rekomendasi DPR kepada Pemerintah dalam kasus
tersebut belum lengkap. Pernyataan Jaksa Agung iniadalah:
kepada publik juga menyebutkan bahwa seharusnya 1. Merekomendasikan kepada Presiden
Pemerintah membentuk dulu Pengadilan HAM untuk
adhocnya, baru Penyidik dapat melakukan membentuk Pengadilan HAM adhoc dengan
penyidikan.23 Keppres.
Pada saat yang sama Komnas HAM juga 2. Merekomendasikan kepada Presiden
menyerahkan hasil penyeiidikan Tim tersebut kepada dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR menerima segenap institusi pemerintah serta pihak terkait
laporan Komnas HAM pada tanggal 7 Desember untuk segera mencari 13 aktivis yang masih
2006, sementara pembentukan Panitia Khusus hilang.
(Pansus) mulai direkomendasikan sejak tanggal 27 3. Merekomendasikan pemerintah
Februari 2007.2* Pansus terbentuk beberapa bulan untuk
kemudian dengan nama Panitia Khusus Penanganan merehabilitasi dan memberikan
Pembahasan atas Hasil Penyelidikan Penghilangan kompensasi
Orang Secara Paksa Periode 1997-1998, yang kepada keluarga korban yang hilang.
diketuai oieh Effendi MS Simbolon. 4. Merekomendasikan pemerintah agar
Meski telah terbentuk sejak paruh pertama tahun segera
2007, tidak pernah terdengar apa yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa
sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk
menghentikan praktik penghilangan orang.29

Dengan keputusan DPR


merekomendasikan

23 Harian Kompas, Kamis 10Desember2008. hlm2. Lihat juga Harian Kompas Sabtu 13 Desember2008. him 2
24 Ibid.
25 Upaya Pansus melakukan pemanggilan kepada pihak pemerintah dan militeryang dianggap terkait atau bertanggungjawab dalam peristiwa tersebut dinilai berbagai
kalangan lebih bemuansa politis, karena bersamaan dengan masa kampanye Pemilu Legislatif. Hal ini disebabkan beberapa nama yang dipanggil dan dianggap
bertanggungjawab dalam peristiwa tersebut sedang berkampanye untuk Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2009. Lihat Harian Kompas, Kamis 4
Desember 2008, him 4.
26 Harian Kompas, Selasa 29 September 2009, op.cit, him 15.
27 Ibid., him 1 dan 15 Lihat juga Harian Kompas, Senin 28 September 2009, him 3.
28 Meski hasil Pansus diterima secara aklamasi oleh anggota DPR dalam rapat paripurna tersebut, tetap ada berbagai catatan dari beberapa anggota DPR terhadap
hasil Pansus tersebut. Catatan tersebut antara lain tidak adanya jangka waktu yang ditetapkan bagi pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi DPR tersebut,
misatnya untuk mengeluarkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM adhoc. Harian Kompas, Selasa, foc.c/f.
29 Harian Kompas, Senin 28 September 2009, him 3. Lihat juga Harian Kompas Selasa 29 September 2009, him 1 dan 15, Harian Kompas Rabu 30 September 2009,
him 1, serta Harian Kompas, Kamis 8 Oktober2009, him 2.

183
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan PaksaAktivis Tahun 1998 Terhadap Hukum Pidana International

