Anda di halaman 1dari 35

REKOMENDASI HASIL STUDI PISA DAN TIMSS

DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

SISWA

Makalah

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Literasi Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh

KELOMPOK 5

Nurul Fatimah 20700118001


Rahmadhani Hamid 20700118003
Nur Rahmi Rusli 20700118006
Muhammad Thariq 20700118013
Hartatiyah Jasnar 20700118018
Rikki raja 20700118025
Fajriani Asdar 20700118032

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kemudahan sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini untuk

memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Literasi Matematika dengan judul

“Rekomedasi Hasil Studi PISA dan TIMSS untuk Meningkatkan Kemampuan

Matematika Siswa” dan tentunya agar dapat menjadi sumber pengetahuan dari

pembaca.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata

Kuliah Literasi Matematika Bapak Ahmad Farham Majid, S.Pd.,M.Pd yang telah

membimbing dalam proses perkuliahan mata kuliah ini.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kata sempurna

dalam beberapa hal. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca

untuk makalah ini, supaya nantinya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih

baik lagi. Penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat banyak kesalahan.

Samata, Juli 2021

KELOMPOK V
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Pembahasan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. PISA 5
B. TIMSS 7
C. Kemampuan Matematika Siswa 9
D. Rekomendasi Hasil Studi PISA dan TIMSS untuk Meningkatkan Kemampuan
Matematika Siswa 17
BAB III PENUTUP 29
A. Kesimpulan 29
B. Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam

pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan,

sumber daya manusia yang bermutu lebih penting dari pada sumber daya alam yang

melimpah. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di

tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan. Salah satunya,

tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sumber daya

manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu.

Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat

ditawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

Indonesia.

Salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di tanah air

cenderung masih rendah adalah hasil penilaian internasional tentang prestasi siswa.

Survei Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun

2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata

skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada tahun 1999, kenaikan tersebut secara

statistik tidak signifikan, dan skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah

ASEAN. Prestasi itu bahkan relatif lebih buruk pada Programme for International

Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam
literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan. Program yang diukur setiap

tiga tahun, pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 2 terendah dari

40 negara sampel, yaitu hanya satu peringkat lebih tinggi dari Tunisia. Indonesia

mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003 dan 2007 (dan sekarang, 2011, sedang

berlangsung) dan PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil tidak

menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan.

Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65

peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496.

Prestasi pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rata-rata skor siswa

kelas 8 kita menurun menjadi 405, dibanding tahun 2003 yaitu 411. Rangking

Indonesia pada TIMSS tahun 2007 menjadi rangking 36 dari 49 negara. Hasil TIMSS

dan PISA yang rendah tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu

faktor penyebab antara lain siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam

menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan

PISA. Hal itu setidaknya dapat dicermati dari contoh-contoh instrumen penilaian

hasil belajar yang didesain oleh para guru matematika SMP (Sekolah Menengah

Pertama) di Indonesia dalam Model Pengembangan Silabus yang diterbitkan oleh

BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) pada tahun 2007. Silabus yang disusun

pada umumnya menyajikan instrumen penilaian hasil belajar yang substansinya

kurang dikaitkan dengan konteks kehidupan yang dihadapi siswa dan kurang

memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir dan berargumentasi.


Keadaan itu tidak sejalan dengan karakteristik dari soal-soal pada TIMSS dan PISA

yang substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas

dalam menyelesaikannya.

Jika kita mencermati buku-buku teks matematika untuk siswa yang digunakan

di sekolah-sekolah, termasuk buku-buku yang sudah lolos dari penilaian BSNP, maka

tidak mudah untuk menemukan soal-soal latihan yang karakteristiknya seperti soal -

soal di TIMSS dan PISA. Padahal, buku-buku tersebutlah yang banyak digeluti siswa

dalam pembelajaran sehari-hari. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, sudah

semestinya kita mengupayakan berbagai alternatif dan inovasi dalam rangka

meningkatkan kemampuan matematika siswa kita. Salah satu unsur kunci adalah

peningkatan mutu guru, sebagaimana ditekankan dalam berbagai literatur dan hasil

penelitian. Sehingga dibutuhkan rekomendasi – rekomendasi yang sekiranya dapat

meningkatkan kualitas pendidikan saat ini, mengingat berdasarkan hasil studi

internasional, posisi kualitas pendidikan di Indonesia masih tidak begitu baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka bisa dirumuskan beberapa masalah

berikut ini :

“Bagaimana gambaran mutu pendidikan Indonesia dilihat dari hasil-hasil

studi-studi internasional ( PISA dan TIMSS ) serta rekomendasi-rekomendasi apa

saja yang perlu diusulkan untuk melakukan pembenahan dalam hubungannya dengan
peningkatan mutu pendidikan berdasarkan hasil studi internasional ( PISA dan

TIMSS ) ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui seperti apa gambaran mutu dan kualitas pendidikan di

Indonesia berdasarkan hasil – hasil studi internasional ( PISA dan TIMSS ) serta

rekomendasi – rekomendasi yang diusulkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

di Indonesia setelah meninjau hasil studi internasional ( PISA dan TIMSS )


BAB II

PEMBAHASAN

A. PISA (Programme for International Student Assessment)

PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi

internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, sains, dan keuangan

siswa sekolah berusia 15 tahun. Indonesia merupakan satu dari beberapa negara yang

berpartisipasi dalam program PISA. Manfaat yang diperoleh siswa sebagai partisipan

adalah untuk mengaplikasikan konsep dari materi yang telah diterima di sekolah ke

dalam masalah kehidupan seharihari melalui soal-soal yang dirilis oleh PISA (Aini,

2014).

