Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FINAL

“PERKEMBANGAN PEWARIS MENURUT HUKUM


ADAT DI INDONESIA”

DI SUSUN OLEH
ERNIATI
KELAS: D
H1A119191

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVESRITAS HALU OLEO
KENDARI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang turut serta dalam pembuatan makalah ini. Tujuan
ditulisnya makalah ini adalah agar semua pembaca terutama saya sendiri
dapat mengetahui “Perkembangan menurut hukum adat di Indonesia ”
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini kedepannya. Demikian penyusunan makalah ini
semoga bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.

Kendari, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulis....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Waris...................................................................................................................3
B. Hukum Waris Di Indonesia................................................................................5
C. Hak dan kewjiban pewaris dan ahli waris........................................................12
BAB III PENUTUP.....................................................................................................14
A. Kesimpulan.......................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam KUHPerdata (BW) tidak ada Pasal tertentu yang memberikan
pengertian tentang Hukum Waris. Kita hanya dapat memahami sebagaimana
dikatakan secara singkat bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian,
maka pengertian Hukum Waris yang kita dapat ambil dari KUHPerdata yaitu
tanpa adanya seseorang yang mati dan meninggalkan harta kekayaan maka tidak
terjadi masalah pewarisan.
Adapun mengenai waris diatur didalam buku kedua yang pertamatama disebut
di dalam Pasal 830 KUHPerdata yakni: “Pewarisan hanya berlangsung karena
kematian”. Jelasnya, menurut Pasal ini rumusan/definisi hukum waris mencakup
masalah yang begitu luas.Pengertian yang dapat dipahami dari kalimat singkat
tersebut ialah jika seseorang meninggal dunia, maka seluruh hak
dankewajibannya beralih/ berpindah kepada ahli warisnya.
Di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berlaku bermacam-macam
sistem hukum kewarisan, yakni hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum
waris Barat yang tercantum dalam Burgerlijk Wetboek(BW). Keanekaragaman
hukum ini semakin terlihat karena hukum waris adat yang berlaku pada
kenyataannya tidak bersifat tunggal, tetapi juga bermacam-macam mengikuti
bentuk masyarakat dan sistem kekeluargaan masyarakat Indonesia. Sistem
kekeluargaan pada masyarakat Indonesia terfokus pada sistem penarikan garis
keturunan. Pada umumnya dikenal adanya tiga sistem kekeluargaan, yakni (1)
sistem patrilineal (terdapat pada masyarakat di Tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon,
Irian Jaya, Timor dan Bali), (2) sistem matrilineal (terdapat di daerah
Minangkabau), dan (3) sistem bilateral atau parental (terdapat di daerah antara
lain: Jawa, Madura, Sumatera Timur, Riau, Aceh, Sumatera Selatan, seluruh
Kalimantan, seluruh Sulawesi, Ternate dan Lombok).

iv
Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah menulis dan pengukuran
harta peninggalan baik berwujud maupun tidak berwujud dari seorang pewaris
kepada ahli waris itu maksudnya dari ahli warisnya akan tetapi di dalam
kenyataan proses serta langkah-langkah penggalian tersebut bervariasi dalam hal
ini dalam hal hibah hadiah dan hibah wasiat ataupun permasalahan lainnya

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi atau pengertian Waris?
2. Bagaimana hukum waris di Indonesia?
3. Apa saja hak dan kewajiban pewaris dan waris ?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui definisi atau pengertian Waris
2. Untuk mengetahui hukum waris di Indonesia
3. Untuk mengetahui kewajiban pewaris dan waris

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Waris
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum keluarga. Hukum waris
sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap
manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan
yang tinggal seseorang yang meninggal akibat bagi para ahli warisnya. Akibat
hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian
seorang diantaranya ialah masalah Bagaimana pengurusan kelanjutan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penjelasan hak dan
kewajiban sebagai akibat peninggalan itu. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-
kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.
Untuk pengertian hukum waris sampai saat ini Baik para ahli hukum waris
manusia maupun di dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat
keseragaman pengertian sehingga istilah hukum waris masih beraneka ragam
Misalnya wirjono prodjodikoro menggunakan istilah hukum waris dan hazarin
menggunakan istilah hukum kewarisan dan Soepomo menggunakan istilah hukum
waris.