dariserangan meluas atasu sistematik yang ditujukan Statuta ini, dan merupakan pelengkap terhadap
kepada suatu kelompok penduduk sipil: yurisdiksi pengadilan nasional.
a. pembunuhan; Dari bunyi pasal di atas dapat dipahami, bahwa
b. Pemusnahan; pengadilan ini mempunyai fungsi pelengkap dari
c. Perbudakan; pengadilan nasional. Ini berarti bahwa pengadilan ini
d. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk; baru akan melaksanakan f ungsi dan
e. Memenjarakan atau perampasan berat kewenangannya, jika pengadilan nasional tidak
atas berfungsi atau tidak menjalankan kewenangannya
kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan terhadap suatu kejahatan internasional yang terjadi.
dasar hukum internasional; Kapan kita dapat mengatakan bahwa suatu negara
f. Penyiksaan; tidak menjalankan fungsi dan kewenangannya
g. Perkosaan, perbudakan seksual, terhadap suatu kasus, sehingga Pengadilan Pidana
pemaksaan Internasional dapat mengadiltnya?. Tentang hal ini
prostitusi, penghamilan paksa, hanya dapat disimpulkan dengan menganalisis
pemaksaan beberapa pasal yang relevan.
sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual Pertama, Pasal 17 yang mengatur tentang
lain yang cukup berat; inadmissibility dari Pengadilan Pidana Internasional.
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang Pasal ini menentukan antara lain: Ayat (1) setelah
dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar memperhatikan paragraf 10 Pembukaan dan
politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, Pasal 1, Pengadilan dapat menentukan bahwa
jender, sebagaimana didefinisikan dalam ayat (3), suatu kasus tidak dapat diterima apabila:
atau atas dasar lain yang secara universal diakui a. kasus tersebut sedang disidik dan dituntut oleh
sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum negara yang memiliki yurisdiksi atas
internasional yang berhubungan dengan setiap kasus
perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau tersebut, kecuali negara tersebut
setiap kejahatan yang berada dalam yurisdiksi sungguh-
mahkamah; sungguh (genuinely) tidak mau (unwilling) atau
i. Penghilangan paksa; tidak mampu (unable) melakukan penyidikan dan
j. Kejahatan apartheid; penuntutan;
k. Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama b. kasus tersebut telah disidik oleh negara yang
yang secara sengaja menyebabkan penderitaan mempunyai yurisdiksi atas kasus tersebut, dan
berat, atau luka serius terhadap badan atau negara tersebut telah memutuskan untuk tidak
mental atau kesehatan fisik. menuntut orang yang terlibat, kecuali keputusan
tersebut sebagai akibat
Dari bunyi pasal di atas dan uraian sebelumnya ketidakmauan
diketahui bahwa kasus penghilangan paksa para (unwillingness) atau ketidakmampuan (inability)
aktivis tahun 1997-1998 merupakan pelanggaran negara yang sungguh-sungguh (genuinely) untuk
berat HAM dalam bentuk kejahatan terhadap menuntut;
kemanusiaan sekaligus merupakan crimes against c. orang yang bersangkutan telah diadili untuk
humanity menurut Statuta Roma. Pertanyaan berikut perbuatan yang menjadi dasar dakwaan, dan
adalah apakah Pengadilan Pidana Internasional peradilan oleh Pengadilan tidak diperkenankan
mempunyai kewenangan untuk mengadili kasus ini? berdasarkan Pasal 20 ayat(3);
Untuk itu perlu dipahami asas utama yang d. kasus itu tidak cukup berat untuk membenarkan
melandasi berfungsinya Pengadilan Pidana tindakan-tindakan lebih lanjutoleh Pengadilan
Internasional ini, yaitu asas komplementer atau
complementary principle. Asas ini terkandung dalam Kedua, Pasal 20 yang mengatur tentang asas non bis
Pasal 1 Statuta Roma yang menentukan antara lain: in idem, yang antara lain menentukan: Ayat (1)
Dengan ini Pengadilan Pidana Internasional kecuali ditetapkan dalam Statuta ini, tidak
dibentuk. Pengadilan ini merupakan suatu lembaga seorangpun diadili di depan Pengadilan berkenaan
permanen dan mempunyai kekuasaan untuk dengan perbuatan yang merupakan dasar kejahatan
melaksanakan yurisdiksinya atas orang-orang untuk yang untuk itu orang tersebut telah dinyatakan
kejahatan paling serius yang menjadi perhatian bersalah atau dibebaskan oleh Pengadilan;
internasional, sebagaimana dicantumkan
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998 Terhadap Hukum Pidana International

melaksanakanpersidangan-persidangan. tersebut menentukan antara lain bahwa "Pengadilan


mempunyai yurisdiksi hanya berkaitan dengan
Dari berbagai aturan di atas, maka peneliti kejahatan-kejahatan yang dilakukan setelah
berpandangan bahwa Pengadilan Pidana diberlakukannya undang-undang ini". Kasus
Internasional dapat melaksanakan kewenangannya penghilangan paksa para aktivis terjadi tahun
terhadap kasus penghilangan paksa ini, jika terpenuhi 1997-1998 dan sampai saat ini masih berlangsung.
kondisi unwilling, unable, atau sham proceeding Hal ini disebabkan sebagian dari korban
terhadap penanganan kasus tersebut pada saat penghilangan paksa tersebut masih ada yang
sekarang. Dari tiga kriteria kondisi unwilling belum jelas nasibnya34. Ketidakjelasan nasib
sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 ayat (2) tadi, beberapa korban tersebut dan sikap para pihak yang
maka kriteria unjust delay merupakan hal yang paling diduga terlibat, termasuk tidak adanya pernyataan
mungkin menjadi penyebab dilaksanakannya resmi dari pemerintah tentang nasib korban,
kewenangan Pengadilan Pidana Internasional. Hal ini membuat tindak pidana tersebut masih berlangsung.35
dapat disimpulkan terjadi, jika Presiden tanpa alasan Oleh karenanya terhadap kasus ini, yang terkait
yang jelas tidak segera mengeluarkan Keppres dengan korban yang masih belum jelas nasibnya,
pembentukan Pengadilan HAM adhoc untuk kasus tidak dapat dikatakan terdapat retroaktif sebab tindak
ini, dan Jaksa Agung tidak mau melakukan penyidikan pidana itu sampai sekarang masih terjadi.
dengan alasan pengadilannya belum dibentuk.
Menghindari dilaksanakan kewenangan Pengadilan Simpulan dan Saran.
Pidana Internasional terhadap kasus ini, maka Dari hasil penelitian yang diuraikan dan dibahas
secepatnya Presiden harus mengeluarkan Keppres dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa
tersebut yang kemudian ditindaklanjuti oleh Jaksa hal sebagai berikut:
Agung selaku penyidik. 1. Kasus penghilangan paksa para aktivis pada tahun
Kondisi di atas hanya berlaku jika negara yang 1997/1998, secara yuridis normatif merupakan
mempunyai yurisdiksi atas tindak pidana tersebut kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana
merupakan negara peserta (state party) dari Statuta diatur dalam Pasal 9 sub j UU Pengadilan HAM.
Roma, atau pelaku dari peristiwa tersebut adalah Hasil penyelidikan oleh Tim yang dibentuk
warga negara dari negara peserta. Indonesia hingga Komnas HAM terhadap kasus tersebut
saat ini tidak termasuk sebagai negara peserta, menyimpulkan bahwa terdapat cukup bukti yang
karena belum meratifikasi Statuta Roma. Namun hal menunjukkan adanya pelanggaran berat HAM
itu tidak menutup sama sekali peluang diadilinya dalam kasus itu.
kasus tersebut di Pengadilan Pidana Internasional, 2. Oleh karena kasus penghilangan para aktivis
karena masih ada Pasal 12 ayat (2) dan (3) yang secara paksa ini terjadi sebelum Pengadilan HAM
menentukan bahwa Pengadilan mempunyai berdiri, maka mekanisme penyelesaian kasus ini
mengikuti Pasal 43 UU Pengadilan
yurisdiksi terhadap kejahatan yang diatur dalam Pasal
HAM.
5 yang terjadi di wilayah negara yang menyatakan
Berdasarkan pasal tersebut penyelesaian kasus
menerima kewenangan Pengadilan secara adhoc,
ini dilakukan dengan membentuk Pengadilan
atau negara yang oleh Dewan Keamanan dinyatakan
HAM ad hoc oleh pemerintah, berlandaskan
sebagai wilayah yang diperluas bagi yurisdiksi
rekomendasi dari DPR. Rekomendasi tersebut
Pengadilan.
didasarkan pada hasil penyelidikan
Masih ada tantangan lain bagi diadilinya kasus ini yang
di Pengadilan Pidana Internasional, yaitu bahwa dilakukan oleh Tim Penyelidik dari Komnas HAM.
Pengadilan tersebut menganut asas non retroaktif Saat ini Pansus DPR telah
sebagaimana diatur dalam Pasal 11. Ayat (1) pasal mengeluarkan
keputusan bahwa peristiwa penghilangan paksa
para aktivis tahun 1997/1998
merupakan

34 Masih ada 13 orang aktivis yang hilang pada periode 1997-1998 yang masih belum jelas keadaan dan keberadaannya, dan salah satu rekomendasi Pansus DPR
untuk kasus ini adalah agar Presiden dan segenap institusi pemerintah serta pihak terkait segera mencari kejelasan nasib ke 13 aktivis yang masih hilang. Harian
Kompas, Selasa 29 September 2009, him 1 dan 15.
35 Pasal 7 ayat (2) I Statuta Roma menentukan antara lain:"Penghilangan secara paksa orang-orang yaitu penangkapan, penahanan, atau penculikan orang-orang oieh
atau dengan izin , dukungan, atau pengakuan dari Negara atau organisasi politik, yang diikuti penolakan untuk mengakui bahwa hal itu merupakan perampasan
kebebasan atau untuk mem5erikan informasi tentang nasib atau keberadaan dari orang-orang itu, dengan maksud menghilangkannya dari periindungan hokum
untuk jangka waktu yang lama".

187
■I
Shinta Agustina, dkk, Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998 Terhadap Hukum Pidana Intemasional

Harian Kompas, Jakgung Tak Akan Hadir di Pansus


OrangHilang,Rabu,10Desember2008. Harian
Kompas, Jaksa Agung Tak Punya Kemauan
Politik, Kamis, 11 Desember2008 Harian
Kompas, Kasus Orang Hilang: Sikap
Pemerintah Pembangkangan Hukum, Sabtu
13Desember2008. Harian Kompas,
Perjuangkan Rekomendasi Kasus
Orang Hilang, Senin 28 September 2009. Harian
Kompas, Cari kejelasan 13 orang hilang,
Selasa 29 September 2009. Harian Kompas, Ketua
DPR Secepatnya Harus Surati
Presiden, Rabu30September2009, Harian
Kompas, Tinggal Kemauan SBY, Kamis, 8
Oktober2009.
MMH,Jilid40 No.2April2011

menimbulkan skeptisisme di sebagian kalangan pengejawantahan pasal-pasal HAM dalam konstitusi


