menciptakan lingkungan bersih dan lapangan pekerjaan baru di desa Montong Betok,
Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur”
A. PENDAHULUAN
Peraktik pengolahan sampah organik secara konvensional sudah banyak
dilakukan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Akan tetapi yang jadi permasalahan
adalah pihak offtaker yang masih minim. Hasil pengolahan sampah tidak terserap dengan
baik. Sebagai contoh, pembuatan pupuk kompos dari sisa rumah tangga sudah banyak
dilakukan oleh masyarakat, akan tetapi masih sangat kesulitan dalam pemasaran. Hasil
wawancara dengan warga di desa Dasan Borok, Lombok Timur, bahwa pihak pemerintah
desa sudah mampu mengurangi sampah dengan metode ecobrick dan sedekah sampah,
namun keberlanjutan jangka panjang masih terhambat oleh pemasaran. Hasil pengolahan
belum bisa diserap dengan baik oleh pasar. Sebagaimana kita ketahui bersama, Sampah
adalah isu global. Lombok sebagai salah satu destinasi wisata unggulan belum optimal
dalam mengolah sampah. Pengelolaan sampah yang belum optimal menjadi tantangan
berat dalam upaya pengembangan wisata di Lombok dan NTB secara umum (Abdulloh,
2020).
Melihat data DLHK 2018, NTB menghasilkan 3.388 ton/hari dan 81% terbuang
ke laut (DLHK, 2018). Pemerintah NTB sudah mengelularkan program unggulan Zero
waste untuk menangani permasalahan sampah. Pada 2019 Pemerintah provinsi
mengeluarkan kebijakan bahwa sampah yang sampai ke TPA hanya sampah yang sudah
di pilah. Kebijakan pemerintah provinsi NTB melalui program Zero waste masih belum
maksimal. Pengelolaan yang dibantu melalui para pengelola bank sampah masih berfokus
pada sampah plastik yang bisa didaur ulang. Jenis sampah yang sering diabaikan adalah
jenis sampah organik. Timbunan sampah organik bisa menghasilkan gas metana dalam
jumlah banyak dari hasil metabolisme organisme. Gas metana sangat berbahaya karena
merupakan salah satu unsur dalam gas rumah kaca yang menyebabkan kenaikan
pemanasan global 21 lipat lebih tinggi dari CO 2 (Dace, et.al, 2015). Selain menyebabkan
pemanasan global, sampah organic juga dapat menyebabkan efek lingkungan yang buruk
secara langsung, seperti pencemaran air (Megaiswari, 2016).
Dari hasil wawancara dengan warga di desa montong betok, Lombok timur, Nusa
Tenggara barat diketahui bahwa masyarakat lebih fokus terhadap sampah plastik yang
bisa dijual atau bernilai ekonomi dan cenderung mengabaikan jenis sampah yang tidak
dapat dijual. Masyarakat desa montong betok tidak melihat peluang pengolahan sampah
organik sebagai pupuk kompos. Sebagian besar penduduk desa montong betok
bergantung pada sector pertanian, inilah peluang sesungguhnya. Dibutuhkan strategi yang
tepat dan efektif untuk meraih peluang pemanfaatan kompos oleh petani. Oleh karena itu,
dalam riset ini kami akan menjadikan petani seagai salah satu mata rantai ekosistem
untuk meningkatkan serapan hasil pengolahan sampah organik dari rumah tangga. Hal ini
sesuai dengan harapan pemerintah melalui peraturan pemerintah republik Indonesia no 81
tahun 2012 tentang pengelolaan sampah sisa rumah tangga (Virgota, et.al, 2019).
Berdasarkan berbagai permasalahan offtaker sampah di atas, secara khusus yang
organik, maka kami berencana melakukan riset penanganan sampah dari hulu yaitu
“Pengembangan ekosistem pengolahan Sampah (rumah tangga dan sejenis rumah tangga)
berbasis gotong royong untuk mencipatakan lapangan pekerjaan baru di desa Montong
Betok Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat”.
Lingkungan Lapangan
Hidup Pemerintah
pekerjaan baru
Sumber sampah
(Masyarakat dan Pengusaha
alam) UMKM baru
Pengangkutan
Offtaker
sampah
D. BAB 4. LUARAN
Luaran yang diharapkan dalam riset ini adalah
1. Diterbitkan dalam jurnal terindeks
2. Bisa disempurnakan oleh peneliti lain sehingga Menjadi konsep baku dalam
pengelolaan sampah organik
3. Mampu meningkatkan perekonomian masyarakat ditengah pandemic.
E. BAB 5. RENCANA ANGGARAN DAN BIAYA
F. BAB 6. DAFTAR PUSTAKA
G. LAMPIRAN