Penelitian yang dilakukan PISA meliputi tiga periode, yaitu tahun 2000/2001,

2003, dan 2006. Dalam setiap periode, diujikan tiga domain (membaca, matematika,

dan sains) yang penekanannya berbeda dalam setiap periode. Penekanan pada tahun

2000/2001 adalah pada kemampuan literasi membaca, tahun 2003 kemampuan

literasi matematika, dan tahun 2006 kemampuan literasi sains. Program siklus tiga

tahunan ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkesinambungan

mengenai kemajuan prestasi siswa dari waktu ke waktu. Dari segi peserta, pada PISA

2000 diikuti oleh 43 negara (28 negara OECD dan 15 negara Non-OECD); PISA

2003 diikuti oleh 41 negara (30 negara OECD dan 11 negara Non-OECD); dan PISA

2006 diikuti oleh 57 negara (30 negara OECD dan 27 negara Non-OECD). Rencana
PISA 2009 akan diikuti oleh 66 negara (30 negara OECD dan 36 negara Non-OECD)

. (Internasional & Tjalla, 2005)

PISA (Programme for International Student Assesment) merupakan studi

tentang program penilaian siswa tingkat internasional yang diselenggarakan oleh

Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) atau organisasi

untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, yang berkedudukan di Paris, Prancis.

PISA adalah studi yang dikembangkan oleh beberapa negara maju di dunia yang

tergabung dalam the Organization for Economic Cooperation and Development

(OECD). PISA dilakukan setiap tiga tahun oleh Organisasi untuk Kerjasama

Ekonomi dan Pembangunan (OECD). PISA ini memonitoring hasil sistem dari sudut

capaian belajar siswa di tiap negara peserta yang mencakup tiga literasi yaitu: literasi

membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematic literacy) dan literasi

sains (scientific literacy). Tujuan umum dari PISA adalah untuk menilai sejauh mana

siswa berusia 15 tahun di negara OECD dan negara lainnya telah memperoleh

kemahiran yang tepat dalam membaca, matematika dan ilmu pengetahuan untuk

membuat kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat mereka (Rahmawati, 2014).

Kemendikbud (2015) tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi

membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun di negara-negara

peserta bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah untuk

mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi

literasi siswa di negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena
itu, hasil studi di harapkan dapat digunakan sebagai masukkan dalam perumusan

kabijakan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Keterlibatan Indonesia dalam Program for International Student Assessment

(PISA) adalah upaya melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita

berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. Hal ini menjadi sangat penting

dilihat dari kepentingan anak-anak kita di masa depan yang akan datang sehingga

mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi.

Indonesia telah mengikuti studi PISA sejak tahun 2000 hingga 2009 dan

terakhir adalah pada tahun 2012 ini. Hasil yang diperoleh Indonesia pada studi PISA

tersebut masih sangat jauh dari yang diharapkan.

B. TIMSS

TIMSS (Trend In International Mathematics and Science Study) adalah

studi internasional tentang kecenderungan atau arah dan perkembangan matematika

dan sains. Studi ini diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation

of Educational Achievement (IEA) yaitu suatu badan asosiasi internasional untuk

menilai prestasi dalam pendidikan. TIMSS berpusat di Lynch School of Education,

Boston College, USA. (Herman, 2003)

Studi ini didesain untuk menyediakan informasi yang diperlukan bagi para

policy markers, pengembang kurikulum, dan peneliti agar mereka memahami secara

mendalam mengenai prestasi dan sistem pendidikan yang dimilikinya. Studi


komparasi mengenai prestasi siswa kelas empat dan lima dalam matematika dan sains

ini diikuti oleh sekitar 40 negara di dunia. Data dalam studi dikumpulkan melalui tes,

kuisioner, videotapes, analisis kurikulum, dan konteks matematika dan sains. Jenis

informasi yang dikumpulkan termasuk sistem pendidikan, kurikulum, karakteristik

guru dan sekolah, serta praktek pembelajaran (Herman, 2003).

TIMSS menurut Thomson dalam (Prastyo, 2020) merupakan studi

komparatif internasional yang komprehensif dalam matematika dan sains Studi ini

dilakukan setiap 4 tahun sekali, dan pertama kali dilaksanakan pada tahun 1995.

Tujuan TIMSS adalah untuk mengetahui kemampuan pelajar kelas IV dan kelas VIII

dalam mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam di beberapa negara

peserta.(Hera & Sari, 2015) Indonesia pertama kali mengikuti TIMSS pada tahun

1999 dan terus mengikuti studi ini hingga tahun 2019. Hasil TIMSS 2019 akan keluar

pada bulan Desember 2020.

