Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula
spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf
pusat (Suriadi & Yuliani, 2010). Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah
akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik
pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi
oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner &
Suddart, 2013).
2. Etiologi
Penyebab meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari
peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora
dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia
collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada anak
berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan
mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak
yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

3. Tanda, Gejala, dan Klasifikasi


Tanda dan Gejala Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan
menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk,
stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal
adalah sakit kepala, demam, malaise, gejalagastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi
meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen,
mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan
tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat
terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan
dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang
tersisa.
Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :
Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.
Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu
yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis
dantidur nya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia,
obstipasi dan muntah juga sering di jumpai.
Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai nyata, kaku
kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi
lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf
mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih
tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa
kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama
sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernapasan cheyne
Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali.
Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan
stadium lainya, namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum
anak meninggal (Ngastiyah, 2012).
Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Sistem Pernapasan Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga
anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis
sering terjadi peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien
koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan kebutuhan O2
(Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan
menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam
terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis
pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan
otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak meningitis
adalah kejang atau bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor


penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
a. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis ini
biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti
gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme
pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan
otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung
pada jenis sel yang terlibat.
b. Sepsis/ Meningitis Purulenta Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di
sebabkan oleh organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria
meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa),
dan haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich
& McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya
selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis,
meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

4. Patofisiologi Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis


yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan
tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada
meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme
masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat
melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan
sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan
dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid
dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi
radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar
jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
Hidrosefalus.Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan
sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang
sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di
sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah
dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak
yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).
Pathway

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3
(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal
kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.

2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan
untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan
leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada
penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai
trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.
(leukosit normal : 5000-10000/mm3 , trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3 , Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki :
14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl). 3)

3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit


a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+ ) naik, kalium serum (K+ )turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L,
K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
4) Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam
mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5
mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang dengan dosis yang sama 15
menit kemudian. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara
intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus
30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya
untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg
BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam 6
dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi dalam 4
dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2
hari lagi. Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan obat
yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resisten kuman.
2. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik
bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH.
Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan
reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama
3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai
likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit
sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison dengan dosis
2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian
kortikosteroid seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan
kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan
pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu
diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit
perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan.
Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan
dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat
hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab
itu untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di
berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1.
Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan
harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan
kecukupan cairan atau tidak. Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di
perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan padasendi-sendi
dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut
terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan
dengan selalu bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien
tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu
terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien
kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien
berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
7. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami kematian yang
tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam memberikan penyuluhan kepada
keluarga mengenai berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi
yang dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan
tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi dari
pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada
usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
b. Identitas Pasien Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan
atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit
kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan
demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit
dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi;
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis
perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu
pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin,
2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ
yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan
sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, gangguan
kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki
(paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar
antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu
normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan <
50 x/menit, 12 bulan-< 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
2) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang
lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada
anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu
dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada
pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
3) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
5) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
6) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan
oleh infeksi E.colli.
7) Dada a)
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
b) Jantung penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).
8) Kulit Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami
penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
9) Ekstremitas Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
10) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
11) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien
dengan meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.
12) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi
pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
13) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan,
maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008)
2. Masalah Keperawatan dan Data Pendukung

No Data Etiologi Masalah


1 DS : sesak nafas Edema Bersihan jalan
DO : ↓ nafas tidak efektif
- Batuk tidak efektif Mesenpalon
- Tidak mampu batuk ↓
- Sputum berlebih Kerusakan pada fungsonal
- Mengi, ronkhi, dan ↓
atau wheezing farmasi kerja RAS

Kesadaran menurun

Penurunan refleks batuk

Penumpukan sekret di jalan
Napas

Ketidakefektifan jalan napas
2 DS : Sesak nafas Edema Ketidakeefektifan
DO: ↓ pola napas
- Penggunaan otot bantu Penekanan pada pusat
pernapasan Pernapasan
- Fase ekspirasi ↓
memanjang Sesak nafas
- Pola napas abnormal ↓
Pola nafas tidak efektif

3 DS : Pasien mengatakan Edema Kekurangan


mengalami muntah, ↓ volume cairan
keringat berlebih Desensepalon
DO : ↓
- Frekuensi nadi Penekanan pada hipotalamus
meningkat ↓
- Nadi teraba lemah Rangsangan pada hipofise
- Tekanan darah anterior meningkat
menurun ↓
- Tekanan nadi Demam
menyempit ↓
- Turgor kulit menurun Evavorasi
- Membran mukosa ↓
kering Keringat berlebih
- Volume urin menurun ↓
- Hematokrit menimgkat Diaphoresis

