Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air III

PENGARUH PERBEDAAN KADAR GARAM TERHADAP


FISIOLOGIS IKAN LELE (Clarias gariepinus)

MUCHAMMAD FARHAN
4443200071
III A

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salinitas yang dimiliki suatu perairan berbeda-beda, hal tersebut membuat
organisme akuatik tersebut mengatur keseimbangan air dan garam-garam mineral
dari dalam tubuhnya agar selaras dengan lingkungannya. Osmoregulasi adalah
upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan
lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmotik. Osmoregulasi
penting untuk dilakukan terutama pada organisme perairan agar terjadi
keseimbangan antara substansi dan lingkungan (Fujaya 2004).
Osmoregulasi membutuhkan energi yang besarnya bergantung pada
besarnya perbedaan tekanan osmotik cairan tubuh dengan tekanan osmotik media.
Pembelanjaan enegi ini akan minimal bila ikan yang hidup pada media yang
mendekati isoosmotik atau pada media yang memiliki salinitas optimum. Adapun
organ yang berperan dalam proses osmoregulasi adalah usus, ginjal, dan insang.
Kemampuan osmoregulasi bervariasi bergantung pada suhu, musim, kondisi
fisiologis, umur, jenis kelamin, dan perbedaan genotipe (Kusrini 2006).
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi
mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variable
lingkungan yang dihadapi organisme tersebut. Artinya bahwa setiap organisme
harus menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut
berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan,
faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostasis yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Campbell 2014).

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kisaran salinitas yang dapat
ditoleransi oleh biota akuatik dan responnya untuk mengatasi perubahan keadaan
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan


Menurut Widodo dalam Pratiwi (2014), ikan lele sangkuriang memiliki
kedudukan taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Ossariophyyci
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Ikan lele adalah ikan yang hidup di perairan umum dan merupakan ikan
yang bernilai ekonomis, serta disukai oleh masyarakat. Ikan lele tergolong hewan
nocturnal, yaitu lebih aktif mencari makan di malam hari. Ikan lele umumnya
memiliki warna kehitaman atau ke abuan dengan bentuk tubuh yang panjang dan
pipih ke bawah. Memiliki kepala yang pipih dan tidak memiliki sisik dan terdapat
alat pernapasan bantuan. Insang pada ikan lele berukuran kecil dan terletak
dibagian belakang kepala. Jumlah sirip ikan lele sebanyak 68-79, di bagian sirip
dada ada 9-10, di bagian sirip perut 5-6, di sirip dubur 50-60, dan memiliki 4
pasang sungut. Sirip dada di lengkapi dengan duri tajam patil yang memiliki
panjang maksimum hingga mencapai 400 mm. Matanya berukuran 1/8 dari
panjang kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahangnya
(suyanto dalam Pratiwi 2014).
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang cukup popular di masyarakat. Ikan lele ini berasal dari benua Afrika dan
pertama kali dibawah ke Indonesia pada tahun 1984. Ikan lele atau ikan keli, 5
adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan
dan perbandingan antara panjang baku terhadap panjang kepala adalah 1: 3-4.
Kepala pipih, simetris dan dari kepala sampai punggung berwarna coklat
kehitaman, mulut lebar dan tidak bergerigi, bagian badan bulat dan memipih ke
arah ekor, memiliki patil serta memiliki alat pernapasan tambahan (accesory
breathing organ) berupa kulit tipis menyerupai spons, yang dengan alat
pernapasan tambahan ini lele dapat hidup pada air dengan kadar oksigen rendah.
Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen hitam
yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari), dua buah lubang
penciuman yang terletak di belakang bibir atas, sirip punggung dan anal
memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,
mempunyai senjata berupa patil atau taji untuk melindungi dirinya terhadap
serangan atau ancaman dari luar yang membahayakan (Gunther & Teugels dalam
Widodo 2011).

2.2 Salinitas
 Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan.
Pengertian yang paling mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas ini merupakan gambaran tentang
padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,
semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahab organik telah
dioksidasi (Gusrina 2008).
     Salinitas sangat berpengaruh pada tekanan osmotik air. Semakin tinggi
salinitasnya maka akan semakin tinggi pula tekanan osmotiknya (Karif 2011).
Naik turunnya salinitas disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah up
wellinng dan pengaruh hujan yang turun secara terus menerus dalam jangka waktu
beberapa hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat dan Evans dalam
Bachrin (2011), bahwa salinitas akan turun secara tajam yang disebabkan oleh
besarnya curah hujan. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun
dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi
perubahan.
     Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium,
magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy 2004). Menurut Boyd dalan
Aprytanto (2012),  Zat zat lain didalam air tidak terlalu berpengaruh terhadap
salinitas, tetapi zat-zat tersebut juga penting untuk keperluan ekologis yang lain.
Nilai salinitas air untuk perairan air tawar berkisar antara 0-5 ppt, perairan payau
biasanya berkisar antara 6-29 ppt, dan perairan laut berkisar 30-40 ppt
(Fardiansyah 2011). 

2.3 Respon Fisiologis Ikan Terhadap Salinitas


          Peningkatan salinitas dapat mempengaruhi ketahanan tubuh ikan, ikan yang
memiliki kondisi yang baik akan bertahan dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan yang kurang baik dengan salinitas yang diberikan.
Kandungan garam dalam suatu perairan dapat berhubungan dengan sistem
osmoregulasi pada organisme air tawar (Viernanda et al. 2018). Menurut Affandi
2001 dalam Viernada (2018) berpendapat bahwa organisme akuatuk mempunyai
tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya sehingga ikan harus
darapt mencegah air atau kekurangan air dalam tubuhnya berlangsung normal. 
      Salinitas diperairan menimbulkan tekanan osmotik didalam tubuh organisme
perairan. Hal tersebut menyebabkan organisme harus melakukan mekanisme
osmoregulasi di dalam tubuhnya sebagai upaya untuk menyeimbangkan tekanan
osmotik didalam dan diluar tubuh. Proses osmoregulasi merupakan proses
fisiologi yang terjadi dalam tubuh ikan untuk mengntrol konsentrasi larutan dalam
tubuh agak seimbang dengan lingkungannya (Vienanda 2018).
      Ketidakmampuan ikan dalam mengontrol keseimbangan osmotik dalam
tubuhnya akan menyebabkan ikan stres dan dapat berakibat pada kematian ikan.
Perubahan kondisi lingkungan juga akan mengakibatkan perubahan alokasi energi
yang ada didalam badan ikan. Energi yang seharusnya untuk pertumbuhan akan
digunakan untuk melakukan aktivitas metabolisme yang meningkat sebagai akibat
dari perubahan kondisi lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya
proses pertumbuhan (Viernanda 2018).

