K
DENGAN POST DEBRIDEMENT FRAKTUR CRURIS TERBUKA DEXTRA
DI RUANG IRINA A ATAS RSUP PROF. DR.R.D. KANDOU MANADO
Clinical Teacher :
Clinical Instructur :
Di Susun Oleh ;
DIII KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and
Sorensen’s Medical Surgical Nursing Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada
tulang (Price 1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan
(Purnawan junadi 1982).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh
benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang
berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara
tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium
organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah
dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang
(Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
2. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering
menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan
menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang
rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang
panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula
(marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
E. MANIFESTASI
1. Nyeri
2. Perubahan bentuk
3. Bengkak
4. Peningkatan temperatur lokal
5. Pergerakan abnormal.
6. Krepitasi
7. Kehilangan fungsi
F. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur.
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
a. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
b. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
8. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
G. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan
suplai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
a. X-Ray: Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai
akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya
rare fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
c. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
e. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria
untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya
tidak absolut. Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Cara konservatif:
a. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
b. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
c. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
d. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi
adalah 5 Kg.
2. Cara operatif di lakukan apabila:
a. Bila reposisi mengalami kegagalan.
b. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi akibat yang lebih buruk).
c. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
d. Fraktur patologik.
e. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal
Fixation”). Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau
di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan
sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu,
batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN B.K DENGAN MASALAH POST
A. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata
4. Alamat : Airmadidi
2. Usia : 17 tahun
4. Pekerjaan : IRT
C. RIWAYAT KESEHATAN
Pasien mengatakan nyeri dibagian area fraktur, dan tidak bisa menggerakan kakinya, dan
memerlukan tindakan medis, observasi serta pemenuhan kebutuhan dibantu sebagian atau
seperlunya
berbahaya
E. Genogram
Genogram :
Genogram 3 Generasi
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal Serumah
: Garis Keturunan
Kesimpulan :
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit lain yang dianggap berbahaya.
- Pasien tinggal serumah dengan keua orangtuanya
F. PEMERIKSAAN FISIK
B. Tanda-tanda vital
1. Suhu : 36,6o C
2. Nadi : 66 x/menit
3. Pernafasan : 22 x/menit
5. Berat badan : 63 kg
1. Kepala : bentuk bulat, kulit kepala bersih, rambut lurus, berwarna hitam, tidak
2. Mata : bentuk simetris kanan dan kiri, kongjutiva tidak anemis, dilatasi pupil normal
3. Hidung : bentuk normal dan simetris, tidak terdapat lesi dan sekret
4. Gigi dan Mulut : mulut bersih, tidak ada gigi palsu, tidak terdapat karies gigi,
mukosa kering
5. Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak teraba
6. Dada :
- Perkusi : sonor
7. Abdomen
9. Ekstremitas :
- Atas : simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat edema, ekstermitas atas
dapat digerakan
- Bawah : tidak simetris antara kiri dan kanan, terdapat edema, ekstermitas bawah
G. AKTIVITAS SEHARI-HARI
Pasien mengatakan kesehatan itu sangat penting, jadi ketika ada anggota keluarga yang
- pasien mengatakan makan teratur dengan nasi, lauk, dan sayur, frekuensi makan 3 kali
- pasien mengatakan makan teratur 3 kali sehari, porsi makan dihabiskan, terkadang
3. Pola Eliminasi
- pasien mengatakan BAB lancar, dengan frekuensi sekali sehari, dengan kriteria
- pasien mengatakan BAK lancar, dengan frekuensi 3-4 kali sehari, dengan kriteria
sehari
- pasien mengatakan BAK menggunakan kateter, dengan output urine 500 cc/hari
4. Pola Aktivitas
4. Kerapian v
5. BAB v
6. BAK v
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif Agen Pencedera Fisik (D.0077)
Pasien mengatakan (Trauma) Nyeri Akut
merasa nyeri pada
kakinya di area fraktur
P : Nyeri dirasakan
ketika digerakan atau
disentuh
Q : Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk
atau tertekan
R : Nyeri terjadi pada
dibagian area fraktur
cruris terbuka dextra,
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dirasakan
hilang timbul atau
tidak menetap
Data Objektif
Pasien tampak
meringis
Pasien tampak takut
menggerakan kakinya
Pasien tampak gelisah
ketika area fraktur
dibersihakan atau
diganti perban untuk
fiksasi
Pasien tampak lemah
Pasien telah dilakukan
Tindakan post
debridement
Data Objektif
Pasien tampak lemah
Pasien telah dilakukan
Tindakan post
debridement
Terdapat fraktur cruris
2 x 4 cm terbuka
dextra
Tampak area fraktur
pada kaki difiksasi
Pasien tampak
terbaring ditempat
tidur
Data Objektif
Pasien telah dilakukan
Tindakan post
debridement
Terdapat fraktur cruris
2 x 4 cm terbuka
dextra
Tampak area luka post
operasi berwarna
kemerahan
Tampak area luka post
debridement
mengeluarkan cairan
Leukosit 10.8
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWAAN