Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

KOMA HIPOGLIKEMIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti
Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Soedirman Kebumen

Disusun oleh:
Aliffia Herynt Yuniarisqa Saputri
15711203

Pembimbing:
dr. A. Imbar Sudarsono, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
2021
KOMA HIPOGLIKEMIA

A. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI


Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa/gula
darah rendah atau berada di bawah level normal. Glukosa, yang merupakan
sumber energi penting bagi tubuh utamanya berasal dari makanan dan
karbohidrat. Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi: 1. True hipoglikemi,
ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl 2. Koma
hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl 3.
Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik,
kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia
namun kadar glukosa darah normal. 4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-
tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya merupakan tanda
prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang terkena diabetes melitus.
Koma hipoglikemik adalah keadaan darurat penyakit dalam yang
disebabkan oleh penurunan glukosa darah yang serius (<2,8 mmol/L) (1) dan
mengakibatkan gangguan fungsi dasar otak dan hilangnya kesadaran, yang
dapat mengancam jiwa (2). Dengan meningkatnya prevalensi diabetes, insiden
hipoglikemia dan koma hipoglikemik meningkat, dan beberapa pasien
meninggal karena penyakit serius. Menganalisis dan meringkas faktor risiko
hipoglikemia pada pasien diabetes, dan intervensi hipoglikemia dengan
adanya berbagai faktor risiko penting untuk mengurangi hipoglikemia dan
koma hipoglikemik. Namun, banyak staf medis dan pasien dengan diabetes
masih kurang kesadaran akan koma hipoglikemik dan pemahaman tentang
gambaran klinis, faktor risiko, dan penilaian, yang mengakibatkan tingginya
insiden hipoglikemia, serta konsekuensi yang serius dan tidak perlu.
Dilaporkan bahwa angka kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes yang
menggunakan agen hipoglikemik adalah 14%, di antaranya 3% mengalami
hipoglikemia berat (2).
Prevalensi diabetes di Cina telah meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Prevalensi diabetes pada orang di atas usia 18 tahun
telah mencapai 11,6%, dengan peningkatan yang sesuai dalam kejadian
komplikasi diabetes. Hipoglikemia paling sering terjadi pada pasien dengan
diabetes tipe 1 (3), dan kejadiannya pada pasien dengan diabetes tipe 2 juga
tinggi (4,5). Koma hipoglikemik juga dapat menyebabkan kerusakan serius
pada tubuh, atau bahkan kematian (6).
B. ETIOPATOGENESIS
Glukosa merupakan substrat penting untuk proses metabolisme yang
menghasilkan energi untuk homeostasis. Ini adalah bahan bakar utama yang
digunakan oleh otak dan dengan demikian beberapa mekanisme
mempertahankan konsentrasi glukosa atau sebagai proses alternatif yang
dapat memfasilitasi, seperti lipolisis yang menghasilkan bahan bakar alternatif
berguna untuk metabolisme otak. Telah ditunjukkan bahwa aktivasi
mekanisme ini terjadi pada ambang glikemik yang lebih tinggi daripada di
mana gangguan kognitif terjadi (5, 6). Pertahanan pertama terhadap
hipoglikemia adalah penghentian sekresi insulin dari sel B pankreas karena
konsentrasi glukosa plasma menurun (7, 8). Penurunan sekresi insulin
tampaknya terjadi pada konsentrasi glukosa plasma sekitar 81mg/dL
(4,5mmol/L) (9). Mekanisme terpenting berikutnya untuk mencegah
hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon (7). Ketika produksi
glukagon tidak memadai, hipoglikemia berlanjut tanpa perbaikan.
Epinefrin juga merupakan faktor penting dalam mencegah
hipoglikemia, tetapi tampaknya tidak penting dengan adanya glukagon. Hanya
ketika glukagon kekurangan atau responsnya tidak memadai, peran epinefrin
menjadi signifikan (7). Tingkat glukagon dan epinefrin meningkat ketika
konsentrasi glukosa turun di bawah kisaran fisiologis (68mg/dL (3,8mmol/L))
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah
peningkatan akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin):
batas glukosa tersebut adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya
epinefrin menunjukkan aktivasi system simpatoadrenal. Bila kadar glukosa
tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik mulai tampak.
Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi
psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada
individu yang masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi
system simpatoadrenal terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna
timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar yang mempunyai kemampuan
kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang diperlukan (9).
Dalam kasus hipoglikemia yang berkepanjangan, kortisol dan hormon
pertumbuhan merupakan mekanisme kontra-regulasi yang penting; namun,
pada hipoglikemia akut, mereka tampaknya tidak menjadi kontributor yang
signifikan terhadap tanggapan kontra-regulasi (7). Ketika mekanisme di atas
gagal atau rusak, hipoglikemia terjadi.
C. DIAGNOSIS
Gejala hipoglikemia dapat dibagi menjadi otonom dan
neuroglikopenik (10, 11). Gejala otonom terjadi pada konsentrasi glukosa
plasma sekitar 60 mg/dL (3,3 mmol/L) sedangkan gejala neuroglikopenik
terjadi pada konsentrasi glukosa plasma sekitar 50 mg/dL (2,8 mmol/L) atau
kurang (5). Gejala otonom lebih lanjut dapat dibagi menjadi: gejala adrenergik
yang meliputi palpitasi, takikardia, kecemasan, tremor; dan gejala kolinergik
yang meliputi berkeringat, panas, mual dan lapar (10). Gejala ini diaktivasi
oleh autonomic nervous system (ANS) dan dimediasi oleh katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dari adrenal medulla dan asetilkolin dari post-
synaptic nerve endings. Gejala neuroglikopenik termasuk kelemahan,
perubahan perilaku, perubahan visual, kebingungan, disartria, pusing / pusing,
amnesia, lesu, kejang, kehilangan kesadaran dan koma. Kematian otak telah
diketahui terjadi pada kasus-kasus ketika hipoglikemia berkepanjangan (9).
Kehadiran gejala otonom serta neuroglikopenik sangat sugestif
hipoglikemia. Namun, orang harus mencatat bahwa gejala ini tidak spesifik.
Karena itu penting untuk mengkonfirmasi hipoglikemia dengan menetapkan
adanya trias Whipple sebelum memulai evaluasi untuk mencegah pengujian
yang tidak beralasan dan mahal pada pasien yang tidak memiliki hipoglikemia
klinis yang sebenarnya (12). Trias Whipple (4, 3) terdiri dari: gejala, tanda
atau keduanya yang sesuai dengan hipoglikemia; konsentrasi glukosa plasma
yang rendah pada saat dugaan hipoglikemia; resolusi gejala atau tanda ketika
hipoglikemia dikoreksi, penting bahwa konsentrasi glukosa plasma yang
digunakan untuk menetapkan dan mendokumentasikan trias Whipple diukur
dari pengambilan darah vena dan diukur di laboratorium yang andal (12).
Hubungan hipoglikemia dengan makanan tidak penting dalam
menentukan etiologi (13). Hal ini karena pasien dengan insulinoma mungkin
memiliki gejala post absorptive, gejala postprandial atau kombinasi keduanya
(14). Pasien dengan konsentrasi glukosa plasma spontan kurang dari 55 mg/dL
(3 mmol/L) pada darah vena memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Evaluasi
hipoglikemia harus dilakukan pada saat terjadinya gejala secara spontan (13).
Plasma diperoleh untuk glukosa, insulin, C-peptida, pro-insulin, beta-
hidroksibutirat dan agen hipoglikemik oral yang bersirkulasi. Setelah ini
diperoleh, hipoglikemia dibalik dengan memberikan 1 mg glukagon intravena
dan glukosa plasma diukur. Nilai diagnostik untuk hiperinsulinemia endogen
adalah konsentrasi insulin plasma minimal 3 U/mL (18 pmol/L), konsentrasi
plasma C-peptida minimal 0,6 ng/mL (0,2 nmol/L), konsentrasi proinsulin
minimal 5,0 pmol /L, beta hidroksibutirat <2,7 mmol/L bila glukosa plasma
puasa kurang dari 55 mg/dL (3 mmol/L) (12). Jika gejala spontan tidak terjadi
maka orang ingin menciptakan kembali keadaan di mana gejala terjadi.

D. TATALAKSANA
Pengobatan yang dapat di berikan pada pasien dengan penyakit
Hipoglikemi tergantung pada keparahan dari Hipoglikemi. Hipoglikemi
ringan mudah di obati dengan asupan karbohidrat seperti minuman yang
mengandung glukosa, tablet glukosa, atau dengan mengkonsumsi makanan
ringan. Sedangkan pada Hipoglikemi berat di butuhkannya bantuan eksternal,
antara lain :
1. Dekstrosa
Pada keadaan pasien yang tidak mampu menelan glukosa karena pingsan,
kejang, atau adanya perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
di berikannya dekstrosa dalam air dengan konsentrasi 50% dimana dosis
biasanya yang di berikan kepada orang dewasa, sedangkan pemberian
konsentrasi 25% yang biasanya akan di berikan kepada anak-anak.
2. Glukogen
Tidak seperti dekstrosa, yang dalam pemberiannya harus di berikan
melalui intravena, glukogen dapat di berikan pada klien dengan melalui
subkutan (SC) atau intramuskular (IM) yang dimana akan di lakukan oleh
perawat yang memang sudah pengalaman dalam memberikan glokugen.
Dalam hal ini tentunya akan dapat mencegah terjadinya ke terlambatan
dalam memulai pengobatan yang dapat di lakukan secara darurat.
Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat
sulfonilurea sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada
risiko jatuh koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa
diteruskan dengan infus dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa
darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%.
Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian
glukagon.
Bila sadar :
1. Gula murni 30 gr ( 2 sendok makan)/sirup, jika pasien masih
sadar
2. hentikan obat hipoglikemik sementara
Bila tidak sadar :
 injeksi iv glukosa 20 gram iv (D40% 50 ml)
 dilanjutkan dengan D10% 500 cc/ 6-8 jam jika kadar glukosa 80 -100 mg/dl
 D5% jika kadar glukosa > 200 mg/dL
3. Pemantauan :
 pamantauan GDS setiap jam jika GDS < 100mg/dL
 Bila GDS > 100mg/dL cek GDS sebanyak 3 kali berturut-turut,
4. Jika pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dL  hidrokortison 100 mg
per 4 jam selama 12 jam atau inj deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg
tiap 6 jam Manitol 1.5 – 2 g/kgBB setiap 6 -8 jam
DAFTAR PUSTAKA

1. Ben-Ami H, Nagachandran P, Mendelson A, Edoute Y: Drug-induced


hypoglycemic coma in 102 diabetic patients. Arch Intern Med, 1999; 159:
281–84
2. Scherbaum WA, Scherbaum CR: Diabetes emergencies. Med Klin
Intensivmed Notfmed, 2014; 109: 279–92; quiz 293–94
3. Whipple AO. The surgical therapy of hyperinsulinismus. Journal of
Chiropractic Medicine 1938 3 237–276.
4. Whipple AO. Islet cell tumors of the pancreas. Canadian Medical
Association Journal 1952 66 334–342.
5. Mitrakou A, Ryan C, Veneman T, Mokan M, Jenssen T, Kiss I, Durrant J,
Cryer P & Gerich J. Hierarchy of glycemic thresholds for
counterregulatory hormone secretion, symptoms, and cerebral dysfunction.
American Journal of Physiology 1991 260 E67–E74.
6. Schwartz NS, Clutter WE, Shah SD & Cryer PE. Glycemic thresholds for
activation of glucose counterregulatory systems are higher than the
threshold for symptoms. Journal of Clinical Investigation 1987 79 777–
781. (doi:10.1172/JCI112884)
7. Cryer PE & Gerich JE. Glucose counterregulation, hypoglycemia, and
intensive insulin therapy in diabetes mellitus. New England Journal of
Medicine 1985 313 232–241. (doi:10.1056/NEJM198507253130405)
8. Cryer PE, White NH & Santiago JV. The relevance of glucose
counterregulatory systems to patients with insulin-dependent diabetes
mellitus. Endocrine Reviews 1986 7 131–139. (doi:10.1210/edrv-7-2-131)
9. Cryer PE. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death.Journal
of Clinical Investigation 2007 117 868–870. (doi:10.1172/JCI31669)
10. Towler DA, Havlin CE, Craft S & Cryer P. Mechanism of awareness of
hypoglycemia. Perception of neurogenic (predominantly cholinergic)
rather than neuroglycopenic symptoms. Diabetes 1993 42 1791–1798.
(doi:10.2337/diab.42.12.1791)
11. DeRosa MA & Cryer PE. Hypoglycemia and the sympathoadrenal system:
neurogenic symptoms are largely the result of sympathetic neural, rather
than adrenomedullary, activation. American Journal of Physiology:
Endocrinology and Metabolism 2004287 E32–E41.
12. Cryer PE, Axelrod L, Grossman AB, Heller SR, Montori VM, Seaquist
ER & Service FJ. Evaluation and management of adult hypoglycemic
disorders: an Endocrine Society Clinical Practice Guideline. Journal of
Clinical Endocrinology and Metabolism 2009 94 709–728.
(doi:10.1210/jc.2008-1410)
13. Service FJ. Diagnostic approach to adults with hypoglycemic disorders.
Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 1999 28 519–
532, vi. (doi:10.1016/S0889-8529(05)70086-4)
14. Placzkowski KA, Vella A, Thompson GB, Grant CS, Reading CC,
Charboneau JW, Andrews JC, Lloyd RV & Service FJ. Secular trends in
the presentation and management of functioning insulinoma at the Mayo
Clinic, 1987–2007. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism
2009 94 1069–1073. (doi:10.1210/jc.2008-2031)

Anda mungkin juga menyukai