terhadap penyelesaian proses hukum kasus tersebut. tadi. Pasal 104 ayat (1) UU ini menentukan bahwa
Sebagai negara yang berdasar atas hukum tidak pelanggaran terhadap HAM sebagaimana diatur
seharusnya pemerintah menjadikan sebuah kasus dalam UU ini diadili di sebuah pengadilan khusus
hukum sebagai komoditas politik. Banyak warga tentang HAM. Pengadilan dimaksud baru terbentuk
masyarakat, terutama keluarga korban, yang menanti setahun kemudian berdasarkan Perpu Nomor 1
penyelesaian kasus ini secara benar menurut hukum Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM. Namun karena
yang berlaku dan memberikan keadilan bagi para Perpu tersebut tidak mendapat persetujuan DPR
pihak yang dirugikan. Dunia internasional juga masih maka Pemerintah mengajukan RUU Pengadilan
menyorotkan perhatian yang besar terhadap jalannya HAM, yang kemudian ditetapkan sebagai
kasus hukum pelanggaran berat HAM yang terjadi di Undang-undang Nomor26Tahun 2000 (UU
Indonesia.12 Pengadilan HAM). UU Pengadilan HAM mengatur
Permasalahan dalam tulisan ini dirumuskan yurisdiksi pengadilan ini sebagai berikut:
sebagai berikut: Pasal 4: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
1. Apakah kasus penghilangan paksa para aktivis memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak
tersebut merupakan pelanggaran berat HAM Asasi Manusia yang berat
menurut UU Pengadilan HAM? Sementara Pasal 7 UU tersebut menentukan bahwa
2. Bagaimanakah seharusnya proses penegakan yang dimaksud dengan pelanggaran HAM yang berat
hukum terhadap kasus tersebut menurut UU adalah:
Pengadilan HAM? a. KejahatanGenosida;
3. Dari persfektif Hukum Pidana b. Kejahatanterhadap Kemanusiaan.
Internasional
dapatkah Pengadilan Pidana Pasal 9 UU ini kemudian menentukan bahwa:
Internasional Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana
menangani kasus tersebut? dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis serangan yang meluas atau sistematik yang
normatif dengan pendekatan undang-undang (statute diketahuinya bahwa serangan ditujukan secara
approach),™ dalam hai ini UU Pengadilan HAM dan langsung terhadap penduduksipil.berupa:
Statuta Roma. Data dikumpulkan dari bahan hukum a. pembunuhan;
primer dan sekunder, kemudian dianalisis secara b. pemusnahan;
kualitatif c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara
Pelanggaran Berat HAM dalam Pengadilan HAM. paksa;
Sebagai bukti bahwa pemerintah Indonesia e. perampasan kemerdekaan atau
berusaha memenuhi tuntutan reformasi dalam perampasan
perlindungan HAM, dilakukan amandemen terhadap kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
UUD1945 yang diantaranya memuat beberapa pasal yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
tambahan tentang HAM. Pasal 28 yang terdiri dari 28 hukum internasional;
a sampai dengan 28 j mengatur beberapa hak asasi f. penyiksaan;
manusia yang terdapat dalam berbagai konvensi g. perkosaan, perbudakan seksual,
HAM, seperti Universal Declaration of Human Rights, pelacuran
Covenant on Civil and Political Rights, Covenant on secara paksa, pemaksaan
Ecomic and Social Rights, dan Iain-Iain. kehamilan,
Pemerintah bersama-sama dengan DPR pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
kemudian memberlakukan Undang-undang Nomor bentuk-bentuk kekerasan sekasual lain yang
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu

12 Ini (erbukti dari kedatangan pelapor khusus (specialrapporteur) Komisi HAM PBB ke Indonesia untuk mendapatkan informasi tentang penegakan HAM di Negara ini.
Berita terakhirtentang pelapor khusus Komisi HAM PBB adalah pertemuannya dengan Suciwati, istri pejuang HAM yang dibunuh dalam perjalanannya keAmsterdam
pada tahun 2004, dan hingga kini proses hukum tertiadap pihak-pitiak yang diduga sebagai pelakunya masih belum tuntas. Harian Kompas, Selasa 27 Januari 2009,
him 4.
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tmjauan Singkat, Ed. 1 Cet. 10, Rajawali Press, Jakarta, 2007, hal.13
180
MMH,Jilid40 No. 2 April 2011

