NIM: 215090207111007
Absen: 49
UTS KEWARGANEGARAAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini merujuk pada
istilah globalisasi. Globalisasi diambil dari kata global yang artinya universal. Globalisasi
adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam
masyarakat global dan merupakan bagian proses manusia global itu sendiri. Pengertian
lainnya yang dikemukakan oleh Malcom Waters, seorang professor sosiologi dari Universitas
Tasmania, berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah proses social yang berakibat
pembatasan geografis pada keadaan social budaya menjadi kurang penting yang terjelma di
dalam kesadaran orang (Musa 2015). Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa merubah tatanan aspek-aspek penting
kehidupan, sepeti aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, kehidupan sehari-hari, dan lain-lain
yang bisa memberikan kemajuan terhadap masyarakat luas.
Di sisi lain arus globalisasi ini menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan
yang harus dihadapi oleh bangsa dan warga negaranya. Contoh dari permasalahan yang
diberikan oleh globalisasi dibidang kebudayaan adalah hilangnya budaya asli suatu daerah
atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, masuknya budaya asing, menurunnya
rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, dan
adanya gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat kita.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat ataupun
presepsi yang dimiliki oleh warga terhadap berbagai hal. Kebudayaan bisa diwujudnya dalam
kesenian tradisional, adat dan istiadat yang di dalamnya mencakup gagasan, ide atau nilai
moral yang tumbuh di kehidupan bermasyarakat. Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan
merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam.
Dalam proses yang tak terhindarkan ini, setiap bangsa akan menyesuaikan budaya
mereka dengan perkembangan zaman dengan menerapkan pola penyerapan diatas demi
melanjutkan kehidupan dan menghindari ketertinggalan zaman. Namun, setiap bangsa harus
memperhatikan struktur dan nilai-nilai budaya dengan memperkokoh dimensi pemeliharaan
budaya agar tidak tereliminasi oleh budaya asing (Suneki 2012).
Pertama, parrot pattern; merupakan pola penyerapan secara menyeluruh budaya asing
dalam bentuk dan isinya, seperti halnya burung kakatua (parrot) yang meniru secara total
suara manusia tanpa memedulikan arti atau maknanya.
Keempat, butterfly pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing secara total
sehingga menjadi tak terlihat perbedaan budaya asing dengan budaya lokal. Seperti halnya
metamorfosis kupu-kupu yang membutuhkan waktu lama, pola ini juga membutuhkan waktu
lama (Mubah 2011).
Adanya teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, banyak alternatif
hiburan dan informasi yang lebih beragam dan menarik jika dibandingkan dengan
kebudayaaan tradisional dan ditambah dengan budaya asing yang sekarang menguasai pasar
Indonesia. Tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari belahan dunia
mengakibatkan pada kondisi yang menyisihkan kebudayaan daerah seperti kesenian
tradisional dari kehidupan masyarakat Indonesia, masyarakat tidak lagi menikmati berbagai
seni pertuntukan tradisional yang sebelumnya lekat dengan kehidupan mereka.
Di Aceh misalnya, dulu anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk
belajar tari Ranub Lampuan (Tari Aceh). Hampir setiap minggu dan dalam acara kesenian,
remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika
teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap
di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi. Contoh lainnya adalah pertunjukan
seni wayang yang sudah jarang dilakukan karena rendahnya ketertarikan masyarakat atas
hiburan tersebut, padahal seni wayang kaya akan pesan-pesan moral dan penanaman nilai
kehidupan. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual pun mulai tersingkir dan kehilangan
fungsinya. Selain dari kesenian tradisional, budaya-budaya yang luntur juga ditunjukan oleh
berubahnya gaya berpakaian seperti rok mini diminati daripada pakaian rapat, Bahasa daerah
yang tergeser oleh bahasa asing , kearifan lokal seperti upacara adat, makanan daerah yang
sudah hilang eksistensinya, gotong royong yang sudah jarang dilakukan, dan lain-lain.
Selain mengadakan festival budaya, pengikisan budaya lokal bisa diantisipasi dengan
mengadakan lomba-lomba yang bertemakan budaya, serta pemerintah bisa mendukung bakat-
bakat individu yang bergerak di bidang pelestarian budaya dengan mewadahi sarana dan
prasana, misalnya membuat sanggar untuk para penari upacara adat. Acara atau program ini
bisa dilakukan di lingkungan instansi Pendidikan maupun non Pendidikan.
Mubah, A. Safril. 2011. “Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam
Menghadapi Arus Globalisasi.” 8.