Dengan istilah warisan diatas terdapat suatu pengertian yang mencangkup


kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses peralihan harta di benda dan
hak serta kewajiban kewajiban seorang yang meninggal dunia. Di bawah ini akan
diuraikan beberapa pengertian istilah dalam hukum waris menurut kamus umum
bahasa Indonesia

1. Waris yaitu berarti orang yang berhak menerima peninggalan orang yang
telah meninggal
2. Warisan yaitu berarti harta peninggalan pusaka dan surat-surat wasiat

vi
3. pewaris adalah orang yang memberi pusaka yakni orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan pusaka maupun surat wasiat
4. Ahli waris yaitu pewaris yang menjadi waris berarti orang-orang berhak
menerima harta peninggalan pewaris
5. Mewarisi adalah pewaris yang harta meninggalkan warisnya
6. Istilah ini mempunyai dua pengertian atau dua makna Yaitu berarti penerus
atau penunjuk para warga pewaris masih hidup dan berarti pembagian harta
waris setelah pewaris meninggal
Hukum Waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang
yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.
Hukum waris adalah hukum harta kekayaan dalam lingkungan keluarga, karena
wafatnya seseorang maka aka nada pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan
oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang
memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun antara mereka
dengan pihak ketiga (Sarini Ahlan sjarif1983 : 9)
R. Santoso Pudjosubroto, bahwa yang dimaksud dengan hukum warisan
adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan
beralih kepada orang lain yang masih hidup (1964 : 8)
Selanjutnya A. Pitlo (1979 : 1), memberikan batasan hukum waris adalah
kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya
seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati
dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik
dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara
mereka dengan pihak ketiga . Dengan istilah hukum waris diatas, terkandung
suatu pengertian yang mencakup kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
proses beralihnya harta benda dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang
yang meninggal dunia.
Dari beberapa difinisi diatas dapat diketahui beberapa istilah, yaitu :

vii
1. Pewaris ialah orang yang meninggal dunia, dan meninggalkan harta kekayaan
kepada orang lain
2. .Ahli waris : orang yang berhak atas harta kekayaan/warisan
3. .Harta warisan : kekayaan yang ditinggalkan berupa aktiva dan passive
(boedel)
4. Pewarisan : proses beralihnya harta kekayaan (hak dan kewajiban) seseorang
kepada para ahli waris.
Menurut Hilman Hadikusumah (1980 : 23), istilah pewarisan mempunyai dua
pengertian/makna,yaitu :
a. Berarti penerusan atau penunjukkan para waris ketika pewaris masih
hidup
b. Berarti pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal Selanjutnya
beliau berpendapat berkaitan dengan peristilahan tersebut bahwa warisan
menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang
kemudian disebut pewaris, baik harta itu telah dibagi-bagi atau masih
dalam keadaan tidak terbagi-bagi (Himan Hadikusumah, 1980 : 21)

B. Hukum Waris Di Indonesia


Pluralitas Hukum Waris di IndonesiaHukum waris tunduk kepada hukum
yang di anut oleh pewaris. Sistem hukum waris yang dianut di Indonesia meliputi:
Hukum Waris Islam, Hukum Waris Adat, dan Hukum Waris menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Berikut ini paparan mengenai pengaturan
waris menurut ketiga hukum tersebut.
1. Hukum Waris Adat Pandangan hukum adat terhadap hukum kewarisan sangat
ditentukan oleh persekutuan hukum adat itu sendiri. Beberapa persekutuan itu
diantaranya pertama persekutuan genealogis (berdasarkan keturunan) dan
persekutuan territorial (berdasarkan kependudukan yakni persekutuan hukum
teritorial).
Dalam persekutuan yang geneologis, anggota-anggotanya merasa diri
terikat satu sama lain, karena mereka berketurunan dari nenek moyang yang