2.4 Osmoregulasi
Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat dalam tubuhnya dengan lingkungan
melalui sel permeable. Pengaturan osmeregulasi ini sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh hewan perairan dalam menghasilkan energi. Regulasi ion dan
air pada hewan akuatik terjadi secara hipertonik, hipotonik atau isotonik.
Sehingga ikan tersebut dapat dikatakan ikan yang bersifat eurihalin atau
stenohalin (Lantu 2010). Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang
dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion melewati insang dan beberapa bagian
tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif terhadap garam-garam.
Kemampuan osmoregulasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis,
jenis kelamin, dan perbedaan genotip (Fujaya, 1999).
Osmoregulasi mengatur konsentrasi cairan dengan menyeimbangkan
pemasukkan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup, atau
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga
proses-proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal. Salinitas berhubungan erat
dengan proses osmoregulasi dalam tubuh ikan yang merupakan fungsi fisiologis
yang membutuhkan energi. Organ yang berperan dalam proses tersebut antara lain
ginjal, insang, kulit, dan membran mulut dengan berbagai cara. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika
terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi
ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau
organisme hidup Stickney (1979).
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat
permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan
yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan
air tawar dengan ikan air laut. Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk
ke dalam tubuh ikan melalui insang. Ini secara pasif berlangsung melalui suatu
proses osmosis yaitu, terjadi sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh ikan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Dalam keadaan normal
proses ini berlangsung seimbang. Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar
garam tidak melarutdan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan
diserap oleh ikan menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan
keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus,
melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam
melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan
kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satu-
satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum fisiologi hewan air tentang pengaruh kadar garam terhadap
proses fisiologis ikan di laksanakan pada hari Selasa tanggal 8 November 2021
pukul 09.30-12.00 WIB di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Ilmu
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Agung Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Pada praktikum kali ini alat yang di gunakan meliputi : Akuarium
cukup untuk  air 20 liter 9 buah, aerator sebanyak 9 buah, air laut 75 liter/5 galon
air aqua dengan salinitas 29-30, kamera sebanyak 1 buah, lap atau tissue
secukunya, thermometer 3 buah, timbangan analitik dengan ketelitian 0,01-0,001
gram sebanyak 1  buah, impraboard sebanyak 9 buah, ph meter sebanyak 1 buah,
do meter sebanyak 1 buah, gayung sebanyak 1 buah, refaktometer sebanyak 1
buah dan kertas label sebanyak 1 buah.
Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan meliputi : Ikan. Kelompok
1 yaitu Ikan Lele dengan panjang 5-7 cm dengan jumlah 35 ekor, kelompok 2
yaitu Ikan Nila dengan panjang 5-7 cm dengan jumlah 35 ekor dan kelompok 3
yaitu Ikan Lele dengan panjang 5-7 cm sebanyak 35 ekor.

3.3 Metode Percobaan


Metode yang digunakan yaitu metode rancangan acak lengkap merupakan
rangcangan percobaan jika kondisi unit percobaan yang digunakan relative
hemogen. Metode percobaan praktikum menggunakan 3 taraf perlakuan yaitu air
tawar, air laut dan air tawar yang kemudian masing-masing perlakuan diberikan
ulangan sebanyak 2 kali. Kemudian setiap akurium dimasukan air sebanyak 10
liter disertai aerator. Untuk tiap akuarium diisi air sebanyak 5 ekor ikan.
Pengamatan dilakukan setiap 20 menit sekali atau sampai ikan mati semua. 
     
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ikan Lele (Clarias gariepenus)
Ulangan
Perlakuan Total
1 2
Air tawar 0 0 0
Air laut 5 5 10
Air payau 1 0 1
Total 6 5 11

Keterangan:
1. : Ulangan Ke-1
2. : Ulangan Ke-2
Air rawa, air laut, dan air payau : Perlakuan ke 1, 2, dan 3

3.4 Metode Analisis


Data yang dianalisis secara statistik dengan ANOVA untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan dari perlakuan yang diberikan. Data yang diperoleh
dianalisis ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap. 

Tabel 2. ANOVA Ms. Excel

Anova: Single Factor

SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Air tawar 2 0 0 0
Air Laut 2 10 5 0
Air Payau 2 1 0.5 0.5

ANOVA
Source of SS d MS F P-value F crit
Variation f
Between 30.3333 15.1666 0.00206
2 91 9.552094
Groups 3 7 5
0.16666
Within Groups 0.5 3
7
30.8333
Total 5
3

Tabel 3. ANOVA Manual

SK DB JK KT F hitung F tabel
Perlakuan 2 30.3333 15.16667 91 9.552094
Galat 3 0.5 0.166667
Total 5 30.83333

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh hasil sebagai berikut:

