Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu,
pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar
proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2013). Selain itu,
pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi. Kita ketahui bahwa
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan di suatu
negara.
Di negara berkembang, lebih dari 10 juta bayi meninggal dunia pertahun,
2/3 dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat
dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian
ASI secara eksklusif selama 6 bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat
yang mempunyai dampak positif terbesar untuk menurunkan angka kematian
balita, yaitu sekitar 13% (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Masih menurut Sentra Laktasi Indonesia (2007), pemberian makanan
pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar
6%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku memberikan ASI secara
eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan dapat menurunkan angka
kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya (Sentra Laktasi Indonesia,
2007).
Walaupun bayi umur 0 – 6 bulan mengalami pertumbuhan yang pesat,
namun sebelum mencapai usia 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum mampu
berfungsi dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain
ASI. ASI merupakan gizi bayi terbaik, sumber makanan utama dan paling
sempurna bagi bayi usia 0 – 6 bulan. ASI mengandung semua zat gizi yang
dibutuhkan seorang bayi yaitu energi, laktosa, lemak, protein, mineral,
immunoglobulin, lisosin dan laktoferin. WHO merekomendasikan untuk
memberikan ASI eksklusif selama 4 – 6 bulan.

1
2

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan ada 170 juga anak
mengalami gizi kurang dari seluruh dunia. Sebanyak 3 juta anak diantaranya
meninggal tiap tahun akibat kurang gizi dan berdasarkan studi keodkteran yang
dilakukan di salah satu Negara maju yaitu Eropa menunjukkan angka kesakitan
dan kematian bayi yang diberikan ASI lebih rendah daripada yang diberi susu
formula, dengan angka kematian mencapai 5 per 1.000 kelahiran hidup.
(Dosriana, 2012)
Di ASEAN jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) di Negara tetangga
seperti Malaysia telah mencapai 41 per 100.000 kelahiran hidup dan Thailand 44
per 100.000 kelahiran hidup serta Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, di
Asia Tenggara, mendominasi lebih dari 75% total kematina anak dibawah 5
tahun (Dosriana, 2012).
Di Indonesia diketahui bahwa hampir semua bayi (96,3%) pernah
mendapat ASI rata-rata pemberian ASI hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian MP-ASi mulai diberikan pada usia dini. Pada usia > 6 bulan
harus sudah diperkenalkan dan diberi makanan pendamping ASI karena produksi
ASI mulai menurun dan tidak lagi mencukupi kebutuhan fisiologis untuk tumbuh
kembang anak (Simanjuntak, 2011).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Utara pada
tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah bayi keseluruhan umur 0-6 bulan
sebanyak 64.137 sedangkan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
sebanyak 45.815 bayi. (Profil Dinkes Kabupaten Sikka, 2015).
Data yang diperoleh dari Puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka Utara
Tahun 2017 yaitu sebanyak 425 kelahiran dan semua ibu dianjurkan untuk
memberikan ASI Eksklusif pada bayinya kecuali yang mempunyai masalah
dalam persalinannya, misalnya preeklampsia.
Namun pada tahun 2001, setelah melakukan telah artikel penelitian secara
sistemik dan berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI
eksklusif tersebut dari 4 – 6 bulan menjadi 6 bulan (Fikawati dan Syafiq, 2013).
ASI terbukti melindungi anak terhadap berbagai penyakit infeksi seperti
diare, ISPA, dan lain-lain. Meningkatnya pemberian ASI di seluruh dunia
3