Sepuluh karakter pidana yang dimaksud oleh penghilangan paksa merupakan salah satu bentuk
Bassiouni tersebut sebagai berikut:19 perbuatan crimes against humanity, yang merupakan
1. pengakuan secara eksplisit tindakan-tindakan yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional. Dengan
yang ditetapkan sebagai kejahatan internasional kata lain jika terjadi perbuatan tersebut yang
ataukejahatanmenurut hokum internasional; dilakukan sebagai bagian dart serangan meluas atau
2. pengakuan secara implicit sifat-sifat pidana suatu sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok
tindakan dengan menetapkan suatu kewajiban sipil, maka Pengadilan Pidana Internasional
untuk melarang, mencegah, menuntut, menjatuhi mempunyai kewenangan untuk mengadili pelakunya.
pidana, atau sejenisnya; Beranjak dari dua peraturan tadi maka secara
3. kriminalisasi terhadap tindakan-tindakan tertentu; normatif perbuatan penghilangan paksa para aktivis
4. kewajiban atau hak untuk menuntut; merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap
5. kewajiban atau hak untuk memidana tindakan- kemanusiaan yang menjadi yurisdiksi Pengadilan
tindakan tertentu; HAM sekaligus merupakan crimes against humanity
6. kewajiban atau hak untuk mengekstradisi; yang merupakan yurisdiksi Pengadilan Pidana
7. kewajiban atau hak untuk bekerjasama dalam Internasional. Artinya harus dilakukan suatu porses
penuntutan, pemidanaan, termasuk bantuan hukum yang benar dan adil terhadap kasus tersebut di
yudisial dalam proses pemidanaan; tingkat nasional, yang akan disorot oleh dunia
8. penetapansuatudasaryurisdiksicriminal; internasional. Proses itu akan berpengaruh secara
9. penunjukan pembentukan suatu internasional, karena perbuatan tersebut juga
pengadilan merupakan kejahatan yang menjadi perhatian dunia
pidana internasional; internasional. Namun perlu dikaji lebih jauh, untuk
10. penghapusan alasan-alasan perintah atasan. menjawab pertanyaan apakah memang kasus
tersebut dapat diadili di Pengadilan Pidana
Roling sependapat dengan Bassiouni bahwa Internasional.
salah satu karakter pidana tersebut adalah perlunya
suatu deklarasi internasional yang menegaskan Proses Penyelesaian Kasus Penghilangan Paksa
bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan Aktivis Tahun 1997/1998 menurut UU Pengadilan
internasional yang dapat diancam pidana.20 Dari sini HAM.
dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dikatakan Pasal 43 UU Pengadilan HAM menentukan antara
sebagai kejahatan internasional hams ditetapkan lain:
dalam suatu konvensi internasional sebagai suatu Ayat (1) Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi
perbuatan yang dapat dihukum atau memiliki sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan
sifat-sifat pidana, sehingga negara-negara harus diputus oleh Pengadilan HAM adhoc. Ayat (2)
mengkriminalisasinya ke dalam hukum nasional Pengadilan HAM adhoc sebagaimana dimaksud
mereka.21 dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan
Dari persfektif Hukum Pidana Internasional, Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa
perbuatan penghilangan orang secara paksa juga tertentu dengan Keputusan Presiden.
merupakan salah satu bentuk crimes against Berdasarkan pasal di atas maka mekanisme
humanity sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Statuta penyelesaian kasus penghilangan paksa para aktivis
Roma, yang menentukan antara lain: Salah satu ini adalah dengan mengadili pelakunya di Pengadilan
perbuatan berikut ini apabila merupakan bagian dari HAM adhoc, sebab peristiwanya terjadi sebelum UU
serangan meluas atau sistematik yang ditujukan Pengadilan HAM diberlakukan.22
kepada suatukelompok penduduk sipil: Sebagaimana disinggung pad a
Dari isi Pasal 7 Statuta Roma dipahami bahwa bagian
19 Ibid.
20 Romli Atmasasmita, op.cit, tilm36.
21 Sebagian pakar Hukum Pidana Internasional bahkan berpendapat bahwa kejahatan internasional adalah tiap perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan oleh
hukum intemasional, baik hukum kebiasaan intemasional maupun oleh suatu perjanjian internasional, tanpa mempedulikan apakah perbuatan tersebut juga
merupakan kejahatan menurut hukum nasional suatu negara. Lihat Antonio Casese, 2003. An introduction to International Criminal Law. Oxford: Oxford University
Press, him 277.
22 Tentang hal ini ada sebagian orang berpendapat bahwa meski peristiwanya terjadi pada tahun 1997/1998, namun tindak pidananya masih berlangsung hingga
sekarang. Hal ini disebabkan sebagian dari korban penghilangan paksa tersebut, ada yang masih belum jefas nasibnya, apakah sudah meninggal atau belum,
sementara keberadaan mereka hingga saat ini belum diketahui lagi.

182
MMH,Jilid40 No. 2 April 2011

pembentukan Pengadilan HAM adhoc untuk kasus yang dapat diperpanjang 90 hari lagi oleh Ketua
ini, maka proses selanjutnya adalah dikeluarkannya Pengadilan HAM. Jika setelah jangka waktu tersebut
Keppres oleh Presiden tentang pembentukan penyidikan belum selesai, maka dapat dilakukan
pengadilan tersebut. Presiden sebaiknya sesegera perpanjangan lagi untuk 60 hari oleh Ketua
mungkin mengeluarkan Keppres tersebut, sehingga Pengadilan HAM. Sementara jangka waktu
tidak ada alasan lagi bagi Kejaksaan Agung untuk penuntutan hanya 70 hari, tanpa dapat diperpanjang.
tidak melakukan penyidikan terhadap kasus ini.30 Ketentuan mengenai jangka waktu penyidikan dan
Sampai sejauh ini proses hukum terhadap kasus persetujuan perpanjangan jangka waktu
ini sudah mulai memperlihatkan arah yang benar (on tersebutlah yang membuat Jaksa Agung akan
the right track) sesuai ketentuan dalam UU menunda penyidikan terhadap kasus ini sampai
Pengadilan HAM.31 Persoalannya tinggal kapan Pengadilan HAM adhoc terbentuk. Hal ini disebabkan
Presiden akan mengeluarkan Keppres pembentukan proses penyidikan yang akan dilakukan oleh penyidik
Pengadilan HAM adhoc tersebut. Kemudian dapat terkendala jika Ketua Pengadilan HAM
Kejaksaan Agung harus menindaklanjuti dengan adhocnya belum ada. Kebutuhan akan hadimya
melakukan penyidikan sebagai pelaksanaan Pengadilan HAM adhoc berikut ketuanya juga dapat
kewenangan mereka sebagai penyidik dalam perkara mengganjal langkah hukum penyidik dalam
pelanggaran HAM berat, sebagaimana diatur dalam melakukan penahanan atau penggeledahan. Atas
Pasal 21 ayat (1). Ayat (2) pasal yang sama berbagai alasan tersebut, memang seharusnya
menentukan bahwa dalam melaksanakan tugas Presiden mempercepat penerbitan Keppres
penyidikan dalam ayat (1) Jaksa Agung dapat Pembentukan Pengadilan HAM adhoc untuk kasus
mengangkat penyidik adhoc yang terdiri dari unsur ini.32
pemerintah dan atau unsur masyarakat.
Jika penyidikan selesai dilaksanakan oleh Kemungkinan Proses Hukum Kasus
penyidik adhoc sebagaimana ditentukan tadi, maka Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1997/1998 di
hasil penyidikan akan diserahkan kepada Jaksa Pengadilan Pidana Internasional.
Agung sebagai penuntut umum dalam perkara Pengadilan Pidana Internasional (International
pelanggaran HAM berat. Hal ini sesuai dengan Criminal Court) berdiri pada tanggal 1 Juli 2002
ketentuan Pasal 23 ayat (1) yang menentukan bahwa berdasarkan Statuta Roma (The Rome Statute of
penuntutan dalam perkara pelanggaran HAM yang International Criminal Court) tahun 1998. Pengadilan
berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam ini berkedudukan di Den Haag, Belanda, dan
melaksanakan tugas penuntutan tersebut Jaksa berwenang mengadili kejahatan internasional
Agung juga dapat mengangkat penuntut adhoc yang (international crimes). Adapun kejahatan
terdiri dari unsur pemerintah dan atau unsur internasional yang menjadi yurisdiksi pengadilan ini
masyarakat, sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal adalah:33 1)Kejahatan Genosida; 2) Kejahatan
yang sama. terhadap Kemanusiaan; 3) Kejahatan Perang; dan
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam 4)KejahatanAgresi.
melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap Pasal 7 Statuta Roma merinci perbuatan yang
perkara pelanggaran HAM berat adalah adanya dikategorikan sebagai kejahatan terhadap
batasan jangka waktu untuk setiap proses tersebut. kemanusiaan, yaitu:
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 22 ayat (1 ),(2) dan (3) Perbuatan yang termasuk ke dalam kejahatan
untuk proses penyidikan serta Pasal 24 untuk proses terhadap kemansiaan, yang berarti salah satu dari
penuntutan. Jangka waktu penyidikan adalah 90 hari, peruatan berikut ini apabila merupakan
bagian

30 Jaksa Agung Hendarman Supanji mengatakan bahwa "Kejaksaan Agung siap melakukan penyidikan kasus penghilangan paksa para aktivis ini, sejauh aturan dan
UU Pengadilan HAM terpenuhi. Dulu yang dipermasalahkan oleh Kejaksaan adalah dukungan politik. Bila dukungan politik ada, selanjutnya ditenttukan Presiden
melalui Kepuiusan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM adhoc. Kami akan tindak lanjuti". Lihat Harian Kompas Rabu 30 September2009, him 1 dan 15.
31 Terlepas dari kemungkinan putusan rapat paripuma tersebut berkesan politis untuk meninggalkan kesan baik atau prestasi DPR Periode 2004 - 2009, tapi menjadi
pekerjaan rumah DPR periode 2009 - 2014, karena diputuskan pada akhir masa jabatan mereka. Lihat Harian Kompas, Selasa 29 September 2009 dan Rabu 30
September 2009, him 1-15.
32 Ketua Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum, Tri Medya Panjaitan mengatakan bahwa surat rekomendasi kepada Presiden sesuai hasil rapat Paripuma
DPR hari Senin tanggal 28 September 2009 tersebut telah dikirim kepada Presiden. Ini berarti bahwa menjadi tugas Presiden untuk mengeluarkan Keppres tersebut
sebelum pelantikannya untuk masa jabatan kedua pada tanggal 20 Oktober 2009 nanti. Harian Kompas, Kamis 8 Oktober 2009., him 2.
33 LihatPasal5StatutaRoma.

184
MMH,Jiiid40 No. 2 April 2011

Ayat (2) tidak seorangpun boleh diadili di depan suatu pelaku,


pengadilan lain untuk kejahatan yang disebutkan sedangkan keputusan tidak menuntut tersebut
dalam Pasal 5 jika orang tersebut telah dihukum atau lahir dari ketidakmauan atau ketidakmampuan
dibebaskanoleh Pengadilan; Ayat (3) tidak negara tersebut, maka Pengadilan
seorangpun yang teiah diadili oleh suatu pengadilan Pidana
lain untuk perbuatan yang juga dilarang Internasional berwenang mengadili
berdasarkan Pasal 6, 7 atau 8 boleh diadili oleh kasus
Pengadilan berkenaan dengan perbuatan yang sama, tersebut;
kecuali kalau proses perkara dalam pengadilan lain itu 5. jika suatu kasus telah selesai diproses oleh
diduga merupakan pengadilan pura-pura (sham
proceeding);
a. adalah dengan tujuan untuk
melindungi
(shielding) orang yang bersangkutan
dari
tanggungjawab pidana untuk kejahatan yang
berada di dalam yurisdiksi Pengadilan, atau
b. sebaliknya tidak dilakukan secara
mandiri
(independently) atau tidak memihak (impartially)
sesuai dengan norma-norma mengenai proses
yang diakui oleh hukum internasional
dan
dilakukan dengan cara yang dalam keadaan itu,
tidak sesuai dengan maksud untuk membawa
orang yang bersangkutan kedepan pengadilan.

Dari kedua pasal di atas dapat disimpulkan bahwa:


1. preferensi utama untuk mengadili
kejahatan
internasional yang menjadi yurisdiksi Pengadilan
Pidana Internasional ada pada
pengadilan
nasional yang mempunyai yurisdiksi
atas
kejahatan yang terjadi;
2. Pengadilan Pidana Internasional
dapat
melaksanakan kewenangannya atas suatu kasus,
jika negara yang mempunyai yurisdiksi atas kasus
tersebut, sungguh-sugguh tidak mau atau tidak
mampu untuk melakukan penyidikan
atau
penuntutan;
3. suatu kasus tidak akan dapat diadili di Pengadilan
Pidana Internasional, jika pengadilan nasiona!
yang mempunyai yurisdiksi atas kasus tersebut
s e d a n g melaksanakan f u n g s i
dan
kewenangannya terhadap kasus
tersebut
(sedang melakukan penyidikan atau penuntutan);
4. jika proses penyidikan atau penuntutan telah
selesai dilakukan, dan negara yang bersangkutan
menyatakan tidak akan menuntut
pengadilan nasional yang mempunyai yurisdiksi adalah
atas kasus tersebut, dan pelaku telah dihukum dimaksudkan atau diputuskan untuk melindungi si
atau dibebaskan, tetapi proses tersebut pelaku dari pertanggungjawaban pidana;
merupakan suatu sham proceeding, maka 2. jika terdapat suatu penundaan yang berlarut-larut
pengadilan pidana internasional masih dapat tanpa suatu alasan yang benar secara hukum
melaksanakan kewenangannya atas kasus (unjust delay);
tersebut. 3. jika proses peradilan tidak dilaksanakan secara
merdeka dan tidak memihak.
Dari kesimpulan tadi maka peneliti menyatakan
bahwa Pengadilan Pidana Internasional baru dapat Dari ketentuan di atas dapat dilihat bahwa kriteria
melaksanakan kewenangannya terhadap kasus pertama dan ketiga yang disebutkan sebagai kondisi
penghilangan paksa para aktivis tersebut, jika unwilling adalah sama dengan kondisi yang dikatakan
terpenuhi kondisi unwilling atau unable , ataupun sebagai sham proceeding sebagaimana dinyatakan
adanya sham proceeding sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 20ayat(3) tadi.
dalam kedua pasal tadi. Sementara indikator kondisi unable ditemui dalam
Kapan atau bilamana kita dapat mengatakan ayat (3) dari pasal yang sama, yaitu:
bahwa terhadap proses hukum yang berlangsung bahwa untuk dapat menentukan
atas kasus penghilangan paksa para aktivis tersebut, ketidakmampuan dalam kasus tertentu,
terdapat kondisi unwilling atau unable, atau pun sham Pengadilan akan mempertimbangkan apakah
proceeding? Menjawab pertanyaan ini perlu melihat dikarenakan ketidakmampuan secara
kepada Pasal 17 ayat (2) Statuta Roma yang menyeluruh ataukah karena kegagalan subtansial
menentukanantaralain: dari sistem peradilan nasional, sehingga negara
Suatu negara dapat dikatakan tidak mau (unwilling) itu tidak mampu untuk mendapatkan terdakwa
atau bukti-bukti dan keterangan yang diperlukan,
adalah:
atau karena alasan lain sehingga tidak dapat
1. jika proses hukum yang telah atau sedang
dilakukan terhadap suatu kasus

