Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI ZAMAN UMAR

Oleh : Toha Putra

Ekonomi syari’ah 2

Pendahuluan
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin tidak hanya memberikan perhatian
kepada masalah ubudiyah, tetapi juga memberikan perhatian yang tinggi terhadap masalah
muamalah. Banyaknya ayat Al-qur’an yang menjelaskan, bahkan memberikan nilai yang
sangat tinggi dan positif secara hukum terhadap bidang tersebut, khususnya yang berkaitan
dengan aktifitas ekonomi. Hal ini di karenakan, hasil aktifitas ekonomi dalam pandangan
ajaran islam mempunya ikatan erat dengan rahmat Allah SWT, yang di limpahkan kepada
umat manusia.
Pemikiran tentang ekonomi islam telah ada sejak zaman Rasullulah SAW. Setelah
masa tersebut, ternyata para ulama banyak memberikan konstribusi karya pemikiran
ekonomi. Karya karya mereka sangat berbobot, yaitu mempunyai dasar argumentasi yang
relegius dan sekaligus intelektual yang kuat, dengan di dukung oleh fakta empiris pada masa
itu. Banyak di antaranya juga sangat futuristic dan baru di kaji oleh pemikir pemikir barat
ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi di kalangan pemikit muslim banyak mengisi
khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana barat masih dalam kegelapan, pada
masa itu dunia islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
Islam mengakui kepemilikan pribadi, mencari nafkah sesuai hukum yang berlaku dan
dengan cara yang adil merupakan suatu kewajiban yang sesuai dengan kewajiban dasar dalam
islam. Munculnya islam membawa zaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kehadiran
Rasulullah SAW telah membawa perubahan yang sangat besar, selain lihai dalam
menyelesaikan dalam masalah politik Rasulullah juga merubah system ekonomi dan
keuangan Negara sesuai dengan ketentuan Al-qur’an. Dalam Al-qur’an telah di jelaskan
secara jelas semua petunjuk bagi umat manusia, yang tentunya dapat di ambil dan di adopsi
untuk menjadi petunjuk bagi semua umat manusia.
Pada masa khulafaurrosyidin syari’at islam juga d=tidak dapat di berlakukan secara
sempurna. Pada saat itu para sahabat di hadapkan dalam berbagai kenyataan hidup dan
kondisi social yang berbeda dengan yang terjadi di masa Rasullullah, sehingga menuntu
mereka untuk melakukan ijtihad, serta bermusyawarah di Antara mereka, suatu saat para
sahabat bisa saja berpendapat mengenai satu hal, tetapi pada saat lain tidak menutup
kemungkinan justru berselisih pendapat. Dan hal tersebut juga terjadi pada masa kekhalifahan
Umar bin khattab.
kebijakan ekonomi Umar bin khattab
ketika di lantik menjadi khalifah oleh Rasullulah, Umar bin khattab mengumumkan
kepada rakyat tentang pengaturan kekayaan Negara islam. Beliau berkata: “barang siapa
ingin bertanya tentang Al-qur’an, maka datanglah kepada Ubay ibn ka’bah. Barang siapa
ingin bertanya tentang ilmu faroid maka datanglah kepada Zaid ibn tsabit. Dan barang siapa
ingin bertanya tentang harta, maka datanglah kepadaku. Karena Allah SWT telah
menjajikanku sebagai penjaga dan pembagi harta”.
Dalam sambutanya ketika di angkat menjadi khalifah, beliau mengumumkan
kebijakan ekonomi yang akan di jalankanya. Di Antara kebijakan-kebijakan Umar
menggunakan dasar dasar sebagai berikut:
1. Negara islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil
kharaj atau harta fai’ yang di berikan Allah kepada rakyat kecuali melalui mekanisme
yang benar.
2. Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali
sesuai dengan haknya, dan Negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
3. Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor. seorang penguasa tidak
mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia
berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia
memakai dengan jalan yang benar
4. Negara menggunakan kekayaan dengan benar.
Strategi yang di pakai oleh Amirul mukminin Umar bin khattab adalah dengan cara
penanganan urusan kekayaan Negara, di samping urusan pemerintahan, karena khalifah Umar
memiliki kemampuan dalam mengatur ekonomi. Umar adalah seorang pemimpin yang
amanah, menjaga diri, berpengetahuan, pembaru umat dan keras terhadap kebatilan.
Umat adalah seseorang yang di pandang sebagai penggagas terbentuknya ilmu
pemerintahan islam, karena dia adalah seseorang yang pertama kali memberikan ketentuan
ketentuan atau peraturan baku yang terkait dengan hukum dan peradilan, bagai mana
mengatur pemerintahan dengan membaginya ke beberapa daerah kecil untuk lebih muda
mengaturnya dan sebagainya.
Umar adalah seseorang yang dalam memutuskan sesuatu yang terkait dengan hukum,
selalu berpegang teguh pada Al-qur’an sebagai perundang undangan (dustur) utama dan
pertama. Setiap pandangan hukum yang di keluarkanya selalu di bangun berdasarkan
ketentuan tersebut, dan tidak pernah menyalahinya. Akan tetapi sebagian besar pemahaman
yang di bentuk untuk menetapkan suatu hukum, oleh Umar bin khaatab adalah tidak lepas
dari aspek aspek kemaslahatan masyarakat (umat), seperti menjunjung tinggi nilai nilai
keadilan, kebaikan, tolong menolong, dan penegakkan hak hak yang ada dalam masyarakat,
termasuk dalam kebijakan kebijakan ekonomi.
Umar bin khattab terkenal sangat berani melakukan ijtihad, ini di lakukan karena
Umar melihat lebih jauh dan lebih dalam terhadap ajaran islam, yaitu adalah prinsip
kemaslahatan umat. Dia tidak memberikan hak zakat pada orang muallaf. Begitu pula Umar
tidak membagikan harta rampasan tanah di Irak kepada tentara islam yang ikut berperan,
yang sebenarnya menurut ayat 41 surat Al anfal, mereka yang berhak atas tanah itu. Hal
tersebut adalah kebijakan revolusioner Umar ibn khattab, ketika menjabar khalifah kedua,
yaitu dengan tidak membagi bagikan tanah pertanian di syiriah dan Irak yang batu di
bebaskan pada tentara muslim, melainkan pada penduduk setempat. Di pelopori oleh Bilal,
para sahabat segera memperotesnya karena di anggap bertentangan dengan teks teksnya
sharih Al-qur’an (surat Al anfal) bahwa harta rampasan perang itu di antaranya harus di
distribusikan kepada tentara muslim.
Inilah ijtihad Umar mengenai rampasan perang yang tidak di dasari pada riwayat. Li
Sebab jika berdasarkan pada riwayat, maka Umar telah menyalahi sunnah nabi yang pernah
membagi bagikan tanah pertanian rampasan di Khalibal yang baru saja di bebaskan dari
orang orang yahudi. Namun, dalam musyawarah Umar berhasil mengemukakan
interpretasinya sendiri yang menyakinkan tentang semangat ajaran kitab suci dan sunnah nabi
secara keseluruhan, sehingga justru mendapatkan dukungan para pembesar sahabat.
Defisa Negara pada masa Umar bin khattah
Aktifitas lembaga keuangan memiliki tugas yang sangat penting dalam perencanaan
ekonomi di masa Umar, Umar mewajibkan pembayaran pajak tanah (kharaj) dan ganimah.
Pemasukan Negara di masa Umar bin khataab meliputi beberapa macam, yaitu: zakat, 1/5
hasil rampasan perang, farad, jizyah dan bea cukai (usr).
Beliau mengumpulkan data data yang di perlukan. Ketika beliau melihat luasya lahan,
maka beliau memutuskan untuk tidak di bagikan dan mengambil langkah musyawarah. Umar
telah membahas mengenai cara pembagian harta ganimah yang sangat banyak, beliau
meletakkan dasar dasar yang di gunakan dalam pembagian harta tersebut. Kebijakan Umar
dalam hal ini berbeda dengan kebijakan yang di terapkan oleh abu bakar.
Begitu pula strategi Umar dalam mengatur peperangan yang menghasilkan
kemenangan dan harta gannimah. Lebih dari itu, keberhasilan stragetinya dalam perang juga
di terapkan dalam urusan ekonomi. Beliau memberi alternative bagi ahlul kitab Antara masuk
islam atau membayar jizyah, dan juga meminta para petani untuk tetap bercocok tanam di
tanah mereka dengan tetap membayar kharaj. Beliau juga membuat perencanaan tempat
tinggal bagi para tentara.
Baitul maal
Dalam pemerintahan, konstribusi terbesar adalah membentuk perangkar administrasi
yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan yang besar. pada masa jabatanya, Umar
mendirikan institusi administratif yang hampir tidak bisa di lakukan pada abad ke tujuh
sebelum masehi. Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakann
fiksal Negara islam dan kholifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Tetapi
mereka tidak di perbolehkan menggunakanya untuk pengeluaran pribadi. Dan beliau tidak
mengambil keuntungan atas posisinya yang biasa di lakukan oleh pemerintah zaman
sekarang.
Islam telah meletakan system khusus untuk membiayai misi perluasan islam, yaitu
menyerahkan diri dan harta demi panggilan jihad fisabilillah. Ketika harta rampasan di
halalkan bagi para pejuang, maka dengan demikian modal untuk misi perluasan bukan dari
baitul maal. Peran baitul maal bukan hanya untuk membiyayai peperangan, tetapi yang paling
penting adalah pengabdian diri dan harta.
Property baitul maal di anggap sebagai “harta kaum muslim” sedangkan khalifah dan
para amilnya adalah pemegang kepercayaan, jadi merupakan tanggung jawab Negara untuk
menyediakan biaya yang bersinambungan untuk janda,anak yatim , anak terlantar dan lain
lain.
Secara garis besar kebijakan ekonomi Umar terpancar dalam mengatur pendapatan
Negara dalam hal di bawah ini :
A. Zakat
Ketika jabatan di serahkan kepada Umar, kewajiban untuk membayar zakat telah berjalan
dengan normal setelah di netralkan oleh Abu bakar ra dengan memerangi yang membangka.
Setelah itu, Umar lebih berkonsentrasi dengan persoalan penerapanya yang di percayakan
padanya
Dalam sebuah riwayat, Umat juga meringankan zakat tanaman, karena tidak semua
yang di panen dapat mengembalikan modal usaha petani. Dengan demikian tidak semua buah
yang di hasilkan bumi di kenakan zakat karena di takutkan berkurang untuk kebutuhan
pokok.
Dengan demikian Umar telah meletakan dasar dasar keadilan untuk penarikan zakat,
beliau telah memberikan petunjuk dengan melihat situasi dan kondisi agar benar benar
memperhatikan ketika pengambilan zakat.
Dalam hal kebijakanya untuk tidak memberikan bagian zakat bagi salah satu ashnaf,
yaitu kelompok al muallaf ini, Umar mengeluarkan pendapatnya yang cukup terkenal:
“tidak ada kepentingan bagi kami atas kamu karena Allah lah yang membuat islam jaya dan
membuat kamu jaya jika kamu masuk islam dan jika tidak, maka hal itu menjadi masalah
Antara kami dan kamu semua”
Dari pendapat yang di keluarkan Umar tersebut, beberapa ulama banyak yang
menentangnya, terutama dari golongan syiah imamiyah yang mengatakan bagaimana
mungkin Umar bisa mengeluarkan kebijakan yang menyangkut pendistribusian zakat tersebut
kepada golongan muallaf yang telah di tetapkan dengan jelas dalam nash Al-qur’an untuk di
berikan tetapi di batalkanya, apakah boleh ijtihad di lakukan di dasarkan pada pertimbangan
istihsan dari sudut pandang rasional (aqlilyah) dan sebab (illah) yang masih bersifat dzaniyah
terhadap suatu nash yang telah jelas mengaturnya.
Terhadap pertanyaan kontradiktif tersebut, dalam hal ini para ulama menjelaskan
bahwa pendapat Umar tersebut berdasarkan pada pertimbangan kemaslahatan yang menuntut
hal tersebut.
B. 1/5 harta rampasan perang
Islam telah meletakkan sestem khusus untuk membiayai misi perluasan islam, yaitu
dengan menyerahkan diri dan harta demi panggilan jihad fisabilillah. Ketika harta rampasan
di halalkan bagi para pejuang, maka demikian misi untuk perluasan bukan hanya dari baitul
maal. Posisi baitul maal dalam pembiayaan peperangan baik di masa rasulullah maupun Abu
bakar sangatlah besardi karenakan kecilnya sumber pemasukan umum dan tidak ada
pengaturan atas pemasukanya, adapun di masa Umar,, peran baitul maal telah pasti, yang
tidak sekedar untuk membiayai perang, tetapi yang terpenting adalah pengabdian diri dan
harta.
Mengenai pengertian ganimah dalam ayat 41 surat al anfal, telah terjadi perebedaan
pendapat Antara fuqoha. Syafi’i mengartikan ganimah sebagai harta uang di ambil dari orang
kafir melalui peperangan. Para ahli fiqih dually menyatakn ganimah adalah segala harta
benda yang di peroleh dari tentera musuh atau dari medan perang yang berupa peralatan
perang seperti kuda, senjata amunisi dan sebagainya.
C. Kharajpe
Pada masa nabi, kharaj dan tanah yang di bayar sangat terbatas dan tidak di butuhkan
perangkat yang terelaborasi untuk administrasi. Sepanjang pemerintahan Umar, banyak
daerah yang di taklukan melalui perjanjian damai. Dari sini timbul pertanyaan tentang
pebagian tanah sebagai hasil rampasan. Sebelum Umar mengambil keputusan, terjadi
perdebatan Antara sahabat. Menurut Abu bakar al jasha, dia mengatakan bahwa apa yang
mereka dapatkan dari tanah musuh, maka sang penguasa mempunyai pilihan. Jika beliau
ingin membagikanya, maka di bagi menjadi 5 bagian dan membagikanya pada pasukan yang
merebutnya sebagai mana yang di lakukan rasulullah SAW atas tanah khaibar. Sedangkan
menurut Syai’i, apa yang di lakukan Umar terhadap tanah rampasan yaitu setelah mereka rela
meninggalkan hak hak mereka terhadap tanah yang di kuasai. Kalaupun mereka menolak
untuk meninggalkan tanah itu, tidak berhak seorang pun melarang bagianya dari
mereka.semua itu di dapatkan dari pendudukanya apabila terjadi dengan pemaksaan. Kalau di
kuasai dengan perdamaian, maka tidak di perlakukan hukum harta rampasan.
D. Jizyah
Sumber pajak lain pada masa Umar adalah jizyah yang di pungut dari non muslim yang
hidup di bawah pemerintahan islam tapi tidak mau masuk islam. Pajak yang di kenakan pada
mereka merupakan pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, social dan layanan
kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan islam juga sebagai jaminan dan
keamanan hidup dan harta mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang di pungut dari
muslim setiap tahun.
Perjanjian dengan umat non muslim –ahlul jimah- tersebut dapat memberikan jaminan
keamanan baik untuk diri mereka, harta dan agama. Selain merupakan kewajiban dari Allah
SWT, jizyah juga merupakan dasar dasar penegak hukum agar para kafir zimmi itu dapat
menikmati perlindungan dari Negara islam, seperti pembangunan, pelayanan dan fasilitas
yang ada, maka mereka harus ikut berpartisipasi dalam mengelolah harta kekayaan umum.
Adapun pembayaranya di lakukan setelah tiba masa panen, agar sesuai dengan situasi
dan kondisi ahlul jimmah. Mereka dapat membayar setelah sumber untuk membayar jizyah
telah tersedia, yaitu hasil bumi yang di panen. Dengan demikian, hal itu memberikan
kemudahan dan keringanan kepada mereka.
E. Usyur
Usyur adalah pajak yang di kenakan atas barang barang dagangan yang masuk ke Negara
islam, atau datang dari Negara islam itu sendiri. Peraturan usyur ini telah ada sejak zaman
sebelum islam yaitu seperti yang di terapkan pada zaman yunani.
Usyur belum sempat di kenal pada masa rasullulah dan Abu bakar. Permulaan di
terapkan usyur di Negara islam adalah di masa Umar bin khattab, yang berlandasan demi
penegakkan keadilan. Usyur telah di ambil dari para pedagang para kaum muslimin jika
mereka mendatangi daerah lawan. Maka dalam rangka penerapan perlakuan yang seimbang
terhadap mereka, umar bin khattab memutuskan untuk memperlakukan perdagangan non
muslim dengan perlakuan yang sama jika mereka masuk ke Negara islam.
Distribusi pembayaran Negara pada masa Umar, dapat di urai sebagai berikut:
1. Pendapatan zakat dan usyur, umumnya di distribusikan dalam tingkat local jika
kelebihan penerimaan sudah di simpan di baitul maal pusat dan sudah di bagikan ke
delapan kelompok yang di sebutkan secara jelas dalam al qur’an
2. Pendapatan dari khums dan sodaqoh. Di bagikan pada orang yang sangat
membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai kegiatan mereka dalam
mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi
3. Pedapatan yang di peroleh dari kharaj, fa’I , usyur , dan sewa tetap tahunan tanah di
gunakan untuk membayar dana pension dan dana bantuan, serta menutupi
pengeluaran oprasional administrasi, kebutuhan militer dan seterusnya.
4. Pendapatan yang di dapat dari semua sumber di keluarkan untuk para pekerja,
pemeliharaan anak anak terlantar dan dana social lainya.

F. Keunggulan perekonomian pada masa Umar ibn khattab


Perencanaan ekonomi islam secara umum seperti halnya perencanaan lainya, yaitu untuk
merealisasikan harapan dan target dalam jangka waktu tertentu menurut situasi dan kondisi
yang ada. Dalam menjalankan tampuk kepemimpinanya, beliau selalu mengutamakan
keputusan melalui musyawarah, dengan memberikan kesempatan pendapat orang lain,
sehingga dasar dasar pendapat nantinya dapat mengantarkan pada pemilihan yang terbaik.
Umar bin khattan telah mempertimbangkan progam dan perencanaanya, jika terjadi
masyarakat suatu keadaan yang menuntut suatu pertimbangan. Beliau tidak hanya menunda
kewajiban pembayaran keuangan Negara terutama di musim paceklik, tetapi juga
meringankan bea cukai bagi komoditi yang di butuhkan masyarakat islam karena terbatasnya
batang tersebut
Dalam membuat perencanaan yang di lakukan Umar memiliki ciri ciri sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu dengan kembali ke Al-qur’an dan sunnah. Kalau di
dalamnya di temukan hal yang mengisyaratkan petunjuk hukum, maka beliau
mengambilnya. Seperti ketika beliau akan memutuskan jizyah kepada kaum majusi
terlebih dahulu Umar memeriksa apakah rasul telah menerapkanya pada mereka,
2. Mencari keunggulan Antara dua hal, karena dengan demikian maka dapat di pilih
yang terbaik untuk kebaikan islam dan umatnya. Diantaranya adalah perihal
penetapan jizyah untuk bani tublab, dimana mereka menolak jizyah dan meminta
penerapan zakat atas mereka padahal mereka kelompok paling ganas dalam
pertempuran kebijakan Umar tersebut, semata mata di dasarkan pada kontek
masyarakat saat itu dalam rangka menggapai sebanyak mungkin maslahat. Inilah
salah satu titik tolak dimana kemudian ajaran islam berkembang. Dari sini, sejatinya
kita bisa mengambil pelajaran darinya, bahwa suatu teks dapat di pahami secara
kontekstual, yang sesuai dengan semangat zamanya dan di dasarkan pada realitas
social dan kemasyarakatan yang berkembang. Disinilah letak peran akal, yaitu
menfungsikanya untuk menangkap semangat zaman, dan memahami kondisi social
dalam penakwilan Al-qur’an.