diperkirakan dapat menurunkan angka kematian akibat ISPA sebanyak 40%


sampai 50% pada anak berusia <18 bulan (Oddy,dkk, 2012). Di Amerika, 400
bayi meninggal per tahun akibat muntah mencret. Sebanyak 300 bayi diantaranya
adalah bayi yang tidak disusui. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu
formula. Menurut Vic yang dikutip Roesli (2013), kemungkinan bayi akan
mengalami mencret 17 kali lebih banyak pada bayi yang menggunakan susu
formula.
Menurut Hop yang di kutip Novianda (2012),hasil penelitian di Vietnam
terlihat bahwa lamanya ASI eksklusif berhubungan dengan prevalensi diare dan
ISPA. Pada anak dengan ASI eksklusif kurang dari 3 bulan, diare muncul lebih
awal dan prevalensinya lebih besar dibandingkan dengan anak yang mendapat
ASI eksklusif lebih dari 3 bulan.Pada anak yang mendapat ASI eksklusif, diare
muncul lebih jarang dan bila terjadi diare mempunyai dampak negatif yang lebih
sedikit pada status gizi si anak untuk kehilangan berat badan dan terganggu
pertumbuhan linearnya lebih kecil.
Penelitian Wijayanti (2012) di Puskesmas Gilingan, Bajarsari Surakarta
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan penurunan kejadian diare pada bayi. Penelitian Ariefudin, dkk (2012)
menunjukkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih banyak yang mengalami
ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.
Penggunaan susu formula berisiko tercemar berbagai virus, tetapi
kebalikannya ASI mengandung antibodi terhadap berbagai jenis virus, antara lain
poliovorus, coxsakievirus, echovirus, influenza virus, reovirus, respiratory
syncytial virus (RSV), rotavirus dan rhinovirus. Telah terbukti bahwa ASI
menghambat pertumbuhan virus-virus tersebut, misalnya kolostrum yang terdapat
dalam ASI mempunyai aktivitas menetralisasi terhadap RSV. Virus ini
mengancam jiwa dan sering sebagai penyebab bayi dirawat di beberapa negara
berkembang. Bayi yang dirawat karena menderita infeksi RSV jauh lebih sedikit
pada kelompok yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula
(7% vs 28%) (Tumbelaka dan Karyanti, 2013).
4

Di Inggris, berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000, sebanyak 30%
ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan
sebanyak 58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi usia 4 –
10 minggu (Novianda, 2013).
Target pencapaian ASI eksklusif menurut Indonesia Sehat adalah 80%
(Fikawati dan Syafiq, 2013). Program-program atau kebijakan-kebijakan telah
dilakukan pemerintah untuk mencapai target ini seperti Kebijakan ASI Eksklusif
dan Inisiasi Menyusui Dini. Angka ini terlihat terlalu tinggi karena trend ASI
eksklusif justru menurun.
Salah satu prakondisi yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif menurun
adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan. Khususnya
ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui bayi secara eksklusif.
Kurangnya pengetahuan masyarakat yang berpengaruh terhadap rendahnya
prevalensi pemberian ASI eksklusif dibuktikan oleh banyak penelitian, seperti
penelitian The American Academy of Pediatrics (2005) dan Ozelci, dkk (2006)
dalam Rachmadewi (2009) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
menjadi kendala yang dihadapi dalam praktek ASI eksklusif adalah kurangnya
pengetahuan ibu.
Menurut WHO yang dikutip dalam Roesli (2013), susu formula adalah susu
yang sesuai dan bisa diterima sistem tubuh bayi. Susu formula yang baik tidak
menimbulkan gangguan saluran cerna seperti diare, muntah atau kesulitan buang
air besar. Gangguan lainnya seperti batuk, sesak, dan gangguan kulit. Penelitian
yang dilakukan oleh Kerkhof (2003) yang dikutip dalam Roesli (2013) pada 76
anak di Belanda dengan penyakit alergi kulit dan 228 anak tanpa penyakit alergi
kulit menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan pertama
terbukti memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kulit.
Baik tenaga kesehatan maupun masyarakat luas masih banyak yang berpikir
bahwa susu formula memiliki kualitas gizi yang sama baiknya atau bahkan lebih
baik dari ASI, sehingga sering kita dengar, sebagian masyarakat mengatakan
dengan bangga bahwa buah hatinya minum susu dengan merk tertentu dimana
semakin mahal harga sebuah produk susu formula maka semakin tinggi derajat
5