Grafik 1. Hubungan perlakuan dan SR ulangan 1

Grafik 1. Hubungan perlakuan dan SR ulangan 2

Pada grafik 1 dan 2 ini merupakan gambaran hubungan atau


keterkaitan anatara perlakuan dan SR ( Survival Rate ) pada ulang satu maupun
ulangan dua. Garis yang vertical menggambarakan nilai SR. Pada grafik nilai SR
ulangan 1 dimulai dari 0%-100% dan pada grafik SR ulangan 2 juga dimulai dari
0%-100%. Sedangankan yang horizontal merupakan nilai waktu tiap 20 menit. 
Selain itu pada grafik pula ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah
perlakuan air tawar ditandai dengan warna merah, warna kuning melambangkan
air laut dan warna hijau menunjakan air payau. Jika dilihat dari grafik hubungan
perlakuan dan SR ulangan 1 menggambarkan bahwa tiap 20 menit, pada air tawar
tingkat hidup ikan lele sangat tinggi dapat dilihat pada grafik tidak mengalami
penurunan sama sekali, pada air laut dan payau tingkat hidup ikan lele sangat
lemah dimana dapat dilihat pada gtafik di waktu ke 2 dan ke 3 mengalami
penurunan. Sedangkan pada ulangan kedua perlakuan air tawar dan air payau
grafik tidak mengalami penurunan yang berarti tingkat hidup ikan sangat baik,
pada perlakuan air laut grafik mengalami penurunan di waktu ke 2,3 dan 4 yang
berarti tingkat hidup ikan rendah.
Semua proses yang terjadi dalam tubuh hewan selalu menyertakan
perubahan energi. Perubahan salinitas yang menyebabkan terjadinya proses
osmoregulasi akan mengakibatkan pula terjadinya peningkatan kebutuhan energi.
Hal tersebut terjadi karena osmoregulasi merupakan suatu proses metabolik yang
menuntut adanyatranspor aktif ion-ion untuk menjaga konsentrasi garamdalam
tubuh. Ikan harus mengambil atau mensekresi garam dari lingkungan untuk
menjaga keseimbangan kandungan garam dalam tubuhnya. Proses tersebut
membutuhkan energi yang cukup besar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada saat
salinitas lingkungan tidak sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis dalam tubuh
ikan, maka energi di dalam tubuh yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan
akan digunakan untuk penyesuaian konsentrasi dalam tubuh dengan
lingkungannya sehingga mengakibatkan proses pertumbuhan terhambat (Stickney
2000).
Grafik 3. Hubungan perlakuan dengan bobot ikan relatif ulangan 1

Grafik 4. hubungan perlakuan dengan bobot relatif ulangan 2

Grafik diatas menunjukkan hubungan perlakuan dengan bobot relatif ikan


ulangan 1 dan 2 dimana pada ulangan 1 bobot rata-rata perlakuan air tawar pada
jam ke 3 yaitu sebesar sekitar 03 %, lalu bobot turun menjadi sekitar 0,04% pada
jam ke 4 dan rata-rata bobot naik kembali pada jam ke 5 yaitu sekitar 2,26%.
Kemudian pada air laut dan air payau rata-rata bobot disetiap jamnya itu
meningkat. Pada ulangan ke 2 pelakuan air tawar rata-rata bobot ikan turun setiap
jamnya, sedangkan pada perlakuan air laut dan air payau rata-rata bobot ikan
menigkat disetiap jam nya.
        Pada perlakuan air tawar masih berada pada masa adaptasi, sehingga laju
pertumbuhan atau bobot mengalami penurunan . Hal ini diduga pola osmoregulasi
yang baru merubah pembelajaran energi. Semakin jauh perbedaan tekanan
osmosis antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang
dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adapati (Rayes et al.
2013).
      Ikan mengkonsumsi air dalam jumlah sedikit, dan untuk mengurangi
kelebihan air dalam tubuh, ikan memproduksi sejumlah besar urin. Meskipun
ginjal mengabsorbsi kembali beberapa garam dari urinnya untuk tetap
mempertahankan jumlah ion-ion dalam tubuh ikan. Proses tersebut menyebabkan
ikan mengeluarkan energi untuk memeprtahankan daya tahan tubuhnya. Sisa
energi yang ada pada tubuh ikan dialihkan untuk pertumbuhan (Rayes 2013).

Grafik 5. hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan ulangan 1


Grafik 6. hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan ulangan 2

Pada grafik 5 dan 6 merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan


anatara hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan pada ulangan satu maupun
ulangan dua. Pada grafik ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah perlakuan air
tawar dengan ditandai warna merah, warna kuning melambangkan perlakuan air
laut dan warna hijau menunjukan perlakuan air payau. 
Terlihat pada grafik ke 5 pada perlakuan air laut dan air payau mengalami
kenaiknan dimana dapat diartikan pada perlakuan tersebut mempunyai laju
kematian yang cukup tinggi dan pada air tawar tidak peningkatan grafik dapat
diartikan tingkat kematian ikan rendah. Pada grafik ke 6 perlakuan air tawar dan
air payau tidak mengalami penurunan atau kenaikan  karena tiak ada ikan yang
mati pada perlakuan ini, pada perkaluan air laut grafik mengalam kenaikan
dimana pada perlakuan ini terdapat ikan yang mati. 
Pada grafik ke 5 ikan tidak mengalami kematian di perlakuan air laut dan
air payau, sedangkan di grafik ke 6 ikan mengalami kematian hanya pada air laut,
hal ini bisa jadi disebabkan oleh faktor dari kesehatan ikan, daya tahan tubuh ikan
itu sendiri maupun disebabkn oleh kualitas air yang (Hapher dan Pruginin 1981).
Grafik 7. hubungan waktu dengan laju kematian ikan ulangan 1

Grafik 8. hubungan waktu dengan laju kematian ikan ulangan 2

Pada grafik 7 dan 8 merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan


anatara hubungan waktu dengan laju kematian ikan pada ulangan satu maupun
ulangan dua. Pada grafik ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah pertakuan ait
tawar dengan ditandai warna merah, warna kuning melambangkan air laut dan
warna hijau menunjukan perlakuan air payau. 
Pada grafik ke 7 pada perlakuan air laut dan air payau diwaktu ke-3
mengalami peningkatan grafik dikarenakan pada tiap perlakuan di waktu ke-2
mempunyai laju kematian ikan yang tinggi, sedangkan pada airtawar grafik tidak
mengalami kenaikan atau pun penurunan karena tidak ada atau rendahnya laju
kematian pada perlakuan ini. Pada grafik ke 8 perlakuan air tawar dan air payau
tidak mengalami penurunan atau kenaikan grafik  di semua waktu karena tidak
ada ikan yang mati pada perlakuan ini, pada perkaluan air laut grafik mengalami
kenaikan diamana laju kematian pada perlakuan ini sangat tinggi.
Pada salinitas dapat menyebabkan kematian ikan hal ini terjadi karena 
ikan bnyak mengalami stress dan banyaknya ikan yang mati ditandai dengan
perilaku ikan yang bergerak lambat, berenang kepermukaan, badannya miring-
miring dan membalikkan badan pada saat berenang, mulai melemah, pingsan dan
kemudian mati hal ini diduga karena pada salinitas yang tinggi ikan tidak dapat
beradaptasi sehingga menyebabkan ikan stress dan mengalami kematian (Effendie
2004).

Tabel 4. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 1 Ulangan 1 Air Tawar
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum 
10.35
86/menit. Semua ikan
1 – 27,8 7,6 11,48 0 -
bergerak aktif tidak
10.55
beraturan.
Gerakan operculum
73/menit. 1 ikan
10.55
cenderung diam
2 – 35,3 3,8 11,16 0 -
dengan posisi vertical
11.15
dan sisanya bergerak
normal.
3 11.15 35,4 3,6 11,50 Gerakan operculum 0 -
– 65/menit. 3 ikan
11.35 bergerak lambat dan
sisanya bergerak
normal.
Gerakan operculum
108/menit. Terdapat 2
11.35 ikan yang saling
4 – 35,4 3,6 11,46 serang, 1 ikan masih 0 -
11.55 bergerak normal dan
2 lainnya cenderung
diam.
Gerakan operculum
73/menit. Terdapat 1
ikan yang cenderung
11.55
diam dengan posisi
5 – 34,6 3,5 11,42 0 -
vertical di tengah
12.15
akuarium sedangkan
sisanya diam di dasar
akuarium
Gerakan operculum
47/menit. Terdapat 4
12.15
ikan yang tidak
6 – 36,3 3,8 11,44 0 -
bergerak sedangkan
12.35
sisanya bergerak
lambat

Tabel 5. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 1 Ulangan 2 Air Tawar
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum 
10.35
86/menit. Semua ikan
1 – 27,5 7,7 11,38 0 -
bergerak aktif tidak
10.55
beraturan.
10.55 Gerakan operculum
2 – 27,5 3,7 11,02 68/menit. Semua ikan 0 -
11.15 bergerak normal.
Gerakan operculum
11.15 60/menit. 2 ikan
3 – 36,7 3,5 11,26 bergerak normal 0 -
11.35 sedangkan sisanya 
bergerak lambat.
Gerakan operculum
11.35 113/menit. 2 ikan
4 – 36,1 3,4 11,28 bergerak lambat 0 -
11.55 sedangkan sisanya
tidak bergerak.
Gerakan operculum
11.55 105 /menit. 4 ikan
5 – 34,7 3,6 11,24 tidak bergerak 0 -
12.15 sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
12.15 57/menit. 4 ikan tidak
6 – 36,5 3,7 11,24 bergerak sedangkan 0 -
12.35 sisanya bergerak
lambat.

Tabel 6. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 2 Ulangan 1 Air Laut

Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan
operculum
10.35 –
1 27,6 7,6 10,10 62/menit. Semua 30 -
10.55
ikan bergerak
lambat.
Gerakan
operculum
26/menit. Semua
10.55 –
2 27,7 4,4 9,93 ikan tidak 30 -
11.15
bergerak dengan
posisi di dasar
akuarium.
11.15 –
3 35,2 3,6 9,66 Semua ikan mati 30 5
11.35
11.35 –
4 36,6 4,8 9,98 Semua ikan mati 30 5
11.55
11.55 –
5 35,4 3,3 10,01 Semua ikan mati 30 5
12.15
12.15 –
6 36,3 3,3 10,01 Semua ikan mati 30 5
12.35

Tabel 7. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 2 Ulangan 2 Air Laut

Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan
operculum
10.35 – 59/menit. 4 ikan
1 27,4 7,8 10,10 30 -
10.55 bergerak lambat
sedangkan sisanya
bergerak normal.
Gerakan
operculum
23/menit. Terdapat
10.55 –
2 27,7 4,6 10,08 4 ikan yang mati 30 4
11.15
sedangkan sisanya
diam di dasar
akuarium.
Terdapat 4 ikan
yang mati
sedangkan sisanya
11.15 – memiliki gerakan
3 36,8 4,6 9,76 30 4
11.35 operculum
18/menit dan
cenderung tidak
bergerak.
11.35 –
4 36,6 4,7 9,99 Semua ikan mati 35 5
11.55
11.55 –
5 36,8 4,4 10 Semua ikan mati 30 5
12.15
12.15 –
6 36,3 4,3 10,05 Semua ikan mati 30 5
12.35

Tabel 8. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 3 Ulangan 1 Air Payau

Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
1 10.35 – 27 8 10,56 Gerakan operculum 10 -
10.55 113/menit. 3 ikan
bergerak aktif
sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
56/menit. 1 ikan
bergerak aktf, 4
ikan cenderung
10.55 – tidak bergerak
2 27 4,3 10,49 15 -
11.15 dengan posisi  2
ikan di dasar
akuarium dan 2
ikan lainnya di
pemukaan.
Gerakan operculum
43/menit. Terdapat
11.15 –
3 36,1 5,2 10,57 1 ikan yang mati 15 1
11.35
sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
36/menit. 4 ikan
yang tersisa
11.35 –
4 36,5 4,9 10,47 cenderung tidak 20
11.55
bergerak dan
berada di dasar
akuarium.
Gerakan operculum
13/menit. 4 ikan
11.55 –
5 36,7 5 10,47 tersisa cenderung 20 -
12.15
tidak bergerak di
dasar akuarium.
Gerakan operculum
12/menit. 4 ikan
12.15 –
6 36,4 4,4 10,47 tersisa cenderung 20 -
12.35
tidak bergerak di
dasar akarium.
Tabel 9. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 3 Ulangan 2 Air Payau

Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum
44/menit. 4 ikan
10.35 –
1 27 8 10,53 bergerak aktif 10 -
10.55
sedangkan sisanya
cenderung lambat.
Gerakan operculum
10.55 –
2 27 3,7 10,49 57/menit. Semua ikan 20 -
11.15
bergerak normal.
Gerakan operculum
11.15 –
3 35,3 5,4 10,49 31/menit. Semua ikan 15 -
11.35
bergerak lambat.
Gerakan operculum
24/menit. 1 ikan
11.35 – berada di dasar
4 36,4 4,5 10,44 15 -
11.55 akuarium sedangkan
sisanya berada di
permukaan.
Gerakan operculum
21/menit. 1 ikan
bergerak lambat,  4
ikan lainnya 
11.55 –
5 36 4,5 10,44 cenderung diam 15 -
12.15
dengan posisi 2 ikan
di dasar akuarium
dan 2 ikan di
permukaan.
6 12.15 – 35,9 3,9 10,47 Gerakan operculum 15 -
15/menit. 1 ikan
bergerak lambat, 4
ikan lainnya
cenderung tidak
12.35
bergerak dengan
posisi 1 di dasar
akuarium dan 3 di
permukaan.

Perlakuan ikan saat pengamatan pada perlakuan 1 ulangan 1 dan 2 terlihat


bahwa tingkah laku ikan aktif dan lama kelamaan ada yang menjadi pasif dan
berdiam didasar aquarium, gerak operculum semakin lama semakin melemah.
Pada perlakuan 2 ulangan 1 dan 2 tingkah laku sangat pasif dan banyak ikan yang
mengalami kematian pada perlakuan ini, gerak operculum pun sangat lemah. Pada
perlakuan 3 ulangan 1 dan 2 terlihat bahwa tingkah laku ikan aktif dan lama
kelamaan ada yang menjadi pasif dan berdiam didasar aquarium, gerak operculum
semakin lama semakin melemah.. Pada setiap perlakuan dan setiap ulangan di
atas, dapat dikatakan suhu air bekisar Antara 27-36,8 derajat, pH air dari hasil
pengamatan tersebut rata-rata adalah 3-8, pada setiap perlakuan dan setiap
ulangan berdasarkan hasil tabel di atas bahwa selama pengamatan didapatkan DO
atau oksigen terlarut dalam air itu menunjukkan rata-rata 10.
Perubahan tingkat salinitas dalam tubuh ikan mengakibatkan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan kebutuhan energi, karena terjadinya
peningkatan transport aktif ion, sehingga ikan mengabsorbsi dan menyekresi ion-
ion garam dari lingkungannya. Kandungan kadar garam dalam suatu media
berhubungan erat dengan sistem osmoregulasi pada organisme air tawar. Salinitas
ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter
kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan. Berdasarkan
kemampuannya ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan
menjadi ikan yang mempunyai toleransi kecil dan lebar ((Primiani 2019).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
perubahan suhu dapat memengaruhi tingkah laku pada ikan. Uji perubahan suhu
air dilakukan sebanyak dua kali disetiap perlakuannya pada ikan lele yang
berbeda. Pada uji kenaikan suhu air dapat dilihat bahwa ikan lele dapat bertahan
lama namun ikan mengalami stress dan membuat menjadi aktif. Ikan lele yang
diberi perlakuan penurunan suhu mengalami pernapasan yang tidak stabil hingga
pingsan dan mati . Ikan dalam pengaruh perubahan suhu sangat tergantung dari
umur, laju metabolisme, dan aktivitas yang dilakukan ikan.

5.2 Saran
Sebaiknya parameter yang digunakan ditambahkan agar praktikan dapat
memiliki data yang lebih kompleks dari beberapa faktor. Diharapkan pada
kesempatan yang akan datang praktikan bisa melakukan praktikum di
laboraturium secara keseluruhan

DAFTAR PUSTAKA

Boyd. C. E. 1990. Water Quality in ponds of Aquaculture. Birmingham Publishing Co.


Brimingham. Alabama. Hal 1-187

Campbell. 2004. Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan, FakultasIlmu Kelautan dan


Perikanan, Universitas Hasanuddin Makasar, 217 hlm.

Gracia-Lopez, A., Rosas-Vázquez, C., dan Brito-Pérez, R. 2006. Effects of Salinity on


Physiological Conditions in Juvenile Common Snook (Centropomus
undecimalis). Comparative Biochemistry and Physiology, Part A 340-345.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen


Pendidikan Nasional.

Hapher. B. and. Y. Pruginin. 1981. CommercialFish Farming. With Special Reference


to Fish Culture in Israel. John Wiley and Sons. New York USA
Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. Agromedia Pustaka.
Depok. 358 hlm.

Kordi M.G.H, A.B Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta. Jakarta

Mountney G.J, Gould W.A. Practical Food Microbiologi and Technologi. AVI Books,
Van Nostrand Reinhold Company, New York, USA

Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Jakarta : Bina
Rupa Aksara

Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquacul-ture. John Willey and Sons.
New York, 375 pp.

Stickney RR. 2000. Encylopedia of Agiculture. Texas : A Wiley-Interscience 

Suyanto S.R. 2004. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

(Gambar 1. Pengukuran bobot ikan (Gambar 2. Pengamatan operculum)


(Gambar 3. Pengukuran DO)
(Gambar 4. Pengukuran Refaktometer)

(Gambar 5. Pengukuran PH)


(Gambar 6. Pengamatan Tingkah Laku)

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Anova Manual


Ulangan
Perlakuan Total
1 2
Air tawar 0 0 0
Air laut 5 5 10
Air Payau 1 0 1
Total 6 5 11

Perhitungan manual :
t=3
r=2
y..= 11

DBP = t-1 = 3-1 = 2


DBS = t(r-1) + 3 (2-1) = 3
DBT = tr-1 = (3x2)-1 = 5

Fk = (Y..)^2
          t x r
      = (11)^2   =  121  = 20.1666
          3x2            6

JKP  = ∑yi^2  -  FK
              r
        = 0^2 + 10^2 + 1^2   -  20.1666
                     2
       = 101  -  20.16666
            2
       = 50.5 – 20.16666 
       = 30.33333

JKT = ∑yij^2 - FK
       = (0^2 + 0^2 + 5^2 + 5^2 + 1^2 + 0^2) – 20.16666
       = (0 + 0 + 25 + 25 + 1 + 0) – 20.16666
       = 51 – 20.16666
       = 30.83333

JKS = JKT – JKP


       = 30.83333 – 30.33333
       = 0.5

KTP = JKP  =  30.33333   =  15.16667


           DBP          2

KTS = JKS  =  0.5  = 0.166667


          DBS        3

Fhit = KTP  =  15.16667  = 91


          KTS       0.16667

Ftabel = 9.55

Anda mungkin juga menyukai