Dalam rangka membandingkan prestasi matematika dan sains siswa kelas 4

dan 8 di beberapa negara telah dilakukan suatu penelitian, yaitu Trend In

International Mathematics And Science Study (TIMSS). Secara umum TIMSS

bertujuan memantau hasil sistem pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian

belajar siswa dalam bidang Matematika dan Sains. TIMSS dilakukan secara rutin

setiap 4 tahun sekali, yaitu tahun 1995, 1999, 2003, 2007, 2011 dan 2015. Indonesia

termasuk salah satu negara yang menjadi objek TIMSS pada empat periode terakhir.

(Hadi & Novaliyosi, 2019).


Melalui TIMSS terdapat 3 domain kognitif yang diharapkan dimiliki siswa,

yaitu mengetahui, mengaplikasikan, dan menalar (International Association for the

Evaluation of Educational Achievement dalam (Prastyo, 2020). Pada domain

mengetahui mencakup pemahaman siswa terhadap konsep dan prosedur yang

diperlukan oleh siswa. Pada domain mengaplikasikan mencakup kemampuan siswa

dalam menggunakan pengetahuan dan konsep untuk menyelesaikan masalah. Pada

domain menalar mencakup kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal yang

tidak rutin dan memerlukan beberapa langkah penyelesaian.

C. Kemampuan Matematika Siswa

Kemampuan siswa erat kaitannya dengan perolehan hasil belajar. Bila

berhadapan dengan sejumlah siswa yang tidak dipilih secara khusus berdasarkan

kecerdasannya, maka di antara mereka terdapat siswa yang pandai, sedang, dan

lemah. Menurut Poerwadarminta (2005) kemampuan berasal dari kata “mampu” yang

mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan Sedangkan menurut Uno

(2008), “kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan

yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.” (Pesona & Yunianta, 2018).

Sehingga dapat disimpukan bahwa kemampuan matematika adalah kesanggupan

seseorang berdasarkan kinerja, pikiran , sikap, dan perilakunya dalam belajar

matematika.
Sumarno (2012) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika

seharusnya perlu ditekankan pada berbagai kemampuan matematis, sehingga siswa

tidak kesulitan jika menemui berbagai permasalahan matematis dalam kehidupan.

Kemampuan-kemampuan matematis yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh

mahasiswa yaitu kemampuan komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran

matematis, pemecahan masalah matematis, berpikir kritis matematis, dan berpikir

kreatif matematis (Ulya et al., 2019)

Bloom menjelaskan bahwa terdapat 4 macam pengetahuan, yaitu

pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan

pengetahuan metakognitif. Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan yang berisi

unsur-unsur dasar dalam suatu ilmu. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan

yang menunjukkan saling keterkaitan unsur-unsur dasar dengan struktur yang lebih

besar. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan

sesuatu (algoritma). Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi

secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri, misalkan pengetahuan seseorang

tentang strategi umum dalam berpikir dan memecahkan masalah. Keempat

pengetahuan tersebut juga berlaku dalam disiplin ilmu matematika, sehingga

kemampuan matematika seseorang dapat diukur dengan pengetahuan-pengetahuan

tersebut. (Krisnawati, 2012)


Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes)

mengelompokkan tingkat kemampuan siswa pada lima level berbeda dan bersifat

hirarkis, yaitu:

1. level 0: prastruktural (prestructural), siswa yang tidak menggunakan data

yang terkait dalam menyelesaikan suatu tugas, atau tidak menggunakan data

yang tidak terkait yang diberikan secara lengkap

2. level 1: unistruktural (unistructural), siswa yang dapat menggunakan satu

penggal informasi dalam merespons suatu tugas (membentuk suatu data

tunggal)

3. level 2: multistruktural (multistructural), siswa yang dapat menggunakan

beberapa penggal informasi tetapi tidak dapat menghubungkannya secara

bersama-sama

4. level 3: relasional (relational), siswa yang dapat memadukan penggalan-

penggalan informasi yang terpisah untuk menghasilkan penyelesaian dari

suatu tugas

5. level 4: extended abstract. siswa yang dapat menghasilkan prinsip umum dari

data terpadu yang dapat diterapkan untuk situasi baru (mempelajari konsep

tingkat tinggi) (Pesona & Yunianta, 2018)

Melalui TIMSS terdapat beberapa kemampuan matematis yang diharapkan

dimiliki oleh para pelajar, utamanya kelas IV dan kelas VIII sebagai objek penilaian

TIMSS.
1. kelas IV

(Hooper et al., 2013) meenjelaskan bahwa melalui TIMSS terdapat beberapa

kemampuan matematis yang diharapkan dimiliki oleh para pelajar, utamanya kelas IV

a. Pada materi bilangan siswa diharapkan mampu: menuliskan bilangan yang terdiri

dari 2 angka sampai 6 angka, melakukan operasi pengurangan dan penjumlahan

bilangan hingga 4 angka (secara langsung atau soal cerita sederhana), melakukan

operasi pembagian dan perkalian bilangan hingga 3 angka (secara langsung atau

dalam bentuk soal cerita sederhana), membulatkan ke bilangan terdekat,

menyelesaikan soal cerita sederhana yang melibatkan 2 atau lebih operasi hitung,

melengkapi operasi hitung matematika, menentukan hubungan bilangan yang

dinyatakan dalam soal cerita, memahami konsep pecahan (menyatakan pecahan),

melakukan penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa yang sederhana, (secara

langsung atau soal cerita sederhana) memahami konsep pecahan desimal,

penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal sederhana.

b. Pada materi pengukuran dan geometri siswa diharapkan mampu: menyelesaikan

soal yang berkaitan dengan satuan hitung (panjang, berat, volume, dan waktu),

menentukan luas bangun datar, menentukan volume kubus, mengetahui hubungan

antar garis dan sudut, memahami sifat bangun datar dan bangun ruang.

c. Pada materi data siswa diharapkan mampu memahami data yang disajikan (dalam

bentuk tabel dan berbagai grafik) serta menyelesaikan soal.