orangtua di mata masyarakat. Faktanya ternyata susu formula memiliki risiko


tinggi terhadap masa depan kesehatan anak manusia. Bukan sekedar risiko jangka
pendek dan menengah, namun yang perlu diperhatikan adalah risiko jangka
panjang dari penggunaan susu formula. Kontroversi susu formula berbakteri
mencuat sejak Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian tentang
bakteri E.sakazakii pada tahun 2006 dan menemukan kontaminasi pada beberapa
susu formula.
Selain faktor pengetahuan ibu, atau kurangnya informasi yang ibu dapat
setelah melahirkan, pengaruh kemajuan teknologi dalam perubahan sosial budaya
juga menyebabkan ibu-ibu di perkotaan umumnya, memberikan susu formula,
karena susu formula merupakan alternatif tercepat yang mereka pilih untuk
mengatasi kebutuhan bayi selama mereka bekerja, hal ini menjadi kendala
tersendiri bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2012).
Konsumsi susu formula juga tampaknya sangat erat berhubungan dengan tempat
melahirkan. Diantara ibu-ibu yang melahirkan di rumah, tidak lebih dari 9%
menerima/membeli sampel susu formula atau menerima informasi mengenai susu
formula. Sedangkan ibu-ibu yang melahirkan anaknya di rumah bidan, klinik
bersalin atau rumah sakit di perkotaan (78%) hampir sepertiganya menerima
sampel gratis susu formula, seperempat membeli sampel dan 6 – 8% hanya
menerima informasi. Di pedesaan, 35% ibu-ibu yang melahirkan pada fasilitas-
fasilitas seperti diatas dan hanya 10% menerima sampel gratis, 25% membeli
sampel dan 10% menerima informasi mengenai susu formula. Sedangkan untuk
ibu-ibu yang melahirkan di puskesmas (11% di perkotaan dan 4% di pedesaan)
proporsinya sedikit lebih rendah (Novianda, 2012).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian
balita adalah dengan pemberian Air Susu ibu (ASI) segera setelah lahir atau biasa
disebut Insiasi Menyusu Dini (IMD) serta pemberian ASI eksklusif. Hal ini
didukung oleh pernyataan UNICEF bahwa sebanyak 30.000 kematian bayi di
Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia tiap tahunnya bisa dicegah
melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal
6

kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada


bayi.
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi
usia 0-6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019”
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan pendidikan ibu dengan pemberian susu formula pada
bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka UtaraTahun
2019
2. Apakah ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian susu formula pada
bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka Utara Tahun
2019
3. Apakah ada hubungan status ekonomi ibu dengan pemberian susu formula
pada bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka Utara
Tahun 2019

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu
formula pada bayi usia 0-6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten Kolaka
Utara Tahun 2019
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan pemberian susu
formula pada bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten
Kolaka Utara Tahun 2019
b. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian susu
formula pada bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten
Kolaka Utara Tahun 2019
7

c. Untuk mengetahui hubungan status ekonomi ibu dengan pemberian susu


formula pada bayi usia 0 – 6 bulan di puskesmas Latowu Kabupaten
Kolaka Utara Tahun 2019
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan dan masukan yang berarti dan bermanfaat bagi
mahasiswa D4 Bidan Pendidik UIT Makassar
2. Untuk Dinas Kesehatan
Sebagai informasi terbaru bagi Dinas Kesehatan untuk penyusunan program
kesehatan berikutnya.

3. Untuk Peneliti Selanjutnya


Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya tentang pemakaian susu
formula pada bayi dengan disain penelitian yang berbeda dan variabel-
variabel penelitian yang lebih lengkap
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Susu Formula


1. Pengertian Susu Formula
Menurut WHO, susu formula adalah susu yang sesuai dan bisa
diterima sistem tubuh bayi. Susu formula yang baik tidak menimbulkan
gangguan saluran cerna seperti diare, muntah atau kesulitan buang air
besar. Susu formula bayi juga merupakan cairan atau bubuk dengan
formula tertentu yang diberikan pada bayi. Susu formula berfungsi sebagai
pengganti ASI. Susu formula memiliki peranan yang penting dalam
makanan bayi karena seringkali digunakan sebagai satu-satunya sumber
gizi bagi bayi. Oleh karena itu komposisi susu formula yang
diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati. Oleh FDA (Food and Drugs
Association) atau BPOM Amerika mensyaratkan produk ini harus
memenuhi standar ketat tertentu.
Menurut Pudjiadi (2013) susu formula adalah susu yang dibuat dari
susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya sehingga dapat
dipakai sebagai pengganti ASI. Sedangkan menurut FKUI (2012), susu
formula disebut juga dengan susu buatan, oleh karena minuman buatan ini
fungsinya sebagai pengganti susu ibu.
2. Klasifikasi Susu Formula
Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal
dari susu sapi yang diolah dengan membawa segera susu sapi ke kamar
susu untuk dilakukan penyaringan agar kuman atau kotoran yang terdapat
di dalamnya tidak berkesempatan untuk berkembang, setelah susu sapi
dari beberapa sapi disatukan sampai menjadi air susu yang homogen maka
susu sapi di dinginkan dengan suhu 10 - 15 derajat celcius selama 2 - 3
jam yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga susu
bisa bertahan lama dan setelah proses pendinginan maka susu dimasukkan
kedalam botol-botol untuk dikirim kepada konsumen.
9