Penutup
Umar melihat bahwa nash syari’ah tersebut adalah muncul karena atau memiliki
beberapa illah yang dapat mempengaruhinya. Yang menurut para ahli ushul fiqih di katakana
bahwa, apabila suatu ilat hukum hilang maka secara tidak langsung tuntutan hukum yang ada
juga hilang dengan sendirinya. Oleh karenanya, penghapusan hukum yang di lakukan oleh
Umar di dasarkan pada pertimbangan adanya hubungan nash tersebut dengan nash yang
melatar belakangi ketika itu. Dia melihat bahwa ketika itu bahwa keputusanya untuk tidak
memberikan bagian kepada muallaf di lakukan dengan maksud untuk menghapus atau
menghilangkan ketetapan hukum yang telah ada, akan tetapi hal itu di lakukan semata mata
dengan melihat kondisi dan illat yang terjadi saat itu. Dalam pandangan Umar, pemberian
bagian zakat pada muallaf pada awalnya adalah di lakukan dengan melihat yang ada pada
saat itu, yaitu kondisi mental para muallaf yang masih rawan untuk dapat kembali berbuat
tidak baik kepada kelompok islam, yang saat itu juga dalam kondisi lemah. Oleh karenanya
kelompok ini perlu untuk di berikan. Akan tetapi menurut Umar, ketika kondisi umat islam
telah mampu mandiri dan dalam kondisi sangat kuat, maka pemberian tersebut tidak perlu di
berikan, dan hal ini di lakukan merupakan bagian dari siasat politik yang di terapkanya untuk
memperkuat pemerintahan islam saat itu.
Oleh karenanya, yang terjadi kemudian adalah mengambil kesimpulan hukum baik
yang di lakukan melalui ijtihad pribadi atau kelompok tertentu, ataupun melaksanakan
keputusan hukum yang menjadi consensus bersama di kalangan para sahabat. Baik ijma’
maupun ijtihad. Keduanya merupakan prinsip ketiga dan ke empat dalam urusan hirarkis
prinsip prisip syari’at islam. Dengan kata lain prinsip prinsip itulah yang menjadi
komplementer dalam menyempurnakan syari’at islam. Sebab itu statemen mengenai
“pemberlakuan syari’at islam secara sempurna” adalah tidak benar. Setidaknya jika di lihat
dari prinsip prinsip dalam syari’at itu sendiri. Syari’at islam tidak bisa di lakukan secara
sempurna, kecuali telah memenuhi prinsip prinsip yang empat; Al-qur’an, sunnah, ijma’ dan
qiyas
Demikianlah kebijakan kebijakan ekonomi Umar yang sarat dengan prinsip
kemaslahatan penangan masalah yang termasuk juga di dalamnya pemasalahan ekonomi
suatu Negara memerlukan sosok yang handal, sosok yang mampu menggabungkan Antara
kemampuan terotiris dan pengalaman praktis mengenai kekayaan Negara.

Daftar pustaka

 Muhammmad Madani, nadharat fi fiqih Umar


 Adiwarman Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam IIT, Jakarta 2002
 Depag RI, Ensiklopedi islam di Indonesia, Jilid 3, Anda Utama, Jakarta, 1996
 Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 3, Mizan, Bandung, 2001
 Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, Ekonosia, Yogyakarta, 2003
 Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab, Jakarta, pustaka
Azzam, 2002

Anda mungkin juga menyukai