2. VIII
(Ina V S Mullis et al., 2011) menjelaskan bahwa melalui TIMSS terdapat

beberapa kemampuan matematis yang diharapkan dimiliki oleh para pelajar kelas

VIII.

a. Pada materi bilangan siswa diharapkan mampu: memahami konsep bilangan

(bilangan prima, bilangan berpangkat, dan akar bilangan), melakukan operasi

hitung bilangan (secara langsung dan soal cerita), mengurutkan berbagai bentuk

bilangan pecahan, menghitung operasi campuran bilangan pecahan (secara

langsung atau soal cerita), menyelesaikan operasi hitung pecahan (pecahan biasa

dan pecahan desimal secara langsung maupun soal cerita), memahami konsep

persamaan (rasio), menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan mengubah

bentuk pecahan (persen dan desimal).

b. Pada materi aljabar siswa diharapkan mampu: menentukan nilai variabel suatu

persamaan linier, menyederhanakan persamaan linier, menyelesaikan persamaan

dan pertidaksamaan linier (secara langsung maupun dalam soal cerita),

menyelesaikan persamaan linier 2 variabel (secara langsung maupun dalam soal

cerita), memahami konsep garis miring dan perpotongan antar garis lurus.

c. Pada materi geometri diharapkan mampu: menentukan hubungan antara sudut dan

garis, memahami konsep Pythagoras, menentukan bangun ruang berdasarkan sifat

yang dimiliki, memahami segitiga dan segiempat yang kongruen dan sebangun,

memahami hasil transformasi bangun datar.

d. Pada materi data dan peluang siswa diharapkan mampu: memahami satu atau

lebih sumber data, memahami prosedur yang tepat dalam mengumpulkan dan
menyajikan data, memahami data yang disajikan (mean, median, modus, dan

jangkauan), memahami konsep peluang.

Hasil TIMSS dapat dikategorikan dalam 4 tingkat kemampuan (Ina V.S.

Mullis, Michael O. Martin, Pierre Foy, 2015). Kemampuan tingkat pertama adalah

kemampuan tingkat lanjut. Kemampuan tingkat kedua adalah kemampuan tingkat

tinggi. Kemampuan tingkat ketiga adalah kemampuan tingkat menengah.

Kemampuan tingkat keempat adalah kemampuan tingkat rendah. (Prastyo, 2020)

NILAI KEMAMPUAN
625 ● Siswa dapat menerapkan pemahaman dan pengetahuan mereka
dalam berbagai situasi yang relatif kompleks dan menjelaskan
alasannya.
● Siswa dapat memecahkan berbagai masalah kompleks yang
melibatkan bilangan bulat.

● Siswa menunjukkan pemahaman tingkat lanjut pada bilangan


pecahan dan bilangan desimal.

● Siswa dapat menerapkan pengetahuan tentang berbagai bentuk


dua dan tiga dimensi dalam berbagai situasi.
550 ● Siswa dapat menggunakan pengetahuan dan pemahaman
untuk menyelesaikan masalah.
● Siswa dapat menyelesaikan soal cerita yang melibatkan operasi
bilangan bulat, pecahan sederhana, dan desimal dengan dua angka
di belakang koma.

● Siswa menunjukkan pemahaman tentang sifat-sifat geometris


bentuk dan sudut (mengetahui ukuran sudut yang lebih kecil atau
lebih besar dari sudut siku-siku)

● Siswa dapat menafsirkan dan menggunakan data dalam tabel


dan berbagai grafik dalam penyelesaian masalah.
475 ● Siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika dasar dalam
situasi sederhana.
● Siswa menunjukkan pemahaman tentang bilangan bulat dan
memahami beberapa pecahan dan pecahan desimal.

● Siswa dapat menghubungkan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi.

● Siswa dapat mengidentifikasi dan menggambar bentuk


berdasarkan sifatnya yang sederhana.
400 ● Siswa memiliki pengetahuan matematika dasar.
● Siswa dapat menambah dan mengurangi bilangan bulat,
memiliki pemahaman perkalian bilangan satu angka, dan dapat
menyelesaikan soal cerita sederhana.

● Siswa memiliki pengetahuan tentang pecahan sederhana,


bentuk geometris, dan pengukuran.

● Siswa dapat membaca dan menyelesaikan grafik dan tabel


batang sederhana.

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam level

(tingkatan), level 6 sebagai tingkat pencapaian yang paling tinggi dan level 1 yang

paling rendah. Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi matematika

yang dicapai siswa. Secara lebih rinci level-level yang dimaksud tergambar pada

tabel berikut. (Johar, 2012).