viii
sama, sehingga diantara mereka terdapat hubungan keluarga. Sementara
persatuan hukum territorial anggota-anggotanya merasa terikat satu sama lain
karena mereka bertempat kedudukan di suatu daerah yang sama. Persekutuan
genelogis disebut desa atau gampong di Aceh dan sebagian daerah melayu
Sumatera.
Sedangkan persekutuan hukum yang dipengaruhi territorial dan
geneologis terdapat di beberapa daerah seperti Mentawai yang disebut Uma,
di Nias disebut Euri di Minangkabau disebut dengana Nagari dan di Batak
disebut Kuria atau Huta. Dalam persekutuan geneologis ini terbagi pula
menjadi tiga tipe tata susunan yaitu patrilineal (kebapaan), matrilineal
(keibuan) dan parental (bapak-ibu).
Sementara matrilineal adalah keturunan yang berasal dari Ibu, sehingga
yang menjadi ukuran hanyalah pertalian darah dari garis ibu yang menjadi
ukuran dan merupakan suatu persekutuan hukum. Wanita yang kawin tetap
tinggal dan termasuk dalam gabungan keluarga sendiri, sedangkan anak-anak
mereka masuk dalam keturunan ibunya. Sistem matrilineal ini terdapat di
Minangkabau, Kerinci, Semendo dan beberapa daerah Indonesia Timur.
Sesuai dengan persekutuannya, matrilineal lebih menghargai ahli waris dari
pihak perempuan daripada ahli waris dari pihak laki-laki. Selama masih ada
anak perempuan, anak laki-laki tidak mendapatkan tirkah.
Di dalam huku waris adat di kenal beberapa prinsip
Di dalam hukum waris adat dikenal beberapa prinsip yaitu:
1) Prinsip azas umunya yang menyatakan” jika pewarisan tidak dapat
dilaksanakan secara menurun, maka warisan ini dilakukan secara keatas
atau kesamping. Artinya yang menjadi ahli waris ialah pertama-tama anak
laki atau perempuan dan keturunan mereka. Kalau tidak ada anak atau
keturunan secara menurun, maka warisan itu jatuh pada ayah, nenek dan
seterusnya keatas. Kalau ini juga tidak ada,mewarisi adalah saudara-
saudara sipeninggal harta dan keturunan mereka yaitu keluarga sedarah

ix
menurut garis kesamping, dengan pengertian bahwa keluarga yang
terdekat mengecualikan keluarga terjauh
2) Prinsip penggantian tempat (PlaatsVervulling) yang menyatakan bahwa
jika seorang anak sebagai ahli waris dari ayahnya, dan anak tersebut
meninggal dunia maka tempat dari anak itu digantikan oleh anak-anak dari
yang meninggal dunia tadi (cucu dari sipeninggal harta). Dan warisan dari
cucu ini adalah sama dengan yang akan diperoleh ayahnya sebagai bagian
warisan yang diterimanya. Dikenal adanya lembaga pengangkatan anak
(adopsi), dimana hak dan kedudukan juga bisa seperti anak sendiri
(kandung)
2. Hukum Waris berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
Dalam hukum waris barat terdapat dua unsur penting yaitu:
a. Unsur individual (menyangkut diri pribadi seseorang). Pada prinsipnya
seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-
luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang
dimilikinya termasuk harta kekayaannya menurut kehendaknya.
b. Unsur sosial (menyangkut kepentingan bersama). Perbuatan yang
dilakukan pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur
individual dapat mengakibatkan kerugian pada ahli waris sehingga
Undang-undang memberikan pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan
pewaris demi kepentingan ahli waris.
Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris
menurut sistem hukum waris BW ada dua cara, yaitu:
a. Menurut ketentuan undang-undang (ab intestato) Undang-undang
berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta
kekayaannya setelah ia meninggal dunia, namun bila ternyata orang
tersebut tidak menentukan sendiri ketika masih hidup maka undang-
undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang
ditinggalkan seseorang tersebut. Ahli waris menurut undang-undang
berdasarkan hubungan darah, terdapat empat golongan, yaitu:

x
1) Golongan I: keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
dan keturunan mereka beserta suami atau isteri yang hidup paling
lama.
2) Golongan II: keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua
dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan serta keturunan
mereka.
3) Golongan III: kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris.
4) Golongan IV: anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak
keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan
perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran. Hanya ada
ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan
menutup hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun
ke samping. Demikian pula, golongan yang lebih tinggi derajatnya
menutup yang lebih rendah derajatnya.
Ditunjuk dalam surat wasiat (testamen) Surat wasiat (testamen)
merupakan suatu pernyataan tentang apa yang dikehendaki setelah ia
meninggal dunia.9Sifat utama surat wasiat adalah mempunyai kekuatan
berlaku setelah pembuat surat wasiat meninggal dunia dan tidak dapat
ditarik kembali.
b. Di tunjuk surat wasiat
Surat wasiat (testamen) merupakan suatu pernyataan tentang apa yang
dikehendaki setelah ia meninggal dunia.9Sifat utama surat wasiat adalah
mempunyai kekuatan berlaku setelah pembuat surat wasiat meninggal
dunia dan tidak dapat ditarik kembali. Ahli waris menurut surat wasiat
jumlahnya tidak tentu sebab bergantung pada kehendak si pembuat wasiat.
surat wasiat jumlahnya tidak tentu sebab bergantung pada kehendak si
pembuat wasiat. Dari kedua macam ahli waris tersebut, ahli waris yang
diutamakan adalah ahli waris menurut undang-undang. Hal ini terbukti