Klasifikasi susu formula dapat dibedakan :


a. Menurut Usia (Supartini, 2013)
1) Starting formula, formula ini diberikan pada 6 bulan pertama usia
bayi sampai dengan usia 1 tahun sebagai pelengkap jenis makanan
lain
2) Formula adaptasi, formula ini diberikan dengan komposisi
mendekati ASI sebagai adaptasi
3) Formula lanjutan, formula ini diberikan setelah bayi berusia diatas
6 bulan sebagai makanan tambahan
4) Medical formula (formula khusus), formula ini khusus diberikan
untuk bayi dengan kondisi khusus, seperti bayi prematur, bayi
dengan kelainan metabolik kongenital, atau bayi dengan intoleransi
terhadap formula biasa

b. Menurut Jenis (FKUI, 2012)


1) Menurut rasa : manis, misalnya susu sapi yang diencerkan sendiri,
SGM, S26, Almiron, Meiji Manis, Entamil, Vitalac, dan lain-lain
2) Menurut pH cairan : diasamkan (acidified, acidulated) dan tidak
diasamkan (non acidified, non acidulated) contoh dan sifat serupa
dengan pengganti Asi yang manis.
c. Menurut kadar nutrien, yaitu :
1) Rendah laktosa, misalnya Alminon, Isomil dan sobee
2) Rendah lemak, misalnya Heldon
3) Dengan lemak yang terdiri atas asam lemak dengan rantai 8 – 10
(middle chain triglyceridesatau MCT), misalnya Protagen,
terutama untuk bayi dengan BBLR.
d. menurut sumber protein : dibuat dari kacang kedelai misalnya Sobee,
Isomil. Umumnya bahan makanan itu tidak berasal dari susu sapi dan
digunakan untuk bayi yang alergik terhadap susu sapi
10

e. menurut maksud penggunaan : dimaksudkan untuk makanan bagi bayi


dengan gangguan penyerapan atau kelainan metabolik bawaan (inborn
error of metabolist) misalnya Lifenalac untuk bayi dengan
fenilketonuria, Portagen untuk gangguan pencernaan pada fibrosis
sufika, Nutramigen Sobee, Isomil untuk bayi dengan galaktosemik,
dan sebagainya
f. menurut penggolongan berdasarkan komposisi nutrien : yaitu adapted
formula yang mempunyai komposisi nutrien serupa ASI (contohnya
Vitalac, S26, Nutrilon) dan complete formula, yaitu formula lain yang
mengandung lengkap nutrien (contohnya : SGM,Lactogen, entamil,
Morinaga).
3. Komposisi Susu Formula dan Kekurangannya Dibandingkan ASI
Sama halnya dengan ASI, susu formula juga mengandung zat-zat
gizi yang dibutuhkan bayi seperti lemak, protein, karbohidrat, mineral, dan
vitamin. Susu formula juga mengandung kandungan zat tambahan lain
seperti DHA. Penambahan ini dibolehkan karena zat tambahan tersebut
merupakan zat-zat mikro (Novianda, 2012)
Meskipun pembuatan susu formula dibuat semirip mungkin dengan
ASI, tetap saja susu formula tidak sebaik ASI. Menurut Purwanti (2013),
ASI mengandung lebih dari 200 unsur pokok antara lain protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon enzim, zat
kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat dalam kadar yang
proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya.
a. Protein dalam ASI. ASI mengandung protein lebih rendah dari susu
formula, tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi
(lebih mudah dicerna). Adapun keistimewaan protein ASI antara lain :
Rasio protein whey : kasein= 60:40 dan susu formula rasio 20:80.
Hal ini menguntungkan bayi karena pengendapan dari protein whey
lebih halus daripada kasein sehingga protein wheylebih mudah
dicerna.
11