Level Kompetensi
6 Matematika
Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi
dengan menggunakan
informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu
situasi yang kompleks. Mereka dapat menghubungkan sumber
informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.
Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan
bernalar secara matematika. Mereka dapat menerapkan
pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis
operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru
untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan apa yang mereka temukan. Mereka melakukan
penafsiran dan berargumentasi secara dewasa.

5 Para siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang


kompleks, mengetahui
kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan. Mereka
dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk
memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan model
ini.

Para siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan


pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat
menguhubungkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya
dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat melakukan refleksi
dari apa yang mereka kerjakan dan mengkomunikasikannya.
4 Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam
situasi yang konkret
tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan
representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi
nyata. Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan
keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan
pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. Mereka dapat
memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai
argumentasi berdasar pada
interpretasi dan tindakan
mereka.
3 Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk
prosedur yang
memerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat memilih
dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana.
Para siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan
menggunakan representasi berdasarkan sumber informasi yang
berbeda dan mengemukakan alasannya. Mereka dapat
mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.

2 Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam


konteks yang
memerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah informasi
yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara
representasi tunggal. Para siswa pada tingkatan ini dapat
mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan
prosedur atau konvensi sederhana. Mereka mampu memberikan
alasan secara langsung dan melakukan penafsiran harafiah.
1 Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum
dan dikenal serta
semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang
jelas. Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan
prosedur rutin menurut instruksi eksplisit. Mereka dapat
melakukan tindakan sesuai dengan stimuli yang diberikan.

D. Rekomendasi Hasil TIMSS dan PISA untuk meningkatkan kemampuan

matematika siswa

1. Hasil Studi PISA

Penilaian kemampuan matematika siswa Indonesia melalui studi PISA telah

dilaksanakan mulai tahun 2000. Tetapi sampai saat ini hasil studi PISA masih juga

dikategorikan rendah. Banyak faktor penyebab rendahnya hasil studi PISA di


Indonesia. Yaitu dilihat dari Laporan hasil studi menyebutkan bahwa ternyata hanya

20% saja dari siswa kita yang menjawab dengan benar, sementara 80% menjawab

salah.

Adapun hasil perolehan Indonesia dalam PISA dapat dilihat pada Tabel 1.

berikut :

Tabel 1. Posisi Indonesia Selama 12 tahun pada PISA

Tahun Mata Peringkat Negara yang


Skor Total Siswa
Studi Pelajaran Indonesia Berpartisipasi
2000 Matematika 39 367 41 265.000
2003 Matematika 38 360 40 275.000
2006 Matematika 50 391 57 400.000
2009 Matematika 61 371 68 470.000
2012 Matematika 64 375 65 510.000
Sumber : Kemdikbud (2015)

Berdasarkan dari Tabel 1. diatas kita dapat mengetahui bahwa peringkat

Indonesia dari banyaknya jumlah negara yang ikut serta dalam PISA masih dalam

peringkat terakhir. Hal ini menyebabkan negara Indonesia masih harus meningkatkan

lagi kualitas dalam pelaksanaan pembelajaran yang bertaraf internasional. Indonesia

masih jauh tertinggal dari negara-negara Asia lainnya seperti Taiwan, Korea Selatan,

Singapura, Hongkong, Shanghai, Macao, Jepang, Thailand, Malaysia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahmawati, 2014) dijelaskan

bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal PISA siswa masih kurang

baik, dikarenakan siswa masih banyak menjawab salah. Dan diperoleh informasi
bahwa dari hasil penelitian yang dilaksanakan di SMP S Al-Hikmah dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

a. Pada level kemampuan matematis ini dari 6 siswa hanya 3 siswa saja yang

mampu menjawabnya atau setara dengan 50%, sehingga masih kurangnya siswa

dalam menyelesaikan soal PISA level 1 untuk dapat menggunakannya

pengetahuannya dalam menyelesaikan soal rutin dan masih minimnya

kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang konteksnya umum.

b. Pada level kemampuan matematis di level 2 sudah 66,7% siswa yang dapat

menjawab dengan benar, sehingga pada level ini siswa sudah mampu dalam

menyelesaikan soal dengan kemampuan yang dapat menginterpretasikan masalah

yang telah disajikan pada soal dan siswa juga mampu dalam mengerjakan soal

dengan menyelesaikannya dengan rumus.

c. Pada level kemampuan matematis dalam level 3 hanya terdapat 50% siswa saja

yang dapat mengerjakannya dengan benar. Dan pada soal level ini peneliti

menggunakan soal yang menganjurkan siswa untuk dapat membaca diagram.

Jadi hanya separuh siswa saja yang mampu mengerjakan soal pada level

kemampuan matematis ini.

d. Pada level kemampuan matematis dalam level 4 hanya 2 siswa saja yang dapat

menyelesaikannya dan mendapat persentase 33,3% saja, pada level kemampuan

matematis ini berarti siswa masih belum mampu untuk dapat bekerja secara
efektif dengan model dan juga belum dapat memilih serta mengintegrasikan

representasi yang berbeda dan menghubungkannya dengan dunia nyata.

e. Pada level kemampuan matematis dalam level 5 siswa masih kurang mampu

dalam mengerjakannya, karena pada soal level ini siswa masih salah dalam

menjawabnya dan tidak ada yang benar. Berarti pada level ini mendapat

persentase 0% dan siswa tidak dapat bekerja dengan model untuk situasi yang

kompleks serta belum mampu untuk menyelesaikan masalah yang rumit.

f. Pada level kemampuan matematis pada level 6 hanya 33,3% siswa yang mampu

menjawabnya dari 4 orang siswa dan mendapat 6 skor dari keseluruhan skor pada

level 6. Dan sudah mampu untuk menggunakan penalarannya dalam

menyelesaikan masalah matematisnya dan dapat menggeneralisasikan,

merumuskan serta sudah mampu untuk mengkomunikasikan hasil temuannya.

