1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula
spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf
pusat (Suriadi & Yuliani, 2010). Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah
akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik
pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi
oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner &
Suddart, 2013).
2. Etiologi
Penyebab meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari
peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora
dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia
collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada anak
berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan
mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak
yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3
(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal
kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan
untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan
leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada
penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai
trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.
(leukosit normal : 5000-10000/mm3 , trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3 , Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki :
14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl). 3)
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5
mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang dengan dosis yang sama 15
menit kemudian. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara
intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus
30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya
untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg
BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam 6
dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi dalam 4
dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2
hari lagi. Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan obat
yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resisten kuman.
2. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik
bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH.
Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan
reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama
3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai
likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit
sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison dengan dosis
2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian
kortikosteroid seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan
kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan
pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu
diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit
perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan.
Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan
dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat
hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab
itu untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di
berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1.
Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan
harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan
kecukupan cairan atau tidak. Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di
perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan padasendi-sendi
dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut
terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan
dengan selalu bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien
tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu
terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien
kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien
berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
7. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami kematian yang
tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam memberikan penyuluhan kepada
keluarga mengenai berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi
yang dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan
tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi dari
pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada
usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
b. Identitas Pasien Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan
atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit
kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan
demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit
dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi;
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis
perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu
pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin,
2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ
yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan
sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, gangguan
kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki
(paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar
antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu
normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan <
50 x/menit, 12 bulan-< 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
2) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang
lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada
anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu
dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada
pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
3) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
5) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
6) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan
oleh infeksi E.colli.
7) Dada a)
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
b) Jantung penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).
8) Kulit Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami
penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
9) Ekstremitas Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
10) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
11) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien
dengan meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.
12) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi
pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
13) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan,
maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008)
2. Masalah Keperawatan dan Data Pendukung
Kolaborasi Kolaborasi
1.Untuk memenuhi kebutuhan
1.Kolaborasi pemberian cairan tubuh pasien
cairan IV isotonis (mis. 2.Untuk memenuhi kebutuhan
NaCL, RL) cairan tubuh pasien
3.Untuk memenuhi kebutuhan
2.Kolaborasi pemberian cairan tubuh pasien
cairan IV hipotonis (mis. 4.Untuk menghindari
glukosa 2,5%, NaCL terjadinya kekurangan darah
0,4%) pada pasiennya
3.Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, Plasmanate)
4.Kolaborasi pemberian
produk darah
Terapeutik Terapetik
1. Berikan teknik 1.Untuk mengurangi nyeri
nonfarmakologis selain menggunakan obat
untuk mengurangi 2. Untuk menghindarkan
rasa nyeri (mis, lingkungan yang memperberat
TENS, hipnosis, nyeri
akupresur, terapi 3. supaya tubuh pasien
musik, biofeedback, menjadi relaksasi
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab, 1. Supaya keluarga dapat
periode, dan pemicu mengetahui tentang
nyeri nyeri yang dialami oleh
2. Jelaskan strategi anak
meredakan nyeri 2. Supaya keluarga dapat
mengetahui cara
meredakan nyeri pada
anak
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi 1. Untuk meredakan nyeri
pemberian analgetik, dengan terapi
jika perlu farmaklogis
Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
berhubungan tindakan keperawatan, Observasi Observasi
dengan penurunan tidak terjadi aspirasi 1. Monitor bunyi napas 1.Untuk mengetahui adanya
tingkat kesadaran pada klien, dengan tambahan bunyi napas tambahan
Kriteria Hasil : Terapetik Teerapetik
-Jalan napas efektif 1.Posisikan semi-fowler 1.Untuk mencegah terjadinya
-Status Oksigenasi atau fowler, atau miring aspirasi
baik pada pasien dengan 2.Supaya kebutuhan oksigen
penurunan kesadaran terpenuhi
2.Berikan oksigen
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1.Untuk mengatasi kejang pada
antikonvulsan klien