MUCHAMMAD FARHAN
4443200071
III A
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kisaran salinitas yang dapat
ditoleransi oleh biota akuatik dan responnya untuk mengatasi perubahan keadaan
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan.
Pengertian yang paling mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas ini merupakan gambaran tentang
padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,
semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahab organik telah
dioksidasi (Gusrina 2008).
Salinitas sangat berpengaruh pada tekanan osmotik air. Semakin tinggi
salinitasnya maka akan semakin tinggi pula tekanan osmotiknya (Karif 2011).
Naik turunnya salinitas disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah up
wellinng dan pengaruh hujan yang turun secara terus menerus dalam jangka waktu
beberapa hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat dan Evans dalam
Bachrin (2011), bahwa salinitas akan turun secara tajam yang disebabkan oleh
besarnya curah hujan. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun
dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi
perubahan.
Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium,
magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy 2004). Menurut Boyd dalan
Aprytanto (2012), Zat zat lain didalam air tidak terlalu berpengaruh terhadap
salinitas, tetapi zat-zat tersebut juga penting untuk keperluan ekologis yang lain.
Nilai salinitas air untuk perairan air tawar berkisar antara 0-5 ppt, perairan payau
biasanya berkisar antara 6-29 ppt, dan perairan laut berkisar 30-40 ppt
(Fardiansyah 2011).
2.4 Osmoregulasi
Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat dalam tubuhnya dengan lingkungan
melalui sel permeable. Pengaturan osmeregulasi ini sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh hewan perairan dalam menghasilkan energi. Regulasi ion dan
air pada hewan akuatik terjadi secara hipertonik, hipotonik atau isotonik.
Sehingga ikan tersebut dapat dikatakan ikan yang bersifat eurihalin atau
stenohalin (Lantu 2010). Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang
dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion melewati insang dan beberapa bagian
tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif terhadap garam-garam.
Kemampuan osmoregulasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis,
jenis kelamin, dan perbedaan genotip (Fujaya, 1999).
Osmoregulasi mengatur konsentrasi cairan dengan menyeimbangkan
pemasukkan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup, atau
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga
proses-proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal. Salinitas berhubungan erat
dengan proses osmoregulasi dalam tubuh ikan yang merupakan fungsi fisiologis
yang membutuhkan energi. Organ yang berperan dalam proses tersebut antara lain
ginjal, insang, kulit, dan membran mulut dengan berbagai cara. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika
terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi
ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau
organisme hidup Stickney (1979).
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat
permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan
yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan
air tawar dengan ikan air laut. Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk
ke dalam tubuh ikan melalui insang. Ini secara pasif berlangsung melalui suatu
proses osmosis yaitu, terjadi sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh ikan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Dalam keadaan normal
proses ini berlangsung seimbang. Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar
garam tidak melarutdan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan
diserap oleh ikan menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan
keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus,
melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam
melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan
kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satu-
satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang.
BAB III
METODOLOGI
Keterangan:
1. : Ulangan Ke-1
2. : Ulangan Ke-2
Air rawa, air laut, dan air payau : Perlakuan ke 1, 2, dan 3
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Air tawar 2 0 0 0
Air Laut 2 10 5 0
Air Payau 2 1 0.5 0.5
ANOVA
Source of SS d MS F P-value F crit
Variation f
Between 30.3333 15.1666 0.00206
2 91 9.552094
Groups 3 7 5
0.16666
Within Groups 0.5 3
7
30.8333
Total 5
3
SK DB JK KT F hitung F tabel
Perlakuan 2 30.3333 15.16667 91 9.552094
Galat 3 0.5 0.166667
Total 5 30.83333
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 1 Ulangan 1 Air Tawar
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum
10.35
86/menit. Semua ikan
1 – 27,8 7,6 11,48 0 -
bergerak aktif tidak
10.55
beraturan.
Gerakan operculum
73/menit. 1 ikan
10.55
cenderung diam
2 – 35,3 3,8 11,16 0 -
dengan posisi vertical
11.15
dan sisanya bergerak
normal.