Level literasi siswa masih banyak yang berada pada level 1. Jika kita

bandingkan antara pengertian literasi matematika dengan tujuan PISA tampak adanya

kesesuaian serta kesepahaman

2. Hasil Studi TIMSS

Tabel dibawah menunjukkan prestasi matematika siswa Indonesia kelas VIII

berdasarkan keikutsertaannya dalam studi TIMSS.

Tabel 2. Hasil TIMSS Indonesia tahun1999-2011


Hasil tes skala internasional tersebut, memberikan gambaran adanya masalah

dalam pembelajaran matematika. yang menyebabkan siswa Indonesia belum bisa

bersaing dengan siswa negara lain. Kemampuan matematika siswa Indonesia berada

pada tingkatan kognitif knowing yang merupakan tingkatan terendah menurut kriteria

dari (Mullis et al) dalam (Sari, 2015). Siswa Indonesia belum dapat menerapkan

pengetahuan dasar yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah (applying), serta

belum mampu memahami dan menerapkan pengetahuan dalam masalah yang

kompleks, membuat kesimpulan serta menyusun generalisasi (reasoning).

Berbicara mengenai prestasi matematika, posisi Indonesia masih dibawah

internasional seperti yang dilansir oleh TIMSS. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia

berada di peringkat 35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan

rata-rata skor internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di

peringkat 36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, hasil studi TIMSS

2011, Indonesia berada diperingkat 38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata

386, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (P4TK, 2011). Dan hasil terbaru,

yaitu TIMSS 2015 Indonesia berada di peringkat 44 dari 49 negara (Nizam, 2016)

dalam (Hadi & Novaliyosi, 2019).


Tabel 3. Hasil TIMSS Indonesia 2003-2015
Dengan kriteria TIMSS membagi pencapaian peserta survei ke dalam empat

tingkat: rendah (low 400), sedang (intermediate 475), tinggi (high 550) dan lanjut

(advanced 625) dari data di atas sehingga posisi Indonesia berada pada tingkat

rendah. Bahkan di hasil TIMSS 2011 menempatkan Indonesia pada posisi rendah

dimana peringkat Indonesia bahkan berada di bawah Palestina, negara yang selama

ini dalam kondisi perang. Hasil pencapaian TIMSS 2011 (Rosnawati dalam Hadi

danNovaliyosi, 2019) sebagai berikut:

Tabel 4. Pencapaian Indonesia di Hasil TIMSS 2011


HASIL TIMSS 2011 HASIL TIMSS 2015*
Sedan Lanju Sedan
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Lanjut
g t g
Sains 54% 19% 3% 0% 54% 15% 6% 0%
Matematika 43% 15% 2% 0% 54% 15% 6% 0%

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat kemampuan siswa Indonesia

berdasarkans survei TIMSS 2011 lebih ke arah tingkat rendah.

Laporan hasil studi TIMSS 2003 dan PISA 2000 secara umum menyimpulkan

bahwa:

1. Siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya secara

optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah.


2. Proses pembelajaran matematika belum mampu menjadikan siswa

mempunyai kebiasaan membaca sambil berpikir dan bekerja, agar dapat

memahami informasi esensial dan strategis dalam menyelesaikan soal .

3. Dari penyelesaian soal-soal yang dibuat siswa, tampak bahwa dosis

mekanistik masih terlalu besar dan dosis penalaran masih rendah.

4. Mata pelajaran matematika bagi siswa belum menjadi “sekolah berpikir”.

Siswa masih cenderung “menerima” informasi kemudian melupakannya,

sehingga mata pelajaran matematika belum mampu membuat siswa cerdik,

cerdas dan cekatan (Wardani dan Rumiati, 2011).

3. Rekomendasi Hasil Satudi PISA dan TIMS untuk Meningkatkan

Kemamapuan Matematika

Untuk melatih literasi matematika siswa dibutuhkan soal-soal yang berbasis

argumentasi yaitu melalui soal-soal PISA. Kemampuan literasi matematika siswa

perlu dioptimalkan dengan cara membiasakan pemberian soal PISA (Sasongko et al,

2016). Sering diberikannya soal-soal seperti PISA akan melatih dan meningkatkan

meningkatkan peringkat Indonesia dalam studi PISA (Purnomo & Dafik, 2015). Hasil

PISA yang baik akan menunjukkan literasi matematika siswa baik pula.