1) ASI mengandung alfa lactabumin sedang susu formula


mengandung beta lactaglobulin dan bovine serum albumin yang
sering menyebabkan alergi
2) ASI mengandung asam amino esensiil taurin yang tinggi dan
penting untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin (protein
otak)
3) Kadar metionin dalam ASI lebih rendah dari susu formula,
sedangkan sistin lebih tinggi. Hal ini sangat menguntungkan
karena enzim sistationase yaitu enzim yang akan mengubah
metionin menjadi sistin pada bayi sangat rendah / tidak ada. Sistin
ini merupakan asam amino yang sangat penting untuk
pertumbuhan otak bayi.
b. Karbohidrat dalam ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa. ASI mengandung lebih
banyak laktosa dibandingkan susu formula lainnya atau sekitar 20 –
30% lebih banyak dari susu formula. Hal ini sangat menguntungkan
karena :
1) Laktosa diperlukan untuk pertumbuhan otak
2) Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting
untuk pertumbuhan tulang
3) Laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik
yaitu lactobacillus bifidus
4) Laktosa oleh fermentasi diubah menjadi asam laktat, ini
memberikan suasana asam dalam usus bagi bayi sehingga akan
memberikan keuntungan yaitu : menghambat pertumbuhan bakteri
yang patologis, memacu pertumbuhan mikroorganisme yang
memproduksi asam organik dan mensintesis vitamin, memudahkan
terjadinya pengendapan ca-caseinat serta memudahkan absorbsi
mineral kalsium, fosfor dan magnesium
12

5) Laktosa juga relatif tidak larut sehingga waktu proses digesti di


dalam usus bayi lebih lama tetapi dampak diabsorbsi dengan baik
oleh usus bayi.
c. Lemak dalam ASI
Kadar lemak dalam ASI dan susu formula relatif sama, merupakan
sumber kalori yang utama bagi bayi, sumber vitamin yang larut dalam
lemak (A,D,E dan K) dan sumber asam lemak yang esensial.
Keistimewaan lemak dalam ASI dibandingkan dengan susu formula
antara lain :
1) Bentuk emulsi lebih sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI
mengandung enzim lipase yang mengubah trigliserida menjadi
digliserida dan kemudian menjadi monogliserida sebelum
pemecahan di usus terjadi
2) Kadar asam lemak tak jenuh dalam ASI 7 – 8 kali lebih tinggi
dibandingkan dalam susu formula. Kadar asam lemak tak jenuh
yang terdapat dalam kadar yang tinggi yang terpenting adalah :
rasio asam linoleic sama dengan oleic yang cukup akan memacu
absorbsi lemak, kalsium dan adanya garam kalsium dari asam
lemak ini akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah
terjadinya hipokalsemia.
4. Manfaat ASI Eksklusif Dibandingkan Bahaya Susu Formula
ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Rusli,
2012). Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan
langkah yang tepat. Banyak hal positif yang dapat dirasakan oleh bayi dan
ibu. Memberikan ASI eksklusif berarti keuntungan untuk semua, bayi
akan lebih sehat, cerdas dan berkpribadian baik, ibu akan lebih sehat dan
menarik.
13