Kekurangan volume cairan
4 DS: pasien mengeluh nyeri Reaksi radang pada Nyeri akut
DO: meningen
- Tampak meringis ↓
- Bersikap protektif Meningitis
- Gelisah ↓
- Frekuensi nadi Kerusakan neurologis
meningkat ↓
- Sulit tidur CO2 meningkat

Permeabilitas vaskuler pada
serebri

Menekan saraf

Sakit kepala

Nyeri akut
5 DS : Pasien mengatakan Reaksi radang pada Hipertermi
merasa demam meningen
DO: ↓
- Suhu tubuh diatas Aktifitas makrofag dan virus
normal ↓
Pelepasan zat virogen
endogen

Merangsang kerja
hipotalamus

Instabil thermoregulasi

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi
6 DS: - Meningitis Resiko
DO : ↓ ketidakefektifan
- Kesadaran menurun Kerusakan neurologis perfusi jaringan
- Intake output tidak ↓ serebral
seimbang CO2 meningkat

Permeabilitas vaskuler pada
serebri

Transudat cairan

Edema serebral

TIK meningkat

Sirkulasi di serebral
menurun

Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
7 DS: - TIK meningkat Resiko aspirasi
DO: ↓
- Pasien mengalami Merangsan saraf simpatis
muntah ↓
- Kesadaran menurun Mual dan muntah

Resiko aspirasi

8 DS: - Meningitis Resiko Cedera


DO: ↓
- Pernah terjadi kejang Kerusakan neurologis
pada pasien ↓
- Penurunan kesadaran CO2 meningkat

Permeabilitas vaskuler pada
serebri

Kebocoran cairan dari
intravaskuler

Volume cairan intersitial
meningkat

Ketidakseimbangan asam
basa

Gangguan hemostatis
neuron

Hiperaktivitas neuron

Kebutuhan energi meningkat
Kejang

Resiko cedera

Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnosa keperawatan yang


mungkin muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret,
penurunan kesadaran
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di
otak, perubahan tingkat kesadaran.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
e. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi.
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema pada
otak..
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana keperawatan yang
dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah :
No.Dx Kep PERENCANAAN
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
bersihan jalan nafas asuhan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam 1. Monitor bunyi napas Observasi
dengan akumulasi bersihan jalan napas tambahan 1.Untuk mengetahui adanya
sekret, penurunan dapat efektif dengan bunyi napas tambahan dan
kesadaran Kriteria Hasil : penyebabnya
- Dapat melakukan Terapetik Terapetik
batuk efektif 1.Posisikan semi-fowler 1.Untuk membantu
- Sputum berkurang atau fowler membebaskan jalan napas
- Tidak ada mengi, 2.Lakukan fisioterapi dada 2.Fisioterapi dada dapat
ronkhi dan atau 3.Lakukan pengisapan membatu pengeluaran sekret
wheezing lendir 3.Pengisapan lendir dapat
4.Berikan oksigen mengurangi jumlah sekret di
jalan napas
4.Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pasien
Edukasi Edukasi
1.Ajarkan teknik batuk 1.Supaya keluarga dapat
efektif membantu anak dalam
mengeluarkan sekret
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1. Sebagai pengobatan untuk
bronkodilator, pasien
ekspektoran, atau
mukolitik.
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
pola nafas asuhan keperawatan Observasi Observasi
berhubungan selama 3x24 jam pola 1.Monitor pola napas 1.Untuk mengetahui status pola
dengan depresi nafas dapat efektif napas pasien
pusat pernapasan di dengan Kriteria Hasil : Terapetik Terapetik
otak, perubahan - Tidak mengeluh 1.Posisikan semi-fowler 1.Untuk membantu
tingkat kesadaran. sesak nafas atau fowler membebaskan jalan napas
- Nafas normal 2.Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi kebutuhan
tanpa penguatan oksigen pasien
otot bantu Edukasi Edukasi
- Pola nafas normal 1.Ajarkan untuk mengatur 1.Supaya keluarga dapat
nafas membantu anak dalam
mengatur napas saat
mengalami sesak
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1. Sebagai pengobatan untuk
bronkodilator, pasien
ekspektoran, atau
mukolitik.
Kekurangan 1. Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
volume cairan Tindakan keperawatan
berhubungan selama 3x24 jam Observasi Observasi
dengan kehilangan Status cairan 1.Periksa tanda dan gejala 1.Untuk menentukan tindakan
cairan aktif. membaik, dengan hipovolemia (mis. keperawatan yang sesuai
kriteria hasil: frekuensi nadi meningkat, 2.Untuk mengetahui intake dan
- Frekuensi nadi nadi teraba lemah, tekanan output cairan
membaik darah menurun, tekanan
- Tekanan nadi nadi menyempit, turgor
membaik kulit menurun, membran
- Tekanan darah mukosa kering, volume
membaik urin menurun, hematokrit
- Tekanan nadi meningkat, haus, lemah)
membaik 2.Monitor intake dan
- Turgor kulit output cairan
meningkat
- Membrane mukosa Terapeutik Terapeutik
membaik 1.Hitung kebutuhan cairan 1.Untuk menentukan
- Output urine 2. Berikan posisi modified bagaimana cara memenuhi
Trandelendung kebutuh cairan tubuh pasien
meningkat
3.Berikan asupan cairan 2.Untuk memberikan posisi
- Hematokrit
oral nyaman pada pasien
menurun
3.Untuk membantu memenuhi
- Pengisian vena
kebutuhan cairan pasien
meningkat
- Status mental Edukasi Edukasi
membaik 1.Anjurkan 1.Untuk memenuhi kebutuhan
- Suhu tubuh memperbanyak asupan cairan pasien
membaik cairan oral 2.Untuk menghindari
2.Anjurkan menghindari terjadinya keseleo
perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi Kolaborasi
1.Untuk memenuhi kebutuhan
1.Kolaborasi pemberian cairan tubuh pasien
cairan IV isotonis (mis. 2.Untuk memenuhi kebutuhan
NaCL, RL) cairan tubuh pasien
3.Untuk memenuhi kebutuhan
2.Kolaborasi pemberian cairan tubuh pasien
cairan IV hipotonis (mis. 4.Untuk menghindari
glukosa 2,5%, NaCL terjadinya kekurangan darah
0,4%) pada pasiennya
3.Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, Plasmanate)
4.Kolaborasi pemberian
produk darah

Nyeri akut setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI MANAJEMEN NYERI


berhubungan Tindakan keperawatan Observasi Observasi
dengan iritasi selama 3x24 jam
selaput dan Tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui area
jaringan otak. menurun, dengan karakteristik, durasi, terjadinya nyeri, bagaimna
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, nyeri dirasakan, dan berapa
1. keluhan nyeri intensitas nyeri lama nyeri itu datang.
menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui seberapa
2. meringis menurun 3. Identifikasi respon sering dan seberapa kuat
3. sikap protektif nyeri non verbal nyeri itu datang.
menurun 4. Identifikasi faktor yang 3. Untu mengetahui
4. gelisah menurun mempeberat dan keselarasan antara ekspresi
5. frekuensi nadi memperingan nyeri wajah dan nyeri yang
membaik 5. Identifikasi dialami
6. pola tidur membaik pengetahuan dan 4. Untuk mengetahui hal apa
7. tekanan darah keyakinan tentang yang bisa dilakukan atau
membaik nyeri dihindari agar nyeri
8. pola napas 6. Monitor keberhasilan berkurang.
membaik terapi komplementer 5. Untuk mengetahui
9. nafsu makan yang sudah diberikan sebanyak apa pengetahuan
membaik 7. Monitor efek samping klien terhadap nyeri dan hal
pengunaan analgetik yang tepat dilakukan untuk
mengatasi nyeri
6. Unuk mengetahui tingkat
keberhasilan terapi
7. Untuk mengetahui adanya
efek samping obat pada
pasien

Terapeutik Terapetik
1. Berikan teknik 1.Untuk mengurangi nyeri
nonfarmakologis selain menggunakan obat
untuk mengurangi 2. Untuk menghindarkan
rasa nyeri (mis, lingkungan yang memperberat
TENS, hipnosis, nyeri
akupresur, terapi 3. supaya tubuh pasien
musik, biofeedback, menjadi relaksasi
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab, 1. Supaya keluarga dapat
periode, dan pemicu mengetahui tentang
nyeri nyeri yang dialami oleh
2. Jelaskan strategi anak
meredakan nyeri 2. Supaya keluarga dapat
mengetahui cara
meredakan nyeri pada
anak
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi 1. Untuk meredakan nyeri
pemberian analgetik, dengan terapi
jika perlu farmaklogis

Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermi  Manajemen hipertermi 


berhubungan Tindakan keperawatan Observasi Obeservasi
dengan selama 3x24 jam 1. 1.Untuk mengetahui keadaan
peningkatan laju termoregulasi hipertermia (mis hipertermi
metabolisme, membaik, dengan dehidrasi, paparan 2.Untuk mengetahui keadaan
proses inflamasi. kriteria hasil: sinar UV) suhu tubuh pasien
-Suhu tubuh membaik 2. 3.Untuk mengetahui produksi
-Kulit merah menurun 3. urine
3. Kejang menurun 4. 4.Agar tidak terjadi kesalahan
-Takikardi menurun akibat hipertemia dalam melakukan tindakan
-Takipnea menurun
-Kulit hangat Teraupeutik
membaik Teraupeutik
1.Sediakan lingkungan 1.Agar pasien merasa aman
yang nyaman dan nyaman selaa dilakukan
perawatan
Edukasi Edukasi
1.Anjurkan tirah baring 1. Agar kebutuhan istirahat
tercukupi
Kolaborasi Kolaborasi
1.Berikan terapi O2 1. Untuk memenuhi suplai 02
didalam tubuh

Resiko Setelah dilakukan Pencegahan Syok Pencegahan Syok


ketidakefektifan asuhan keperawatan, Observasi Observasi
perfusi jaringan pefusi jaringan 1.Monitor 1.Untuk mengetahui status
serebral b/d proses serebral efektif, statuskardiopulmonal, kardiopulmonal,cairan, dan
inflamasi, edema dengan Kriteria Hasil: oksigenasi, status cairan, tingkat kesadaran pasien
pada otak. -TTV dalam batas dan kesadaran
normal Terapetik Terapetik
-Status oksigenasi 1.Berikan oksigen 1.Untuk memenuhi kebutuhan
normal 2.Pasang jalurIV o2 dalam tubuh
-intake dan output 3.Pasang Kateter urin 2.Untuk membantu pemenuhan
seimbang cairan
-Kesadaran 3.Untuk mengobservasi
Composmentis haluaran urin
Edukasi Edukasi
1.Jelaskan tanda dan gejala 1.Supaya keluarga dapat
syok, serta penyebab syok mengetahui tanda, geala, serta
penyebab syok pada anak
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemebrian 1.Untuk membantu pemenuhan
IV cairan dan atau obat per IV
2.Kolaborasi pemeberian 2.Untuk pengobatan inflamasi
anti inflamasi pada pasien

Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
berhubungan tindakan keperawatan, Observasi Observasi
dengan penurunan tidak terjadi aspirasi 1. Monitor bunyi napas 1.Untuk mengetahui adanya
tingkat kesadaran pada klien, dengan tambahan bunyi napas tambahan
Kriteria Hasil : Terapetik Teerapetik
-Jalan napas efektif 1.Posisikan semi-fowler 1.Untuk mencegah terjadinya
-Status Oksigenasi atau fowler, atau miring aspirasi
baik pada pasien dengan 2.Supaya kebutuhan oksigen
penurunan kesadaran terpenuhi
2.Berikan oksigen

Resiko cedera Setelah dilakukan Manajeman Kejang Manajeman Kejang


berhubungan tindakan keperawatan,
dengan kejang tidak terjadi cedera Observasi Observasi
berulang, fiksasi pada klien, dengan 1.Monitor terjadinya 1.Untuk mengatahui adanya
kurang optimal. kriteria hasil : kejang kejang
-lingkungan aman 2.Monitor karakteristik 2.karakteristik kejang perlu
-Kejang terkendali kejang diketahui untuk merencanakan
tindakan keperawatan
selanjutnya
Terapetik Terapetik
1.Baringkan klien 1.Untuk menghindari jatuh
2.Pertahankan kepatenan 2.Untuk menghindari
jalan napas terjadinya gagal napas saat
3.longgarkan pakaian kejang
terutama bagian leher 3.Supaya tidak terjadi
4.Jauhkan benda-benda hambatan jalan napass
berbahaya 4.Supaya tidak membahayakan
5.Dampingi selama klien dan sekitarnya
periode kejang 5.Untuk mengetahui durasi dan
6.Dokumentasikan durasi karakteristik kejang serta
dan periode terjadinya mamastikan pasien aman saat
kejang periode kjang
6.Untuk mencatat status kejang
sebagai tinjauan dalam
pemebrian perawatan
selanjutnya
Edukasi Edukasi
1.Anjurkan keluarga untuk 1.Supaya tidak tejadi masalah
tidak menggunakan keparawatan baru setelah
kekerasan untuk menahan pasien kejang
gerakan pasien

Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1.Untuk mengatasi kejang pada
antikonvulsan klien

Anda mungkin juga menyukai