Menurut (Wardani, 2011) memperbaiki proses pembelajaran disekolah

khususnya pada proses menalar, memecahkan masalah, berargumentasi dan

berkomunikasi. Dalam pembelajaran guru perlu memberikan soal PISA. Soal-soal


matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan menalar,

memecahkan masalah dan beragumentasi. Dalam melatih kemampuan literasi

matematika guru dapat menerapkan soal-soal PISA yang telah dikembangkan oleh

peneliti lain. Soal yang telah dikembangkan memiliki efek potensial terhadap

kemampuan matematis siswa (Putra et al, 2016). Untuk mewujudkannya, dilakukan

pembiasan mengerjakan soal-soal tipe PISA. Diharapkan setelah kebiasaan

mengerjakan soal ini siswa akan terbiasa menghadapi soal PISA dan kemampuan

literasi matematika siswa akan membaik.(Internasional & Tjalla, 2005)

Dalam laporan hasil studi PISA untuk penilaian tahun 2000 dan TIMSS untuk

penilaian tahun 2003 yang diterbitkan oleh Puspendik Tahun 2006 telah diuraikan

beberapa rekomendasi. Rekomendasi tersebut ditujukan kepada pengambil kebijakan,

kepada guru, dan kepada masyarakat, POMG, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah,

LSM dalam bidang pendidikan. Isi rekomendasi dalam laporan hasil studi PISA dan

TIMSS pada intinya sama. Bila dicermati, rekomendasi tersebut masih relevan

sampai dengan saat ini. Beberapa rekomendasi sudah ditindaklanjuti, namun beberapa

lainnya masih harus terus direalisasikan dan ditindaklanjuti. Berikut ini rekomendasi

tersebut.

a. Rekomendasi untuk Pengambil Kebijakan:

1) Hasil studi TIMSS maupun PISA dari ketiga bidang (matematika, sains, dan

membaca) yang masih berada pada posisi ranking bawah dari negara peserta

studi, memperlihatkan perlunya dilakukan pembenahan secara sistemik dalam


hubungannya dengan permasalahan pendidikan, baik dalam hubungannya

dengan aspek penciptaan lingkungan sekolah, guru, kurikulum, kegiatan PBM

maupun dalam hubungannya dengan aspek pendukung lainnya.

2) Perlunya pemberian kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat

mengembangkan kompetensinya, baik itu dalam bidang akademik,

professional, sosial, maupun pribadi, dengan jalan memperhatikan kebutuhan

dan peluang- peluang yang ada secara berkesinambungan dan terkendali. Di

samping itu, penyelenggaraan pre-service dan in-service training agar

dilakukan secara terkendali dan dikelola secara lebih professional dengan

memperhatikan aspek mutu dan kebermaknaan program yang mengacu pada

pencapaian tujuan peningkatan profesionalisme guru.

3) Pada pengembangan kurikulum, perlu dilakukan penyeimbangan dalam

hubungannya dengan aspek konten, kognitif, motorik, dan sikap serta aspek

konteks. Materi pembelajaran siswa sebaiknya dipilih hal yang esensial dan

strategis, sehingga perkembangan kognitif siswa dapat lebih diperhatikan.

4) Standard dan praktek penilaian hasil belajar siswa secara nasional yang

dilakukan dengan memperhatikan berbagai kompetensi siswa, perlu

diperbaiki. Mengacu pada soal TIMSS 2003, dapat ditunjukkan bahwa soal

pilihan ganda pun dapat mengukur kemampuan bernalar siswa dan pemecahan

masalah.

5) Perlunya diupayakan pengadaan buku teks dan fasilitas kelas (media dan cara

pemanfaatannya), hal ini terkait dengan kondisi kepemilikan buku yang masih
rendah di kalangan siswa dan keterbatasan media belajar di sekolah-sekolah.

Di samping itu, pengadaan ini mendukung pelaksanaan kurikulum yang

memperhatikan aspek kontek dan kognitif secara seimbang.

b. Rekomendasi untuk Sekolah dan Guru:

1) Perlunya pemanfaatan sumber belajar di lingkungan sekolah agar

memperhatikan aspek pedagogis guna mendukung pencapaian tujuan

kurikuler secara efektif dan efisien. Di samping itu, perlunya penggunaan

sumber-sumber belajar dan media pembelajaran yang merangsang siswa

untuk berani mencoba hal-hal yang dianggap rumit untuk dapat lebih

disederhanakan.

2) Pengembangan kreativitas siswa perlu dilakukan dengan jalan memberikan

peluang untuk berkreasi secara bebas dan bertanggungjawab tanpa

menghambat kegiatan akademik lainnya. Di samping itu,diperlukan berbagai

model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas guru di kelas dan

kreativitas belajar siswa di sekolah dan di rumah.

3) Perlunya pemberian materi pembelajaran yang sifatnya esensial dan strategis

untuk mengembangkan berbagai kompetensi siswa. Di samping itu, agar

supaya materi pembelajaran bukan merupakan sesuatu hal yang bersifat

abstrak bagi siswa, maka perlunya materi pembelajaran dihubungkan dengan

kehidupan nyata yang dialami siswa sehari-hari. Berkenaan dengan hal

tersebut, diperlukan adanya pengetahuan yang luas bagi para guru di kelas

untuk menerapkannya.
4) Perlunya dilakukan pembenahan dalam hal penilaian hasil belajar siswa se

hari-hari di kelas. Variasi bentuk penilaian perlu dilakukan, sehingga

penilaian tidak hanya dalam bentuk tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda

tetapi juga dalam bentuk yang lain, seperti tes uraian, self test, dan lain

sebagainya, sehingga soal tidak hanya semata-mata berupa pilihan ganda saja.