186
MMH,Jilid40 No.2April2011

pelanggaran berat HAM dan diterima oleh sidang pelanggaran berat HAM harus melakukan
paripuma DPR pada hari Senin tanggal 28 penyidikan terhadap kasus ini berdasarkan hasil
September 2009. DPR memberikan 4 penyelidikan Komnas HAM, kemudian menuntut
rekomendasi terhadap kasus tersebut yang salah pelaku di Pengadilan HAM adhoc tersebut.
satunya adalah merekomendasikan Presiden untuk
membentuk Pengadilan HAM adhoc bagi kasus DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Proses selanjutnya adalah setelah
Presiden mengeluarkan Keppres pembentukan Antonio Casese, 2003. International Criminal Law.
Pengadilan tersebut, maka Jaksa Agung hams Oxford: Oxford University Press. Eddy
membentuk Tim Penyidik untuk melakukan Junaedy Karnasudirja, 2003. Dari Pengadiian
penyidikan, setelah itu melakukan penuntutan di Wiiter Internasional Nuremberg ke
Pengadilan HAM adhoc tersebut, Jika proses ini Pengadiian HAM Indonesia. Jakarta: PT
tidak dilakukan maka terdapat penundaan tanpa Tatanusa. M. Cherif Bassiouni, 1986.
dasar hukum yang menimbulkan ketidakadilan international Criminal Law,
(unjust delay). 3. Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Vol 1: Crimes. New York: Transnational
Statuta Roma, unjust delay merupakan salah satu Publisher. Muladi, 2003. Pengadilan
kriteria dari ketidakmauan negara yang berwenang HAM daiam Konteks
untuk mengadili pelaku kejahatan internasional Nasional dan internasional.
(unwilling). Hal ini menjadi salah satu dasar bagi Makalah
Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk disampaikan Pada Penataran Hukum Pidana
mengadili peristiwa tersebut. Meski peristiwa dan HAM, Padang: Fakultas Hukum-Unand,
tersebut terjadi tahun 1997-1998, tidak dapat 5-6September2003. Nina HB Joegernsen,
dikatakan akan bertentangan dengan asas non 2000. The Responsibility of
retroaktif yang dianut oleh Pengadilan Pidana States For International Crimes. Oxford:
Intenasional. Hal ini disebabkan tindak pidana Oxford University Press. Robert Cryer, 2005.
Prosecuting International Crimes:
tersebut sampai sekarang masih berlangsung atau
Selectivity and the International Criminal Law
tetap terjadi terkait dengan masih ada 13 orang
Regime. Cambridge: Cambridge University
korban yang belum jelas nasib dan keberadaannya.
Press Romli Atmasasmita, 1995. Pengantar
Hukum Pidana
Kendala bahwa Indonesia belum meratifikasi
Internasional. Bandung: PTEresco. Shinta
Statuta Roma sehingga Pengadilan Pidana
Agustina, 2006. Hukum Pidana Internasional
Internasional tidak berwenang karena asas teritroial,
Daiam Teori dan Praktik. Padang: Unand
dapat diatasi dengan melandaskan Pasal 12 ayat (2)
Press. Soerjono Soekanto dan Sri
dan Pasal 13 Statuta Roma, yaitu berdasarkan
Mamudji, 2007.
penentuan sebagai wilayah yang diperluas oleh
Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tmjauan
Dewan Keamanan yang bertindak sesuai Bab VII
Singkat, Ed. 1 Cet.10. Jakarta: Rajawali
PiagamPBB.
Press. William A. Schabbas, 2004. An
Dari simpulan di atas, maka peneliti mengajukan
Introduction to the
saran sebagai berikut:
International Criminal Court. Second Edition.
1. Agar perlindungan dan penegakan HAM yang
Cambridge: Cambridge University Press.
lebih baik sebagai tujuan diberlakukannya UU
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tenang Hak
Pengadilan HAM tercapai, maka
AsasiManusia. Undang-undang Nomor
sebaiknya
26 Tahun 2000 tenang
Presiden segera menindaklanjuti rekomendasi
Pengadilan HakAsasi Manusia. Rome
DPR terhadap kasus penghilangan paksa para
Statute of International Criminal Court. Harian
aktivis ini, dengan sesegera
Kompas, Pansus Dorong Presiden, Kamis, 4
mungkin
Desember2008. Harian Kompas,
mengeluarkan Keppres
Penghilangan Paksa: Lima Institusi
pembentukan
Belum Pastikan Hadir, Selasa 9 Desember
Pengadilan HAM adhoc untuk kasus ini.
2008.
2. Jaksa Agung sebagai penyidik tindak pidana

188

Anda mungkin juga menyukai