xi
beberapa peraturan yang membatasi kebebasan seseorang untuk membuat
surat wasiat agar tidak sekehendak hatinya, yaitu dala Pasal 881 ayat 2
yaitu “ Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian bibab pihak
yang mewariskan atau pewaris tidak boleh merugikan para ahli warisnya
yang berhak atas sesuatu bagian mutlak.
Undang-undang menyebut empat hal yang menyebabkan seseorang
ahli waris menjadi tidak patut mewaris karena kematian, yaitu:
1) seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena
dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh
pewaris;
2) seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena
dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris bahwa pewaris
difitnah melakukan kejahatan yang diancam pidana empat tahun atau
lebih;
3) ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau
mencagah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat;
4) seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan
memalsukan surat wasiat.
Seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan terlebih
dahulu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Harus ada orang yang meninggal dunian (Pasal 830 BW);
2) Harus ada ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris
meninggal dunia;
3) Seorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris. neficiaire);
3. Hukum Waris Islam
Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa hukum kewarisan yang
berlaku adalah hukum Faraidh.” Faraidh menurut istilah bahasa yang
takdir/qadar/ketentuan dan pada syara adalah bagian dihalalkan garis
ditentukan bagi ahli waris

xii
Harta warisan menurut hukum Islam yaitu ”sejumlah harta benda beserta
segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih” artinya harta
peninggalan yang diwariskan para ahli waris adalah sejumlah harta benda
serta segala hak setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang tawar
dan pembayaran pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya sip
meninggal waris. Adapun yang terjadi di dasar hak untuk mengawasi atau
dasar untuk mendapatkan bagian harta peninggalan menurut al-qur’an yaitu
karena hubungan darah; hubungan semendah ataupernikahan; hubungan
persaudaraan, karena agama yang ditentukan oleh al-qur’an bagianya tdak
lebih dari sepertiga harta pewaris; dan hubungan kerabat karena sesama hijrah
pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah.
Ahli waris dalam hukqur’an yaitu um Islam secara garis besar dibagi menjadi
tiga golongan besar, yaitu:
1) Ahli waris menurut Al-qur’an atau yang sudah ditentukan di dalam Al-
qur’an sehingga bagian mereka selamanya tetap tertentu dan tidak
berubah-ubah.
2) Ahli waris yang ditarik dari garis ayah, disebut ashabahyaitu golongan ahli
waris yang mendapat bagian terbuka atau sisa. Jadi, bagian ahli waris yang
terlebih dahulu dikeluakan adalah dzul faraa’idh, setelah itu sisanya
diberikan kepada ashabah.
3) Ahli waris menurut garis ibu, disebut dzul arhaam. Golongan ini baru
akan mewaris jika sudah tidak ada dzul faraa’idh dan tidak ada pula
ashabah.
Di samping itu semua, dikenal pula kelompok terutama para ahli waris
yaitu “ahli waris yang di dahulukan untuk mewariskan” dari kelompok ahli
waris lainya yang terdiri dari:
1) Keutamaan Pertama, yaitu:
a) anak laki-laki maupun perempuan, atau ahli waris pengganti
kedudukan anak yang meninggal dunia
b) ayah, ibu dan duda/janda, bila tidak terdapat anak

xiii
2) Keutamaan Kedua, yaitu:
a) saudara, baik laki-laki maupun perempuan, atau ahli waris pengganti
kedudukan saudara;
b) ayah, ibu dan janda atau duda, bila tidak ada saudara
3) Keutamaan Ketiga, yaitu:
a) Ibu dan ayah, bila ada keluarga, ibu dan ayah, bila salah satu, bila
tidak ada anak dan tidak ada saudara;
b) Janda atau duda.
4) Keutamaan Keempat
a) Janda atau duda;
b) Ahli waris pengganti kedudukan ibu dan ahli waris pengganti
kedudukan ayah.
Di antara ahli waris, ada yang tidak patut dan tidak berhak mendapat
bagian waris dari pewarisnya karena beberapa penyebab, yaitu:
1) Ahli waris yang membunuh pewaris, tidak berhak mendapat warisan dari
keluarga yang dibunuhnya;
2) Orang yang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang
beragama Islam, demikian pula sebaliknya;
3) Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarga yang beragama
Islam.
Orang-orang yang tergolong dalam kriteria ahli waris seperti yang
disebutkan di atas, apabila ternyata telah berpura-pura dan menguasai
sebagian atau seluruh harta peninggalan pewaris, maka dia berkewajiban
mengembalikan seluruh harta yang di kuasainya ”tidak patut dan tidka berhak
mendapatkan warisan" berbeda dengan “pengha[us hak warisan atau hijab”
karena yang menyebabkan timbulnya persoalan itu pun berbeda. Penghapusan
hak waris dapat terjadi jika: Karena ahli waris yang mewaris bersama-sama
dia, sehingga bagian warisnya dikurangi. Misalnya: ibu memperoleh 1/6
bagian jika mewaris bersama anak atau cucu atau beberapa saudara. Karena

xiv
ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris. Misalnya: cucu
laki-laki tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.

c. Hak dan kewjiban pewaris dan ahli waris


a. Hak Dan Kewajiban Hukum Pewaris
1. Hak pewaris, timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti
sebelum pewaris meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam
sebuah testament/wasiat, yang berupa:
a) Erfstelling, suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris
untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan
(testamentair erfgenaam : ahli waris menurut wasiat)
b) Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat
yang khusus, yang berupa:
 Hak atas satu/atau beberapa benda tertentu
 Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu
 Hak vruchtgebruik, atas sebagian/seluruh warisan (Pasal 957
KUHPerdata) Orang yang menerima legaat disebit leg
2. Kewajiban pewaris Merupakan pembatasan terhadap haknya yang
ditentukan UU. Ia harus mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu
suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan
oleh orang yang meninggalkan warisan (Pasal 913 KUHPerdata).
b. Hak dan kewajiban ahli waris
Hak ahli waris, setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk
menentukan sikap :
1) Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara
lain. Secara tegas , jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta
yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam , jika
ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris
dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap warisan
yang meluang, yaitu dengan mengambil, menjual atau melunasi hutang-
hutang pewaris

xv
2) Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel
beschijving atau beneficiare annvaarding.Hal ini harus dinyatakan pada
Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.akibat yang
terpenting dari warisan secara beneficiare ini adalah kewajiban untuk
melunasi hutang-hutang danbeban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa
sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini
berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang
dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta
bendanya. Hak waris yaitu Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah
harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar
daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib
dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera Pengadilan Negeri
setempat.
Kewajiban pewaris
1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi
2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dll
3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
4) Melaksanakan wasiat jika ada

xvi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulanya yaitu;
1. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum keluarga. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab
setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan
kematian.
2. Hukum Waris di IndonesiaHukum waris tunduk kepada hukum yang di anut
oleh pewaris. Sistem hukum waris yang dianut di Indonesia meliputi: Hukum
Waris Islam, Hukum Waris Adat, dan Hukum Waris menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (BW).
3. Hak Hukum Pewaris yaitu pertama Erfstelling, suatu penunjukan
satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau
seluruh harta peninggalan (testamentair erfgenaam : ahli waris menurut
wasiat) kedua Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar
testament/wasiat yang khusus. Kewajiban mengindahkan adanya legitieme
portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan (Pasal 913 KUHPerdata).

B. Saran
Mengharapkan pemerintah ,dengan keputusan untuk
membuat sinkronisasi hukum dan perturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan hak
w a r i s m e n u r u t a g a m a d a n k e p e r c a y a an

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 1990. Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti.


Bandung

Djaj S. Meliala, 2015, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan hukum
Perikatan,Nuansa Aulia, Bandun

Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan, hukum


Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra Aditya, Bandung
Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia.
Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan, hukum
Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra Aditya, Bandung
Menurut KUHPerdata Belanda (terjemahan : M.Isa Arief), Intermasa, Jakarta
Wirjono Prodjodikoro, 1966, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung
.R. Subekti, R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Terjemahan, PT.Pradnya Paramita, Jakarta
Sudarsono.1991.Hukum Waris dan Sistem Bilateral.Jakarta : Rineka Cipta.
Sjafrif, Ahlan dan nurul elmiyah.2005. hukum kewarisan BW “ Pewarisan menurut
undang-undang”. Depok.Fakultas Hukum UIA Pitlo, 1994, Hukum Waris

xviii

Anda mungkin juga menyukai