Sementara bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang


penyakit. Berikut ini deretan penyakit yang mengintai bayi susu formula
berdasarkan hasil penelitian di seluruh dunia (Roesli, 2013) :
a. Infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret). Bayi menjadi muntah-
mencret dan mencret menahun. Di Amerika, 400 bayi meninggal per
tahun akibat muntah mencret, 300 diantaranya adalah bayi yang tidak
disusui. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu formula.
Kemungkinan mencret 17 kali lebih banyak pada bayi susu formula
b. Infeksi saluran pernafasan. Di negara maju, bayi yang diberi susu
formula mengalami penyakit saluran pernafasan 3 kali lebih parah dan
memerlukan rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang
diberi ASI eksklusif selama 4 bulan
c. Meningkatkan risiko alergi . Berdasarkan penelitian pada anak-anak di
Finlandia, semakin lama diberi ASI, semakin rendah kemungkinan
bayi menderita penyakit alergi, penyakit kulit (eksim), alergi makanan
dan alergi saluran nafas.
d. Meningkatkan risiko serangan asma. Sebuah penelitian yang
melibatkan 2184 anak yang dilakukan oleh Rumah Sakit Anak di
Toronto menemukan bahwa risiko asma dan kesulitan bernafas 50%
lebih tinggi terjadi pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan
dengan bayi yang diberikan ASI selama 9 bulan atau lebih
e. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif. Penelitian Richards
et al (2008) yang dikutip dalam Roesli (2013) yang menguji 1736
anak menunjukkan hasil bahwa anak ASI secara bermakna
menunjukkan hasil pendidikan yang lebih baik. Hasil ini tidak
bergantung pada latar belakang sosial ekonomi
f. Meningkatkan risiko kegemukan (obesitas). Penelitian Von Kries R
(1999) yang dikutip dalam Roesli (2013) pada 6650 anak Jerman usia
sekolah yang berumur 5 – 14 tahun memberi gambaran bahwa
pemberian ASI terbukti menjadi faktor pelindung terhadap obesitas.
14

Efek perlindungannya menjadi lebih besar ketika bayi diberi secara


eksklusif
g. Meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian
Singhal A,dkk (2001) yang dikutip dalam Roesli (2013) di Inggris
menunjukkan mereka yang mendapat susu formula bayi sangat awal
atau susu formula secara rutin, tekanan darahnya lebih tinggi daripada
mereka yang mendapat ASI selama masa bayi.
h. Meningkatkan risiko kencing manis (diabetes). Penelitian Kuehne,dkk
(2004) yang dikutip dalam Roesli (2013) di Lithuania menunjukkan
bayi yang terlalu awal mengenalkan susu formula, makanan padat dan
susu sapi terbukti meningkatkan kejadian kencing manis (diabetes) tipe
I di masa depannya.
i. Meningkatkan risiko kanker pada anak. Tidak mendapat ASI diketahui
dapat meningkatkan risiko terkena kanker. Penelitian Dundaroz R, dkk
(2002) yang dikutip dalam Roesli (2013) menemukan bahwa
kerusakan genetik tingkat signifikan terjadi pada bayi berusia 9 – 12
bulan yang tidak diberi ASI. Para penelitinya berspekulasi bahwa hal
ini mungkin berperan pada perkembangan kanker di masa kanak-kanak
atau dimasa depannya.
j. Meningkatkan risiko penyakit menahun. Penelitian Davis MK (2001)
yang dikutip dalam Roesli (2013) menunjukkan adanya
peningkatanrisiko diabetes ipe I, celiac (usus besar), beberapa kanker
di masa kanak-kanak dan penyakit infeksi pada bayi yang diberikan
makanan formula
k. Meningkatkan risiko infeksi yang berasal dari susu formula yang
tercemar. Wabah necroting enterocolitis (NEC) di Belgia pada 2001
oleh Van Acker, dkk yang dikutip dalam Roesli (2013) terlacak pada
susu formula bayi yang tercemar Enterobacter sakazakii. Sejumlah 12
bayi menderita NEC selama wabah tersebut dan 2 bayi meninggal.
5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Susu Formula
15

Soetjiningsih (2011) menyebutkan bahwa beberapa faktor-faktor


yang memengaruhi penggunaan susu formula adalah :
a. Perubahan sosial budaya :
1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya
2) Meniru teman,tetangga atau orang terkemuka yang memberikan
susu botol
3) Merasa ketinggalan zaman jika tidak menyusui bayinya dengan
susu botol
b. Faktor psikologis:
1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
2) Tekanan batin
c. Faktor fisik : ibu sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya
d. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang
mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
e. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
f. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri
yangmenganjurkan penggantian ASI dengan susu formula
B. Tinjauan Umum tentang Bayi
1. Pengertian Bayi
Bayi merupakan mahluk yang sangat peka dan halus (Choirunisa,
2014). Masa bayi adalah saat bayi berumur satu bulan sampai dua belas
bulan (Anwar, 2011).
Masa bayi dimulai dari usia 0 – 12 bulan ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat disertai dengan
perubahan dalam kebutuhan gizi (Notoatmodjo, 2012).
Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa
neonates dengan usia 0 – 28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29
hari – 12 bulan (Nursalam, 2013).
Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi
akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah,
16

serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonates bayi
akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
2. Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang
Kebutuhan dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Asuh (Kebutuhan Fisik–Biomdis)
Kebutuhan asuh meliputi sebagai berikut :
1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang
2) Perawatan kesehatan dasar. Untuk mencapai kesehatan dasar yang
optimal, perlu beberapa upaya misalnya imunisasi, control ke
Puskesmas atau Posyandu secara berkala, perawatan bila sakit.
3) Pakaian
4) Perumahan
5) Higiene diri dan lingkungan
6) Kesegaran jasmani
b. Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)
Kebutuhan asih meliputi :
1) Kasih sayang orang tua
2) Rasa aman
3) Harga diri
4) Dukungan/dorongan
5) Mandiri
6) Rasa memiliki
c. Asah (Kebutuhan Stimulasi)
Stimulasi adalah adanya perangsangan dari dunia luar berupa
latihan atau bermain. Pemberian stimulus sudah dapat dilakukan sejak
masa prenatal, kemudian lahir dengan cara menyusui bayi pada ibunya
sedini mungkin.
Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psiko
sosial anak yang dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan
(Nursalam, 2013)
C. Tinjauan Variabel yang Diteliti
17

1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan merupakan peran penting dalam proses tumbuh
kembang seluruh kemampuan dan perilaku manusia. Dengan pengetahuan
manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka akan semakin berkualitas pengetahuan
seseorang. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide
teknologi baru (Notoatmojo, 2012).
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau suatu tindakan yang
menghasilkan sesuatu yang biasanya berupa materi.
(www.tugassekolah.com)
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang wajib dilakukan oleh
setiap orang demi kelangsungan hidupnya atau untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan hidupnya. Setiap orang malakukan pekerjaan salah
satunya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, karena kebutuhan pokok
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak bisa di tunda-tunda.
Kebutuhan tersebut misalnya pokok seperti makan, minum, pakaian,
pendidikan dan lain-lain. Untuk mendapat memenuhi berbagai
kebutuhannya makan manusia membutuhkan uang, dan umumnya uang di
dapatkan dari bekerja, saat ini banyak sekali pekerjaan yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan uang.
Jadi yang dimaksud pekerjaan adalah aktivitas utama yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam arti yang
sempit pekerjaan yaitu suatu aktivitas yang dapat menghasilkan uang.
Sedangkan dalam segi ekonomi pekerjaan yaitu semua aktivitas yang
18

dilakukan manusia, baik itu dilakukan secara individu ataupun secara


organisasi, baiksecara tertutup ataupun secara terbuka kemudian dari
pekerjaan tersebut dapat menghasilkan suatu produk atau jasa sehingga
dapat mendapatkan uang dan dijadikan sebagai mata pencarian.
(pengertianku.net)
3. Status Ekonomi
Pengertian status menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012)
yaitu kedudukan atau sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial. Sedangkan pengertian ekonomi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2012) yaitu ilmu mengenai asas-asas produksi,
distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal
keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga,
waktu, dan sebagainya yangg berharga; tata kehidupan perekonomian
(suatu negara); cak urusan keuangan rumah tangga (organisasi, Negara).
Adapun penghasilan keluarga menurut Aisyen (2011) merupakan
salah satu tema penting dalam mengelola keuangan keluarga, karena
besarnya uang masuk akan mempengaruhi besarnya uang yang akan di
keluarkan. Penghasilan adalah gaji tetap yang diterima setiap bulan.
Penghasilan akan erat kaitannya dengan kemampuan orang untuk
memenuhi kebutuhan gizi, perumahan yang sehat, pakaian dan kebutuhan
lain yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.
Rendahnya tingkat pendapatan keluarga akan sangat berdampak
rendahnya daya beli keluarga (Suhardjo, 2013). Status ekomoni dapat
disimpulakan sebagai kedudukan berdasarkan pendapatan finansial untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga dalam bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai