Anda di halaman 1dari 4

Tak Kunjung Sehat, Izin Bank Ini Dicabut OJK

Market - Redaksi, CNBC Indonesia

13 August 2019 15:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menutup Bank Perkreditan Rakyat


(BPR). Kal ini OJK menutup BPR Calliste Bestari yang beralamat di Jalan Raya Denpasar - Tabanan No.7B,
Banjar Grokgak Kabupaten Badung, Bali.

Pencabutan izin usaha BPR Calliste Bestari ditetapkan dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-141/D.03/2019 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan
Rakyat Calliste Bestari pada tanggal 13 Agustus 2019.

Penetapan BDPI tersebut berlaku sejak tanggal 16 Mei 2018 sampai 16 Mei 2019 dan dalam masa
tersebut pemegang saham dan pengurus telah diberikan kesempatan untuk melakukan penyehatan
melalui action plan yang dibuat oleh Direksi.

"Dalam masa BDPI tersebut, kinerja BPR Calliste semakin memburuk tercermin dari rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) posisi 28 Februari 2019 menjadi di bawah 4% sehingga memenuhi
ketentuan ditetapkan sebagai BPR Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) terhitung sejak 29 Maret 2019
sampai 29 Juni 2019," ujar OJK dalam keterangan tertulis, Selasa (13/8/2019).

"Selanjutnya, sampai dengan batas waktu tersebut, Pengurus dan Pemegang Saham Pengendali (PSP)
tidak dapat merealisasikan upaya penyehatan rasio KPMM paling sedikit 8% sehingga memenuhi kriteria
BPR tidak dapat disehatkan dan diteruskan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya."

Penyebab BPR Callieste bermasalah karena adanya praktek perbankan yang tidak sehat baik oleh
Pengurus maupun Pemegang Saham sehingga kinerja keuangan BPR menjadi buruk terutama rasio
KPMM tidak memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku paling sedikit 8%.

"Otoritas Jasa Keuangan mengimbau kepada nasabah BPR agar tetap tenang karena dana masyarakat di
perbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku," ujar OJK.

Berdasarkan kasus yang anda baca, sebutkan aturan dalam melaksanakan pegawasan kesehatan bank
dan pokok-pokok yang diatur dalam peraturan tersebut!

Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan optimal, baik dalam hal
intermediary (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun dalam hal pemberian jasa layanan
perbankan. Oleh karena itu, berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kesehatan Bank
mencakup beberapa aspek, antara lain: kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Saat ini, ketentuan
pengukuran tingkat kesehatan bank umum di Indonesia diatas dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No.4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum. Sebelum adanya OJK ketentuan tingkat
kesehatan bank umum diatur dengan Peraturan Bank Indonesia PBI No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. Saat ini meskipun PBI No.13/1/PBI/2011 sudah dicabut, namun
Peraturan Petaksanaan PBI No.13/1/PBI/2011 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan OJK No.4/POJK.03/2016.

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum,
tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja
bank. Penilaian tersebut menyangkut aspek kuantitatif maupun kualitatif. Adapun cakupan penilaiannya
adalah sebagai berikut.

1. Profit risiko (risk profile) merupakan penilaian terhadap risiko inheres dan kualitas penerapan
manajemen risiko dala operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko, yaitu.

a. Risiko kredit.

b. Risiko pasar.

c. Risiko likuiditas.

d. Risiko operasional.

e. Risiko hukum

f. Risiko stratejik.

g. Risiko kepatuhan.

h. Risiko reputasi.

2. Good Corporate Governance (GCG) merupakan penilaian terhadap manajemen bank atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG.

3. Rentabilitas (earnings) merupakan penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-sumber


earnings, dan sustainability earnings bank.

4. Permodalan (capital) yang merupakan penilaian terhadap tingka kecukupan permodalan dan
pengelolaan permodalan.

Sementara itu menurut Budisusanto dan Triandaru (2006) kesehatan bank dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajiban dengan baik, dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan
yang berlaku. Kesehatan bank ini mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh
kegiatan usaha perbankan yang meliputi:

1. kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri;

2. kemampuan mengelola dana;

3. kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat;


4. kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak
lain;

5. pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Secara teknis tingkat kesehatan bank di Indonesia dinilai oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral yang
bertugas sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri perbankan. Adapun landasan hukum
penilaian kesehatan bank adalah UU No.10 Tahun 1998 Pasal 29 ayat 2. Ketentuan selanjutnya
dijabarkan dalam ketentuan teknis, baik berupa Peraturan Bank Indonesia, maupun bentuk lain misalnya
Surat Edaran Bank Indonesia.

Dasar pengaturan kesehatan bank adalah UU No.7 Tahun 1992 yang diperbaharui dengan UU No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan. Pengaturan tentang kesehatan perbankan dalam UU ini tertuang dalam
Pasal 29 ayat 2 Yang berbunyi: Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain
yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.

Selanjutnya peraturan tersebut diturunkan dalam peraturan teknis berupa Peraturan Bank Indonesia,
yaitu Peraturan Bank Indonesia Noni: 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Namun karena adanya perubahan kompleksitas usaha dan profit risiko' penerapan pengawasan
secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara
internasional memengaruhi pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank maka dilakukan perubahan
penilaian kesehatan bank dengan memperbaharui peraturan tersebut menjadi PBI No.13/1/PBI/2011.
Peraturan ini mulai berlaku efektif pada Januari 2012.

Setelah berdirinya Otoritas Jasa Keuangan, peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kesehatan Bank
tersebut digantikan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.4/POJK.03/2016 tentang Penilaian
Kesehatan Bank Umum. Dengan adanya peraturan baru ini maka PBI No.13/1/PBI/2011 dicabut. Namun
Peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan POJK No. 4 Tahun 2016 dinyatakan tetap
berlaku.

Pokok-pokok yang diatur dalam pengawasan kesehatan bank sesuai POJK No. 4 Tabun 2016 sebagai
berikut.

a. Bank (termasuk kantor cabang bank asing) wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank
baik secara individual maupun konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko. Penilaian
tingkat kesehatan bank secara konsolidasi dilakukan bagi bank yang melakukan pengendalian
terhadap perusahaan anak.

b. Faktor-faktor penilaian tingkat kesehatan bank terdiri dari: profil risiko (risk profile), Good
Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan (capital).

c. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) tingkat kesehatan bank dan hasil self
assesment tingkat kesehatan bank yang telah mendapat persetujuan dari direksi wajib
disampaikan kepada dewan komisaris. Selanjutnya, hasil self assesment dimaksud wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia.
d. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi
akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.

e. Apabila dari hasil identifikasi dan penilaian Bank Indonesia ditemukan permasalahan atau
pelanggaran yang secara signifikan memengaruhi atau akan memengaruhi operasional dan/atau
kelangsungan usaha bank maka Bank Indonesia berwenang menurunkan peringkat komposit
tingkat kesehatan bank.

Rincian indikator penilaian dari empat variabel yang diuraikan pada butir b. tersebut, yaitu profil risiko
(risk profile), Good Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan (capital),
selanjutnya secara rinci diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.14/SEOJK.03/2017.

Sumber : EKSI4205/MODUL 5

Anda mungkin juga menyukai