Apabila diperlukan bentuk soal pilihan ganda, maka perlu dibuat sebaik-

baiknya supaya dapat mengukur kemampuan bernalar dan pemecahan

masalah, tidak hanya sebatas tataran konsep.

5) Perlunya dilibatkan semua unsur sekolah (siswa, guru, dan pengelola

sekolah), dalam pengambilan keputusan tentang perencanaan, tanpa

memaksakan kehendak secara sepihak. Pelibatan ini berkenaan dengan tata-

tertib, disiplin, tata cara berdiskusi, berkomunikasi, dan lain sebagainya.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan makalah ini adalah:

PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi internasional

yang bertujuan untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains

siswa sekolah berusia 15 tahun secara internasional peserta bagi Indonesia. Trend In

International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah studi internasional

tentang kecenderungan atau arah dan perkembangan matematika dan sains. Studi ini

diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of Educational

Achievement (IEA). Kedua program tersebut merupakan program yang dapat menilai

kemampuan matematika sebuah negara dalam lingkup internasional dengan

perbedaan objek yang dinilai dimana PISA berfokus pada siswa 15 tahun ke atas

sedangkan TIMSS berfokus pada siswa kelas IV dan VIII.

Kemampuan matematika siswa Indonesia menurut hasil studi PISA dan

TIMSS tergolong masih lemah. Beberapa rekomendasi dalam laporan hasil studi

PISA dan TIMSS pada intinya sama. Bila dicermati, rekomendasi tersebut masih

relevan sampai dengan saat ini. Beberapa rekomendasi sudah ditindak lanjuti, namun

beberapa lainnya masih harus terus direalisasikan dan ditindak lanjuti. Berdasarkan

hasil penilaian kemampuan matematika siswa Indonesia dalam studi PISA dan

TIMSS pada intinya merekomendasikan agar: (a) memerbaiki proses pembelajaran di

sekolah dengan meningkatkan porsi bernalar, memecahkan masalah, berargumentasi


dan berkomunikasi, (b) memerbaiki standar dan praktek penilaian hasil belajar siswa

secara nasional dan sehari-hari di kelas dengan mengukur keterampilan teknis baku,

kemampuan bernalar, pemecahan masalah dan berkomunikasi secara seimbang, (c)

mempelajari budaya dan menginternalisasi konteks budaya dalam pembelajaran agar

wawasan siswa semakin luas.

B. Saran

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kata sempurna

dalam beberapa hal. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca agar kedepannya dapat menjadi lebih baik dari

sebelumnya, sehingga pembuatan makalah ini menjadi tolak ukur dari perbaikan yang

akan dilakukan untuk menjadikan makalah layak di baca dan nikmati oleh para

pembaca sesuai dengan ketentuan materi yang dituankan pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, R. N. (2014). ANALISIS PEMAHAMAN SISWA SMP DALAM

MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR PADA PISA. Jurnal Ilmiah

Pendidikan Matematika, 3(2), 158–164.

Hadi, S., & Novaliyosi. (2019). TIMSS Indonesia (Trends in International

Mathematics and Science Study). Prosiding Seminar Nasional & Call For

Papers Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Siliwangi,

562–569.

Hera, R., & Sari, N. (2015). SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 713 Literasi Matematika: Apa,

Mengapa dan Bagaimana? 713–720.

Herman, T. (2003). TIMSS dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Mate- matika di

Indonesia. Mimbar Pendidikan 2003, 22(2), 12–18.

Internasional, H. S., & Tjalla, A. (2005). Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau

dari. 3, 1–22.

Johar, R. (2012). Domain PISA untuk Soal Literasi Matematika. 30–41.

Krisnawati, E. (2012). Kreativitas Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika

Divergen Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan

Matematika, 1(1), 1–8.

Pesona, R. I., & Yunianta, T. N. H. (2018). Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa

Dalam Pemecahan Masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan

Level Taksonomi SOLO. Jurnal Genta Mulia, 9(1), 99–109.


http://ejournal.stkipbbm.ac.id/index.php/gm/article/download/302/253

Prastyo, H. (2020). Kemampuan Matematika Siswa Indonesia Berdasarkan TIMSS.

Jurnal Padegogik, 3(2), 111–117. https://doi.org/10.35974/jpd.v3i2.2367

Rahmawati, E. (2014). ANALISIS KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP

DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA. Jurnal

Pendidikan Matematika, 1–5.

Sari, D. C. (2015). Karakteristik Soal TIMSS. 303–308.

Ulya, H., Rahayu, R., Kartono, K., & Isnarto, I. (2019). Kemampuan Matematis

Mahasiswa Dalam Penerapan Asesmen Kolaboratif. Refleksi Edukatika : Jurnal

Ilmiah Kependidikan, 10(1), 113–120. https://doi.org/10.24176/re.v10i1.4125

Wardani, S., & Rumiati. (2011). INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR

MATEMATIKA SMP : Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: PPPPTK

Matematika, 55.

Anda mungkin juga menyukai