3 11.15 35,4 3,6 11,50 Gerakan operculum 0 -
– 65/menit. 3 ikan
11.35 bergerak lambat dan
sisanya bergerak
normal.
Gerakan operculum
108/menit. Terdapat 2
11.35 ikan yang saling
4 – 35,4 3,6 11,46 serang, 1 ikan masih 0 -
11.55 bergerak normal dan
2 lainnya cenderung
diam.
Gerakan operculum
73/menit. Terdapat 1
ikan yang cenderung
11.55
diam dengan posisi
5 – 34,6 3,5 11,42 0 -
vertical di tengah
12.15
akuarium sedangkan
sisanya diam di dasar
akuarium
Gerakan operculum
47/menit. Terdapat 4
12.15
ikan yang tidak
6 – 36,3 3,8 11,44 0 -
bergerak sedangkan
12.35
sisanya bergerak
lambat
Tabel 5. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 1 Ulangan 2 Air Tawar
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum
10.35
86/menit. Semua ikan
1 – 27,5 7,7 11,38 0 -
bergerak aktif tidak
10.55
beraturan.
10.55 Gerakan operculum
2 – 27,5 3,7 11,02 68/menit. Semua ikan 0 -
11.15 bergerak normal.
Gerakan operculum
11.15 60/menit. 2 ikan
3 – 36,7 3,5 11,26 bergerak normal 0 -
11.35 sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
11.35 113/menit. 2 ikan
4 – 36,1 3,4 11,28 bergerak lambat 0 -
11.55 sedangkan sisanya
tidak bergerak.
Gerakan operculum
11.55 105 /menit. 4 ikan
5 – 34,7 3,6 11,24 tidak bergerak 0 -
12.15 sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
12.15 57/menit. 4 ikan tidak
6 – 36,5 3,7 11,24 bergerak sedangkan 0 -
12.35 sisanya bergerak
lambat.
Tabel 6. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 2 Ulangan 1 Air Laut
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan
operculum
10.35 –
1 27,6 7,6 10,10 62/menit. Semua 30 -
10.55
ikan bergerak
lambat.
Gerakan
operculum
26/menit. Semua
10.55 –
2 27,7 4,4 9,93 ikan tidak 30 -
11.15
bergerak dengan
posisi di dasar
akuarium.
11.15 –
3 35,2 3,6 9,66 Semua ikan mati 30 5
11.35
11.35 –
4 36,6 4,8 9,98 Semua ikan mati 30 5
11.55
11.55 –
5 35,4 3,3 10,01 Semua ikan mati 30 5
12.15
12.15 –
6 36,3 3,3 10,01 Semua ikan mati 30 5
12.35
Tabel 7. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 2 Ulangan 2 Air Laut
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan
operculum
10.35 – 59/menit. 4 ikan
1 27,4 7,8 10,10 30 -
10.55 bergerak lambat
sedangkan sisanya
bergerak normal.
Gerakan
operculum
23/menit. Terdapat
10.55 –
2 27,7 4,6 10,08 4 ikan yang mati 30 4
11.15
sedangkan sisanya
diam di dasar
akuarium.
Terdapat 4 ikan
yang mati
sedangkan sisanya
11.15 – memiliki gerakan
3 36,8 4,6 9,76 30 4
11.35 operculum
18/menit dan
cenderung tidak
bergerak.
11.35 –
4 36,6 4,7 9,99 Semua ikan mati 35 5
11.55
11.55 –
5 36,8 4,4 10 Semua ikan mati 30 5
12.15
12.15 –
6 36,3 4,3 10,05 Semua ikan mati 30 5
12.35
Tabel 8. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 3 Ulangan 1 Air Payau
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
1 10.35 – 27 8 10,56 Gerakan operculum 10 -
10.55 113/menit. 3 ikan
bergerak aktif
sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
56/menit. 1 ikan
bergerak aktf, 4
ikan cenderung
10.55 – tidak bergerak
2 27 4,3 10,49 15 -
11.15 dengan posisi 2
ikan di dasar
akuarium dan 2
ikan lainnya di
pemukaan.
Gerakan operculum
43/menit. Terdapat
11.15 –
3 36,1 5,2 10,57 1 ikan yang mati 15 1
11.35
sedangkan sisanya
bergerak lambat.
Gerakan operculum
36/menit. 4 ikan
yang tersisa
11.35 –
4 36,5 4,9 10,47 cenderung tidak 20
11.55
bergerak dan
berada di dasar
akuarium.
Gerakan operculum
13/menit. 4 ikan
11.55 –
5 36,7 5 10,47 tersisa cenderung 20 -
12.15
tidak bergerak di
dasar akuarium.
Gerakan operculum
12/menit. 4 ikan
12.15 –
6 36,4 4,4 10,47 tersisa cenderung 20 -
12.35
tidak bergerak di
dasar akarium.
Tabel 9. Tingkah Laku dan Gerakan Operculum Perlakuan 3 Ulangan 2 Air Payau
Jumlah
Ikan
Waktu Suhu DO Respon (Tingkah
No pH Salinitas Yang
(menit) (℃) (mg/L) Laku)
Mati
(Ekor)
Gerakan operculum
44/menit. 4 ikan
10.35 –
1 27 8 10,53 bergerak aktif 10 -
10.55
sedangkan sisanya
cenderung lambat.
Gerakan operculum
10.55 –
2 27 3,7 10,49 57/menit. Semua ikan 20 -
11.15
bergerak normal.
Gerakan operculum
11.15 –
3 35,3 5,4 10,49 31/menit. Semua ikan 15 -
11.35
bergerak lambat.
Gerakan operculum
24/menit. 1 ikan
11.35 – berada di dasar
4 36,4 4,5 10,44 15 -
11.55 akuarium sedangkan
sisanya berada di
permukaan.
Gerakan operculum
21/menit. 1 ikan
bergerak lambat, 4
ikan lainnya
11.55 –
5 36 4,5 10,44 cenderung diam 15 -
12.15
dengan posisi 2 ikan
di dasar akuarium
dan 2 ikan di
permukaan.
6 12.15 – 35,9 3,9 10,47 Gerakan operculum 15 -
15/menit. 1 ikan
bergerak lambat, 4
ikan lainnya
cenderung tidak
12.35
bergerak dengan
posisi 1 di dasar
akuarium dan 3 di
permukaan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
perubahan suhu dapat memengaruhi tingkah laku pada ikan. Uji perubahan suhu
air dilakukan sebanyak dua kali disetiap perlakuannya pada ikan lele yang
berbeda. Pada uji kenaikan suhu air dapat dilihat bahwa ikan lele dapat bertahan
lama namun ikan mengalami stress dan membuat menjadi aktif. Ikan lele yang
diberi perlakuan penurunan suhu mengalami pernapasan yang tidak stabil hingga
pingsan dan mati . Ikan dalam pengaruh perubahan suhu sangat tergantung dari
umur, laju metabolisme, dan aktivitas yang dilakukan ikan.
5.2 Saran
Sebaiknya parameter yang digunakan ditambahkan agar praktikan dapat
memiliki data yang lebih kompleks dari beberapa faktor. Diharapkan pada
kesempatan yang akan datang praktikan bisa melakukan praktikum di
laboraturium secara keseluruhan
DAFTAR PUSTAKA
Kordi M.G.H, A.B Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta. Jakarta
Mountney G.J, Gould W.A. Practical Food Microbiologi and Technologi. AVI Books,
Van Nostrand Reinhold Company, New York, USA
Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Jakarta : Bina
Rupa Aksara
Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquacul-ture. John Willey and Sons.
New York, 375 pp.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
Perhitungan manual :
t=3
r=2
y..= 11
Fk = (Y..)^2
t x r
= (11)^2 = 121 = 20.1666
3x2 6
JKP = ∑yi^2 - FK
r
= 0^2 + 10^2 + 1^2 - 20.1666
2
= 101 - 20.16666
2
= 50.5 – 20.16666
= 30.33333
JKT = ∑yij^2 - FK
= (0^2 + 0^2 + 5^2 + 5^2 + 1^2 + 0^2) – 20.16666
= (0 + 0 + 25 + 25 + 1 + 0) – 20.16666
= 51 – 20.16666
= 30.83333
Ftabel = 9.55